STENOSIS PYLORUS
Disusun Guna Memenuhi Syarat Salah Satu Tugas Formatif Dokter Internsip
Diajukan kepada :
Disusun oleh :
KABUPATEN PEKALONGAN
2016
1
PORTOFOLIO KASUS MEDIK
Borang portofolio
Nama Peserta
Nama Wahana :
Topik : Stenosis Pylorus
Tanggal Kasus :
Pendamping :
Objektif Presentasi :
Deskripsi :
Seorang bayi An G muntah.
Tujuan :
menegakan diagnosis , mengetahui penyebab dan melakukan penatalaksanaan.
Bahan Bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
DATA PASIEN
Nama : An. G
Usia : 2 bulan
Alamat : Sragi
No. RM : 258726
Tanggal Masuk : 13 September 2016
2
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis
A. Keluhan utama
Muntah
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muntah. Muntah sejak semalam
sebelum masuk rumah sakit kurang lebih 5 kali. Isi muntahan apa yang
diminum. Pasien tampak kesakitan dan menangis terus menerus. Pasien
juga mengalami panas 1 hari, tidak ada batuk, tidak ada pilek, tidak ada
mencret. Siang sebelum pasien masuk rumah sakit, pasien dipijet perutnya
oleh dukun bayi.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat kejang disangkal
Riwayat alergi disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama disangkal
Riwayat alergi disangkal
F. Riwayat Penyakit Sosial
Pasien tinggal bersama Ayah, Ibu, dan Kakaknya.Pasien berobat
dengan fasilitas BPJS jkn kelas 3.Kesan sosial ekonomi: kurang
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : tampak sakit sedang, sesak nafas
Kesadaran : Composmentis
VS Tekanan darah : tidak diperiksa
Nadi : 96x/menit
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 36,50C
3
A. Status generalis
1. Kepala : mesochepal, jejas (-), luka (-) rambuthitam,
distribusirambutmerata, rambut tidak mudah dicabut.
2. Mata : konjungtiva anemis +/+, skleraikterik -/-, pupil bulat
isokor 3mm/3mm, reflex cahaya (+/+) normal, mata
cowong.
3. Hidung : deviasi septum (-), discharge (-)
4. Telinga : simetris, discharge (-), berdengung (-), darah (-)
5. Mulut : bibirtidaksianosis, lidahtidakkotor, hiperemis
6. Leher : JVP tidakmeningkat, pembesarankelenjarlimfe (-)
7. Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, jejas (-),ketinggalangerak (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanansamadengankiri
Perkusi : Sonorseluruhlapangparu
Auskultasi : SD vesikuler, Rh (-/-) Wheezing(-/-)
Cor
Inspeksi : ictus cordistidaktampak
Palpasi : ictus cordistidakkuat angkat
Perkusi : Kiri atas SIC II LPSS, Kiri bawah SIC IV LMCS
Kanan atas SIC II LPSD, Kanan Bawah SIC III LPSD
Auskultasi : BJ 1 dan 2 regular, murmur (-), gallop (-)
8. Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bisingusus (-)
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeritekan (-), hepardanlien tidakteraba
9. Costovertebra
Inspeksi : Deformitas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Nyeri ketok Costovertebra (-)
4
10. Ekstremitas:
a. Superior: Akral hangat (+/+), edema pitting (-/-)
b. Inferior : Akral Hangat (+/+), Edema pitting (-/-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit 17 40-52%
5
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi stenosis pylorus
2. Mengetahuipenegakan diagnosis stenosis pylorus
3. Mengetahuipenatalaksaanstenosis pylorus
6
melalui katup yang disebut pilorus. Pada Stenosis pilorus, otot otot pilorus
mengalami penebalan. Hal tersebut mencegah pengosongan isi lambung
menuju usus halus. (1)
Stenosis pilorus dapat terjadi pada anak anak maupun orang dewasa. Pada
anak anak, Stenosis pilorus dikenal dengan nama InfantileHypertropic
Pyloric Stenosis (IHPS). IHPS adalah masalah yang biasa terjadi pada bayi
neonatus dan bayi yang masih muda, kebanyakan terjadi pada bayi yang
berusia 2-8 minggu. Etiologi kelainan ini masih belum jelas. IHPS ditandai
dengan adanya hipertrofi dari otot otot pilorus, terutama lapisan sirkular,
yang mengakibatkan sumbatan parsial bahkan total pada kanalis pilorus. (3)
Berbeda dengan anak anak, pada orang dewasa, Hypertropic Pyloric
Stenosis adalah gangguan yang jarang menjadi penyebab obstruksi jalan
keluar lambung. Obstruksi pilorus pada orang dewasa dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu obstruksi pilorus primer dan sekunder. Kebanyakan
kasus Hypertropic Pyloric Stenosis yang terjadi merupakan kejadian
sekunder yang timbul akibat adanya penyakit lain, misalnya karena adanya
jaringan parut akibat ulkus gaster atau duodenum dan Carcinoma ataupun
komplikasi dari tukak duodeni. Adapun jika kelainan Hypertropic Pyloric
Stenosis yang terjadi merupakan kejadian primer, maka sama halnya seperti
Stenosis Pilorus yang terjadi pada anak anak, kita akan mendapatkan adanya
hipertrofi dari otot otot pilorus tanpa ada penyebab penyakit lain. (4,5)
I. EPIDEMIOLOGI
Stenosis Pilorus lebih sering terjadi pada orang kulit putih keturunan
Eropa Utara, kurang sering pada orang kulit hitam, dan jarang pada orang
Asia.Stenosis pilorik terjadi sekitar 1-4 dari 1000 kelahiran bayi. Kasus ini
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dari pada perempuan dengan ratio
2:1 hingga 5:1. Biasanya bayi kasus stenosis pilorus didiagnosa pada bayi
yang berusia 2-8 minggu, dan kebanyakan insiden kejadian ini ditemukan
pada bayi berusia 3-5 minggu. Insidens stenosis pilorus terlihat meningkat
pada bayi dengan golongan darah B dan O. (6,7)
7
II. ETIOLOGI
Penyebab stenosis pilorus belum diketahui, tetapi bermacam macam
faktor telah diketahui terlibat. Inervasi otot yang tidak nomal, menyusui, dan
stress pada ibu pada trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula,
peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksidase sintase di
pilorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan
merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi
lambung. Faktor genetik mungkin berperan.(6)
III. ANATOMI
Gambar 2
Gaster, dilihat dari ventral
Dikutip dari kepustakaan 8
8
yang membentuk batas kiri gaster. Selain itu, gaster mempunyai dua
permukaan yaitu facies anterior dan facies posterior serta dua pintu, yaitu
ostium cardiacum dan ostium pyloricum.(9)
Lambung terdiri dari 5 bagian utama, yaitu: Cardia, Fundus, Corpus,
Antrum dan Pylorus 5. Cardia merupakan bagian yang kurang tegas
batasnya dan didapatkan segera setelah oesophagus masuk ke gaster.
Fundus gastricus merupakan bagian gaster yang letaknya paling tinggi, di
atas dan di sebelah kiri dari ostium cardiacum. Bagian ini biasanya berisi
udara yang ditelan masuk dan itu akan terlihat pada foto roentgen dari
abdomen. Corpus gastricum adalah bagian antara fundus dan pylorus. Pars
pylorica terdiri dari dua bagian yaitu antrum pyloricum dan canalis
pyloricus yang berakhir pada pylorus, yaitu sphincter yang memisahkan
gaster dan duodenum. Musculus sphincter pyloricus tidak mempunyai
struktur seperti sphincter yang sebenarnya. Otot ini berkontraksi secara
sinergis dengan peristaltik pylorus secara keseluruhan.(9,11)
Struktur lapisan dinding lambung sama seperti lapisan dinding
organ saluran pencernaan yang lain namun di lambung terdapat tambahan
lapisan otot oblik yang berperan dalam mendukung fungsi mekanis lambung
dan kemampuan lambung untuk membesar.
Struktur lapisan dinding lambung dari luar ke dalam adalah:
1. Serosa
2. Lapisan otot longitudinal
3. Lapisan otot Circular
4. Lapisan otot oblik
5. Submukosa
6. Mukosa muskularis
7. Mukosa termasuk/terdiri dari lamina propria dan epitel kolumnar
lambung beserta kelenjar kelenjar dan pits lambung
Tunika serosa atau lapisan luar merupakan bagian dari peritonium
viseralis. Dua lapisan peritonium viseralis menyatu pada kurvatura minor
lambung dan duodenum kemudian terus memanjang ke hati, membentuk
9
omentum minus. Pada kurvatura mayor, peritonium terus ke bawah
membentuk omentum majus, yang menutupi usus halus dari depan seperti
sebuah apron besar.
Seperti yang sudah disebutkan di atas, tidak seperti daerah saluran
cerna lain, bagian muskularis tersusun atas tiga lapis dan bukan dua lapis
otot polos:lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di tengah, dan
lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serabut otot yang unik ini
memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk
memcah makanan menjadi partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan
mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan mendorongnya
ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan aerolar longgar yang
menghubungkan lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini
memungkinkan mukosa bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini
juga mengandung pleksus saraf, pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan
longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung
sewaktu diisi makanan.
Pasokan darah lambung didapatkan secara eksklusif dari cabang-
cabang aksis seliaka. Drainase vena lambung mengalir ke sistem portal.
Persarafan lambung. Yaitu trunkus vagal anterior dan posterior berasal dari
pleksus esofagus dan memasuki abdomen melalui hiatus esofagus. Cabang-
cabang hepatika dari n.vagus anterior berjalan ke hepar. Cabang seliaka dari
n.vagus posterior berjalan ke ganglion seliaka dimana cabang ini kemudian
mempersarafi usus ke bagian bawah sampai kolon transversum distal.
N.vagus membawa saraf motoris dan sekretoris ke lambung. Saraf sekretoris
mempersarafi bagian yang mensekresi asam lambung yaitu korpus.(10,11,12)
IV. PATOFISIOLOGI
Sampai saat ini patofisiologi yang mendasari disfungsi pilorus pada
penderita hipertorfi stenosis pilorus belum diketahui secara pasti. Namun
10
berdasarkan hasil penelitian selama 10 tahun terakhir telah ditemukan
hubungan antara lapisan otot yang mengalami hipertrofi dengan jumlah
saraf terminal, marker untuk sel Schawn perifer, peptida, aktivitas sintesis
nitrat oksida, produksi RNA messenger untuk mensintesis nitrat oksida.
Muncul sebuah postulat/dalil bahwa inervasi yang abnormal dari lapisan
otot menimbulkan kegagalan relaksasi dari otot pylorus, meningkatkan
sintesis faktor faktor pertumbuhan, dan akibatnya terjadilah hipertropi,
hiperplasia, dan obstruksi.(2)
Kurangnya sintesis neuronal oksida nitrat sintase pada pleksus
myenterikus adalah faktor penentu yang penting dalam patogenesis
terjadinya hipertrofi stenosis pilorus, seperti halnya patogenesis pada
akalasia, gastroparesis diabetik, penyakit Hirschprung, dan penyakit
Chagas.(13)
Gambar 1
Ilustrasi hipertrofi otot pilorus
Dikutip dari kepustakaan 2
V. DIAGNOSIS
V.1 Gambaran Klinis
11
Muntah tanpa empedu (nonbilious vomitting) merupakan gejala
awal stenosis pilorus. Muntah pada stenosis pilorus merupakan
muntahan yang berasal dari isi lambung yang ditandai dengan muntah
yang berwarna kuning dan kadang berisi makanan yang telah dimakan
sebelumnya, tanpa adanya empedu (yang ditandai dengan muntahan
yang berwarna hijau). Muntah bisa menyembur atau tidak pada
awalnya tetapi biasanya progresif dan terjadi segera setelah makan.
Muntah bisa setiap kali setelah makan atau bisa intermitten. Muntah
biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling
awal pada umur 1 minggu, dan paling lambat pada umur 5 bulan.
Setelah muntah bayi akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena
muntah terus menerus, terjadilah kehilangan cairan, ion hidrogen, dan
klorida secara progresif, sehingga menyebabkan alkalosis metabolik
hipokloremik. Kadar kalium serum biasanya normal, tetapi mungkin
ada pengurangan kadar totalnya dalam tubuh. Perhatian yang lebih
besar pada stenosis pilorus telah menyebabkan pengenalan penderita
menjadi lebih awal, dan lebih sedikit yang mengalami keadaan
malnutrisi kronis dan dehidrasi berat.
Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukuronil
transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera
membaik setelah obstruksinya sembuh.(6)
12
berjalan menyilang perut yang bergerak dari kiri ke kanan pada perut
bagian atas. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk
buah zaitun lebih mudah diraba.(6,14)
13
Gambar 3
Gambar foto polos abdomen yang memperlihatkan
gambaran Caterpillar signpada lambung yang
mengalami hiperperistaltik dan pembesaran.
Dikutip dari kepustakaan 13
14
1. Pengosongan lambung yang tertunda(15)
Gambar 5. Gambaran
pengosongan lambung yang
tertunda. Tampak kontras
melalui pilorus yang
menyempit.
Dikutip dari kepustakaan 16
15
3. Lapisan paralel barium terlihat pada saluran yang
menyempit, sehingga menghasilkan tanda saluran ganda
atau double-track sign.(15)
Gambar 7. Gambaran
kanalis pilorus yang
meyempit dan memanjang
(tanda panah).
Dikutip dari kepustakaan 17
16
atau dinding pilorus, tampak pengisian bulbus duodenum
yang lambat sekali. (15)
V.2.3 Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) adalah
Gambar modalitas
9. Gambaran pencitraan
string sign pilihan
Diambil dari kepustakaan 15
untuk menegakkan diagnostik stenosis pilorus dengan tingkat
akurasi 100%, apabila pemeriksa mempunyai skill yang baik.
USG aman, non-invasif, dan cepat untuk mendiagnosis stenosis
pilorus. Pemeriksaan grey-scale dan colour Doppler secara
simultan dapat lebih akurat dalam mendiagnosis stenosis
pilorus, oleh karena itu, pemeriksaan ini sangat
direkomendasikan untuk diagnosis yang lebih akurat. (18,19)
Ultrasonografidilakukandengan transduserfrekuensi tinggi,
antara 6-10MHzlinierpada anakterlentang. Semakin besar
bayinya dan semakin dalam pilorusnya maka kita dapat
menambah frekuensinya.(2)
Gambaran USG dari stenosis pilorik adalah sebagai
berikut : (19,20)
- Ketebalan otot (serosa pada mukosa) > 3 mm
- Diameter pilorus (Target sign) > 12 mm
- Panjang kanal pilorus (Cervix sign) 14-20 mm (rata rata 17
mm)
17
- Pada pemeriksaan Colour Doppler akan terlihat positive flow
pada mukosa dan otot pada pilorus.
Gambar 10
Memperlihatkan gambaran hasil pengukuran dari pilorus. Ukuran
panjang pilorus 21,6 mm (garis nomor 1), ketebalan dinding
pilorus 4,6 mm (garis nomor 2), diameter pilorus 9,3 mm (garis
nomor 3). Indikasi adanya stenosis pilorus.
Dikutip dari kepustakaan 21
18
Gambar 11
Gambar pengukuran ketebalan dinding pilorus.
Dikutip dari kepustakaan 19
Gambar 12
Gambar potongan transversal pilorus pada penderita
IHPS, memberikan gambaran target sign
Dikutip dari kepustakaan 19
19
Gambar 12
Pengukuran panjang kanal pilorus (Cevix sign pada IHPS).
Dikutip dari kepustakaan 19
Gambar 13
Pemeriksaan Colour Doppler pada pilorus menunjukkan
vaskularitas pada mukosa dan otot pilorus.
Dikutip dari kepustakaan 19
V.4 Biopsi
20
Biopsi terhadap jaringan otot dapat dilakukan ketika melakukan
operasi/pembedahan pyloromyotomi. Setelah dilakukan eksisi dan
pemeriksaan histologi pada lesi didapatkan bahwa mukosa mengalami
hipertrofi dan edema sehingga menyamai tebalnya lapisan otot.
Gambar 14
Gambar hasil biopsi dari spesimen otot pilorus (MUS)
pada bayi dengan IHPS. Terlihat pembesaran mukosa
(muc).
Dikutip dari kepustakaan 22
21
Gambar 17.
Gambaran Stenosis
duodeni pada bayi
usia 4 bulan.,
pelebaran duodenum
windsock
appearance
kepustakaan 27
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pilihan untuk stenosis pilorus adalah pyloromyotomi
Ramstedt. Prosedur ini dilakukan melalui insisi pendek melintang atau
dengan laparoskopi. Massa pilorus dibawah mukosa dipotong tanpa
memotong mukosa dan irisan ditutup kembali. Sebelum bedah dilakukan
harus dilakukan tindakan koreksi cairan, asam basa, dan kehilangan
elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl,
dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar
30-50 mEq/L. Terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami
rehidrasi dan kadar bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/dl yang
menyatakan bahwa alkalosis sudah terkoreksi.(6)
VIII. PROGNOSIS
Dengan pembedahan, maka gejala/keluhan yang dialami pasien dapat
sembuh atau teratasi. Bayi biasanya sudah dapat mentoleransi makanan
22
yang masuk dalam frekuensi dan jumlah yang sedikit sedikit beberapa jam
setelah pembedahan.(1)
23
4. Plan
Diagnosis : Stenosis pylorus
5. Tatalaksana
Pengobatan :
Oksigen 2 lpm
Pasang NGT keluar cairan bening
Rontgen BNO
Pendidikan :
Dilakukan edukasi pada pasien dan keluarganya mengenai penyakit dan kondisi
pasien, penyebab, tatalaksana, dan komplikasi.
24
Kegiatan Periode Hasil yang Diharapkan
Observasikeadaanumumdantanda Selamaperawatan di Keadaanumummembaik,
vital RS tanda vital dalam batas
normal
Laboratorium Selamaperawatan di Menegakkan diagnosis
RS
Nasihat Selama perawatan di Pasien tidak boleh disusui
RS dahulu
25
DAFTAR PUSTAKA
26
15. Reid JR. Imaging in Hypertrophic Pyloric Stenosis. May 2011. (cited:2011,
October 2nd). Available on http://emedicine.medscape.com/article/409621-
overview#showall
16. Javors,B.R.et al.Radiology of the postoperative GI
Tract.Newyork.Springer:2002.page 97.
17. Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009: hal 240
18. Hardy,Maryann, et al.Paediatric Radiography.UK.Blackwell Publishing:2003.page
64-65
19. Hussain, Mehboob. Sonographic Diagnosis of infantile hypertrophic pyloric
stenosis use of simultaneous grey-scale & colour doppller examination. July 2008.
(cited:2011, October 2nd). Available on
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3068743/
20. Misra,R. et al.Radiology for Surgeons.San Fransisco.GMM:2002.page 133-134.
21. Yamamoto, Lauren. Radiology Cases in Pediatric Emergency Medicine.2004.
(cited:2011, October 8th). Available on
http://www.virtualpediatrichospital.org/providers/PAP/GITech/TechGIUGIforHPS.
shtml
22. Schulman,Marta.et al. In Vivo Visualization of Pyloric Mucosal Hypertrophy in
infants with hypertrophic pyloric stenosis.2001. (cited:2011, October 8th). Avalaible
on http://www.ajronline.org/content/177/4/843.full.pdf+html
23. Chandran, Latta.et al. Vomitting in Children:Reasurance, Red flag, or referral.2008.
(cited:2011, October 8th). Available
onhttp://pedsinreview.aappublications.org/content/29/6/183.full.pdf+html
24. Sawyer, M. Et al. Gastroesophageal Reflux Imaging.May 2011. (cited:2011,
October 8th). Available onhttp://emedicine.medscape.com/article/368861-
overview#showall
25. Cerekja, A. Et al. Duodenal stenosis.2011. (cited:2011, October 17th). Available on
http://www.sonoworld.com/fetus/page.aspx?id=2987
26. Kshirsagar, AY. Et al. Duodenal stenosis in a child.2011. (cited:2011, October
17th). Available on http://www.afrjpaedsurg.org/article.asp?issn=0189-
6725;year=2011;volume=8;issue=1;spage=92;epage=94;aulast=Kshirsagar
27. Rasad, Sjahriar. Radiologi diagnostik. Jakarta. Balai penerbit FKUI:2005.Hal408.
27
28