Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

TETRALOGY OF FALLOT

Disusun Oleh :
Nanda Eka Putri
I4061192020

Dokter Pembimbing :
dr. Reggy Harapan Baringin, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK STASE IlMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 6 SEPTEMBER 2021 – 13 NOVEMBER 2021
RSUD DR. SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
TANJUNGPURA PONTIANAK
2021

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul:

TETRALOGY OF FALLOT

Disusun sebagai salah satu syarat untuk

menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu

Kesehatan Anak RSUD Dr. Soedarso -

Pontianak

Pontianak,September 2021

Disetujui Oleh, Penyusun

dr. Reggy Harapan Baringin, Sp. A Nanda E.P


Dokter Spesialis Anak Dokter Muda
BAB I
PENYAJIAN KASUS
1.1 Identitas
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 1 bulan
Agama : Islam
Alamat : Sepakat 2
Tanggal Lahir : 15 Agustus 2021
Urutan Anak : 2 dari 2 bersaudara
Tanggal MRS : 16 September 2021
Tanggal KRS : 22 September 2021

Ayah Ibu

Nama Tn. AR Ny. HP

Umur 28 Tahun 30 Tahun

Pendidikan SMA SMA

Pekerjaan Swasta IRT

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dengan Ibu pasien
pada tanggal 21 September 2021
1.2.1 Keluhan Utama
Muntah-muntah dan biru pada tubuh
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Soedarso dengan keluhan
muntah-muntah dan membiru pada tubuh. Awalnya saat usia 15 hari
pasien sesak napas, tersedak lalu membiru kemudian pasien dibawa ke RS
Anugerah Bunda Khatulistiwa ke Poli Anak. Pada saat ke poli anak pasien
dianjurkan untuk dilakukan Foto Thorax, saat dilakukan Foto Thorax
ditemukan kelainan pada jantung pasien sehingga pasien dirujuk ke RSUD
Dr. Soedarso dan sempat dirawat di ruang Perinatologi selama 5 hari,
kemudian pulang, 10 hari kemudian pasien muntah 3x dan tubuh membiru
lalu pasien datang lagi ke IGD RSUD Dr. Soedarso. Ibu pasien juga
mengatakan bahwa biasanya saat sedang tidur pasien sering terbatuk.
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Dahulu disangkal
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Cucu dari ayah pasien mengalami penyakit jantung bawaan
1.2.5 Riwayat Pengobatan
Pasien dirawat di ruang perinatologi selama 5 hari dengan keluhan yang
sama.
1.2.6 Genogram

Keterangan :

: Perempuan : Ayah pasien

: Laki-laki : Pasien

: Ibu pasien : Sudah Meninggal


1.2.7 Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Ibu pasien mengatakan setiap bulan rutin kontrol kehamilan. Ibu pasien
merupakan penderita hipertensi, dan ibu pasien mengaku saat terakhir
periksa tekanan darah saat hamil didapatkan sistol sebesar 190 mmHg.
Saat hamil pasien diberikan vitamin dan obat penambah darah oleh dokter.
Pasien lahir cukup bulan, di rumah sakit secara Sectio Secarea, pasien
langsung menangis saat baru lahir. Berat bayi baru lahir 2,6 kg dan
Panjang badan 50 cm.
1.2.8 Riwayat Pemberian Makan
Pasien mengkonsumsi ASI selama 2 minggu karena setelah 2 minggu ASI
ibu tidak keluar. Selanjutnya pasien diberikan susu formula.
1.2.9 Riwayat Imunisasi
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien hanya diberikan imunisasi 1x yaitu
Hepatitis B, selanjutnya pasien tidak pernah imunisasi kembali.
1.2.10 Riwayat Tumbuh Kembang
Pasien saat ini belum bisa mengangkat kepala dan belum bisa telungkup.
Belum bisa mengeluarkan suara lain selain menangis.
1.2.11 Riwayat Sosioekonomi, Tempat Tinggal
Pasien berobat menggunakan BPJS kelas 2. Ayah pasien merupakan
pekerja swasta dan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Pendidikan
terakhir ayah dan ibu pasien adalah Sekolah Menengah Atas (SMA).
Pasien diasuh dan tinggal bersama ayah dan ibu. Ayah pasien tidak
merokok. Tempat tinggal pasien berada di tepi jalan.
1.3 Pemeriksaan Fisik (Dilakukan tanggal 22 Agustus 2021)
1.3.1 Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
1.3.2 Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
1.3.3 Tanda Vital :
Nadi : 73x/m
Respirasi : 72x/m
Suhu : 36,6oC
SpO2 : 79%
Berat Badan : 3,2 kg
Panjang Badan : 50 cm
Lingkar Kepala : 33 cm

1.3.4 Status Gizi


BB-U
TB-U

BB-TB
Lingkar Kepala

Status Generalis

1. Kepala : mikrocephal, lingkar kepala 33 cm. ubun-ubun cekung (-)


sutura belum menutup
2. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks
cahaya langsung (+/+), refleks cahaya tak langsung (+/+), pupil isokor
(3 mm/3 mm), mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-)
3. Telinga : AS : sekret (-), meatus tidak eritem, tidak edem, membran
timpani tidak dinilai.
4. Hidung : rinorhea (-), edema mukosa (-/-), pernafasan cuping
hidung (-)
5. Mulut : Sianosis (+), bibir kering (-)
6. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening di leher (-)
7. Dada : Simetris. Tidak ada retraksi
8. Jantung : Iktus kordis terlihat, Murmur (+)
9. Paru : Dada simetris, fremitus normal, suara nafas dasar
bronkovesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
10. Abdomen : tidak terdapat bekas operasi, distensi (-), bising usus (+)
11. Ekstremitas : akral dingin, edema (-/-), CRT < 2 detik. Turgor kulit
baik, clubbing finger (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Pemeriksaan Hematologi (16-09-2021)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


+
Elektrolit Na 133,02 mmol/L 135-147
K+ 4,83 mmol/L 3,50-5,0
Cl- 100,86 mmol/L 95-105
Ca 1,18 mmol/L 1,00-1,50
Hematologi Leukosit 7,85 x 103/uL 4,5-11
Eritrosit 3,62 x 106/uL 4,6-6,0
Hemoglobin 12,3 g/dL 12-16
Hematokrit 37,6 % 36-54
MCV 103,9 fL 82-92
MCH 34 pg 27-31
MCHC 32,7 g/dL 32-37
Trombosit 243 x 103/uL 150-440
Segmen N 29,2 % 36-66
Limfosit 60,4 % 22-46
Monosit 5,7 % 4-8
Eosinofil 4,3 % 0-4

Basofil 0,4 % 0-1

Hasil Pemeriksaan Hematologi (18-9-2021)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


Hematologi Leukosit 7,70 x 103/uL 4,5-11
Eritrosit 4,97 x 106/uL 4,6-6,0
Hemoglobin 16,5 g/dL 12-16
Hematokrit 48,6 % 36-54
MCV 97,8 fL 82-92
MCH 33,2 pg 27-31
MCHC 34 g/dL 32-37
Trombosit 223 x 103/uL 150-440
Segmen N 38,9 % 36-66
Limfosit 42,9 % 22-46
Monosit 16,8 % 4-8
Eosinofil 0,9 % 0-4
Basofil 0,5 % 0-1

Pemeriksaan Radiologi
Hasil Pemeriksaan Foto Babygram (01-09-2021)
Inspirasi dan Penetrasi Cukup
Tak tampak deviasi trakea
Jantung tampak membesar (CTR ± 64,6%) apex kiri terangkat
Hilus pada paru tampak suram, pulmonal vaskuler promeinens dengan
kesuraman di paru kanan dan kiri bawah
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri tajam
Diafragma kanan dan kiri tidak mendatar
Dilatasi udara dalam usus tampak sampai ke distal, tak tampak dilatasi usus,
tampak udara mengisi gaster, usus halus dan usus besar
Tak tampak batu radioopak pada proyeksi tractus urinarius
Tulang-tulang yang tervisualisasi baik
Kesan : Kardiomegali dengan hipertensi pulmonal sugestif congenital
heart disease (DD/VSD)
Hasil pemeriksaan foto Babygram (27-09-2021)
Inspirasi dan Penetrasi Cukup
Tak tampak deviasi trakea
Jantung tampak membesar (CTR ± 70%) apex kiri terangkat, pinggang
jantung menghilang, conus pulmonal menonjol, aorta kecil
Hilus pada paru tampak baik, pulmonal vaskuler prominens, tak tampak
nodul/infiltrate
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri tajam
Diafragma kanan dan kiri tidak mendatar
Distribusi udara dalam usus tampak sampai ke distal, tak tampak dilatasi usus
Tak tampak batu radioopak pada proyeksi tractus urinarius
Tulang-tulang baik
Kesan : Kardiomegali dengan bendungan paru sugestif VSD
Pemeriksaan EKG

Hasil pemeriksaan Echocardiografi, Treadmill Test


AV VA corcondance
ASD (-)
PDA (-)
VSD pm R-L 0,76 cm
Overriding Aorta
Pulmonal Stenosis
Kontraktilitas RV naik
Fungsi Sistolik LV baik
Kesan : TOF

1.5 Daftar Masalah


 TOF
 Spell Hipoxic
 Anemia
1.6 Diagnosis
Tetrallogy of Fallot
1.7 Tatalaksana
1. Non-Farmakologi
a. Rawat inap di ruang anak
b. Monitor keadaan umum dan tanda vital
2. Edukasi
a. Menjelaskan bagaimana keadaan pasien dan mengenai penyakit yang
diderita, serta prognosis pasien
3. Farmakologi
a. Inf D5 ¼ NS 12 tetes/menit
b. Paracetamol 50 mg
c. Ranitidin 2x5 mg
d. Cefotaxime 2x150 mg
e. Stesolid supp 5 mg
f. Propanolol 3x1,5 mg
g. Susu 60 cc/3 jam
1.8 Prognosis
a. Ad Vitam : Dubia ad malam
b. Ad Functionam : Dubia ad malam
c. Ad Malam : Dubia ad malam

1.9 Follow Up

16-09-2021 17-09-2021 18-09-2021


S Pasien sesak, Pasien masih sesak, Pasien masih sesak,
muntah 3x, tampak muntah (-), tampak pola nafas tidak
sianosis pada bibir, sianosis pada bibir, efektif
pola nafas tidak pola nafas tidak efektif
efektif
O KU : lemah, Suhu : KU : lemah, Suhu : KU : lemah, Suhu :
36,3oC, HR : 117 36oC, HR : 150 36oC, HR :
x/menit, RR : 47 x/menit, RR : 68 123x/menit, RR : 30
x/menit, SpO2 : x/menit, SpO2 : 65% x/menit, SpO2 :
68% 70%
A Tetralogy of Fallot Tetralogy of Fallot Tetralogy of Fallot
P Knee chest position Inf D5 ¼ NS 12 tpm Inf D5 ¼ NS 12 tpm
Inf D5 ¼ NS 12 tpm Cefotaxime 2x150 mg Cefotaxime 2x150
Cefotaxime 2x150 IV mg IV
mg IV Ranitidin 2x5 mg IV Ranitidin 2x5 mg IV
Ranitidin 2x5 mg IV Propanolol 2x1 mg PO Propanolol 3x1,5 mg
Propanolol 2x1 mg Stesolid supp 5 mg PO
PO Susu 20-30 cc/3 jam Stesolid supp 5 mg
Stesolid supp 5 mg O2 2 lpm Susu 20-30 cc/3 jam
Susu 30-50 cc/3 jam O2 2 lpm
O2 2 lpm

19-09-2021 20-09-2021 21-09-2021


S Pasien terkadang Pasien sesak, pola Pasien sesak, pola
masih sesak namun nafas tidak efektif nafas tidak efektif
tampak lebih
tenang, mulut
sianosis, pola nafas
tidak efektif
O KU : lemah, Suhu : KU : Lemah, Suhu : KU : lemah, Suhu :
36oC, HR : 110 36oC, HR : 122x/menit, 36,5oC, HR : 136
x/menit, RR : 53 RR : 60x/menit x/menit, RR : 30
x/menit, SpO2 : x/menit
65%
A Tetralogy of Fallot Tetralogy of Fallot Tetralogy of Fallot
P Inf D5 ¼ NS 12 tpm Inf D5 ¼ NS 12 tpm Inf D5 ¼ NS 12 tpm
Cefotaxime 2x150 Cefotaxime 2x150 mg Cefotaxime 2x150
mg IV IV mg IV
Ranitidin 2x5 mg IV Ranitidin 2x5 mg IV Ranitidin 2x5 mg IV
Propanolol 3x1,5 Propanolol 3x1,5 mg Propanolol 3x1,5
mg PO PO mg PO
Stesolid supp 5 mg Stesolid supp 5 mg Stesolid supp 5 mg
Susu 20-30 cc/3 jam Susu 20-30 cc/3 jam Susu 20-30 cc/3 jam
O2 2 lpm O2 2 lpm O2 2 lpm

22-09-2021
S Pasien masih sesak, sianosis berkurang
O KU : lemah, Suhu : 36,4oC, HR : 100 x/menit, RR : 30 x/menit
A Tetralogy of Fallot
P Inf D5 ¼ NS 12 tpm
Cefotaxime 2x150 mg IV
Ranitidin 2x5 mg IV
Propanolol 3x1,5 mg PO
Stesolid supp 5 mg
Susu 20-30 cc/3 jam
O2 2 lpm
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tetralogy of Fallot (TOF) merupakan penyakit jantung bawaan
sianotik yang paling banyak ditemukan, yaitu ±10% dari penyakit jantung
bawaan yang ada. TOF terdiri atas kombinasi beberapa kelainan jantung,
yaitu ventricular septal defect (VSD), overriding aorta, stenosis pulmonal,
serta hipertrofi ventrikel kanan.1
2.2 Epidemiologi
Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang
paling umum terjadi. Secara umum, tetralogi Fallot dijumpai pada tiga dari
sepuluh ribu bayi baru lahir hidup dan merupakan lebih kurang 10% dari
seluruh kejadian penyakit jantung bawaan.2 Insidensi 3,26% tiap 10.000
kelahiran hidup, atau sekitar 1.300 kasus baru setiap tahunnya di Amerika
Serikat. Penyakit ini merupakan penyakit jantung bawaan terbanyak pada
pasien berusia diatas 1 tahun yang ditangani di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Data dari Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Dr. Soetomo Surabaya menunjukkan bahwa sebagian pasien
tetralogi Fallot berusia diatas 5 tahun, serta prevalensinya menurun setelah
umur 10 tahun.1,2
2.3 Etiologi
Penyakit jantung bawaan, yang salah satunya tetralogi Fallot,
disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada
masa embrio. Terdapat peranan faktor endogen, eksogen, dan
multifaktorial (gabungan dari kedua faktor tersebut). Para ahli cenderung
berpendapat bahwa penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang secara
terpisah menyebabkan penyakit jantung bawaan.1
Pada 25% pasien ditemukan dengan kelainan kromosom yang
dihubungkan dengan defisiensi imun atau velocardiofacial syndrome dan
juga submucous cleft palate.3,4
2.4 Patofisiologi
Komponen yang paling penting, yang menentukan derajat beratnya
penyakit, adalah stenosis pulmonal, yang bervariasi dari sangat ringan
sampai sangat berat, bahkan dapat berupa atresia pulmonal. Stenosis
pulmonal ini bersifat progresif, semakin lama semakin berat. Tekanan
yang meningkat akibat stenosis pulmonal menyebabkan darah yang
terdeoksigenasi (yang berasal dari vena) keluar dari ventrikel kanan
menuju ventrikel kiri melalui defek septum ventrikel dan ke sirkulasi
sistemik melalui aorta, menyebabkan hipoksemia sistemik dan sianosis.
Bila stenosis pulmonal semakin berat, maka semakin banyak darah dari
ventrikel kanan menuju ke aorta. Pada stenosis pulmonal yang ringan,
darah dari ventrikel kanan menuju ke paru, dan hanya pada aktivitas fisik
akan terjadi pirau dari kanan ke kiri. Semakin bertambahnya usia, maka
infundibulum akan semakin hipertrofik, sehingga pasien akan semakin
sianotik. Obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan ini menyebabkan
kurangnya aliran darah ke paru yang menyebabkan hipoksia, maka
kompensasi untuk hipoksia adalah terjadinya polisitemia dan dibentuknya
sirkulasi kolateral (jangka panjang).5,6

Gambar 2.1 Aliran Darah Jantung pada Tetralogy of Fallot.5


Terdapatnya defek septum ventrikel yang besar disertai stenosis pulmonal,
maka tekanan sistolik puncak (peak systolic pressure) ventrikel kanan
menjadi sama dengan tekanan sistolik puncak ventrikel kiri. Karena
tekanan ventrikel kiri berada dalam pengawasan baroreseptor, maka
tekanan sistolik ventrikel kanan tidak akan melampaui tekanan sistemik.
Hal inilah yang menerangkan mengapa pada tetralogi Fallot tidak atau
jarang terjadi gagal jantung, karena tidak ada beban volume sehingga
ukuran jantung umumnya normal.6
2.5 Manifestasi Klinis
Salah satu manifestasi yang penting pada tetralogi Fallot adalah
terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells, hypoxic spells, paroxysmal
hyperpnea) yang ditandai oleh timbulnya sesak napas mendadak, napas
cepat dan dalam, sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat pula disertai
kejang atau sinkop. Serangan tersebut dapat berlangsung selama beberapa
menit hingga jam, sehingga hipoksemia dapat berujung pada kerusakan sel
– sel otak. Serangan yang hebat dapat berakhir dengan koma, bahkan
kematian. Serangan sianotik bisa timbul mendadak, walaupun menangis,
pergerakan usus, dan menyusui/makan dapat memicunya. Frekuensi
serangan sianotik bertambah pada musim panas dan ada infeksi.
Kateterisasi jantung dan supraventricular tachycardia juga dikatakan dapat
memicu terjadinya serangan. Terdapat berbagai hal yang dapat memicu
terjadinya serangan tersebut, sehingga sangat sulit menentukan faktor –
faktor yang pasti. Mekanisme terjadinya serangan sianotik belum
diketahui secara pasti, namun beberapa hipotesis telah dikemukakan,
antara lain peningkatan kontraktilitas infundibular, vasodilatasi perifer,
hiperventilasi, dan stimulasi mekanoreseptor ventrikel kanan.7
Anak dengan tetralogi Fallot biasanya belajar untuk meringankan
gejala yang dialaminya dengan posisi jongkok (squatting position) setelah
dapat berjalan; setelah berjalan beberapa lama, anak akan berjongkok
untuk beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali. Hal ini terjadi sebagai
mekanisme kompensasi. Hal tersebut mungkin telah dipelajari oleh anak
sejak bayi dengan mengadopsi knee-chest posture. Posisi jongkok dapat
menyebabkan peningkatan resistensi sistemik vaskular dengan
melekukkan arteri femoralis, sehingga menurunkan pirau kanan ke kiri dan
meningkatkan aliran darah ke paru. O’Donell dkk menyimpulkan dalam
penilitiannya bahwa mengubah posisi dari berdiri menjadi jongkok dapat
meningkatkan saturasi oksigen saat istirahat maupun setelah melakukan
aktivitas disebabkan oleh alasan anatomis dan berhubungan dengan pirau
ventrikel kanan dan aorta. Peneliti juga mengatakan pada anak normal,
posisi jongkok dapat meningkatkan tekanan darah arteri, curah jantung,
dan volume darah sental.5
Pada bayi bentuk dada normal, namun pada anak yang lebih besar
dapat tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan. Jari tabuh
(clubbing fingers) dapat mulai terlihat setelah pasien berusia 6 bulan.
Anak dapat menjadi iritatif dalam keadaan kadar oksigen berkurang, atau
memerlukan asupan oksigen yang lebih banyak, anak dapat menjadi
mudah lelah, mengantuk, atau bahkan tidak merespons ketika dipanggil,
menyusu yang terputus-putus. Pada anak dengan tetralogi Fallot, biasanya
dijumpai keterlambatan pertumbuhan, tinggi dan berat badan dan ukuran
tubuh kurus yang tidak sesuai dengan usia anak.8
Dalam perjalanan penyakit tetralogi Fallot, hal – hal berikut dapat
terjadi:9
• Polisitemia sebagai mekanisme kompensasi hipoksia / sianosis.
• Defisiensi relatif zat besi (anemia hipokromik).
• Spell hipoksik pada bayi.
• Gangguan pertumbuhan terjadi bila sianosis berat
• Abses otak dan kejadian serebrovaskular akibat gangguan peredaran
darah otak.
• Endokarditis infektif.
• Regurgitasi aorta pada tetralogi Fallot berat dengan aorta yang dilatasi
hebat.
• Koagulopati akibat sianosis berat yang lama.

2.6 Diagnosis
Tetralogi Fallot dapat didiagnosis sebelum bayi lahir saat
gambaran anatomi jantung mulai terlihat jelas pada ekokardiografi fetus,
biasanya pada usia gestasi 12 minggu. Segera setelah didiagnosis,
disarankan pengamatan antenatal serial dengan interval 6 minggu untuk
mengikuti pertumbuhan arteri pulmonalis, untuk menilai kembali arah
arteri paru utama dan aliran duktal dan untuk mengevaluasi, jika ada,
kelainan di luar jantung.11 Pada anamnesis, tidak hanya ditanyakan riwayat
adanya manifestasi klinis dari tetralogi Fallot, tetapi juga riwayat
kehamilan, kelahiran, keluarga, serta pertumbuhan dan perkembangan
pasien. Pada semua pasien, terutama pada neonatus, harus dibedakan
apakah sianosis sentral atau perifer. Sianosis sentral disebabkan oleh
faktor jantung atau bukan. Kebanyakan neonatus normal menunjukkan
sianosis perifer pada tangan dan kaki yang kadang cukup hebat terutama
bila udara luar sangat dingin, biasanya menghilang dalam 48 jam dan
jarang nampak setelah 72 jam. Sianosis sentral yang terjadi segera
pascalahir adalah manifestasi hipoventilasi. Sianosis sentral pada saat lahir
pada umumnya disebabkan oleh penyakit jantung bawaan.12 Pada
pemeriksaan fisik, dapat ditemukan berbagai manifestasi tetralogi Fallot
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Getaran bising jantung jarang
teraba. Suara jantung 1 (S1) normal, sedangkan suara jantung 2 (S2)
biasanya tunggal (yakni A2). Terdengar bising ejeksi sistolik di daerah
pulmonal, yang makin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi
(berlawanan dengan stenosis pulmonal murni). Bising ini adalah bising
stenosis pulmonal, bukan bising defek septum ventrikel; darah dari
ventrikel kanan yang melintas ke ventrikel kiri dan aorta tidak mengalami
turbulensi oleh karena tekanan sistolik antara ventrikel kanan dan kiri
hampir sama.12 Pada pemeriksaan laboratorium umumnya didapatkan
kenaikan jumlah eritrosit dan hematokrit yang sesuai dengan derajat
desaturasi dan stenosis. Pasien tetralogi Fallot dengan kadar hemoglobin
dan hematokrit yang rendah atau normal mungkin menderita defisiensi
besi. Gambaran radiologis dada pada bayi dengan tetralogi Fallot
umumnya menunjukkan situs viseral normal, levokardia, ukuran jantung
normal, penurunan gambaran vaskular paru, dan mungkin arkus aorta
terletak di sebelah kanan. Apeks jantung nampak kecil dan terangkat, dan
konus pulmonalis cekung. Gambaran ini mirip dengan bentuk sepatu.
Gambar 2.2 Gambaran Radiologi Tetralogy of Fallot.10
2.7 Diagnosis Banding
Beberapa penyakit jantung menunjukkan gambaran klinis yang
mirip dengan tetralogi Fallot. Frekuensi kelainan – kelainan tersebut lebih
sedikit daripada tetralogi Fallot, dan harus dipikirkan sebagai diagnosis
banding. Kemiripan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang pada
berbagai kelainan tersebut disebabkan oleh persamaan kelainan anatomis
degan tetralogi Fallot, yakni:12
• Terdapat komunikasi kanan dan kiri di tingkat ventrikel melalui defek
septum ventrikel
• Terdapat obstruksi jalan keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal)
• Terdapat pirau kanan ke kiri dengan tingkat ventrikel.
Diagnosis banding dari setiap pasien sianotik dengan murmur adalah
termasuk hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, begitu pula dengan
lesi sianotik lainnya seperti stenosis pulmonal berat, malformasi Ebstein,
transposisi trunkus arteriosus, trunkus arteri komunis, anomali total
drainase vena pulmonalis, dan atresia trikuspid.
2.8 Tatalaksana
Tatalaksana terhadap pasien terdiri dari perawatan medis serta
tindakan bedah. Kedua cara terapi ini seyogyanya tidak dipertentangkan,
namun justru saling menunjang; tatalaksana medis yang baik diperlukan
untuk persiapan prabedah dan perawatan pascabedah.
Tatalaksana medis:13
1. Pada serangan sianotik akut:
1. Pasien diletakkan dalam knee – chest position.
2. Diberikan O2 masker 5 – 8 liter / menit.
3. Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mg /kgBB/subkutan (sebagian ahli
menyarankan intramuscular)
4. Diberikan sodium bikarbonat 1 meq/kgBB/IV untuk koreksi
asidosis
5. Diberikan transfusi darah bila kadar hemoglobin <15 g/dl,
jumlah darah rata – rata yang diberikan adalah 5 ml/kgBB
6. Diberikan propanolol 0,1 mg/kgBB/IV secara bolus.
7. Jangan memberikan Digoxin pada saat pasien menderita
serangan sianotik karena akan memperburuk keadaan.
2. Apabila tidak segera dilakukan operasi, dapat diberikan propranolol
rumat dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Bila pasien
mengalami serangan sianotik disertai dengan anemia relatif, maka
diperlukan preparat Fe. Dengan Fe ini akan terjadi retikulosistosis dan
kadar hemoglobin meningkat.
3. Hiegene mulut dan gigi perlu diperhatikan, untuk meniadakan sumber
infeksi untuk terjadi endocarditis infektif atau abses otak.
4. Terjadinya dehidrasi harus dicegah khususnya pada infeksi interkuren.
5. Orang tua perlu diedukasi atau diajarkan untuk mengenali serangan
sianotik dan penanganannya.
Tatalaksana intervensi non bedah:13
1. Dilatasi alur keluar ventrikel kanan dan katup pulmonal dengan balon,
kadang dilakukan untuk megalami gejala berat.
2. Pemasangan stent pada duktus arteriosus persisten bisa juga dikerjakan
bila stenosis pulmonal berat atau atretik.
Tatalaksana bedah terdiri dari 2 jenis, yakni operasi paliatif untuk
menambah aliran darah baru, dan bedah korektif.
Bedah paliatif bertujuan meningkatkan aliran darah pulmoner, dilakukan
pada:
1. Neonatus tetraogi Fallot berat / atresia pulmonar dengan hipoksia berat.
2. Bayi tetraogi Fallot denga annulus pulmonary atau arteri pulmonalis
hipoplastik.
3. Bayi tetralogi Fallot dengan usia < 3-4 bulan dengan spell berulang
yang gagal diterapi.
4. Bayi tetralogi Fallot dengan berat < 2,5 kg.
5. Anak tetralogi Fallot dengan hipoplastik cabang – cabang arteri
pulmonalis (diameter dibawah ukuran tengah yang dibuat oleh Kirklin).
6. Anomali arteri koroner yang melintang di depan alur keluar ventrikel
kanan.
Jenis terapi bedah paliatif yang dikenal:
1. Anastomosis ujung ke sisi (end to side anastomosis) arteri subklavia
dengan arteri pulmonalis proksimal ipsilateral. Tindakan ini disebut
prosedur Blalock-Taussig atau BT shunt.
2. Prosedur Waterston, yaitu anastomosis antara aorta asendens dengan
arteri pulmonalis kanan.
3. Prosedur Glenn, yaitu anastomosis antara vena kava superior dengan
arteri pulmonalis kanan.
Bedah korektif dilakukan pada kasus yang ideal, pada usia yang cukup
aman sesuai kemampuan tiap – tiap institusi. Dilakukan penutupan VSD
dan eksisi infundibulum, pelebaran annulus pulmonar dan arteri
pulmonalis dengan patch bila perlu.13
Pemilihan tindakan bedah, apakah paliatif atau korektif bergantung kepada
masing – masing klinik. Pada umumnya tindakan bedah paliatif dilakukan
pada bayi kecil, atau pasien dengan hipoplasia arteri pulmonalis. Dengan
bertambahnya darah ke paru, maka oksigenasi jaringan akan membaik,
sehingga sianosis akan berkurang. Setelah arteri pulmonalis tumbuh
sehingga diameternya memadai, maka tindakan korektif dapat dilakukan.
Akhir – akhir ini terdapat kecenderungan untuk melakukan koreksi total
pada pasien tetralogi Fallot pada bayi dibawah usia 2 tahun bila arteri
pulmonalis tidak terlalu kecil.12
2.9 Komplikasi
Satu atau lebih komplikasi berikut dapat terjadi pada pasien
tetralogi Fallot yang tidak dikoreksi:12
1. Bencana serebrovaskular (cerebrovascular accident) dapat terjadi pada
pasien berumur kurang dari 5 tahun, biasanya terjadi setelah serangan
sianotik, pascakateterisasi jantung, atau dehidrasi.
2. Abses otak dapat terjadi pada pasien yang berusia pada pasien yang
berusia lebih dari 5 tahun, dengan gejala sakit kepala, muntah – muntah,
disertai gejala neurologis. Di RS Soetomo (1970 – 1985), 20% dari pasien
tetralogi Fallot meninggal karena abses otak.
3. Endokarditis infektif dapat terjadi pascabedah rongga mulut dan
tenggorok, seperti manipulasi gigi, tonsilektomi, dan lain – lain. Infeksi
lokal di kulit, tonsil, dan nasofaring juga merupakan sumber infeksi yang
dapat mengakibatkan endokarditis.
4. Anemia relatif, yang ditandai dengan hematokrit yang tinggi
dibandinkan dengan kadar hemoglobin. Pada darah tepi didapatkan
hipokromia, mikrositosis, dan anisositosis.
5. Trombosis paru. Trombosis lokal pada pumbuluh darah paru kecil, ini
akan menambah sianosis.
6. Perdarahan. Pada polisitemia hebat, trombosit dan fibrinogen menurun
hingga dapat terjadi ptekie, perdarahan gusi. Hemoptisis terjadi pada
pasien yang lebih tua karena lesi trombotik di paru.
Penelitian yang dilakukan oleh Aftab dkk. di Departemen
Kardiologi Pediatri dan Neurologi Pediatri Rumah Sakit Anak Lahore
pada tahun 2015 menunjukkan bahwa komplikasi neurologis tetralogi
Fallot tidak hanya cerebrovascular accident dan abses otak, walaupun
keduanya memiliki angka kejadian yang paling tinggi. Cerebrovascular
accident terutama dialami oleh pasien berusia kurang dari 2 tahun,
sedangkan abses otak pada pasien berusia lebih dari 2 tahun. Faktor utama
yang berkontribusi dalam terjadinya abses serebri pada pasien – pasien
tersebut adalah hipoksia kronis yang berujung polisitemia, imunitas
rendah, dan bypass dari fagosit paru, sedangkan faktor risiko utama pada
stroke / cerebrovascular accident antara lain polisitemia, anemia, serta
hipotensi dan dehidrasi berkepanjangan. Komplikasi neurologis lain,
sesuai urutan tinggi angka kejadiannya, adalah perdarahan intrakranial dan
menigoensefalitis.14 Pada sebuah laporan kasus oleh Bhatnagar dkk. di
Afrika pada tahun 2013 mempresentasikan seorang pasien anak laki – laki
berusia 3 tahun dengan riwayat tetralogi Fallot memiliki gejala neurologis,
yaitu kelemahan pada ekstremites serta episode kejang. Setelah dilakukan
pemeriksaan, didapati pasien mengalami lesi iskemik di otak. Bhatnagar
dkk. menyimpulkan bahwa sianosis berkepanjangan menimbulkan
polisitemia dan anemia, yang berujung pada tingginya risiko
tromboemboli dan infark serebri. Polisitemia tidak hanya meningkatkan
risiko kejadian tersebut, tetapi juga membuat tampilan trombosis vena
serebral pada CT scan. Pemeriksaan MRI juga diperlukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.15
2.9 Prognosis
Progresivitas penyakit ini harus dipantau dengan ketat. Pada pasien
tetralogi Fallot, apabila tidak dilakukan operasi, dapat terjadi salah satu
atau lebih kemungkinan berikut:
1. Pasien meninggal akibat serangan sianotik,
2. Stenosis infundibular makin hebat, sehingga pasien makin sianotik, atau
3. Terjadi abses otak atau komplikasi lain.
Secara alamiah, 50% pasien tetralogi Fallot yang tidak dikoreksi
akan meninggal pada umur sekitar 5 tahun, 25% pada usia sekitar 10
tahun, dan hanya 11% saja yang bisa bertahan hidup sampai umur 25
tahun, 6% sampai umur 30 tahun, dan hanya 3% yang mencapai usia 40
tahun.13 Prognosis pasien yang lahir pada era saat ini diharapkan akan jauh
lebih dengan adanya kemajuan teknologi dan penanganan medis dan
operatif pada dekade – dekade terakhir. Dari seluruh pasien dengan
malformasi kongenital pada jantung, penanganan pasien tetralogi Fallot
tidak berhenti pada saat setelah perbaikan penuh, tetapi berlanjut seumur
hidup dengan pemantauan atau kontrol berkala dengan kardiolog yang ahli
dengan penyakit jantung bawaan.16
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien seorang anak laki-laki usia 1 bulan 1 hari datang ke IGD RSUD
Soedarso pada tanggal 16 September 2021 dengan keluhan muntah-muntah dan
membiru pada tubuh. Pasien tampak sesak berat. Pasien muntah sebanyak 3x,
muntah berwarna putih susu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa seluruh tubuh
pasien membiru, terutama jika pasien menangis. Awalnya saat usia 15 hari pasien
sesak napas, tersedak lalu membiru kemudian pasien dibawa ke RS Anugerah
Bunda Khatulistiwa di bagian Poli Anak. Pada saat ke poli anak pasien dianjurkan
untuk dilakukan Foto Thorax, saat dilakukan Foto Thorax ditemukan kelainan
pada jantung pasien sehingga pasien dirujuk ke RSUD Dr. Soedarso dan sempat
dirawat di ruang Perinatologi selama 5 hari, kemudian pulang, 10 hari kemudian
pasien muntah 3x dan tubuh membiru lalu pasien datang lagi ke IGD RSUD Dr.
Soedarso. Ibu pasien juga mengatakan bahwa biasanya saat sedang tidur pasien
sering terbatuk.
Pasien di diagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pada hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami sesak berat,
nafas cepat dan dalam, sianosis pada seluruh tubuh terutama jika menangis, dan
pasien cenderung lebih rewel dari biasanya. Pada hasil anamnesis juga didapatkan
bahwa terdapat Riwayat keluarga yang menderita DM yaitu paman dari ibu
pasien, dan dari keturunan ibu pasien ada anak yang juga menderita penyakit
jantung bawaan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum tampak sakit
berat, SpO2 sebesar 53%, frekuensi nadi 169 x/menit, frekuensi pernapasan 40
x/menit, dan suhu 36oC.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sianosis pada bibir, iktus cordis
terlihat, pada auskultasi jantung terdengar murmur, dan pada pasien tidak
ditemukan adanya clubbing finger. Pada rontgen thorax didapatkan jantung
tampak membesar (CTR ± 64,6%) apex kiri terangkat. Dengan kesan
kardiomegali dengan hipertensi pulmonal sugestif congenital heart disease.
Gambaran radiologis dada pada bayi dengan Tetralogy of Fallot umumnya
menunjukkan penurunan gambaran vascular paru dan mungkin arcus aorta terletak
di sebelah kanan. Apex jantung nampak kecil dan terangkat dan konus pulmonalis
cekung. Gambaran ini mirip dengan bentuk sepatu.12
Pada pemeriksaan lab didapatkan hasil leukosit 7,85x103/uL, eritrosit
3,62x106/uL, Hemoglobin 12,3 g/dL, hematokrit 37,6% dan pemeriksaan GDS
didapatkan 147 mg/dL. Pada pasien ini dilakukan transfusi darah PRC sebanyak
35 cc dalam 3 jam dan kadar hemoglobin meningkat menjadi 16,5 g/dL. Pada
pasien TOF, kadar hemoglobin dipertahankan pada kisaran antara 16-19 g/dL dan
hematokrit 45-60%. Darah yang terlalu pekat akan meningkatkan risiko terjadnya
thrombus, terutama thrombosis otak, sedangkan anemia relative menyebabkan
hipoksia jaringan yang dapat memicu serangan sianotik.17-18
Tatalaksana pada pasien ini diberikan Infus D5 ¼ NS 12 tetes/menit,
Paracetamol 50 mg diberikan jika demam, Ranitidin 2x5 mg, Cefotaxime 2x150
mg, Stesolid supp 5 mg, Propanolol 3x1,5 mg, dan diberikan susu 60 cc/3 jam
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien seorang anak laki-laki berusia 1 bulan 1 hari datang dengan
keluhan muntah-muntah dan membiru pada tubuh. Pasien muntah sebanyak 3x
dengan konsistensi cair berwarna putih susu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pasien tampak sesak berat, sianosis pada bibir, dan pada auskultasi jantung
terdengar murmur. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan pembesaran jantung,
apex jantung terangkat keatas sehingga memberikan kesan gambar seperti sepatu,
dan pada pemeriksaan echocardiogram didapatkan kesan tetralogy of fallot.
Pilihan tatalaksana yang diberikan adalah perbaikan gizi pada pasien, dan
tatalaksana untuk penyakit jantung bawaan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Keane J, Lock J, Fyler D, Nadas A. Nadas' Pediatric Cardiology.


Philadelphia: Saunders; 2006.p.559-76.
2. Yuniadi Y, Dony YH, Bambang BS. Departemen Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular FK UI. Buku Ajar Kardiovaskular. Jilid 2. Jakarta:
Sagung Seto. 2017. p.537-40.
3. Lake CL, Booker PD. Tetralogy of Fallot. Dalam: Lake CL, Booker PD,
penyunting. Pediatric cardiac anesthesia. Edisi ke- 4. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2005. hlm. 345–57.
4. Hensley FA, Martin DE, Gravlee GP. Anesthetic management for patient
with congenital heart disease. Practical approach to cardiac anesthesia.
Edisi ke- 4. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. hlm. 407–
8.
5. Lilly, Leonard S. Pathopyshiology of Heart Disease: A
CollaborativeProject of Medical Students and Faculty. 6th Ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2015. p:393-6.
6. Sastroasmoro S, Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In: Sastroasmoro
S, Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 1994.p:240-251.
7. Duro RP , Moura C, Leite-Moreira A. Anatomophysiologic basis of
tetralogy of Fallot and its clinical implications. Revista portuguesa de
cardiologia: orgao oficial da Sociedade Portuguesa de Cardiologia=
Portuguese journal of cardiology: an official journal of the Portuguese
Society of Cardiology. 2010 Apr;29(4):591-630.
8. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar
Neonatalogi. Jakarta: IDAI; 2008.
9. Rilantono, Lily I. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. hal.548-
554.
10. Loukas M, Cesmebasi A, Le D et-al. Etienne-Arthur Louis Fallot and his
tetralogy. (2014) Clinical anatomy (New York, N.Y.). 27 (7): 958-63
11. Fernandez MMG. Tetralogy of Fallot : From Fetus to Adult. 2010.
Portugal: Faculdade de Midicina Universidade do Porto; 2010.
12. Sastroasmoro S, Madiyono B. Penyakit Jantung Bawaan. In: Sastroasmoro
S, Madiyono B editors. Kardiologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 1994.p:240-251
13. Rilantono, Lily I. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2012. hal.548-
554
14. Aftab S, Usman A, Sultan T. Frequency of Cerebrovascular Accidents and
Brain Abcess in Children with Tetralogy of Fallot. Pakistan Journal of
Neurological Sciences (PJNS). 2015 June 2;10(2);23-6.
15. . Bhatnagar S, Naware S, Kuber R, Thind SS. Pediatric stroke:
Neurological sequelae in uncorrected tetralogy of fallot. Annals of medical
and health sciences research. 2013;3(1a):27-30.
16. Bailliard F, Anderson R. Tetralogy of Fallot. Orphanet Journal of Rare
Diseases. 2009 Jan 13;4(2):1-10.
17. Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Edisi ke-5. Philadelphia:
Mosby Elsevier; 2008. H. 189-96
18. Breitbart RE, Fyler DC. Tetralogy of Fallot. Dalam : Keane JF, Lock JE,
Fyler DC, penyunting. Nada’s pediatric cardiology. Edisi ke-2.
Philadelphia: Saunders; 2006. H. 559-79

Anda mungkin juga menyukai