Anda di halaman 1dari 47

Case Report

Asma + Pneumonia

Oleh:
Tri Wahyuni Tanjung Saragih
19360151

Preseptor:
dr. Aspri Sulanto, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2021

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini dalam rangka
memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak yang
berjudul ”Asma + Pneumonia”. Saya menyadari bahwa penulisan laporan kasus
ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati kami menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
kepada:

1. dr. Aspri Sulanto, Sp.A selaku pembimbing saya yang telah bersedia
memberikan bimbingan, arahan, kritik dan saran yang sangat berharga
kepada saya selama menyusun laporan kasus ini.
2. Teman-teman bagian Pediatrics yang telah banyak membantu dan
mendukung saya hingga akhirnya tersusunlah laporan kasus ini.
3. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan kasus ini baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang membangun tentunya sangat saya harapkan. Semoga segala bantuan
berupa nasehat, motivasi, masukan dan budi baik semua pihak akan mendapat
rahmat, karunia dan pahala yang diridhoi oleh Allah SWT. Dan semoga laporan
kasus ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khususnya di bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Aamiin.

Bandar Lampung, April 2021

Penyusun
BAB I
STATUS PASIEN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN BANDAR LAMPUNG

Nama Mahasiswa : Tri Wahyuni Tanjung Saragih


NPM : 19360151
Dokter Pembimbing : dr. Aspri Sulanto, Sp.A

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : An. A
No. RM : 119170
Tgl. Lahir : 27/12/2017
Usia : 3 tahun 5 bulan
Alamat : jl. Candimas Natar, Lampung Selatan
Jenis Kelamin : Laki laki
Masuk IGD : 28/04/21 – 07.58 WIB
Masuk Bangsal : 19/04/21 – 09.00 WIB

1.2 ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis kepada ibu pasien a/n Tin Hartini pada
hari Rabu 28 april 2021.
Keluhan Utama : Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang diantar keluarganya
dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang
semakin memberat. Ibu os mengatakan rasa sesak nafas diawali batuk
berdahak sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit yang disertai demam 1 hari
sebelum masuk rumah sakit dan os juga tidak mau minum susu dan
penurunan nafsu makan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Os menderita sakit asma sejak usia
6 bulan
Riwayat Alergi : Os menderita alergi terhadap cuaca
yang dingin, asap dan debu.
Riwayat Penyakit Keluarga : Ayah os menderita penyakit asma
Riwayat Perinatal : Os anak kedua dari 2 bersaudara, lahir
cukup bulan dengan persalinan normal dibantu bidan. BB saat lahir
2.500gram dan PB saat lahir 49cm. Saat lahir secara spontan, langsung
menangis, kulit kemerahan.
Riwayat Imunisasi : Ibu os mengatakan bahwa imunisasi os
lengkap.
Riwayat Perkembangan : Os menderita gangguan pertambahan berat
badan saat usia 4 bulan hingga 10 bulan. Ibu os mengatakan os tidak
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan lainnya. Os bisa diajak
berinteraksi dengan tertawa, berbicara, duduk dan berjalan sesuai usia.
Riwayat Makan dan Minum : Os mendapatkan ASI selama 2 hari dan
selanjutnya diberikan susu formula hingga saat ini, MPASI diberikan saat
usia 6 bulan. Kebiasaan makan 2-3x sehari dengan nasi dan lauk pauk
ayam/ikan/telur/daging/sayur dan terkadang makan buah serta dilengkapi
susu 2x/hari.
Riwayat Konsumsi Obat : Os belum mengkonsumsi obat-obatan
sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan : Os tinggal bersama kedua
orangtuanya.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : composmentis (E4V5M6)
3. Tanda vital :
 Pernapasan : 24 x/menit
 Nadi : 91 x/menit
 SpO2 : 97%
 Suhu : 36,3 C

Antropometri
 Panjang Badan : 95cm
 Berat Badan : 13kg
 LK : 37cm
 LILA : 15cm
 LD : 47cm
 LP : 45cm
 IMT/U : 14,04 (Normal)
Status Generalis

 Kepala : Normocephali, hematom (-).

 Mata : Konjungtiva normal, sklera tidak ikterik,

pupil isokor, kelopak mata normal.

 Telinga : Normotia, tidak ada sekret, membran

timpani utuh.

 Hidung : Tidak ada septum deviasi, tidak tampak

sekret, napas cuping hidung tidak ada.

 Mulut/Tenggorok : Tidak tampak kelainan.

 Leher : KGB dan tiroid tidak membesar, JVP

normal.

 Gigi-mulut : Mukosa mulut tidak tampak kering.

 Thorax/Dada : Bentuk normal, hematom/jejas tidak ada,

retraksi (-), krepitasi tidak ada, jantung normal, paru ronchi (+/+),

wheezing (+/+).

 Collumna Vertebralis : Normal.

 Abdomen : Bentuk normal, kembung, bising usus (+)

Normoperistaltik, hepar tidak teraba.

 Genitalia & Anus : Tidak ada kelainan.

 Ekstremitas : Normal, motorik lemas.


1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Klinik (28 April 2021)


HEMATOLOGI
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan Keterangan
Hemoglobin 12,7 Lk. 14-18 Wn. 12-16 gr/dl 
Leukosit 23.500 4.500-10.700 ul 
Hit. Jenis Leukosit Basofil 0 0-1 %
Hit. Jenis Leukosit Eosinofil 0 0-3 %
Hit. Jenis Leukosit Batang 2 2-6 %
Hit. Jenis Leukosit Segmen 77 50-70 % 
Hit. Jenis Leukosit Limposit 18 20-40 % 
Hit. Jenis Leukosit Monosit 3 2-8 %
Eritrosit 4,4 Lk. 4,6-6,2 Wn. 4,2- 106/ul 
6,4
Hematokrit 38 Lk. 50-54 Wn. 38-47 % 
Trombosit 296.000 159.000-400.000 ul
MCV 85 80-96 fl
MCH 29 27-31 pg
MCHC 34 32-36 g/dl
ALC 4.230
NLR 4,38
IMUNOLOGI
SARS-CoV-2 IgG (-) Non Reaktif (-)
SARS-CoV-2 IgM (-) Non Reaktif (-)

KESAN :
Leukositosis

Pemeriksaan Radiografi Thorax AP (28 April 2021)


1.5 RESUME
An. A usia 3 tahun 5 bulan dengan BB 13 kg dibawa oleh orangtuanya
ke IGD RSPBA pukul 03.50 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari
SMRS yang semakin memberat. Ibu os juga mengatakan sebelumnya os
mengalami batuk berdahak sejak 2 hari yang lalu disertai demam terus-
menerus. Pasien sejak 2 hari yang lalu mulai tidak nafsu makan dan minum
susu namun masih mau minum air putih, lemas (+), os belum BAB sejak 1
hari SMRS. Os sering mengalami hal seperti ini 2-3x/tahun. Os menderita
gangguan pertambahan berat badan saat usia 4 bulan hingga 10 bulan.
Pada pemeriksaan thorax didapatkan hasil redup saat perkusi pada
kedua lapang paru disertai terdengar ronki kasar dan wheezing pada kedua
lapang paru. Untuk pemeriksaan laboratorium pada Rabu, 28 April 2021
didapatkan hasil leukosit yang meningkat hingga 23.500.

1.6 Diagnosis Kerja


Asma + Pneumonia

1.7 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa

IVFD RL 12 tpm mikro


Nebu ventolin 1 amp/ 8 jam
Inj. Ceftriaxone 1 x 650 mg/24 jam
Metil Prednisolon 3 x 4mg
Ambroxol syr 3 x ½ cth

1.8 PROGNOSIS
Dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASMA
2.1.1 Definisi
Menurut GINA (Global Initiative For Asthma) 2002, batasan asma

menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya. Asma

didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan

banyak sel yang berperan, khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada

orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang,

sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini

hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang

luas namun bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan

maupun dengan pengobatan. 4)

Konsensus Nasional tahun 2000 menggunakan batasan bahwa asma

adalah mengi berulang dan / atau batuk persisten dengan karakteristik;

timbul secara episodik, cenderung malam / dini hari (nokturnal), musiman,

setelah aktifitas fisik, serta adanya riwayat asma atau atopi pada pasien /

keluarganya.5)

2.1.2 Etiologi
Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan

utama adalah reaksi yang berlebihan dari trakea dan bronkus

(hiperreaktivitas bronkus). Hiperreaktivitas bronkus ini belum diketahui

dengan jelas penyebabnya. Namun diduga karena adanya hambatan

sebagian sistem adrenergic-beta, kurangnya enzim adenil siklase dan

meningginya tonus sistem parasimpatis. Keadaan demikian cenderung


meningkatkan tonus parasimpatis bila ada rangsangan sehingga terjadi

spasme bronkus. Asma merupakan gangguan kompleks yang melibatkan

banyak faktor yang turut menentukan derajat reaktivitas atau iritabilitas

tersebut, karena itu asma disebut penyakit multifaktorial.(1,2)

A. Faktor-faktor yang erat hubungannya dalam proses terjadinya


manifestasi asma adalah:

a. Faktor Genetik
b. Allergen
a) Allergen Hirup ( inhalan )
1) Debu rumah, tungau debu rumah
2) Bulu binatang
3) Kapuk dan wol
b) Allergen makanan (ingestan)

1) <3 tahun penyebab asma bronchial (susu dan telur)


2) >3 tahun (buah, coklat, kacang, ikan laut)
c. Bahan Iritan
a) Bau cat, hair spray, parfum, bahan – bahan kimia, asap rokok.
b) Polusi udara
c) Udara dingin
d) Air dingin
d. Perubahan Cuaca
Perubahan cuaca sering dihubungkan sebagai pencetus asma,
tetapi mekanisme dari efek ini belum dapat diketahui.

e. Infeksi
a) Infeksi virus
b) Infeksi jamur
c) Infeksi bakteri
d) Infeksi parasit
f. Latihan Jasmani
Lari dan naik sepeda
g. Faktor Emosi
Faktor emosi dapat mengakibatkan peninggian aktifitas
parasimpatis, baik perifer maupun sentral, sehingga terjadi
peningkatan aktifitas kolinergik yang mengakibatkan eksaserbasi
asma. Faktor emosi dapat bersumber dari masalah antara kedua
orangtua dengan anak atau masalah dengan teman atau guru
disekolah.

h. Refluks Gastroesofagus
Iritasi trakeobronkial karena isi lambung dapat memberatkan
asma pada anak dan orang dewasa.

i. Rinitis allergi, Sinusitis, dan Infeksi Saluran Pernafasan Atas(1,2,3,4,5)

2.1.3 Patofisiologi Serangan Asma

Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas

secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus,

edema mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus.

Sumbatan yang terjadi tidak seragam / merata di seluruh paru. Atelektasis

segmentasi atau subsegmentalis dapat terjadi. Sumbatan jalan napas

menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan

distensi paru berlebihan. Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata

di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi

dengan perfusi.

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga

terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang

diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat

makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas,

sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan


tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan

mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan

peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada

awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi

sehingga kadar PaCO2 akan turun dan dijumpai alkalosis respiratorik.

Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan

otot napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia

dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang

cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus

diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu

dapat terjadi pula asidosis metabolic akibat hipoksia jaringan dan produksi

laktat oleh otot napas.

Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokontriksi pulmonal,

namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokontriksi

dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak

ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.


Patofisiologi Asma

2.1.4 Klasifikasi

KNAA ( Konsensus Nasional Asma Anak) membagi derajat serangan


asma atas :
1. Serangan ringan
2. Serangan sedang
3. Serangan berat
Dalam hal ini perlu dibedakan antara derajat penyakit asma dengan
derajat serangan asma. Setiap derajat penyakit asma dapat mengalami
derajat serangan yang mana saja. Sebagai contoh : seorang penderita asma
persisten dapat mengalami serangan ringan saja. Sebaliknya bisa saja
seorang pasien yang tergolong asma episodic jarang mengalami serangan
asma berat. Dengan kata lain derajat serangan asma tidak tergantung pada
derajat penyakit asma.
Beratnya derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan.
Global Initiative for Asthma (GINA) melakukan pembagian derajat
serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru dan
pemeriksaan laboratorium. Butir penilaian di bagian awal merupakan
penilaian klinis yang sifatnya cenderung subyektif. Penilaian yang obyektif
adalah pemeriksaan FEV-1 dengan spirometer, serta pemeriksaan saturasi
oksigen. Kendalanya adalah kesulitan jurus ( Manuver ) pemeriksaan,
terlebih pada anak dengan serangan asma berat.

Paramater klinis, Ringan Sedang Berat Ancaman henti napas


fungsi paru,
laboratorium

Kesulitan bernafas Berjalan Berbicara Istirahat


saat aktivitas Bayi : menangis Bayi : Bayi berhenti
keras - Tangis pendek makan
&lemah
- Kesulitan
makan

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata- kata

Posisi Bisa berbaring Lebih suka Duduk


duduk bertopang
lengan

Kewaspadaan Mungkin teragitasi Biasanya Biasanya Pusing/ bingung


(gelisah) teragitasi teragitasi
(gelisah) (gelisah)

Sianosis Tidak ada Ada ada Ada, nyata

Mengi Sedang, sering Nyaring, Sangat Sulit/ tidak terdengar


hanya pada akhir sepanjang nyaring, ( silent chest )
ekspirasi ekspirasi terdengar
tanpa
stetoskop

Sesak nafas Minimal Sedang berat

Retraksi Dangkal, retraksi Sedang, Dalam, Dangkal / hilang


intercostal ditambah ditambah
retraksi nafas cuping
suprasternal hidung

Laju napas Meningkat ± Meningkat + Meningkat ++ Menurun

Pedoman nilai baku laju napas pada anak sadar :


Usia Laju napas normal
< 2 bulan < 60 x / menit
2- 12 bulan < 50 x / menit
1 – 5 tahun < 40 x / menit
6- 8 tahun < 30 x / menit

Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi

Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :


Usia Laju nadi normal
2 – 12 bulan < 160 x / menit
1 – 2 tahun < 120 x / menit
3- 8 tahun < 110 x / menit

FEV-1
- pra b. dilator > 60 % 40 -60 % < 40 %
-pasca b.dilator > 80 % 60 – 80 % < 60 %
Respon < 2 jam

Sa O2 % > 95 % 91 -95 % ≤ 90 %

Pa O2 Normal > 60 mmHg < 60 mmHg


(biasanya tidak
perlu diperiksa )

Pa CO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

A. Klasifikasi derajat penyakit Asma


Tabel Pembagian Derajat Penyakit Asma pada Anak
Episodik Episodik Asma

Jarang Sering Persisten

Frekuensi < 1x /bulan >1x /bulan Sering

Lama serangan < 1 minggu > 1 minggu Hampir sepanjang


tahun, tidak ada
remisi

Antara Serangan Tanpa gejala Sering gejala Siang dan malam

Tidur, aktivitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu

Pemeriksaan Fisik di Normal Mungkin terganggu Tidak pernah normal


luar serangan

Obat Pengendali Anti Tidak perlu Non steroid/steroid Tidak perlu


Inflamsi hirup dosis rendah

Uji faal paru PEV / FEV1 > 80% PEV / FEV1 60-80% PEV / FEV1 < 60%,
variasi 20-30%

Variabilitas faal paru Var > 15% Var > 30% Var > 50 %
(saat serangan)

GINA (1995) menyusun klasifikasi beratnya asma berdasarkan


kombinasi manifestasi klinis termasuk adanya gejala asma nokturnal dan
hasil uji fungsi paru :

 Asma intermiten :
- gejala intermiten kurang dari 1 kali perminggu
- serangan singkat (jam-hari)
- gejala malam hari kurang dari 2 kali sebulan
- diluar serangan tanpa gejala dan uji fungsi paru normal
- PEFR ( Peak Expiratory Flow Rate ) atau PEV > 80% predicted,
variasi < 20 %
 Asma persisten ringan :
- gejala > 1 kali seminggu tetapi kurang dari 1 kali sehari
- serangan mungkin mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari lebih dari 2 kali sebulan
- PEFR atau PEV > 80 % predicted, variasi 20 – 30 %
 Asma persisten sedang
- gejala setiap hari
- serangan mengganggu aktivitas dan tidur
- gejala malam hari > 1 kali seminggu
- penggunaan harian inhalasi β 2 agonis kerja pendek
- PEFR atau PEV > 60 % – < 80 % predicted, variasi > 30 %
 Asma persisten berat
- gejala berkesinambungan
- serangan sering terjadi
- gejala malam hari sering terjadi
- aktivitas fisik terbatas akibat gejala asma
- PEFR atau PEV < 60 % predicted, variasi > 30

2.1.5 Diagnosis

Diagnosis asma dapat ditegakkan berdasarkan :

A. Anamnesis
Serangan batuk dan mengi yang berulang sering lebih nyata
pada malam hari yang dapat dipicu bila ada beban fisik yang berat,
infeksi virus, allergen hirupan sangat karakteristik untuk asma.
Namun asma dapat juga menyebabkan batuk menetap pada anak
tanpa riwayat mengi karena kecepatan aliran udara tidak mencukupi
untuk menimbulkan mengi, penyumbatan jalan nafas yang relative
ringan, atau pengasuh tidak mampu mengenali mengi.
B. Pemeriksaan Fisik
Tergantung stadium serangan, lamanya serangan dan jenis asma,
pada asma yang ringan dan sedang tidak ditemukan kelainan fisik
diluar serangan. Pada Infeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar,
batuk paroksismal, suara wheezing, ekspirium memanjang, retraksi
supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Pada asma
kronik terlihat bentuk thorak emfisematous, bongkok kedepan, sela
iga melebar, diameter anteroposterior bartambah.
Pada perkusi hipersonor pada seluruh thorak, daerah pekak
jantung dan hati mengecil. Pada auskultasi, mula-mula bunyi nafas
kasar atau mengeras, tapi pada stadium lanjut suara nafas melemah
atau hampir tidak terdengar karena aliran udara sangat lemah, dalam
keadaan normal fase ekspirasi 1/3-1/2 dari fase inspirasi, waktu
serangan fase ekspirasi memanjang terdengar ronkhi kering dan
ronkhi basah.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Darah (eosinofil IgE total, IgE spesifik), sekret (eosinofil),
sputum (eosinofil, kristal Charcot-Leyden dan Spiral Curshman). Bila
ada infeksi mungkin ditemukan lekositosis polimorfonukleus.
D. Foto Rontgen Thorax
Tampak corakan paru meningkat, hiperinflasi pada serangan
akut dan asma kronik, dan gambaran atelektasis.
E. Tes Fungsi Paru
Tes fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter untuk
menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,
menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit.(1,2,5,6)
2.1.6 Diagnosis Banding

Mengi tidak hanya terjadi pada asma, tapi dapat terjadi berbagai
macam keadaan yang menyebabkan obstruksi pada saluran nafas :

A. Pada bayi adanya korpus alienum di saluran nafas dan esofagus.


B. penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis atau
fibrostik kistik.
C. Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak dibawah umur 2 tahun dan
terbanyak dibawah umur 6 bulan dan jarang berulang.
D. bronkitis, tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak
herediter, bila sering berulang dan kronik biasanya disebabkan oleh
asma.
E. Tuberculosis kelenjar limfe di daerah trakheobronkial
F. Asma kardial, sangat jarang pada anak. Dispnu paroksismal terutama
malam hari dan didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
G. Kelainan trakea dan bronkus, misalnya trakeobronkomalasi dan
stenosis bronkus.2)
2.1.7 Tatalaksana
A. Tujuan tatalaksana asma anak
Secara umum adalah untuk menjamin tercapainya potensi tubuh
kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingin
dicapai adalah :

a) Pasien dapat menjalani aktivitas normal seorang anak, termasuk


bermain dan berolahraga.
b) Sedikit mungkin angka absensi sekolah.
c) Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
d) Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang
mencolok pada PEF.
e) Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua
tiga hari, dan tidak ada serangan.
f) Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin
timbul : terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.4)
B. Tata laksana medikamentosa dibagi menjadi 2 yaitu :

a) Tata laksana jangka panjang bertujuan untuk mencegah


memburuknya proses inflamasi yang ada menggunakan obat-obat
pengendali
b) Tata laksana jangka pendek bertujuan untuk mengatasi serangan
asma yang terjadi
Flow Chart Managemen asma jangka panjang. 5,7)

Obat pereda: β-agonis atau teofilin


Asma episodik jarang (hirupan atau oral) bila perlu

Asma ringan

Evaluasi 6 - 8 minggu, ≤3x >3x

obat dosis/minggu

Tambahkan obat pengendali :

Asma apisodik sering Steroid hirupan dosis rendah

Asma Moderat

Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)

obat pengendali : ganti dengan


streroid

pereda β-agonis : lanjut


Asma Persisten

Asma berat

Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)

Pertimbangkan untuk tambah:

- β-agonis long kerja lama


- pengontrol β- agonis
- theophylin kerja lambat

Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)

Tingkatkan dosis steroid inhalasi

Evaluasi 6 - 8 minggu (-) (+)

Tambah steroid oral

C. Pencegahan Serangan asma pada anak:

a) penghindaran faktor –faktor pencetus


macam-macam faktor pencetus asma antara lain:

1) alergen; pada bayi dan anak kecil sering karena debu,


tungau,bulu binatang, spora jamur, dll
2) infeksi: biasanya infeksi virus, paling umum disebabkan oleh
respirartory syncitial virus (RSV)
3) iritan: Hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau tajam, dll
4) cuaca : perubahan tekanan udara, angin dan kelembaban.
5) Kegiatan jasmani: lari, naik sepeda.
6) Psikis: tidak ada perhatian, tidak mau mengakui persoalan
D. Obat-obatan dan terapi imunologik
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar :
a. Obat pereda (relievers) digunakan untuk meredakan serangan atau
gejala asma jika sedang timbul, membuka jalan nafas
secepatnya(mendilatasi bronkus) dikenal dengan bronkodilator.7)
b. Obat pengendali ( controller) atau obat profilaksis untuk mengatasi
masalah asma yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Yang biasa
dipakai glutikokortikosteroid seperti budesonide, beclometason dan
fluticasone.7)
E. Penanggulangan bronkospasme

a. Beta-2 agonis
a) Beta-2 agonis selektif yang sering dipakai: Salbutamol,
terbutalin, fenoterol
b) Beta-2 agonis subkutan atau IV: Salbutamol , terbutalin,
fenoterol.
b. Teofolin
c. Anti kolinergik
F. Penanggulangan edem mukosa :

a. Obat anti inflamasi inhalasi


b. Obat anti inflamasi peroral
G. Penanggulangan sumbatan lendir :

a. Memberikan banyak minum


b. Mukolitik
c. Fisioterapi

Tatalaksana Serangan Asma

Definisi: episode peningkatan yang progresif dari gejala-gejala batuk, sesak


napas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi gejala tersebut. 4)

Tujuan tatalaksana serangan asma:

- meredakan penyempitan saluran secepat mungkin


- Mengurangi hipoksemia
- Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya.
- Re-evaluasi tatalaksana jangka panjang, cegah kekambuhan.
Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan β2-agonis atau
teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya
lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat golongan β2
agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer
atau nebulizer.
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau
bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.
Tatalaksana di klinik/ unit gawat darurat
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat
serangannya. Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara
nebulisasi ditambahkan Garam fisiologis . Nebulisasi dapat diulang 2 kali
dengan selang 20 menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat
antikolinergik.4,5) Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis
yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat secara
klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.
Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang
jelas, langsung berikan nebulisasi beta agonis dikombinasikan dengan
antikolinergik. Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan
asidosis metabolik dapat mengalami takifilaksis atau respons yang kurang
terhadap nebulisasi beta agonis. Penderita seperti ini cukup sekali
dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena
selain diatasi masalah dehidrasi dan asidosisnya.4,5)
Serangan Asma Ringan4):
- sekali nebulisasi respon baik
- diobservasi 1 jam, bila tetap baik dipulangkan
- dibekali: obat β-agonis hirupan/oral diberi tiap 4-6 jam
- pencetus virus: corticosteroid oral untuk 3-5 hari.
- Kontrol ke klinik rawat jalan 24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Serangan Asma Sedang4):
- Dalam observasi 1 jam gejala timbul kembali
- Pemberian nebulisasi 2 kali, menunjukan respon parsial.
- Observasi dan ditangani dalam ruang rawat sehari
- Obat: steroid sistemik (oral) metilprednisolon 0,5 – 1 mg/kgbb/ hari untuk
3-5 hari.
- Atau steroid nebulisasi dosis tinggi 1600 ug
- Sebaiknya dipasang jalur parenteral
Serangan Asma Berat4):
- Nebulisasi 3 kali berturut-turut tidak ada respon
- Harus Rawat di ruang rawat inap.
- Sejak awal dinilai berat: nebulisasi β-agonis + antikolinergik
- Oksigen 2- 4 L/menit sejak awal
- Pasang jalur parenteral
- Foto rontgent  deteksi pneumothoraks atau pneumo-mediastinum.
Tatalaksana ruang rawat sehari4):
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 2 jam
- steroid sistemik oral metilprednisolon / prednison ( dilanjutkan sampai 3-5
hari).
- Dalam 12 jam klinis baik: boleh pulang dengan bekal obat seperti
serangan asma ringan.
- Dalam 12 jam klinis tidak baik:dialih ke ruang rawat inap.
Tatalaksana ruang rawat inap4,8):
- pemberian oksigen diteruskan 2 -4 L/menit.
- Dehidrasi dan asidosis diatasi dengan cairan intravena dan koreksi
asidosisnya.
- Steroid Intravena bolus tiap 6-8 jam, dosis steroid Intravena 0,5 – 1
mg/kgBB/hari
- nebulisasi β-agonis + antikolinergik tiap 1-2 jam dalam 4-6 kali ada
perbaikan jarak menjadi 4-6 jam
- Aminofilin:
1. dosis awal/ belum mendapat sebelumnya: 6-8 mg/kgBB dalam
dextrose atau garam fisiologis 20 ml diberikan dalam 20 – 30
menit.
2. telah dapat aminofilin < 8 jam : dosis separuhnya.
3. Kadar Aminofilin diukur dan dipertahankan 10 – 20 mcg/ ml.
4. Aminofilin dosis rumatan 0,5 – 1 mg/ kgBB/jam
- ada perbaikan klinis :Nebulisasi tiap 6 hingga 24 jam, steroid dan
aminofilin diganti oral.
- Dalam 24 jam stabil: dipulangkan dengan β-agonis (hirupan/oral) tiap 4-6
jam selama 24 – 48 jam. Steroid oral dilanjutkan sampai pasien kontrol ke
klinik rawat jalan dalam 24 – 48 jam untuk re-evaluasi tatalaksana.
Kriteria Rawat di ruang intensif4)
- tidak ada respon terhadap tatalaksana awal dan perburukan dengan cepat.
- Kebingungan, disorientasi, ancaman henti napas, atau hilang kesadaran
- Tidak ada perbaikan dalam tatalaksana diruang rawat inap
- Ancaman henti napas, walaupun sudah diberi oksigen.4)
TERAPI INHALASI
Prinsip terapi inhalasi
Mempunyai keuntungan:
- Bekerja langsung di saluran respiratorik
- Awitan kerjanya cepat.
- Dosis obat yang digunakan kecil
- Efek samping minimal karena konsentrasinya dalam darah sedikit/ kecil.
Biasanya digunakan bentuk aerosol yaitu suspensi partikel didalam gas.
Aerosol dengan diameter kecil (1-10 micron) mengalami benturan secara
inersial dan sedimentasi dan mengendap karena efek gravitasi. Partikel dengan
diameter lebih dari 8 micron mengalami benturan saluran respiratorik
proksimal dan laring sehingga tidak mencapai paru, partikel 1-8 micron
mengendap di saluran respiratorik besar, kecil, dan alveoli.4)
(http://www.cchs.net/health/health-info/docs/2400/2414.asp?index=9444
Cara pemberian obat inhalasi
Harus disesuaikan dengan umur karena adanya perbedaan kemampuan dalam
menggunakan alat inhalasi, dan pentingnya dilakukan pelatihan yang benar dan
berulang. Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya
diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping sistemik
sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan. Hal ini penting
dipertimbangkan, karena pada anak kecil sangat besar kemungkinan obat
tertelan.5)

Gambar. Distribusi Kortikosteroid Inhalasi. 5)


Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan umur. 4,5,7)

Umur Alat Inhalasi


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler
2 - 4 tahun Nebuliser, Aerochamber, Babyhaler

MDI dengan alat peregang (spacer)


5 - 8 tahun Nebuliser,
MDI dengan spacer

Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,


Turbuhaler)
> 8 tahun Nebuliser,

MDI

Alat hirupan bubuk (DPI)

Autohaler

Jenis Terapi inhalasi:


Aerosol yang ideal : Sederhana, mudah dibawa, tidak mahal, efektif mencapai
saluran respiratorik bawah. Dapat digunakan oleh anak, orang cacat, dan orang
tua.
- Metered dose Inhaler.
Obat dilarutkan dalam zat pendorong/propelan dengan tekanan uap tinggi,
bila kanister ditekan aerosol menyemprot keluar dengan kecepatan 30
m/detik, lebih dari 60 % aerosol menempel pada orofaring, hanya 10 %
yang sampai ke paru-paru.

Meterer dose inhaler


- Metered Dose Inhaler dengan spacer
Spacer/ alat penyembur akan menambah jarak antara aktuator dengan
mulut sehingga kecepatan aerosol saat dihisap menjadi berkurang, dapat
mengurangi pengendapan di orofaring 5-60 %, spacer berupa tabung
volume 80 ml, panjang sekitar 10-20cm atau berbentuk kerucut volume
600-1000ml. beberapa dilengkapi dengan katub 1 arah yang terbuka saat
inhalasi mengurangi 5% pengendapan di orofaring. Penggunaan akan
menguntungkan pada anak-anak karena pada anak koordinasi belum baik.
Metered dose inhaler dengan spacer
- Dry powdered Inhaler
Penggunaan Bubuk kering/ dry powdered memerlukan inspirasi cukup
kuat, pada anak anak ini cukup sulit. Tapi tidak membutuhkan koordinasi,
deposisi obat pada paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan
sehingga dianjurkan pada anak diatas 5 tahun. Tidak memerlukan spacer
dan mudah dibawa. Yang banyak dipakai di indonesia ialah turbuhaler.

(http://www.cchs.net/health/health-info/docs/2400/2414.asp?
index=9444)
- Nebulizer
Alat yang dapat mengubah obat berbentuk larutan menjadi aerosol secara
terus menerus dengan tenaga dari udara yang dipadatkan. Aerosol yang
terbentuk dihirup melalui mouth piece, dapat menghasilkan partikel 2-5
micron,pengendapan yang didapatkan dalam paru 30-60 %.Bronkodilator
dapat memberikan efek bronkodilatasi tanpa efek samping.
(http://www.cchs.net/health/healthinfo/docs/2400/2414.asp?index=9444
Dosis berbagai Steroid Inhalasi menurut GINA 2002.4)
Adults
Drug Low dose Medium dose High dose
Beclomethasone 200-500 μg 500-1,000 μg >1,000 μg
dipropionate
Budesonide 200-400 μg 400-800 μg >800 μg
Flunisolide 500-1,000 μg 1,000-2,000 μg >2,000 μg
Fluticasone 100-250 μg 250-500 μg >500 μg
Triamcinolone 400-1,000 μg 1,000-2,000 μg >2,000 μg
acetonide
Children
Drug Low dose Medium dose High dose
Beclomethasone 100-400 μg 400-800 μg >800 μg
dipropionate
Budesonide 100-200 μg 200-400 μg >400 μg
Flunisolide 500-750 μg 1,000-2,250 μg >1,250 μg
Fluticasone 100-200 μg 200-500 μg >500 μg
Triamcinolone 400-800 μg 800-1,200 μg >1,200 μg
acetonide

2.1.7 Komplikasi

1. Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, terjadi
emfisema dan perubahan bentuk thorak yaitu thorak membungkuk
kedepan dan memanjang. Pada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulcus Harrison.
2. Bila sekret banyak dan kental dapat terjadi atelektasis, bila
berlangsung lama terjadi bronkoektasis, bila ada infeksi akan terjadi
bronkopneumonia.
3. Kegagalan pernafasan, kegagalan jantung dan kematian.(2,6)
2.1.8 Prognosis
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko
yang jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung
meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 1,5
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa
prognosis baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang
penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi
dari 26–78% dengan nilai rata-rata 46%, akan tetapi persentase anak yang
menderita ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara
keseluruhan dapat dikatakan 70–80% asma anak bila diikuti sampai
dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang. 1,9

2.2 PNEUMONIA

2.2.1 DEFINISI

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-

paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang

ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas

cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam

pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk

pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia.

Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau


napas cepat. Napas sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke

dalam, sedangkan napas cepat diketahui dengan menghitung tarikan napas

dalam satu menit. Untuk balita umur 2 tahun sampai 5 tahun tarikan

napasnya 40 kali atau lebih dalam satu menit, balita umur 2 bulan sampai 2

tahun tarikan napasnya 50 kali atau lebih per menit, dan umur kurang dari 2

bulan tarikan napasnya 60 kali atau lebih per menit.

2.2.2 ETIOLOGI

Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya

disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri

dan virus) dan protozoa.

1. Bakteri

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi

sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling

umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia

sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi,

bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang

terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan

denyut jantungnya meningkat cepat.


Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob

Streptoccus group B Streptoccous group D

Listeria monocytogenes Haemophilllus influenzae


Lahir – 20 hari
Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus sitomegalo

Virus Herpes simpleks

Bakteri Bakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertusis


3 minggu – 3 bulan
Streptococcus pneumoniae Haemophilus influenzae tipeB

Virus Moraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenza Ureaplasma urealyticum


Virus Parainfluenza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial Virus Virus sitomegalo
Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzaetipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitidis
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Bakteri Bakteri
4 bulan – 5 tahun Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus

Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial Virus
Virus Varisela-Zoster
2. Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus.

Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial

Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran

pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia.

Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan

sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan

virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian.

bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang

menyebabkan kematian.

3. Mikoplasma

Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan

penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai

virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia

yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma

menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan

usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak

diobati.

4. Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia

pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii

Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi

yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa

minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru

atau spesimen yang berasal dari paru

2.2.3 KLAIFIKASI

1. Berdasarkan umur
a. Kelompok usia < 2 bulan
a) Pneumonia Berat
Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut
pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah
Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis
sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya
dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan,
tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti
ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau
spesimen yang berasal dari paru.

b) Bukan Pneumonia

Jika anak bernapas dengan frekuensi kurang dari 60 kali per menit
dan tidak terdapat tanda pneumonia seperti di atas.

b. Kelompok usia 2 bulan sampai < 5 tahun

a) Pneumonia sangat berat


Batuk atau kesulitan bernapas yang disertai dengan sianosis
sentral, tidak dapat minum, adanya penarikan dinding dada, anak
kejang dan sulit dibangunkan.
b) Pneumonia berat
Batuk atau kesulitan bernapas dan penarikan dinding dada, tetapi
tidak disertai sianosis sentral dan dapat minum.
c) Pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas dan pernapasan cepat tanpa
penarikan dinding dada.
d) Bukan pneumonia
Batuk atau kesulitan bernapas tanpa pernapasan cepat atau
penarikan dinding dada.
e) Pneumonia persisten
Balita dengan diagnosis pneumonia tetap sakit walaupun telah
diobati selama 10-14 hari dengan dosis antibiotik yang kuat dan
antibiotik yang sesuai, biasanya terdapat penarikan dinding dada,
frekuensi pernapasan yang tinggi, dan demam ringan.

2. Berdasarkan klinis dan epidemiologis

a. Pneumonia Komuniti (community-acquired pneumonia).

b. Pneumonia Nosokomial (hospital-acquired pneumonia/Nosocomial


pneumonia).

c. Pneumonia Aspirasi.

d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

3. Berdasarkan agen penyebab

a. Pneumonia Bakterial/tipikal. Klebsiella pada penderita alkoholik,


staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan


Chlamydia

c. Pneumonia virus

d. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi


terutama pada penderita daya tahan tubuh lemah.

2.2.4 PATOFISIOLOGI

Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu


reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi
ke dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara.
Area paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema
mukosa, dan bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli
dengan mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena
yang memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan
keluar ke sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya,
darah terpirau dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang
teroksigenasi dan tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan
hipoksemia arterial.

Sindrom Pneumonia Atipikal. Pneumonia yang berkaitan dengan


mikoplasma, fungus, klamidia, demam-Q, penyakit Legionnaires’.
Pneumocystis carinii, dan virus termasuk ke dalam sindrom pneumonia
atipikal.

Pneumonia mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer


yang paling umum. Mikoplasma adalah organisme kecil yang dikelilingi
oleh membran berlapis tiga tanpa dinding sel. Organisme ini tumbuh pada
media kultur khusus tetapi berbeda dari virus. Pneumonia mikoplasma
paling sering terjadi pada anak- anak yang sudah besar dan dewasa muda.

Pneumonia kemungkinan ditularkan oleh droplet pernapasan yang


terinfeksi, melalui kontak dari individu ke individu. Pasien dapat diperiksa
terhadap antibodi mikoplasma. Inflamasi infiltrat lebih kepada interstisial
ketimbang alveolar. Pneumonia ini menyebar ke seluruh saluran
pernapasan, termasuk bronkiolus. Secara umum, pneumonia ini mempunyai
ciri-ciri bronkopneumonia. Sakit telinga dan miringitis bulous merupakan
hal yang umum terjadi. Pneumonia atipikal dapat menimbulkan masalah-
masalah yang sama baik dalam ventilasi maupun difusi seperti yang
diuraikan dalam pneumonia bakterial.

2.2.5 Faktor Risiko

Banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia


pada balita, diantaranya :
1. Faktor Intrinsik

Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan


berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan
tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya :

a. Status gizi

Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya


pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik
seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan
kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya
infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.

b. Status imunisasi

Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai


pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita
terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat
sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan
kekebalan yang ada pada balita. Salah satu strategi pencegahan untuk
mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan
pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat
dicegah dengan imunisasi.

c. Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan
makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan
infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus.
Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko
yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita.

d. Umur Anak

Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian


pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak
umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini
dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna
dan lumen saluran napas yang masih sempit.

2. Faktor Ekstrinsik

Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada


peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan
sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita
sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan
terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor
tersebut, yang berpengaruh diantaranya :

a. Ventilasi

Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan


pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk
ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal
10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya
kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk
berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen

b. Polusi Udara

Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya


disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu
merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita.
Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap
rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran
yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor.

2.2.6 Manifestasi Klinis

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara


ringan hingga sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian
kecil yang berat, mengancam kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi
sehingga memerlukan perawatan di RS.
Gejala infeksi umum seperti demam, sakit kepala, gelisah, malaise,
penurunan napsu makan, dan keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah,
atau diare. Gejala gangguan respiratori seperti batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipnea, napas cuping hidung, air hunger, merintih, sianosis.

1. Pneumonia pada neonatus dan bayi kecil

a) Sering terjadi akibat transmisi vertikal ibu-anak yang berhubungan


dengan proses persalinan
b) Infeksi terjadi akibat kontaminasi dengan sumber infeksi dari ibu,
misalnya melalui aspirasi mekonium, cairan amnion, atau dari serviks
ibu.
c) Serangan apnea
d) Sianosis
e) Merintih
f) Napas cuping hidung
g) Takipnea
h) Letargi, muntah
i) Tidak mau minum
j) Takikardi atau bradikardi
k) Retraksi subkosta
l) Demam
m) Sepsis pada pneumonia neontus dan bayi kecil sering ditemukan
sebelum 48 jam pertama
n) Angka mortalitas sangat tinggi di negara maju, yaitu dilaporkan 20-
50%
o) Angka kematian di Indonesia dan di negara berkembang lainnya
diduga lebih tinggi

2. Pneumonia pada balita dan anak yang lebih besar

a) Takipnea
b) Retraksi subkosta (chest indrawing)
c) Napas cuping hidung
d) Ronki
e) Sianosis
f) Ronki hanya ditemukan bila ada infiltrat alveolar
g) Retraksi dan takipnea merupakan tanda klinis pneumonia yang
bermakna
h) Kadang-kadang timbul nyeri abdomen bila terdapat pneumonia
lobus kanan bawah yang menimbulkan infiltrasi diafragma
i) Nyeri abdomen dapat menyebar ke kuadran kanan bawah dan
menyerupai apendisitis.

2.2.7 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae; bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain
staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial
(interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada
segmen apikal lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk
kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa
dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella,
tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat
akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau
pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang
tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya
neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada
pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin
terganggu.
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.
Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri
Gin, Quellung test dan Z. Nielsen.
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai
diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas
darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

2.2.8 Tatalaksana

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu diraawat inap.


Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya penyakit,
misalnya toksis, distres pernapasan, tidak mau makan/minum, atau ada
penyakit dasar yang lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia
pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis pneumonia
harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal


dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif
meliputi pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap
gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit, dan gula darah. Untuk nyeri
dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A
tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan
adekuat, komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.

1. Pneumonia rawat jalan


Pada pneumonia rawat jalan diberikan antibiotik lini pertama secara
oral misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Dosis amoksisilin yang
diberikan adalah 25 mg/KgBB. Dosis kotrimoksazol adalah 4
mg/kgBB TMP – 20 mg/kgBB sulfametoksazol). Makrolid, baik
eritromisin maupun makrolid baru, dapat digunakan sebagai terapi
alternatif beta laktam untuk pengobatan inisial pneumonia, dengan
pertimbangan adanya aktivitas ganda terhadap S. Pneumoniae dan
bakteri atipik.
2. Pneumonia rawat inap
Pilihan antibiotika lini pertama dapat menggunakan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap obat
diatas, dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin,
atau sefalosporin. Terapi antibiotik diteruskan selama 7-10 hari pada
pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.
Pada neonatus dan bayi kecil, terapi awal antibiotik intravena harus
dimulai sesegera mungkin untuk mencegah terjadinya sepsis atau
meningitis. Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotic
spektrum luas seperti kombinasi beta-laktam/klavunalat dengan
aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ketiga. Bila keadaan sudah
stabil, antibiotik dapat diganti dengan antibiotik oral selama 10 hari.
Pada balita dan anak yang lebih besar, antibiotik yang
direkomendasikan adalah antibiotik beta-laktam dengan/ aatau tanpa
klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberikan beta
laktam/klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena,
sefalosporin generasi ketiga. Bila pasien sudah tidak demam atau
keadaan sudah stabil, antibiotik diganti dengan antibiotik oral dan
berobat jalan.

2.2.9 PENCEGAHAN

Untuk mencegah pneumonia perlu partisipasi aktif dari masyarakat


atau keluarga terutama ibu rumah tangga, karena pneumonia sangat
dipengaruhi oleh kebersihan di dalam dan di luar rumah. Pencegahan
pneumonia bertujuan untuk menghindari terjadinya penyakit pneumonia
pada balita. Berikut adalah upaya untuk mencegah terjadinya penyakit
pneumonia :

1. Perawatan Selama Masa Kehamilan


Untuk mencegah risiko bayi dengan berta badan lahir rendah, perlu gizi
ibu selama kehamilan dengan mengkonsumsi zat-zat bergizi yang cukup
bagi kesehatan ibu dan pertumbuhan janin dalam kandungan serta
pencegahan terhadap hal-hal yang memungkinkan terkenanya infeksi
selama kehamilan.
2. Perbaikan Gizi Balita
Untuk mencegah risiko pneumonia pada balita yang disebabkan karena
malnutrisi, sebaiknya dilakukan dengan pemberian ASI pada bayi
neonatal sampai umur 2 tahun. Karena ASI terjamin kebersihannya, tidak
terkontaminasi serta mengandung faktor-faktor antibodi sehingga dapat
memberikan perlindungan dan ketahanan terhadap infeksi virus dan
bakteri. Oleh karena itu, balita yang mendapat ASI secara ekslusif lebih
tahan infeksi dibanding balita yang tidak mendapatkannya.
3. Memberikan Imunisasi Lengkap pada Anak
Untuk mencegah pneumonia dapat dilakukan dengan pemberian
imunisasi yang memadai, yaitu imunisasi anak campak pada anak umur 9
bulan, imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali yaitu
pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
4. Memeriksa Anak Sedini Mungkin Apabila Batuk
Balita yang menderita batuk harus segera diberi pengobatan yang sesuai
untuk mencegah terjadinya penyakit batuk pilek biasa menjadi batuk
yang disertai dengan napas cepat/sesak napas.
5. Mengurangi Polusi didalam dan diluar Rumah
Untuk mencegah pneumonia disarankan agar kadar debu dan asap
diturunkan dengan cara mengganti bahan bakar kayu dan tidak membawa
balita ke dapur serta membuat lubang ventilasi yang cukup. Selain itu
asap rokok, lingkungan tidak bersih, cuaca panas, cuaca dingin,
perubahan cuaca dan dan masuk angin sebagai faktor yang memberi
kecenderungan untuk terkena penyakit pneumonia.
6. Menjauhkan balita dari penderita batuk
Balita sangat rentan terserang penyakit terutama penyakit pada saluran
pernapasan, karena itu jauhkanlah balita dari orang yang terserang
penyakit batuk. Udara napas seperti batuk dan bersin- bersin dapat
menularkan pneumonia pada orang lain. Karena bentuk penyakit ini
menyebar dengan droplet, infeksi akan menyebar dengan mudah.
Perbaikan rumah akan menyebabkan berkurangnya penyakit saluran
napas yang berat. Semua anak yang sehat sesekali akan menderita
salesma (radang selaput lendir pada hidung), tetapi sebagian besar
mereka menjadi pneumonia karena malnutrisi.
BAB III
PENUTUP

III. KESIMPULAN

Asma didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas


dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel eosinofil dan limfosit T. Pada
orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan episode mengi berulang, sesak
nafas, rasa dada tertekan dan batuk, terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini
biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun
bervariasi, biasanya bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. 4)
Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis
baik ditemukan pada 50–80% pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan
dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang masih menderita asma 7–
10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata
46%, akan tetapi persentase anak yang menderitaringan dan timbul pada masa
kanak-kanak.
Mortalitas akibat asma jumlahnya kecil. Gambaran yang paling akhir
menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang
jumlahnya kira-kira 10 juta penduduk. Angka kematian cenderung meningkat di
pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas. 1,5
Batuk atau kesulitan bernapas adalah masalah yang sering terjadi pada
anak. Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Pneumonia biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri yang
ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat
ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Sebagian episode yang
serius disebabkan oleh bakteri. Penyebabnya bervariasi, mulai dari penyakit
ringan, yang dapat sembuh sendiri sampai penyakit berat yang dapat mengancam
jiwa. Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia.
Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat
dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan
meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia.

DAFTAR PUSTAKA

1. State of the art : Common problems in Hospitalized Children IDAI.


Jakarta : 8-9 mei 2011
2. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM :
Jakarta, 2007
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksaan di Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
4. Noenoeng dkk. Pedoman Nasional Asma Anak.UKK Pulmonologi PP
IDAI : Jakarta ,2004.
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Asma banyak menyerang
anak-anak, May 2004
http://www.departemen kesehatan republik indonesia
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7.
Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
7. Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 1.Jakarta : 2010
8. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13.
Volume 3. Editor Edisi bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit
Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
9. http //www.klinikku.com/pustaka/medis/resp/asma.html. Diakses tanggal
25 Mei 2009

Anda mungkin juga menyukai