Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

SEORANG REMAJA LAKI-LAKI 17 TAHUN DENGAN


PYELONEFRITIS, SISTITIS, DAN OBESITAS

DISUSUN OLEH:
Rahma Pramatama Tameru G991903048
Pembimbing Residen

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes., SpPK dr. Yohana Fillamina Setiawan

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU PATOLOGI KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan


Pqtologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / RSUD Dr.
Moewardi. Presentasi kasus dengan judul :

Seorang Remaja Laki-Laki 16 Tahun dengan Pyelonefritis dengan Sistitis,


dan Obesitas

Hari/tanggal : Kamis, 11 Februari 2021

Oleh :
Rahma Pramatama Tameru G991903048

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Amiroh Kurniati, M.Kes., SpPK

2
BAB I
STATUS PASIEN
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien

Nama : An. FAF


Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Tanggal MRS : 1 Oktober 2019
Tanggal Periksa : 6 Oktober 2019
No RM : 01475xxx

B. Keluhan Utama
Buang air kecil terasa nyeri
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Moewardi dengan keluhan nyeri saat
buang air kecil sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan BAK
keluar sedikit-sedikit, tidak lampias, terasa panas, dan warna kencing
lebih keruh dari sebelumnya. Pasien merasa demam sumer-sumer dan
nyeri pada pinggang kiri. Saat di IGD, pasien mengeluhkan kesakitan.
Pasien mengatakan BAK terakhir sesaat ketika akan dibawa ke RS,
warna air kencing pasien kuning keruh, buang air kencing batu (-),
berpasir (-), demam (-), nyeri pinggang kiri (+), nyeri perut bawah (+).
Keluhan mual, muntah, dan gangguan BAB disangkal.
Saat ini pasien sudah merasa nyeri perut dan pinggang sudah
berkurang, tidak demam, BAK sudah tidak keruh. Pasien sudah sunat
sejak usia 7 tahun dan sudah tidak pernah mengompol sejak usia 6
tahun. Pasien mengaku terkadang menahan kencing terutama apabila di
sekolah. Pasien rutin BAB 1 kali sehari Pasien jarang melakukan
kegiatan berenang. Riwayat hubungan seksual disangkal.

3
D. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
d. Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat keluhan serupa : disangkal
f. Riwayat pemakaian kateter : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat Hipertensi : disangkal
b. Riwayat DM : disangkal
c. Riwayat Alergi obat/makanan : disangkal
d. Riwayat Asma : disangkal
e. Riwayat keluhan serupa : disangkal

F. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Status ibu G3P2A0. Ibu rutin kontrol selama masa kehamilan di
bidan dan menerima vitamin dan suplemen. Riwayat penyakit saat
kehamilan disangkal. Kesan kehamilan normal
G. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan umur kehamilan 38 minggu secara spontan
di bidan dengan berat badan lahir 2700 gram, langsung menangis kuat
segera setelah lahir, bergerak aktif, dan tidak ada kebiruan. Kesan
kelahiran dalam batas normal.
H. Pohon Keluarga

An. FAF
17 tahun, 64 kg, 160 cm
4
I. Riwayat Imunisasi
0 bulan : Hep B, polio
1 bulan : Hep B
2 bulan : Polio, DTP, Hib
4 bulan : Polio, DTP, Hib
6 bulan : hepB, polio, DTP, Hib
9 bulan : Campak, rubela
18 bulan : polio, DTP, Hib
5 tahun : polio, DTP
6 tahun : campak, rubella
Kesan imunisasi lengkap sesuai jadwal Kemenkes 1997.
J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
1. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2700 gram.
Menurut ibu pasien, pasien rutin dibawa ke posyandu. Saat ini
pasien berusia 17 tahun dengan berat badan 64 kg dan tinggi badan
160 cm.
Kesan : gizi berlebih
2. Perkembangan
Pasien dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik.
Pasien tidak pernah tinggal kelas. Pasien dapat bergaul dengan
teman sebaya.
Kesan: perkembangan dalam batas normal.
K. Riwayat Nutrisi
Sebelum sakit pasien makan 3 kali sehari. Tiap kali makan, pasien
dapat makan 1 piring porsi orang dewasa berisi nasi, lauk dan sedikit
sayur, serta buah-buahan. Pasien selalu menghabiskan makannya. Saat
sakit pasien masih bisa makan 3 kali sehari nasi, lauk, dan buah. Kesan
kualitas dan kuantitas nutrisi cukup
L. Riwayat Sosial Ekonomi

5
Pasien merupakan anak ke 1 dari 3 bersaudara. Ayah pasien
bekerja sebagai karyawan dengan gaji sekitar 5 juta/ bulan. Ibu pasien
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Pasien berobat menggunakan
fasilitas BPJS kesehatan kelas 3. Pasien tinggal serumah dengan ayah,
ibu, dan kedua saudaranya.

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan tanggal 6 Oktober 2019
KU : baik, Compos Mentis, tampak sakit sedang.
VS : TD 110/70 HR 84x/menit
RR 18x/menit T 36.70C
SiO2 99%
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), odem (-/-)
Hidung : Napas cuping hidung (-/-), epistaksis (-)
Mulut : Mukosa basah, gusi berdarah (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)
Thorax : Simetris (+), retraksi (-)
COR : BJ I-II reguler, bising (-)
Pulmo : SD ventrikuler +/+, suara tambahan -/-
Abdomen: I: Dinding perut > Dinding dada
A: Bising Usus (+) normal
P: Timpani (+), undulasi (+), pekak (+)
P: supel, NKCV (+/+), nyeri pada suprapubik (+), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor kulit kembali cepat <2 detik
Genital : OUE hiperemis
Ekstremitas: CRT < 2 detik, Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat

Akral hangat oedem


+ + - -

+ + - -

6
Status Gizi:

7
Status gizi secara klinis : gizi baik
Status gizi secara antropometri berdasarkan Chart CDC :
BB/U : P25<BB/U<P50
TB/U : <5
BB/TB : 64/49 x 100% = 130% (Waterlow; Obesitas)
P75 < IMT/U <P85
Simpulan : pendek, obesitas

8
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium Darah (1 Oktober 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 14.4 g/dl 14.0-17.5
Hematokrit 45 % 33-41
Leukosit 13.9 ribu/ul 5.5-17.0
Trombosit 157 ribu/ul 150-450
Eritrosit 5.30 juta/ul 4.10-5.30
INDEKS ERITROSIT
MCV 85.2 /um 80.0-96.0
MCH 27.2 pg 28.0-33.0
MCHC 31.9 g/dl 33.0-36.0
RDW 12.9 % 11.6-14.6
MPV 11.5 Fl 7.2-11.1
PDW 17 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.20 % 0.00-4.00
Basofil 0.20 % 0.00-1.00
Netrofil 89.0 % 29.00-72.00
Limfosit 5.80 % 33.00-48.00
Monosit 4.80 % 0.00-6.00

Laboratorium Urin (2 Oktober 2019)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
MAKROSKOPIS
Warna Yellow
Kejernihan Si Cloudy
KIMIA URIN
Berat Jenis 1.020 1.015-1.025

9
pH 6.5 4.5-8.0
Leukosit Negatif /ul Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein ++/Positif 2 mg/dl Negatif
Glukosa Negatif mg/dl Normal
Keton Negatif mg/dl Negatif
Urobilinogen Normal mg/dl Normal
Bilirubin Negatif mg/dl Negatif
Eritrosit ++/Positif 2 mg/dl Negatif
MIKROSKOPIS
Eritrosit 592.3 /uL 0 – 6.4
Leukosit 16.9 /LPB 0 – 12
EPITEL
Epitel Squamous 2-5 /LPB Negatif
Epitel Transisional 0-1 /LPB Negatif
Epitel bulat - /LPB Negatif
SILINDER
Hyline 0 /LPK 0–3
Granulated 1-2 /LPK Negatif
Leukosit Negatif /LPK Negatif
Small round cell 23,2 /uL 0,0-0,0
Sperma 0 /uL 0,0-0,0
Konduktivitas 18,6 mS/cm 3,0-32,0
Eritrosit 106-110/LPB, leukosit 9-10/LPB,
Lain-lain
bakteri (+), kristal amorf (+)

Laboratorium Darah (3 Oktober 2019)


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
KIMIA DARAH
Creatinine 1.1 mg/dl 0.5-1.0

10
Ureum 30 mg/dl <48
Asam Urat 2.7 mg/dl 2.4-6.1
Kolesterol Total 105 mg/dl 50-200
Kolesterol LDL 70 mg/dl 62-130
Kolesterol HDL 18 mg/dl 30-63
Trigliserida 132 mg/dl <150
ELEKTROLIT
Natrium darah 133 mmol/L 132-145
Kalium darah 3.1 mmol/L 3.1-5.1
Chlorida darah 106 mmol/L 98-106
Calsium ion 1.14 mmol/L 1.17-1.29

IV. DAFTAR MASALAH


a. Keluhan Utama
Buang air kecil terasa nyeri
b. Anamnesis
 Buang air kecil terasa nyeri dan panas
 Buang air kecil sedikit-sedikit
 Demam sumer-sumer
 Air kencing berwarna kuning keruh
 Nyeri pinggang kiri (+)
c. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum tampak sakit sedang, compos mentis, GCS
E4/V5/M6. Kesan gizi baik. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 85
kali/menit, frekuensi nafas 18 kali /menit, nafas dalam, suhu 36,7 C.
Terdapat NKCV (+/+), nyeri tekan pada suprapubic (+), OUE
hiperemis, dan obesitas
d. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Darah (1/10/19)

11
 Neutrofilia relatif (89.00%)
 Limfositopenia (5.80%)
Urinalisis (2/10/2019)
 Proteinuria (+2)
 Eritrosit (+2), eritrosit mikroskopis (592,3)
 Leukosit mikroskopik (16,9)
 Epitel squamous (2-5) Epitel transisional (0-1)
 Small round cell (23,2)
 Eritrosit 106-110/LPB, leukosit 9-10/LPB, bakteri (+), kristal
amorf (+)
Laboratorium darah (3/10/2019)
 Peningkatan creatinine (1,1)
 Penurunan kolesterol HDL (18)
 Penurunan ion kalsium (1,14)

V. DIAGNOSIS BANDING
a. Infeksi Saluran Kemih Atas ec suspek pyelonephritis akut
b. Sistitis
c. Uretritis
d. Obesitas

VI. DIAGNOSIS
1. Pyelonefritis
2. Sistitis
3. Obesitas

VII. TATALAKSANA
a. Diet nasi lauk 2000 kkal/hari
b. Inf. D5 ½ NS 4ml/jam
c. Inj. Ampicillin (50mg/kg/6jam) = 1 gr / 6 jam

12
d. Parasetamol (10mg/kg/8jam) = 500 mg / 8 jam

VIII. PLANNING
Cek lab darah
Urinalisis
Pasang DC Catheter
Usul USG Abdomen

IX. MONITORING
KU/VS/BCD/8jam

13
BAB II
ANALISIS KASUS

Pada kasus ini, pasien datang ke IGD RSUD Moewardi dengan keluhan
nyeri saat buang air kecil sejak 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan BAK
keluar sedikit-sedikit, tidak lampias, terasa panas, dan warna kencing lebih keruh
dari sebelumnya. Pasien juga merasa demam sumer-sumer dan nyeri pada
pinggang kiri. Saat di IGD, pasien mengeluhkan kesakitan. Pasien mengatakan
BAK terakhir sesaat ketika akan dibawa ke RS, warna air kencing pasien kuning
keruh, buang air kencing batu (-), berpasir (-), demam (-), nyeri pinggang kiri (+),
nyeri perut bawah (+). Keluhan mual, muntah, dan gangguan BAB disangkal.
Hasil permeriksaan didapatkan tanda vital normal, pemeriksaan fisik terdapat
NKCV (+/+), nyeri tekan pada suprapubic (+), OUE hiperemis, dan obesitas.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dicurigai mengalami infeksi
saluran kemih atas dan bawah.
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium darah didapatkan sedikit
peningkatan hematokrit, hal ini bisa saja mengindikasikan pasien mengalami
kekurangan cairan saat dilakukan pemeriksaan. Dari pemeriksaan hitung jenis
didapatkan neurofilia relatif dan limfositopenia yang dapat menandakan bahwa
pasien sedang mengalami inflamasi atau infeksi. Menurut Hari dan Srivastava
(2011) , pemeriksaan darah dapat membedakan ISK atas (pielonefritis akut)
dengan ISK bawah. Pada pielonefritis akut terdapat peningkatan leukosit,
neutrofil, laju endap darah (biasanya >30 mm.jam) dan C-reactive protein positif
(>20 mg/dL) yang mengindikasikan respon inflamasi. Prokalsitonin dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut pielonefritis akut
atau ISK febris (febrile urinary tract infection). (Pardede, 2018)
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium kimia darah didapatkan sedikit
peningkatan kreatinin, penurunan kolesterol HDL, dan penurunan sedikit ion
kalsium. Hasil ini menunjukan fungsi ginjal pasien masih baik.Konsentrasi
plasma kolesterol HDL juga berkaitan dengan perlindungan terhadap risiko
penyakit menular dalam hal ini infeksi. Infeksi akut pada anak-anak tampaknya

14
diiringi oleh peningkatan modifikasi LDL oksidatif dan oleh penurunan kolesterol
HDL. Peredaran HDL memberikan perlindungan terhadap toksisitas endotoksin,
misalnya bakteri Lipopolisakarida/LPS yang bertanggungjawab terhadap gejala
patofisiologi yang mencirikan terjadinya infeksi. Infeksi akan mengaktifkan IL-6
dan IL-8 yang mengaktifkan NF-kB sehingga terjadi peningkatan induksi nitrat
oksida sintase (iNOS) yang mengaktifkan HPA axis hingga pelepasan
glukokortikoid. Pelepasan glukokortikoid berpengaruh pada metabolisme kalsium
plasma dengan menghambat pembentukan dan aktivitas osteoklas, menghambat
sintesis protein di osteoblas, menghambat absorpsi kalsium di usus, dan
meningkatkan sekresi kalsium melalui ginjal sehingga terjadi hipokalsemia.
Hasil urinalisis pasien menunjukan urin berwarna kuning keruh. Kimia
urin didapatkan pH 6,5, proteinuria positif 2 dan eritrosit positif 2. Mikroskopik
urin didapatkan eritrosit 592,3/uL dan leukosit 16,9/LPB. Terdapat epitel
squamous 2-5/LPB, epitel transisional 0-1/LPB, silinder granulated 1-2/LPK,
small round cell 23,2/uL, eritrosit 106-110/LPB, leukosit 9-10/LPB, bakteri (+),
kristal amorf (+). Hasil tersebut menunjukan pasien mengalami hematuria dan
infeksi saluran kemih. Berdasarkan teori, gambaran urinalisis yang mengarah
kecurigaan terhadap ISK adalah leukosituria, uji leukosit esterase positif, uji nitrit
positif, dan silinder leukosit. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan leukosit
esterase, hanya ditemukan leukosituria, hematuria, dan bacteriuria. Hal ini
mungkin saja terjadi karena pemeriksaan urinalisis dilakukan saat rawat inap hari
kedua dimana pasien sudah mendapat terapi antibiotic yang dapat memengaruhi
hasil pemeriksaan
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biakan urin dan pemeriksaan
radiologi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
pasien di diagnosis pyeolonefritis dan sistitis dengan tatalaksana Inf. D5 ½ NS
4ml/jam, Inj. Ampicillin (50mg/kg/6jam) = 1 gr / 6 jam, dan Parasetamol
(10mg/kg/8jam) = 500 mg / 8 jam.

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI SALURAN KEMIH

1. Definisi
Infeksi saluran kemih (urinary tract infection=UTI) adalah bertumbuh dan
berkembang biaknya kuman atau mikroba dalam saluran kemih dalam jumlah
bermakna. (IDAI, 2011). Pada anak, gejala klinis ISK sangat bervariasi, dapat
berupa ISK asimtomatik hingga gejala yang berat yang dapat menimbulkan
infeksi sistemik. Infeksi saluran kemih perlu dicurigai pada anak dengan
gejala demam karena ISK merupakan penyakit infeksi yang sering ditemukan
pada anak selain infeksi saluran nafas akut dan infeksi saluran cerna
(Pardede, 2018)

2. Epidemiologi
ISK merupakan penyakit yang relatif sering pada anak. Kejadian ISK
tergantung pada umur dan jenis kelamin. Prevalensi ISK pada neonatus
berkisar antara 0,1% hingga 1%, dan meningkat menjadi 14% pada neonatus
dengan demam, dan 5,3% pada bayi. Pada bayi asimtomatik, bakteriuria
didapatkan pada 0,3 hingga 0,4%. Risiko ISK pada anak sebelum pubertas 3-
5% pada anak perempuan dan 1-2% pada anak laki. Pada anak dengan
demam berumur kurang dari 2 tahun, prevalensi ISK 3-5%. (IDAI, 2011)

3. Etiologi
Infeksi saluran kemih disebabkan berbagai jenis mikroba, seperi bakteri,
virus, dan jamur. Penyebab ISK paling sering adalah bakteri Escherichia coli.
Bakteri lain yang juga menyebabkan ISK adalah Enterobacter sp, Proteus
mirabilis, Providencia stuartii, Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis, Streptococcus
faecalis, dan bakteri lainnya. Bakteri Proteus dan Pseudomonas sering

16
dikaitkan dengan ISK berulang, tindakan instrumentasi, dan infeksi
nosokomial. Bakteri patogen dengan virulensi rendah maupun jamur dapat
sebagai penyebab ISK pada pasien dengan imunokompromais. Infeksi
Candida albicans relatif sering sebagai penyebab ISK pada
imunokompromais dan yang mendapat antimikroba jangka lama (Pardede,
2018)

4. Patogenesis dan Patofisiologi


Infeksi saluran kemih terjadi ketika mikroorganisme masuk ke dalam
saluran kemih dan berkembang biak. Saluran kemih terdiri dari kandung
kemih, uretra dan dua ureter dan ginjal (Purnomo, 2014). Sejauh ini diketahui
bahwa saluran kemih atau urin bebas dari mikroorganisma atau steril.
Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui empat cara, yaitu:
a. Ascending, kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang
berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal introitus
vagina, preposium penis, kulit perineum, dan sekitar anus. Infeksi secara
ascending (naik) dapat terjadi dengan tahapan kolonisasi mikroorganisme
pada uretra dan daerah introitus vagina, masuknya mikroorganisme ke
dalam buli-buli, mulitiplikasi dan penempelan mikroorganisme dalam
kandung kemih, serta diikuti naiknya mikroorganisme dari kandung
kemih ke ginjal (Israr, 2009).
b. Hematogen (descending) disebut demikian bila sebelumnya terjadi
infeksi pada ginjal yang akhirnya menyebar sampai ke dalam saluran
kemih melalui peredaran darah.
c. Limfogen (jalur limfatik) jika masuknya mikroorganisme melalui sistem
limfatik yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal namun
yang terakhir ini jarang terjadi
d. Langsung dari organ sekitar yang sebelumnya sudah terinfeksi atau
eksogen akibat dari pemakaian kateter

17
5. Gambaran Klinis
Gejala klinik ISK pada anak sangat bervariasi, ditentukan oleh intensitas
reaksi peradangan, letak infeksi (ISK atas dan ISK bawah), dan umur pasien.
Sebagian ISK pada anak merupakan ISK asimtomatik, umumnya ditemukan
pada anak umur sekolah, terutama anak perempuan dan biasanya ditemukan
pada uji tapis (screening programs). ISK asimtomatik umumnya tidak
berlanjut menjadi pielonefritis dan prognosis jangka panjang baik.
Pada masa neonatus, gejala klinik tidak spesifik dapat berupa apati,
anoreksia, ikterus atau kolestatis, muntah, diare, demam, hipotermia, tidak
mau minum, oliguria, iritabel, atau distensi abdomen. Peningkatan suhu tidak
begitu tinggi dan sering tidak terdeteksi. Kadang-kadang gejala klinik hanya
berupa apati dan warna kulit keabu-abuan (grayish colour).
Pada bayi, gejala klinik ISK juga tidak spesifik dan dapat berupa demam,
nafsu makan berkurang, cengeng, kolik, muntah, diare, ikterus, distensi
abdomen, penurunan berat badan, dan gagal tumbuh.1-3 Infeksi saluran
kemih perlu dipertimbangkan pada semua bayi dan anak berumur 2 bulan
hingga 2 tahun dengan demam yang tidak jelas penyebabnya. Infeksi saluran

18
kemih pada kelompok umur ini terutama yang dengan demam tinggi harus
dianggap sebagai pielonefritis.
Pada anak besar gejala klinik biasanya lebih ringan, dapat berupa gejala
lokal saluran kemih berupa polakisuria, disuria, urgency, frequency, ngompol.
Dapat juga ditemukan sakit perut, sakit pinggang, atau demam tinggi. Setelah
episode pertama, ISK dapat berulang pada 30-40% pasien terutama pada
pasien dengan kelainan anatomi, seperti refluks vesikoureter, hidronefrosis,
obstruksi urin, divertikulum kandung kemih, dan lain lain. (Pardede, 2018)
Pada pielonefritis dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil, gejala
saluran cerna seperti mual, muntah, diare. Tekanan darah pada umumnya
masih normal, dapat ditemukan nyeri pinggang. Gejala neurologis dapat
berupa iritabel dan kejang.
Pada sistitis, demam jarang melebihi 380C, biasanya ditandai dengan nyeri
pada perut bagian bawah, serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri
waktu berkemih, rasa diskomfort suprapubik, urgensi, kesulitan berkemih,
retensio urin, dan enuresis (IDAI, 2011)

Pielonefritis Akut Sistitis


 Demam, dapat dijumpai demam tinggi disertai menggigil,  Sistitis biasanya ditandai nyeri pada perut bagian bawah,
gejala saluran cerna seperti mual, muntah, diare, dan nyeri serta gangguan berkemih berupa frequensi, nyeri waktu
pinggang. berkemih, rasa diskomfor suprapubik, urgensi, kesulitan
 Biakan urin positif berkemih, retensio urin, dan enuresis. Meski dapat terjadi
 Nyeri abdomen, nyeri pada sudut kostovertabrae seperti demam, tetapi demam jarang melebihi 380C
yang sering ditemukan pada anak besar dan remaja.  Inkontinensia urin termasuk gejala sistitis yang sering
 Tekanan darah pada umumnya masih normal meski dapat ditemukan terutama pada perempuan.
juga ditemukan hipertensi.  Hematuria gros sering dilaporkan sebagai gejala
 Gejala neurologis dapat berupa iritabel dan kejang
 Pada anak usia muda dan bayi, selain demam, dapat
ditemukan anak menangis kuat, rewel, muntah, kesulitan
makan, dan letargi.
 Disuria jarang ditemukan pada bayi tetapi dapat ditemukan
pada anak yang lebih besar.
 Pada bayi <3 bulan, selain demam, gejala yang dapat
ditemukan antara lain jaundis, failure to thrive,
hipotensi, syok, diare, muntah, kesulitan makan, iritabel,
sianosis, poliuria, dan asidosis metabolik
Infeksi saluran kemih pada neonatus Sistitis Hemoragik
 Pada neonatus, sering tidak disertai demam.  Sistitis yang disertai mikrohematuria atau hematuria
 Gejala klinik ISK pada neonatus tidak spesifik, dapat makroskopik karena inflamasi kandung kemih, dapat
berupa apatis, tidak mau minum, jaundice, muntah, disebabkan oleh virus, bahan kimia, dan radiasi
diare, demam, hipotermia, hipertemia, oliguria, iritabel,  Hematuria gros terjadi pada 2/3 pasien sistitis hemorhagik
nyeri abdomen, distensi abdomen, hematuria, urin bau karena siklofosfamid, sedangkan mikrohematuria
tidak enak, Kadang-kadang hanya berupa apati dan didapatkan pada 90% kasus.
warna kulit keabu-abuan (grayish colour).  nyeri suprapubik dan disuria.
 Infeksi saluran kemih pada neonatus sering sebagai bagian
septikemia yang ditandai dengan letargi, suhu tidak stabil,
kejang, dan syok.
 Infeksi saluran kemih dapat juga menyebabkan berat badan
tidak naik, diare, muntah dan ikterus persisten. Kencing
menetes, gangguan aliran urin, dan teraba massa abdomen
merupakan tanda kemungkinan obstruksi saluran kemih

19
Infeksi Saluran Kemih Asimptomatik Infeksi saluran kemih karena jamur
 Meski pasien tidak menunjukkan gejala klinis, pada  lebih sering ditemukan pada bayi prematur dan bayi berat
anamnesis biasanya ditemukan riwayat gejala yang tidak lahir rendah serta pada bayi atau anak yang mendapat obat
khas seperti urgency, nyeri abdomen, nokturia, atau imunosupresan, antibiotik spektrum luas, atau anak
anyang-anyangan. dengan akses intravena atau kateter kandung kemih dalam
 Diagnosis ISK asimtomatik memerlukan pemerikssan waktu lama.
sampel urin ulangan untuk mengetahui bakteri yang sama  Gejala klinis biasanya tidak spesifik seperti demam,
dalam jumlah yang bermakna pada anak yang tidak demam letargi, dan distensi abdomen.
minimal 2 minggu  Dapat disertai peningkatan kreatinin darah dan gagal
ginjal non-oligurik. Oliguria atau anuria dapat disebabkan
obstruksi saluran kemih oleh fungus ball.
 ditemukan pseudohifa dalam sedimen urin
Abses ginjal Tuberkulosis ginjal
 Abses dapat dibedakan berdasarkan anatomi, yakni abses  jarang dilaporkan pada anak.
intra renal dan perirenal. Dalam abses intrarenal termasuk  Awitan tuberkulosis ginjal dapat bersifat insidious dan
abses kortikal dan abses kortikomedular manifest jika mengenai kandung kemih. Gejala klinis
 Manifestasi klinis abses renal sering insidious dengan dapat berupa demam, disuria, frekuensi miksi, nyeri
gejala yang tidak spesifik biasanya berupa demam, mual, pinggang, hematuria gros, kolik ureter karena terjadi
muntah, nyeri abdomen, dan nyeri pinggang lokal. karena pasase bekuan atau debris
 Diabetes melitus, urolitiasis, dan imunosupresan merupakan  Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan piuria asam
faktor risiko abses ginjal. yang steril dan hematuria.
 Diagnosis abses ginjal ditegakkan dengan ultrasonografi  Pada urinalisis ditemukan proteinuria ringan, hematuria,
atau CT-scan abdomen, yang memperlihatkan lesi kistik dan leukosituria.
terisi sebagian  Histopatologi tuberkulosis ginjal tampak perkejuan,
proliferasi mesangial, nefritis interstitial granulomatosa
tuberkulosis Pemeriksaan pencitraan seperti ultrasonografi
dan CT-scan dapat mengidentifikasi lesi ginjal, dan
gambaran yang sering ditemukan adalah massa parenkim
ginjal, jarungan parut (scaring), kalsifikasi, kavitasi, dan
hidronefrosis akibat striktur

6. Klasifikasi
ISK pada anak dapat dibedakan berdasarkan gejala klinis, lokasi infeksi,
dan kelainan saluran kemih. Berdasarkan gejala, ISK dibedakan menjadi ISK
asimtomatik dan simtomatik. Berdasarkan lokasi infeksi, ISK dibedakan
menjadi ISK atas dan ISK bawah, dan berdasarkan kelainan saluran kemih,
ISK dibedakan menjadi ISK simpleks dan ISK kompleks.
ISK asimtomatik ialah bakteriuria bermakna tanpa gejala. ISK simtomatik
yaitu terdapatnya bakteriuria bermakna disertai gejala dan tanda klinik.
Sekitar 10-20% ISK yang sulit digolongkan ke dalam pielonefritis atau sistitis
baik berdasarkan gejala klinik maupun pemeriksaan penunjang disebut
dengan ISK non spesifik.
Membedakan ISK atas atau pielonefritis dengan ISK bawah (sistitis dan
urethritis) sangat perlu karena risiko terjadinya parut ginjal sangat bermakna
pada pielonefritis dan tidak pada sistitis, sehingga tata laksananya
(pemeriksaan, pemberian antibiotik, dan lama terapi) berbeda.
Untuk kepentingan klinik dan tata laksana, ISK dapat dibagi menjadi ISK
simpleks (uncomplicated UTI) dan ISK kompleks (complicated UTI). ISK
kompleks adalah ISK yang disertai kelainan anatomik dan atau fungsional

20
saluran kemih yang menyebabkan stasis ataupun aliran balik (refluks) urin.
Kelainan saluran kemih dapat berupa RVU, batu saluran kemih, obstruksi,
anomali saluran kemih, buli-buli neurogenik, benda asing, dan sebagainya.
ISK simpleks ialah ISK tanpa kelainan struktural maupun fungsional saluran
kemih,
National Institute for Health and Clinical Excellence (NICE) membedakan
ISK menjadi ISK atipikal dan ISK berulang. Kriteria ISK atipikal adalah;
keadaan pasien yang sakit berat, diuresis sedikit, terdapat massa abdomen
atau kandung kemih, peningkatan kreatinin darah, septikemia, tidak
memberikan respon terhadap antibiotik dalam 48 jam, serta disebabkan oleh
kuman non E. coli. ISK berulang berarti terdapat dua kali atau lebih episode
pielonefritis akut atau ISK atas, atau satu episode pielonefritis akut atau ISK
atas disertai satu atau lebih episode sistitis atau ISK bawah, atau tiga atau
lebih episode sistitis atau ISK bawah. (IDAI, 2011)

7. Diagnosis
Diagnosis ISK ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium yang dipastikan dengan biakan urin. Gangguan
kemampuan mengontrol kandung kemih, pola berkemih, dan aliran urin dapat
sebagai petunjuk untuk menentukan diagnosis. Demam merupakan gejala dan
tanda klinik yang sering dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala
ISK pada anak.
Pemeriksaan tanda vital termasuk tekanan darah, pengukuran
antropometrik, pemeriksaan massa dalam abdomen, kandung kemih, muara
uretra, pemeriksaan neurologik ekstremitas bawah, tulang belakang untuk
melihat ada tidaknya spina bifida, perlu dilakukan pada pasien ISK. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan demam, nyeri ketok sudut kostovetebral,
nyeri tekan suprasimfisis. Genitalia eksterna diperiksa untuk melihat kelainan
fimosis, hipospadia, epispadia pada laki-laki atau sinekie vagina pada
perempuan.

21
Pemeriksaan urinalisis dan biakan urin adalah prosedur yang terpenting.
Pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk mencari factor risiko dengan
melakukan pemeriksaan ultrasonografi, foto polos perut, dan bila perlu
dilanjutkan dengan miksio-sisto-uretrogram dan pielografi intravena.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin serum dilakukan untuk menilai fungsi
ginjal. (IDAI, 2011)

8. Pemeriksaan Laboratorium pada ISK


a. Urinalisis
Urinalisis merupakan pemeriksaan awal yang mengindikasikan
diagnosis ISK dan dimulainya terapi inisial secara empiris. Gambaran
urinalisis yang mengarah kecurigaan terhadap ISK adalah leukosituria,
uji leukosit esterase positif, uji nitrit positif, dan silinder leukosit.
Lekosituria biasanya tedapat pada ISK bermakna yang
mengindikasikan inflamasi uroepitel, tetapi ISK dapat juga tidak disertai
leukosituria. Infeksi saluran kemih tidak dapat didiagnosis hanya
berdasarkan leukosituria karena leukosituria dapat juga ditemukan pada
keadaan demam atau kontaminasi vagina pada perempuan. Diartikan
sebagai leukosituria jika ditemukan leukosit >5 sel/LPB urin yang
disentrifugasi atau >10 sel/mm3 urin yang uncentrifuge.
Neutrofil dalam urin memproduksi enzim esterase yang dapat
dideteksi sebagai esterase leukosit dengan cara kimiawi pada uji dipstik.
Silinder leukosit dalam urin mengindikasikan keterlibatan parenkim
ginjal.
Dalam urin bakteri akan mengubah nitrat menjadi nitrit yang dapat
dideteksi dengan uji nitrit pada pemeriksaaan dipstik yang menunjukkan
perubahan warna pada kertas yang dilapisi biokimiawi. Perubahan warna yang
terjadi pada kertas dipstik sesuai dengan jumlah bakteri dalam urin. Bakteri
Gram negatif mengandung enzim reduktase nitrat yang mengubah nitrat
menjadi nitrit, yang dapat dideteksi secara kimiawi dengan uji dipstik, dengan
spesifitas 90-100% dan sensitivitas 16-82%. Uji nitrit positif berarti terdapat

22
bakteri Gram negatif dalam urin. Nilai diagnostik uji nitrit dan esterase leukosit
akan semakin meningkat jika dikombinasi dengan pewarnaan Gram bakteri.
Urinalisis dan uji disptik belum dapat menggantikan biakan urin dalam
mendiagnosis ISK, tetapi sangat berguna dalam menentukan pasien yang diduga
ISK untuk mendapat terapi antibotik sambil menunggu hasil biakan urin.
Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) adalah iron-carrier-protein
yang terdapat di dalam granul neutrofil dan merupakan komponen imunitas
innate yang memberikan respon terhadap infeksi bakteri, sehingga NGAL
dalam urin dapat digunakan sebagi tanda infeksi di saluran kemih. Peningkatan
NGAL urin (uNGAL) dan rasio uNGAL dengan kreatinin urin (uNGAL/Cr)
>30 ng/mg merupakan tanda ISK.
Pada urin segar tanpa diputar (uncentrifuged urine), terdapatnya bakteri
pada setiap lapangan pandangan besar (LPB) kira-kira setara dengan hasil
biakan 107 cfu/mL urin, sedangkan pada urin yang dipusing, terdapatnya bakteri
pada setiap LPB pemeriksaan mikroskopis menandakan jumlah bakteri lebih
dari 105 cfu/mL urin. Jika dengan mikroskop fase kontras tidak terlihat bakteri,
umumnya urin steril. Pada kebanyakan kasus ISK simtomatik, pemeriksaan
mikroskopik urin segar menunjukkan bakteri dan neutrofil dalam jumlah
banyak. Temuan setiap bakteri pada pemeriksaan Gram negatif menunjukkan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi terhadap hasil biakan urin yang bermakna.
(Pardede, 2018)

23
Physical & Chemical Microscopic Examination Disease
examination
b. Lower Urinary Tract Infection
Protein : small (< 0.5 ↑ WBCs, ↑ RBCs Cystitis
g/day) ↑ bacteria : variable, small to
Blood : + (usually large numbers
small) ↑ transitional epithelial cells
Leucocyte esterase :
usually +
Nitrite : usually +
Upper Urinary Tract Infection
Protein : mild (< 1 ↑ WBCs, often in clumps; ↑ Acute
g/day) RBCs Pyelonephritis
Blood : + (usually ↑ bacteria : variable, small to
small) large numbers
Leucocyte esterase : ↑ casts : WBC
Positive (pathognomonic), granular,
Specific gravity : renal cell, waxy
normal to low ↑ renal epithelial cells
Protein : moderate (< ↑ WBCs Chronic
2.5 g/day) ↑ casts : granular, waxy, broad, Pyelonephritis
Leucocyte esterase : few WBCs and renal cells
usually +
Specific gravity : low
Protein : mild (< 1 ↑ WBCs, macrophag, Acute
g/day) eosinophils; ↑ RBCs interstitial
Blood : + (usually ↑ casts : WBC (eosinophil), nephritis
small) granular, hyaline, renal
Leucocyte esterase : Crystals (drug crystals, if drug
usually + is induciong the disease)
Biakan Urin
Diagnosis pasti ISK ditegakkan berdasarkan hasil biakan urin, dan
interpretasi hasil biakan sangat penting agar tidak terjadi overdiagnosis atau
underdiagnosis. Interpretasi hasil biakan urin bermakna tergantung pada cara
pengambilan sampel urin dan keadaan klinik pasien. Evaluasi gambaran klinik
sangat penting karena pada ISK, biakan urin dapat negatif jika pasien sudah
mendapat antibiotik atau pada penggunaan cairan antiseptik sebagai pembersih
lokal.
Diagnosis ISK ditegakkan jika ditemukan biakan urin dengan hasil
jumlah bakteri tunggal (single species) >105 cfu/mL urin. Jika jumlah bakteri
antara 104-105 cfu/mL urin, perlu dilakukan evaluasi karena jumlah ini mungkin
merupakan infeksi atau kontaminasi. Jumlah jumlah bakteri < 10 4 cfu/ mL urin

24
diartikan dengan kontaminasi. Jumlah bakteri <10 5 cfu.mL akan berarti
signifikan jika disertai dengan gejala klinis ISK.
Pada pemeriksaan biakan urin yang diperoleh dengan aspirasi supra
pubik, berapa pun jumlah bakteri yang ditemukan berarti bermakna. Jumlah
koloni bakteri dapat menjadi rendah jika urin sangat encer atau sudah mendapat
antibiotik sebelum pengambilan sampel urin. Literatur lain menyebutkan nilai
ambang untuk diagnosis ISK adalah 1.000 cfu/m/l rin jika sampel urin diambil
dengan aspirasi suprapubik; 50.000 cfu/mL urin jika sampel urin diambil
dengan cara kateterisasi atau pancar tengah, sedangkan penggunaan urine
collector tidak direkomemdasikan.
Pada tahun 2011, UKK Nefrologi IDAI membuat konsensus yang salah
satu isinya adalah kriteria bakteriuria bermakna. Diartikan dengan bakteriuria
bermakna jika terdapat berapa pun jumlah bakteri jika urin diambil dengan
aspirasi supra pubik; atau jumlah bakteri >50.000 cfu/mL jika urin diambil
dengan kateterisasi urin; atau jumlah bakteri >100.000 cfu/ mL jika urin diambil
dengan cara pancar tengah atau dengan urine collector. (Pardede, 2018)
c. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah dapat membedakan ISK atas (pielonefritis akut)
dengan ISK bawah. Pada pielonefritis akut terdapat peningkatan leukosit,
neutrofil, laju endap darah (biasanya >30 mm.jam) dan C-reactive protein
positif (>20 mg/dL) yang mengindikasikan respon inflamasi. (Hari dan
Srivastava, 2011) Demikian juga dengan prokalsitonin dan sitokin
proinflamatori (TNF-α; IL-6; IL-1β) meningkat pada fase akut pielonefritis akut
atau ISK febris (febrile urinary tract infection). Pada pielonefritis, kadar lactic
dehydrogenase isoenzyme V meningkat, tetapi parameter ini masih jarang
digunakan. Pada neonatus dengan ISK perlu dilakukan pemeriksaan biakan
darah. (Pardede, 2018)

9. Tatalaksana
Tata laksana ISK terdiri atas eradikasi infeksi akut, deteksi dan tata
laksana kelainan anatomi dan fungsional pada ginjal dan saluran kemih, dan
deteksi dan mencegah infeksi berulang. Tujuan pemberian antibiotik adalah
mengatasi infeksi akut, mencegah urosepsis, dan mencegah atau mengurangi

25
kerusakan ginjal. Terapi didasarkan pada lokasi infeksi sehingga penting
membedakan ISK atas dan ISK bawah karena mempunyai implikasi yang
berbeda. Parut ginjal terjadi pada pielonefritis, dan tidak terjadi pada sistitis,
sehingga tata laksana (pemeriksaan lanjutan, pemberian antibiotik, dan lama
terapi) sangat berbeda antara pielonefritis dan sistitis. Menentukasi tempat
infeksi dilakukan berdasarkan kombinasi klinik, laboratorium, dan
pemeriksaan pencitraan.
Umumnya, bakteriuria asimtomatik tidak diterapi dengan antibiotik,
sedangkan ISK simtomatik harus segera mendapatkan antibiotik. Sebelum
pemberian antibiotik, sebaiknya dilakukan biakan urin untuk menentukan
jenis bakteridan sensitivitasnya. Keterlambatan pemberian antibiotik
merupakan salah satu faktor risiko terbentuknya parut ginjal pada
pielonefritis. Dengan demikian, antibiotik harus diberikan secara empirik dan
kemudian disesuaikan dengan hasil biakan urin.

Terapi empirik inisial

26
Pada awal ISK didiagnosis, hasil biakan urin belum ada karena dibutuhkan
beberapa hari untuk memperoleh hasil, sehingga antibiotik diberikan sebelum
ada hasil biakan urin. Dengan demikian, pemberian antibiotik didasarkan
secara empirik, dengan memperhatikan pola jenis bakteri penyebab ISK dan
uji sensitivitas dalam komunitas.
Sebagai terapi empirik inisial, biasanya digunakan trimetoprim-
sulfametoksazol, sefalosporin generasi kedua dan ketiga, serta amoksisilin-
klavulanat. Lama pemberian antibiotik pada ISK tergantung pada jenis ISK.
Infeksi saluran kemih pada bayi dan ISK kompleks, biasanya diterapi selama
10 hingga 14 hari, dan untuk ISK simpleks diobati selama 7-10 hari.
Pengobatan jangka pendek dengan lama pengobatan 1 hingga 3 hari tidak
direkomendasikan untuk anak.
Berbagai antbiotik dapat digunakan baik oral ataupun parenteral.
Antibiotik oral antara lain kotrimoksazol, sefaleksin, sefiksim, sefadroksil,
asam pipemidat, asam nalidiksik, amoksisilin-klavulanat, sefpodiksim,
sefprozil, lorakarbef, siprofloksazin. Antibiotik parenteral antara lain
sefotaksim, seftriakson, seftazidim, sefazolin, gentamisin, amikasin,
tobramisin, tikarsilin, ampisilin.
Upaya yang sering dilakukan untuk mencegah ISK berulang adalah
pemberian antibiorik profilaksis berkelanjutan dalam jangka tertentu.1-4
Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis adalah trimetoprim,
kotrimoksazol, sulfisoksazol, sefaleksin, asam nalidiksat, sefaklor, sefiksim,
sefadroksil. Selain pemberian antibiotik, pencegahan kekambuhan ISK, dapat
juga dilakukan dengan pemberian probiotik, cranberry, imunostimulan, dan
vaksin. (Pardede, 2018)
Pielonefritis Akut Sistitis
 Pasien dengan pielonefritis akut biasanya  ISK bawah atau sistitis diterapi antibiotik oral selama
diterapi dengan antibiotik selama 10-14 hari. 5-7 hari.
Terapi antibiotik parenteral empirik adalah
kombinasi ampisilin dan gentamisin
 Pilihan lain dapat berupa antibiotik tunggal
sefotaksim atau kombinasi sefotaksim dan
gentamisin.

Infeksi saluran kemih pada neonatus Sistitis Hemoragik


 antibiotik parenteral selama 10-14 hari.  penyakit self-limiting yang akan sembuh dalam 2-3
minggu, biasanya cukup dengan terapi simtomatik.

27
 Gejala klinis dan gambaran ultrasonografi yang
menetap merupakan indikasi sitoskopi dan biopsi
dinding kandung kemih.
 Untuk sistitis karena virus polyoma BK dapat
digunakan antivirus cidofovir
Infeksi Saluran Kemih Asimptomatik Infeksi saluran kemih karena jamur
bakteriuria asimtomatik tidak perlu diterapi  Padat ISK karena jamur dengan kateter uretra
terpasang maka kateter harus dicabut dan segera
diterapi dengan obat anti jamur
 Pada sistitis kandida dapat diberikan flukonazol oral 6
mg/kgbb/hari. Irigasi kandung kemih dengan larutan
mengandung amfoterisin B konsentrasi 50 ug/mL
cairan steril digunakan untuk pengobatan infeksi jamur
pada saluran kemih bagian bawah.
 Jika terdapat tanda ISK atas, pasien diterapi dengan
amfoterisin B (0,6-0,7 mg/kgbb) atau flukonazol (5-10
m/kgbb) intravena selama 3-4 minggu
 Tindakan bedah diperlukan jika terdapat obstruksi oleh
jamur. atau fungus ball atau terdapat abses yang
memerlukan drainase
Abses ginjal Tuberkulosis ginjal
 Tindakan bedah untuk drainase abses (dengan  Terapi dilakukan dengan antituberkulosis standar
bantuan ultrasonografi) dan antibiotik selama 3 seperti rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan
minggu atau lebih, tergantung pada keadaan etambutol.
klinis pasien  Bedah rekonstruksi diperlukan jika terdapat striktur
ureter atau kandung kemih. Operasi radikal seperti
nefrektomi dilakukan pada ginjal yang tidak berfungsi
terutama jika terjadi hipertensi.

Deteksi kelainan anatomi dan fungsional serta tata laksananya


Deteksi kelainan anatomi atau fungsional ginjal saluran kemih dilakukan
untuk mencari faktor predisposisi terjadinya ISK dengan pemeriksaan fisik dan
pencitraan. Dengan pemeriksaan fisik saja dapat ditemukan sinekia vagina pada
anak perempuan, fimosis, hipospadia, epispadia pada anak laki-laki. Pada tulang

28
belakang, adanya spina bifida atau dimple mengarah ke neurogenic bladder.
Pemeriksaan pencitraan sangat penting untuk melihat adanya kelainananatomi
maupun fungsional ginjal dan saluran kemih, yang merupakan factor risiko
terjadinya ISK berulang dan parut ginjal. Berbagai jenis pemeriksaan pencitraan
antara lain ultrasonografi (USG), miksio-sistouretrografi (MSU), PIV (pielografi
inravena), skintigrafi DMSA (dimercapto succinic acid), CT-scan atau magnetic
resonance imaging (MRI).
Deteksi dan mencegah infeksi berulang
Infeksi berulang terutama pielonefritis akut merupakan faktor yang
berperan dalam terjadinya parut ginjal. Deteksi ISK berulang dilakukan dengan
biakan urin berkala, misalnya setiap bulan, kemudian dilanjutkan dengan setiap 3
bulan. Jika terdapat ISK berulang, berikan antibiotik yang sesuai dengan hasil
biakan urin termasuk memperbaiki status gizi, edukasi tentang pola hidup sehat,
dan menghilangkan atau mengatasi faktor risiko. Asupan cairan yang tinggi dan
miksi yang teratur bermanfaat mencegah ISK berulang.Pada kasus refluks
dianjurkan miksi berganda (double micturation maupun tripple micturation).
Koreksi bedah terhadap kelainan struktural seperti obstruksi, refluks derajat
tinggi, urolitiasis, katup uretra posterior, ureterokel dan ureter dupleks yang
disertai obstruksi sangat bermanfaat untuk mengatasi infeksi berulang.

10. Komplikasi
ISK dapat menyebabkan gagal ginjal akut, bakteremia, sepsis, dan
meningitis. Komplikasi ISK jangka panjang adalah parut ginjal, hipertensi,
gagal ginjal, komplikasi pada masa kehamilan seperti preeklampsia. Parut
ginjal terjadi pada 8-40% pasien setelah mengalami episode pielonefritis akut.
Faktor risiko terjadinya parut ginjal antara lain umur muda, keterlambatan
pemberian antibiotik dalam tata laksana ISK, infeksi berulang, RVU, dan
obstruksi saluran kemih. (IDAI, 2011)

29
DAFTAR PUSTAKA

German JB & Dillard CJ. Saturated fats : What dietary intake? Am J Clin Nutr.
2004;80:550—9
Hari P, Srivastava RN. Urinary tract infection. Dalam: Srivastava RN, Bagga A,
penyunting. Pediatric Nephrology. Edisi ke-4, New Delhi-London, Jaypee
Brothers Medical Publisher; 2011.h.273-300
Hermawan, dkk (2015). Hubungan antara hipokalsemia dan prognosis buruk pada
sepsis neonatal. Sari Pedati 16(6)
Israr, Y. A, (2009). Infeksi Saluran Kemih (ISK), Riau: Fakultas Kedokeran
Universitas Negeri Riau
Pardede SO, Tambunan T, Alatas H, Trihono PP, Hidayati EL. 2011. Konsensus
infeksi saluran kemih pada anak. UKK Nefrologi IDAI. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
Pardede SO. 2018. Infeksi pada Ginjal dan Saluran Kemih Anak: Manifestasi
Klinis dan Tata Laksana. Sari Pediatri, 19(6):364-74
Purnomo, B. B. (2014). Dasar-dasar urologi. Edisi Ketiga. Malang: penerbit CV
Sagung seto

30

Anda mungkin juga menyukai