DISUSUN OLEH:
Rahma Pramatama Tameru G991903048
Pembimbing Residen
Oleh :
Rahma Pramatama Tameru G991903048
2
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
B. Keluhan Utama
Buang air kecil terasa nyeri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Moewardi dengan keluhan nyeri saat
buang air kecil sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan BAK
keluar sedikit-sedikit, tidak lampias, terasa panas, dan warna kencing
lebih keruh dari sebelumnya. Pasien merasa demam sumer-sumer dan
nyeri pada pinggang kiri. Saat di IGD, pasien mengeluhkan kesakitan.
Pasien mengatakan BAK terakhir sesaat ketika akan dibawa ke RS,
warna air kencing pasien kuning keruh, buang air kencing batu (-),
berpasir (-), demam (-), nyeri pinggang kiri (+), nyeri perut bawah (+).
Keluhan mual, muntah, dan gangguan BAB disangkal.
Saat ini pasien sudah merasa nyeri perut dan pinggang sudah
berkurang, tidak demam, BAK sudah tidak keruh. Pasien sudah sunat
sejak usia 7 tahun dan sudah tidak pernah mengompol sejak usia 6
tahun. Pasien mengaku terkadang menahan kencing terutama apabila di
sekolah. Pasien rutin BAB 1 kali sehari Pasien jarang melakukan
kegiatan berenang. Riwayat hubungan seksual disangkal.
3
D. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
d. Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat keluhan serupa : disangkal
f. Riwayat pemakaian kateter : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
d. Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat keluhan serupa : disangkal
An. FAF
17 tahun, 64 kg, 160 cm
4
I. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hep B, polio
1 bulan : Hep B
2 bulan : Polio, DTP, Hib
4 bulan : Polio, DTP, Hib
6 bulan : hepB, polio, DTP, Hib
9 bulan : Campak, rubela
18 bulan : polio, DTP, Hib
5 tahun : polio, DTP
6 tahun : campak, rubella
Kesan imunisasi lengkap sesuai jadwal Kemenkes 1997.
J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2700 gram.
Menurut ibu pasien, pasien rutin dibawa ke posyandu. Saat ini
pasien berusia 17 tahun dengan berat badan 64 kg dan tinggi badan
160 cm.
Kesan : gizi berlebih
2. Perkembangan
Pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik.
Pasien tidak pernah tinggal kelas. Pasien dapat bergaul dengan
teman sebaya.
Kesan: perkembangan dalam batas normal.
K. Riwayat Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari. Tiap kali makan, pasien
dapat makan 1 piring porsi orang dewasa berisi nasi, lauk dan sedikit
sayur, serta buah-buahan. Pasien selalu menghabiskan makannya. Saat
sakit pasien masih bisa makan 3 kali sehari nasi, lauk, dan buah. Kesan
kualitas dan kuantitas nutrisi cukup
L. Riwayat Sosial Ekonomi
5
Pasien merupakan anak ke 1 dari 3 bersaudara. Ayah pasien
bekerja sebagai karyawan dengan gaji sekitar 5 juta/ bulan. Ibu pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien berobat menggunakan
fasilitas BPJS kesehatan kelas 3. Pasien tinggal serumah dengan ayah,
ibu, dan kedua saudaranya.
+ + - -
6
Status Gizi:
7
Status gizi secara klinis : gizi baik
Status gizi secara antropometri berdasarkan Chart CDC :
BB/U : P25<BB/U<P50
TB/U : <5
BB/TB : 64/49 x 100% = 130% (Waterlow; Obesitas)
P75 < IMT/U <P85
Simpulan : pendek, obesitas
8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (1 Oktober 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 14.4 g/dl 14.0-17.5
Hematokrit 45 % 33-41
Leukosit 13.9 ribu/ul 5.5-17.0
Trombosit 157 ribu/ul 150-450
Eritrosit 5.30 juta/ul 4.10-5.30
INDEKS ERITROSIT
MCV 85.2 /um 80.0-96.0
MCH 27.2 pg 28.0-33.0
MCHC 31.9 g/dl 33.0-36.0
RDW 12.9 % 11.6-14.6
MPV 11.5 Fl 7.2-11.1
PDW 17 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.20 % 0.00-4.00
Basofil 0.20 % 0.00-1.00
Netrofil 89.0 % 29.00-72.00
Limfosit 5.80 % 33.00-48.00
Monosit 4.80 % 0.00-6.00
9
pH 6.5 4.5-8.0
Leukosit Negatif /ul Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein ++/Positif 2 mg/dl Negatif
Glukosa Negatif mg/dl Normal
Keton Negatif mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
Eritrosit ++/Positif 2 mg/dl Negatif
MIKROSKOPIS
Eritrosit 592.3 /uL 0 – 6.4
Leukosit 16.9 /LPB 0 – 12
EPITEL
Epitel Squamous 2-5 /LPB Negatif
Epitel Transisional 0-1 /LPB Negatif
Epitel bulat - /LPB Negatif
SILINDER
Hyline 0 /LPK 0–3
Granulated 1-2 /LPK Negatif
Leukosit Negatif /LPK Negatif
Small round cell 23,2 /uL 0,0-0,0
Sperma 0 /uL 0,0-0,0
Konduktivitas 18,6 mS/cm 3,0-32,0
Eritrosit 106-110/LPB, leukosit 9-10/LPB,
Lain-lain
bakteri (+), kristal amorf (+)
10
Ureum 30 mg/dl <48
Asam Urat 2.7 mg/dl 2.4-6.1
Kolesterol Total 105 mg/dl 50-200
Kolesterol LDL 70 mg/dl 62-130
Kolesterol HDL 18 mg/dl 30-63
Trigliserida 132 mg/dl <150
ELEKTROLIT
Natrium darah 133 mmol/L 132-145
Kalium darah 3.1 mmol/L 3.1-5.1
Chlorida darah 106 mmol/L 98-106
Calsium ion 1.14 mmol/L 1.17-1.29
11
Neutrofilia relatif (89.00%)
Limfositopenia (5.80%)
Urinalisis (2/10/2019)
Proteinuria (+2)
Eritrosit (+2), eritrosit mikroskopis (592,3)
Leukosit mikroskopik (16,9)
Epitel squamous (2-5) Epitel transisional (0-1)
Small round cell (23,2)
Eritrosit 106-110/LPB, leukosit 9-10/LPB, bakteri (+), kristal
amorf (+)
Laboratorium darah (3/10/2019)
Peningkatan creatinine (1,1)
Penurunan kolesterol HDL (18)
Penurunan ion kalsium (1,14)
V. DIAGNOSIS BANDING
a. Infeksi Saluran Kemih Atas ec suspek pyelonephritis akut
b. Sistitis
c. Uretritis
d. Obesitas
VI. DIAGNOSIS
1. Pyelonefritis
2. Sistitis
3. Obesitas
VII. TATALAKSANA
a. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
b. Inf. D5 ½ NS 4ml/jam
c. Inj. Ampicillin (50mg/kg/6jam) = 1 gr / 6 jam
12
d. Parasetamol (10mg/kg/8jam) = 500 mg / 8 jam
VIII. PLANNING
Cek lab darah
Urinalisis
Pasang DC Catheter
Usul USG Abdomen
IX. MONITORING
KU/VS/BCD/8jam
13
BAB II
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, pasien datang ke IGD RSUD Moewardi dengan keluhan
nyeri saat buang air kecil sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan BAK
keluar sedikit-sedikit, tidak lampias, terasa panas, dan warna kencing lebih keruh
dari sebelumnya. Pasien juga merasa demam sumer-sumer dan nyeri pada
pinggang kiri. Saat di IGD, pasien mengeluhkan kesakitan. Pasien mengatakan
BAK terakhir sesaat ketika akan dibawa ke RS, warna air kencing pasien kuning
keruh, buang air kencing batu (-), berpasir (-), demam (-), nyeri pinggang kiri (+),
nyeri perut bawah (+). Keluhan mual, muntah, dan gangguan BAB disangkal.
Hasil permeriksaan didapatkan tanda vital normal, pemeriksaan fisik terdapat
NKCV (+/+), nyeri tekan pada suprapubic (+), OUE hiperemis, dan obesitas.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dicurigai mengalami infeksi
saluran kemih atas dan bawah.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah didapatkan sedikit
peningkatan hematokrit, hal ini bisa saja mengindikasikan pasien mengalami
kekurangan cairan saat dilakukan pemeriksaan. Dari pemeriksaan hitung jenis
didapatkan neurofilia relatif dan limfositopenia yang dapat menandakan bahwa
pasien sedang mengalami inflamasi atau infeksi. Menurut Hari dan Srivastava
(2011) , pemeriksaan darah dapat membedakan ISK atas (pielonefritis akut)
dengan ISK bawah. Pada pielonefritis akut terdapat peningkatan leukosit,
neutrofil, laju endap darah (biasanya >30 mm.jam) dan C-reactive protein positif
(>20 mg/dL) yang mengindikasikan respon inflamasi. Prokalsitonin dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut pielonefritis akut
atau ISK febris (febrile urinary tract infection). (Pardede, 2018)
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium kimia darah didapatkan sedikit
peningkatan kreatinin, penurunan kolesterol HDL, dan penurunan sedikit ion
kalsium. Hasil ini menunjukan fungsi ginjal pasien masih baik.Konsentrasi
plasma kolesterol HDL juga berkaitan dengan perlindungan terhadap risiko
penyakit menular dalam hal ini infeksi. Infeksi akut pada anak-anak tampaknya
14
diiringi oleh peningkatan modifikasi LDL oksidatif dan oleh penurunan kolesterol
HDL. Peredaran HDL memberikan perlindungan terhadap toksisitas endotoksin,
misalnya bakteri Lipopolisakarida/LPS yang bertanggungjawab terhadap gejala
patofisiologi yang mencirikan terjadinya infeksi. Infeksi akan mengaktifkan IL-6
dan IL-8 yang mengaktifkan NF-kB sehingga terjadi peningkatan induksi nitrat
oksida sintase (iNOS) yang mengaktifkan HPA axis hingga pelepasan
glukokortikoid. Pelepasan glukokortikoid berpengaruh pada metabolisme kalsium
plasma dengan menghambat pembentukan dan aktivitas osteoklas, menghambat
sintesis protein di osteoblas, menghambat absorpsi kalsium di usus, dan
meningkatkan sekresi kalsium melalui ginjal sehingga terjadi hipokalsemia.
Hasil urinalisis pasien menunjukan urin berwarna kuning keruh. Kimia
urin didapatkan pH 6,5, proteinuria positif 2 dan eritrosit positif 2. Mikroskopik
urin didapatkan eritrosit 592,3/uL dan leukosit 16,9/LPB. Terdapat epitel
squamous 2-5/LPB, epitel transisional 0-1/LPB, silinder granulated 1-2/LPK,
small round cell 23,2/uL, eritrosit 106-110/LPB, leukosit 9-10/LPB, bakteri (+),
kristal amorf (+). Hasil tersebut menunjukan pasien mengalami hematuria dan
infeksi saluran kemih. Berdasarkan teori, gambaran urinalisis yang mengarah
kecurigaan terhadap ISK adalah leukosituria, uji leukosit esterase positif, uji nitrit
positif, dan silinder leukosit. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan leukosit
esterase, hanya ditemukan leukosituria, hematuria, dan bacteriuria. Hal ini
mungkin saja terjadi karena pemeriksaan urinalisis dilakukan saat rawat inap hari
kedua dimana pasien sudah mendapat terapi antibiotic yang dapat memengaruhi
hasil pemeriksaan
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biakan urin dan pemeriksaan
radiologi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien di diagnosis pyeolonefritis dan sistitis dengan tatalaksana Inf. D5 ½ NS
4ml/jam, Inj. Ampicillin (50mg/kg/6jam) = 1 gr / 6 jam, dan Parasetamol
(10mg/kg/8jam) = 500 mg / 8 jam.
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Infeksi saluran kemih (urinary tract infection=UTI) adalah bertumbuh dan
berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah
bermakna. (IDAI, 2011). Pada anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat
berupa ISK asimtomatik hingga gejala yang berat yang dapat menimbulkan
infeksi sistemik. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan
gejala demam karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan
pada anak selain infeksi saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna
(Pardede, 2018)
2. Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus
berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus
dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria
didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-
5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan
demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%. (IDAI, 2011)
3. Etiologi
Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri,
virus, dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli.
Bakteri lain yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus
mirabilis, Providencia stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan Pseudomonas sering
16
dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan instrumentasi, dan infeksi
nosokomial. Bakteri patogen dengan virulensi rendah maupun jamur dapat
sebagai penyebab ISK pada pasien dengan imunokompromais. Infeksi
Candida albicans relatif sering sebagai penyebab ISK pada
imunokompromais dan yang mendapat antimikroba jangka lama (Pardede,
2018)
17
5. Gambaran Klinis
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan
pada anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan
pada uji tapis (screening programs). ISK asimtomatik umumnya tidak
berlanjut menjadi pielonefritis dan prognosis jangka panjang baik.
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak
mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak
begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya
berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).
Pada bayi, gejala klinik ISK juga tidak spesifik dan dapat berupa demam,
nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi
abdomen, penurunan berat badan, dan gagal tumbuh.1-3 Infeksi saluran
kemih perlu dipertimbangkan pada semua bayi dan anak berumur 2 bulan
hingga 2 tahun dengan demam yang tidak jelas penyebabnya. Infeksi saluran
18
kemih pada kelompok umur ini terutama yang dengan demam tinggi harus
dianggap sebagai pielonefritis.
Pada anak besar gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala
lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol.
Dapat juga ditemukan sakit perut, sakit pinggang, atau demam tinggi. Setelah
episode pertama, ISK dapat berulang pada 30-40% pasien terutama pada
pasien dengan kelainan anatomi, seperti refluks vesikoureter, hidronefrosis,
obstruksi urin, divertikulum kandung kemih, dan lain lain. (Pardede, 2018)
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya
masih normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat
berupa iritabel dan kejang.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri
waktu berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih,
retensio urin, dan enuresis (IDAI, 2011)
19
Infeksi Saluran Kemih Asimptomatik Infeksi saluran kemih karena jamur
Meski pasien tidak menunjukkan gejala klinis, pada lebih sering ditemukan pada bayi prematur dan bayi berat
anamnesis biasanya ditemukan riwayat gejala yang tidak lahir rendah serta pada bayi atau anak yang mendapat obat
khas seperti urgency, nyeri abdomen, nokturia, atau imunosupresan, antibiotik spektrum luas, atau anak
anyang-anyangan. dengan akses intravena atau kateter kandung kemih dalam
Diagnosis ISK asimtomatik memerlukan pemerikssan waktu lama.
sampel urin ulangan untuk mengetahui bakteri yang sama Gejala klinis biasanya tidak spesifik seperti demam,
dalam jumlah yang bermakna pada anak yang tidak demam letargi, dan distensi abdomen.
minimal 2 minggu Dapat disertai peningkatan kreatinin darah dan gagal
ginjal non-oligurik. Oliguria atau anuria dapat disebabkan
obstruksi saluran kemih oleh fungus ball.
ditemukan pseudohifa dalam sedimen urin
Abses ginjal Tuberkulosis ginjal
Abses dapat dibedakan berdasarkan anatomi, yakni abses jarang dilaporkan pada anak.
intra renal dan perirenal. Dalam abses intrarenal termasuk Awitan tuberkulosis ginjal dapat bersifat insidious dan
abses kortikal dan abses kortikomedular manifest jika mengenai kandung kemih. Gejala klinis
Manifestasi klinis abses renal sering insidious dengan dapat berupa demam, disuria, frekuensi miksi, nyeri
gejala yang tidak spesifik biasanya berupa demam, mual, pinggang, hematuria gros, kolik ureter karena terjadi
muntah, nyeri abdomen, dan nyeri pinggang lokal. karena pasase bekuan atau debris
Diabetes melitus, urolitiasis, dan imunosupresan merupakan Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan piuria asam
faktor risiko abses ginjal. yang steril dan hematuria.
Diagnosis abses ginjal ditegakkan dengan ultrasonografi Pada urinalisis ditemukan proteinuria ringan, hematuria,
atau CT-scan abdomen, yang memperlihatkan lesi kistik dan leukosituria.
terisi sebagian Histopatologi tuberkulosis ginjal tampak perkejuan,
proliferasi mesangial, nefritis interstitial granulomatosa
tuberkulosis Pemeriksaan pencitraan seperti ultrasonografi
dan CT-scan dapat mengidentifikasi lesi ginjal, dan
gambaran yang sering ditemukan adalah massa parenkim
ginjal, jarungan parut (scaring), kalsifikasi, kavitasi, dan
hidronefrosis akibat striktur
6. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK
asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan
menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih,
ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik
yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik.
Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis
baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut
dengan ISK non spesifik.
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan
urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna
pada pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya
(pemeriksaan, pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda.
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK
kompleks adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional
20
saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin.
Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi,
anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.
ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran
kemih,
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah;
keadaan pasien yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen
atau kandung kemih, peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak
memberikan respon terhadap antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh
kuman non E. coli. ISK berulang berarti terdapat dua kali atau lebih episode
pielonefritis akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK
atas disertai satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau
lebih episode sistitis atau ISK bawah. (IDAI, 2011)
7. Diagnosis
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. Gangguan
kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat
sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan
tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
ISK pada anak.
Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran
antropometrik, pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara
uretra, pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk
melihat ada tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, nyeri ketok sudut kostovetebral,
nyeri tekan suprasimfisis. Genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan
fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada
perempuan.
21
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting.
Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari factor risiko dengan
melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan bila perlu
dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi intravena.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi
ginjal. (IDAI, 2011)
22
bakteri Gram negatif dalam urin. Nilai diagnostik uji nitrit dan esterase leukosit
akan semakin meningkat jika dikombinasi dengan pewarnaan Gram bakteri.
Urinalisis dan uji disptik belum dapat menggantikan biakan urin dalam
mendiagnosis ISK, tetapi sangat berguna dalam menentukan pasien yang diduga
ISK untuk mendapat terapi antibotik sambil menunggu hasil biakan urin.
Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) adalah iron-carrier-protein
yang terdapat di dalam granul neutrofil dan merupakan komponen imunitas
innate yang memberikan respon terhadap infeksi bakteri, sehingga NGAL
dalam urin dapat digunakan sebagi tanda infeksi di saluran kemih. Peningkatan
NGAL urin (uNGAL) dan rasio uNGAL dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr)
>30 ng/mg merupakan tanda ISK.
Pada urin segar tanpa diputar (uncentrifuged urine), terdapatnya bakteri
pada setiap lapangan pandangan besar (LPB) kira-kira setara dengan hasil
biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing, terdapatnya bakteri
pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan jumlah bakteri lebih
dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop fase kontras tidak terlihat bakteri,
umumnya urin steril. Pada kebanyakan kasus ISK simtomatik, pemeriksaan
mikroskopik urin segar menunjukkan bakteri dan neutrofil dalam jumlah
banyak. Temuan setiap bakteri pada pemeriksaan Gram negatif menunjukkan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap hasil biakan urin yang bermakna.
(Pardede, 2018)
23
Physical & Chemical Microscopic Examination Disease
examination
b. Lower Urinary Tract Infection
Protein : small (< 0.5 ↑ WBCs, ↑ RBCs Cystitis
g/day) ↑ bacteria : variable, small to
Blood : + (usually large numbers
small) ↑ transitional epithelial cells
Leucocyte esterase :
usually +
Nitrite : usually +
Upper Urinary Tract Infection
Protein : mild (< 1 ↑ WBCs, often in clumps; ↑ Acute
g/day) RBCs Pyelonephritis
Blood : + (usually ↑ bacteria : variable, small to
small) large numbers
Leucocyte esterase : ↑ casts : WBC
Positive (pathognomonic), granular,
Specific gravity : renal cell, waxy
normal to low ↑ renal epithelial cells
Protein : moderate (< ↑ WBCs Chronic
2.5 g/day) ↑ casts : granular, waxy, broad, Pyelonephritis
Leucocyte esterase : few WBCs and renal cells
usually +
Specific gravity : low
Protein : mild (< 1 ↑ WBCs, macrophag, Acute
g/day) eosinophils; ↑ RBCs interstitial
Blood : + (usually ↑ casts : WBC (eosinophil), nephritis
small) granular, hyaline, renal
Leucocyte esterase : Crystals (drug crystals, if drug
usually + is induciong the disease)
Biakan Urin
Diagnosis pasti ISK ditegakkan berdasarkan hasil biakan urin, dan
interpretasi hasil biakan sangat penting agar tidak terjadi overdiagnosis atau
underdiagnosis. Interpretasi hasil biakan urin bermakna tergantung pada cara
pengambilan sampel urin dan keadaan klinik pasien. Evaluasi gambaran klinik
sangat penting karena pada ISK, biakan urin dapat negatif jika pasien sudah
mendapat antibiotik atau pada penggunaan cairan antiseptik sebagai pembersih
lokal.
Diagnosis ISK ditegakkan jika ditemukan biakan urin dengan hasil
jumlah bakteri tunggal (single species) >105 cfu/mL urin. Jika jumlah bakteri
antara 104-105 cfu/mL urin, perlu dilakukan evaluasi karena jumlah ini mungkin
merupakan infeksi atau kontaminasi. Jumlah jumlah bakteri < 10 4 cfu/ mL urin
24
diartikan dengan kontaminasi. Jumlah bakteri <10 5 cfu.mL akan berarti
signifikan jika disertai dengan gejala klinis ISK.
Pada pemeriksaan biakan urin yang diperoleh dengan aspirasi supra
pubik, berapa pun jumlah bakteri yang ditemukan berarti bermakna. Jumlah
koloni bakteri dapat menjadi rendah jika urin sangat encer atau sudah mendapat
antibiotik sebelum pengambilan sampel urin. Literatur lain menyebutkan nilai
ambang untuk diagnosis ISK adalah 1.000 cfu/m/l rin jika sampel urin diambil
dengan aspirasi suprapubik; 50.000 cfu/mL urin jika sampel urin diambil
dengan cara kateterisasi atau pancar tengah, sedangkan penggunaan urine
collector tidak direkomemdasikan.
Pada tahun 2011, UKK Nefrologi IDAI membuat konsensus yang salah
satu isinya adalah kriteria bakteriuria bermakna. Diartikan dengan bakteriuria
bermakna jika terdapat berapa pun jumlah bakteri jika urin diambil dengan
aspirasi supra pubik; atau jumlah bakteri >50.000 cfu/mL jika urin diambil
dengan kateterisasi urin; atau jumlah bakteri >100.000 cfu/ mL jika urin diambil
dengan cara pancar tengah atau dengan urine collector. (Pardede, 2018)
c. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah dapat membedakan ISK atas (pielonefritis akut)
dengan ISK bawah. Pada pielonefritis akut terdapat peningkatan leukosit,
neutrofil, laju endap darah (biasanya >30 mm.jam) dan C-reactive protein
positif (>20 mg/dL) yang mengindikasikan respon inflamasi. (Hari dan
Srivastava, 2011) Demikian juga dengan prokalsitonin dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut pielonefritis akut
atau ISK febris (febrile urinary tract infection). Pada pielonefritis, kadar lactic
dehydrogenase isoenzyme V meningkat, tetapi parameter ini masih jarang
digunakan. Pada neonatus dengan ISK perlu dilakukan pemeriksaan biakan
darah. (Pardede, 2018)
9. Tatalaksana
Tata laksana ISK terdiri atas eradikasi infeksi akut, deteksi dan tata
laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan
deteksi dan mencegah infeksi berulang. Tujuan pemberian antibiotik adalah
mengatasi infeksi akut, mencegah urosepsis, dan mencegah atau mengurangi
25
kerusakan ginjal. Terapi didasarkan pada lokasi infeksi sehingga penting
membedakan ISK atas dan ISK bawah karena mempunyai implikasi yang
berbeda. Parut ginjal terjadi pada pielonefritis, dan tidak terjadi pada sistitis,
sehingga tata laksana (pemeriksaan lanjutan, pemberian antibiotik, dan lama
terapi) sangat berbeda antara pielonefritis dan sistitis. Menentukasi tempat
infeksi dilakukan berdasarkan kombinasi klinik, laboratorium, dan
pemeriksaan pencitraan.
Umumnya, bakteriuria asimtomatik tidak diterapi dengan antibiotik,
sedangkan ISK simtomatik harus segera mendapatkan antibiotik. Sebelum
pemberian antibiotik, sebaiknya dilakukan biakan urin untuk menentukan
jenis bakteridan sensitivitasnya. Keterlambatan pemberian antibiotik
merupakan salah satu faktor risiko terbentuknya parut ginjal pada
pielonefritis. Dengan demikian, antibiotik harus diberikan secara empirik dan
kemudian disesuaikan dengan hasil biakan urin.
26
Pada awal ISK didiagnosis, hasil biakan urin belum ada karena dibutuhkan
beberapa hari untuk memperoleh hasil, sehingga antibiotik diberikan sebelum
ada hasil biakan urin. Dengan demikian, pemberian antibiotik didasarkan
secara empirik, dengan memperhatikan pola jenis bakteri penyebab ISK dan
uji sensitivitas dalam komunitas.
Sebagai terapi empirik inisial, biasanya digunakan trimetoprim-
sulfametoksazol, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, serta amoksisilin-
klavulanat. Lama pemberian antibiotik pada ISK tergantung pada jenis ISK.
Infeksi saluran kemih pada bayi dan ISK kompleks, biasanya diterapi selama
10 hingga 14 hari, dan untuk ISK simpleks diobati selama 7-10 hari.
Pengobatan jangka pendek dengan lama pengobatan 1 hingga 3 hari tidak
direkomendasikan untuk anak.
Berbagai antbiotik dapat digunakan baik oral ataupun parenteral.
Antibiotik oral antara lain kotrimoksazol, sefaleksin, sefiksim, sefadroksil,
asam pipemidat, asam nalidiksik, amoksisilin-klavulanat, sefpodiksim,
sefprozil, lorakarbef, siprofloksazin. Antibiotik parenteral antara lain
sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefazolin, gentamisin, amikasin,
tobramisin, tikarsilin, ampisilin.
Upaya yang sering dilakukan untuk mencegah ISK berulang adalah
pemberian antibiorik profilaksis berkelanjutan dalam jangka tertentu.1-4
Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis adalah trimetoprim,
kotrimoksazol, sulfisoksazol, sefaleksin, asam nalidiksat, sefaklor, sefiksim,
sefadroksil. Selain pemberian antibiotik, pencegahan kekambuhan ISK, dapat
juga dilakukan dengan pemberian probiotik, cranberry, imunostimulan, dan
vaksin. (Pardede, 2018)
Pielonefritis Akut Sistitis
Pasien dengan pielonefritis akut biasanya ISK bawah atau sistitis diterapi antibiotik oral selama
diterapi dengan antibiotik selama 10-14 hari. 5-7 hari.
Terapi antibiotik parenteral empirik adalah
kombinasi ampisilin dan gentamisin
Pilihan lain dapat berupa antibiotik tunggal
sefotaksim atau kombinasi sefotaksim dan
gentamisin.
27
Gejala klinis dan gambaran ultrasonografi yang
menetap merupakan indikasi sitoskopi dan biopsi
dinding kandung kemih.
Untuk sistitis karena virus polyoma BK dapat
digunakan antivirus cidofovir
Infeksi Saluran Kemih Asimptomatik Infeksi saluran kemih karena jamur
bakteriuria asimtomatik tidak perlu diterapi Padat ISK karena jamur dengan kateter uretra
terpasang maka kateter harus dicabut dan segera
diterapi dengan obat anti jamur
Pada sistitis kandida dapat diberikan flukonazol oral 6
mg/kgbb/hari. Irigasi kandung kemih dengan larutan
mengandung amfoterisin B konsentrasi 50 ug/mL
cairan steril digunakan untuk pengobatan infeksi jamur
pada saluran kemih bagian bawah.
Jika terdapat tanda ISK atas, pasien diterapi dengan
amfoterisin B (0,6-0,7 mg/kgbb) atau flukonazol (5-10
m/kgbb) intravena selama 3-4 minggu
Tindakan bedah diperlukan jika terdapat obstruksi oleh
jamur. atau fungus ball atau terdapat abses yang
memerlukan drainase
Abses ginjal Tuberkulosis ginjal
Tindakan bedah untuk drainase abses (dengan Terapi dilakukan dengan antituberkulosis standar
bantuan ultrasonografi) dan antibiotik selama 3 seperti rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
minggu atau lebih, tergantung pada keadaan etambutol.
klinis pasien Bedah rekonstruksi diperlukan jika terdapat striktur
ureter atau kandung kemih. Operasi radikal seperti
nefrektomi dilakukan pada ginjal yang tidak berfungsi
terutama jika terjadi hipertensi.
28
belakang, adanya spina bifida atau dimple mengarah ke neurogenic bladder.
Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainananatomi
maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan factor risiko
terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai jenis pemeriksaan pencitraan
antara lain ultrasonografi (USG), miksio-sistouretrografi (MSU), PIV (pielografi
inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto succinic acid), CT-scan atau magnetic
resonance imaging (MRI).
Deteksi dan mencegah infeksi berulang
Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang
berperan dalam terjadinya parut ginjal. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan
biakan urin berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3
bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil
biakan urin termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat,
dan menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan
miksi yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang.Pada kasus refluks
dianjurkan miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation).
Koreksi bedah terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat
tinggi, urolitiasis, katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang
disertai obstruksi sangat bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang.
10. Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan
meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi,
gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut
ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut.
Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan
pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan
obstruksi saluran kemih. (IDAI, 2011)
29
DAFTAR PUSTAKA
German JB & Dillard CJ. Saturated fats : What dietary intake? Am J Clin Nutr.
2004;80:550—9
Hari P, Srivastava RN. Urinary tract infection. Dalam: Srivastava RN, Bagga A,
penyunting. Pediatric Nephrology. Edisi ke-4, New Delhi-London, Jaypee
Brothers Medical Publisher; 2011.h.273-300
Hermawan, dkk (2015). Hubungan antara hipokalsemia dan prognosis buruk pada
sepsis neonatal. Sari Pedati 16(6)
Israr, Y. A, (2009). Infeksi Saluran Kemih (ISK), Riau: Fakultas Kedokeran
Universitas Negeri Riau
Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. 2011. Konsensus
infeksi saluran kemih pada anak. UKK Nefrologi IDAI. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
Pardede SO. 2018. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi
Klinis dan Tata Laksana. Sari Pediatri, 19(6):364-74
Purnomo, B. B. (2014). Dasar-dasar urologi. Edisi Ketiga. Malang: penerbit CV
Sagung seto
30