Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

Abses Peritonsil Sinistra

Oleh:
Iqlima Farah Zanaria Putri Igor, S.Ked 04054821820084
Muhammad Galih Wibisono, S.Ked 04084821820003
Mira Maulani Fatima, S.Ked 04084821921103
Dini Putri Multazami, S.Ked 04084821921139

Pembimbing:
dr. Lisa Apri Yanti, Sp T.H.T.K.L (K), FICS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL RSMH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul: Abses Peritonsil Sinistra

Disusun oleh:
Iqlima Farah Zanaria Putri Igor, S.Ked 04054821820084
Muhammad Galih Wibisono, S.Ked 04084821820003
Mira Maulani Fatima, S.Ked 04084821921103
Dini Putri Multazami, S.Ked 04084821921139

Telah diterima sebagai salah satu syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / RSUP
dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 7 Oktober - 11 November 2019.

Palembang, Oktober 2019


Pembimbing

dr. Lisa Apri Yanti, Sp T.H.T.K.L (K), FICS


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
“Abses Peritonsil Sinistra” untuk memenuhi tugas laporan kasus yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Lisa Apri Yanti, Sp T.H.T.K.L (K), FICS, selaku pembimbing yang telah membantu
memberikan ajaran dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini
disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
berbagai pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa yang akan datang.
Semoga laporan kasus ini dapat member manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

Palembang, Oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ..i


HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN .....................................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 15
BAB IV ANALISIS MASALAH ........................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 35
BAB I
PENDAHULUAN
Abses leher adalah adalah terkumpulnya nanah (pus) yang terbentuk di dalam
ruang potensial di antara fasia leher sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai
sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher.
Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher
dalam yang terlibat. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses
retrofaring, abses retrofaring, abses parafaring, abses submandibula dan angina
Ludovici (Ludwig’s angina). 1,2
Abses peritonsil adalah kumpulan nanah yang terdapat pada jaringan ikat
longgar, diantara fossa tonsilaris dan muskulus konstriktor faring superior. Abses
peritomsil merupakan abses yang paling banyak ditemukan, dan biasanya merupakan
lanjutan dari infeksi tonsil atau faring, tetapi juga dapat merupakan penyebaran
pdontogenik atau trauma mukosa lokal. Pada abses peritonsil didapatkan gejala
demam, nyeri tenggorok, nyeri menelan, hipersalivasi, nyeri telinga dan suara
bergumam. Abses ini dapat meluas ke daerah parafaring.2,3
Abses peritonsil memiliki angka kejadian yang cukup tinggi dan dapat
menimbulkan komplikasi yang fatal, seperti dapat meluas ke daerah parafaring,
daerah intrakranial dan bila abses tersebut pecah spontan bisa terjadi perdarahan serta
terjadinya mediastinitis yang dapat menimbulkan kematian. Hal ini bisa terjadi bila
penanganan yang tidak tepat dan terlambat.1,2
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identifikasi
Nama : Tn. HF
Umur : 57 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Multatuli, Jambi
Pekerjaan : PNS
No. Med Rec : 1145324
II. Autoanamnesis & Aloanamnesis (Pasien pada tanggal 20 Oktober 2019)
Keluhan Utama
Nyeri menelan sejak +2 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak +2 hari SMRS, os mengeluh nyeri menelan (+), sulit menelan (+),
sulit membuka mulut (-), pasien masih bisa makan bubur, keluar air ludah
berlebihan (+), suara bergumam (+), bau mulut (+), demam (-), keluar cairan dari
telinga (-), sesak nafas (-). Riwayat sakit gigi (+) sejak 3 bulan SMRS dan
disarankan untuk mencabut gigi. Riwayat batuk pilek (-)
Riwayat Penyakit Dahulu
 Diabetes Melitus (-)
 Hipertensi (-)
 Kolesterol (-)
 TBC (-)
 Alergi (-)
Riwayat Pengobatan
 Vit. B Kompleks
 Dexamethasone
 Cefixime
 Paracetamol
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan penderita
Pemeriksaan Fisik (di IGD RSMH, 20 Oktober 2019)
a. Status Generalikus
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 92 kali/menit
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5o C
Status Gizi : Normoweight

b. Status Lokalis
TELINGA

I. Telinga Luar Kanan Kiri


Regio Retroaurikula
- Abses Tidak ada Tidak ada
- Sikatrik Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Regio Zigomatikus
- Kista Brankial Klep Tidak ada Tidak ada
- Fistula Tidak ada Tidak ada
- Lobulus Aksesorius Tidak ada Tidak ada

Aurikula
- Mikrotia Tidak ada Tidak ada
- Efusi perikondrium Tidak ada Tidak ada
- Keloid Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tarik aurikula Tidak ada Tidak ada
- Nyeri tekan tragus Tidak ada Tidak ada

Meatus Akustikus Eksternus


- Lapang/sempit Lapang Lapang
- Oedema Tidak ada Tidak ada
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Erosi Tidak ada Tidak ada
- Krusta Tidak ada Tidak ada
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
- Bekuan darah Tidak ada Tidak ada
- Cerumen plug Tidak Ada Tidak ada
- Epithelial plug Tidak ada Tidak ada
- Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada
- Debris Tidak ada Tidak Ada
- Benda asing Tidak ada Tidak ada
- Sagging Tidak ada Tidak ada
- Exostosis Tidak ada Tidak ada

II. Membran Timpani


- Warna Putih Putih
(putih/suram/hiperemis/hematoma)
- Bentuk (oval/bulat) Normal Normal
- Pembuluh darah Normal Normal
- Refleks cahaya (+) (+)
- Retraksi Tidak ada Tidak ada
- Bulging Tidak ada Tidak ada
- Bulla Tidak ada Tidak ada
- Ruptur Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Pulsasi Tidak ada Tidak ada
- Sekret Tidak ada Tidak ada
- Kolesteatoma Tidak ada Tidak ada
- Polip Tidak ada Tidak ada
- Jaringan granulasi Tidak ada Tidak ada

Gambar Membran Timpani

Refleks cahaya (+) Refleks cahaya (+)


Arah jam 5 Arah jam 7

III. Tes Khusus Kanan Kiri


1. Tes Garpu Tala
- Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Weber
- Tes Scwabach
2. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri
-Tes Valsava Tidak dilakukan Tidak dilakukan
-Tes Toynbee

HIDUNG
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri
-Tes aliran udara Normal Normal
-Tes penciuman
Teh Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kopi
Tembakau
II. Hidung Luar Kanan Kiri
- Dorsum nasi Normal Normal
- Akar hidung Normal Normal
- Puncak Hidung Norrnal Normal
- Sisi hidung Normal Normal
- Ala nasi Normal Normal
- Deformitas Tidak ada Tidak ada
- Hematoma Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Krepitasi Tidak ada Tidak ada
- Hiperemis Tidak ada Tidak ada
- Erosi kulit Tidak ada Tidak ada
- Vulnus Tidak ada Tidak ada
- Ulkus Tidak ada Tidak ada
- Tumor Tidak ada Tidak ada
- Duktus nasolakrimalis Tidak tersumbat Tidak tersumbat
(tersumbat/tidak tersumbat)
III.Hidung Dalam Kanan Kiri
1. Rinoskopi Anterior
a.Vestibulum nasi
-Sikatrik Tidak ada Tidak ada
-Stenosis Tidak ada Tidak ada
-Atresia Tidak ada Tidak ada
-Furunkel Tidak ada Tidak ada
-Krusta Tidak ada Tidak ada
-Sekret Tidak ada Tidak ada
(serous/seromukus/mukopurulen/pus)
b. Kolumela
- Utuh/tidak utuh Utuh
- Sikatrik Tidak ada
- Ulkus Tidak ada
c. Kavum nasi
-Luasnya (lapang/cukup/sempit) Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
(serous/seromukus/mukopurulen/pus) Tidak ada Tidak ada
- Krusta Tidak ada Tidak ada
- Bekuan darah Tidak ada Tidak ada
- Perdarahan Tidak ada Tidak ada
- Benda asing Tidak ada Tidak ada
- Rinolit Tidak ada Tidak ada
- Polip Tidak ada Tidak ada
- Tumor Tidak ada Tidak ada
d. Konka Inferior
-Mukosa
(eutrofi/hipertrofi/atrofi) Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
- Warna
(merahmuda/hiperemis/pucat/livid) Merah muda Merah muda
-Tumor Tidak ada Tidak ada
e. Konka media
- Mukosa
(eutrofi/ hipertrofi/atrofi) Tidak dinilai Tidak dinilai
(basah/kering)
(licin/tak licin)
-Warna

(merahmuda/hiperemis/pucat/livid)
-Tumor
f. Konka superior
- Mukosa Tidak dinilai Tidak dinilai
(erutofi/ hipertrofi/atrofi)
(basah/kering)
(licin/tak licin)
-Warna

(merahmuda/hiperemis/pucat/livid)
-Tumor
g. Meatus Medius
- Lapang/ sempit Lapang Lapang
-Sekret Tidak ada Tidak ada
(serous/seromukus/mukopurulen/pus)
- Polip Tidak ada Tidak ada
- Tumor Tidak ada Tidak ada

h. Meatus inferior
- Lapang/sempit Tidak dinilai Tidak dinilai
-Sekret
(serous/seromukus/mukopurulen/pus)
- Polip
- Tumor
i. Septum Nasi
- Mukosa
(eutrofi/ hipertrofi/atrofi) Eutrofi Eutrofi
(basah/kering) Basah Basah
(licin/tak licin) Licin Licin
- Warna Merah muda Merah muda
(merahmuda/hiperemis/pucat/livid)
- Tumor Tidak ada Tidak ada
- Deviasi Tidak ada Tidak ada
(ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri)
(superior/inferior)
(anterior/posterior)
(bentuk C/bentuk S)
- Krista Tidak ada Tidak ada
- Spina Tidak ada Tidak ada
- Abses Tidak ada Tidak ada
- Hematoma Tidak ada Tidak ada
- Perforasi Tidak ada Tidak ada
- Erosi septum anterior Tidak ada Tidak ada

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam


Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2.Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


- Postnasal drip Tidak ada Tidak ada
- Mukosa Normal Normal
(licin/tak licin) Licin Licin
(merah muda/hiperemis) Merah Muda Merah Muda
- Adenoid Normal Normal
- Tumor Tidak ada Tidak ada
- Koana (sempit/lapang) Lapang Lapang
- Fossa Russenmullery (tumor/tidak) Normal Normal
- Torus tobarius (licin/tak licin) Licin Licin
- Muara tuba Sulit dinilai Sulit dinilai
(tertutup/terbuka)
(sekret/tidak)

IV.Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri


- Nyeri tekan/ketok
- infraorbitalis Tidak ada Tidak ada
- frontalis Tidak ada Tidak ada
- kantus medialis Tidak ada Tidak ada
- Pembengkakan Tidak ada Tidak ada
- Transiluminasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- regio infraorbitalis
- regio palatum durum
TENGGOROK
I.Rongga Mulut Kanan Kiri
-Lidah (hiperemis/udem/ulkus/fissura) Normal Normal
(mikroglosia/makroglosia) Normal Normal
(leukoplakia/gumma) Tidak ada Tidak ada
(papilloma/kista/ulkus) Tidak ada Tidak ada
-Gusi (hiperemis/udem/ulkus)
Normal Normal
-Bukal (hiperemis/udem)
Normal Normal
(vesikel/ulkus/mukokel)
Tidak ada Tidak ada
-Palatum durum
(utuh/terbelah/fistel)
(hiperemis/ulkus) Utuh Utuh
(pembengkakan/abses/tumor) Normal Normal
(rata/tonus palatinus) Tidak ada Tidak ada
-Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasis) Normal Normal
(striktur/ranula) Normal Normal
-Gigi geligi (mikrodontia/makrodontia) Tidak ada Tidak ada
(anodontia/supernumeri) Normal Normal
(kalkulus/karies) Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
II.Faring Kanan Kiri
-Palatum molle
(hiperemis/udem/asimetris/ulkus) Normal Normal
-Uvula
(edema/asimetris/bifida/elongating) Edema/Terdorong Edema/Terdoron
ke kanan g ke kanan
-Pilar anterior
(hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus) Tidak ada Tidak ada
-Pilar posterior
(hiperemis/udem/perlengketan) Normal Normal
(pembengkakan/ulkus) Tidak ada Tidak ada
-Dinding belakang faring
(hiperemis/udem) Hiperemis Hiperemis
(granuler/ulkus) Granuler
Granuler
(sekret/membran)
-Tonsil Palatina (derajat pembesaran)
T3 T4
(permukaan rata/tidak)
Tidak rata Tidak rata
(konsistensi kenyal/tidak)
Kenyal Kenyal
(lekat/tidak)
Tidak lekat Tidak lekat
(kripta lebar/tidak)
Tidak Tidak
(detritus/membran)
Tidak ada Tidak ada
(hiperemis/udem)
Normal Hiperemis
(ulkus/tumor)
Tidak ada Tidak ada

III.Laring Kanan Kiri


1.Laringoskopi tidak langsung (indirek)
- Dasar lidah (tumor/kista) Normal
- Tonsila lingualis Eutrofi
(eutrofi/hipertrofi) Normal
- Valekula (benda asing/tumor) Normal
- Fosa piriformis Normal, Tenang
(benda asing/tumor) (-)
- Epiglotis Normal, Tenang
(hiperemis/udem/ulkus/membran) (-)
- Aritenoid Normal
(hiperemis/udem/ulkus/membran) (-)
- Pita suara Normal
(hiperemis/udem/menebal) Normal
(nodus/polip/tumor) Normal
(gerak simetris/asimetris) Normal
- Pita suara palsu (hiperemis/udem) Normal
- Rima glottis (lapang/sempit) Normal
- Trakea Normal
2.Laringoskopi langsung (direk) Tidak Dilakukan

III. Pemeriksaan Penunjang


- Pemeriksaan darah rutin
- Aspirasi pus

IV. Diagnosa Kerja


- Susp. Abses peritonsil sinistra, dd/ Infiltrat peritonsil sinistra
V. Tatalaksana
- Aspirasi abses
- IVFD RL XX gtt drip ketorolac
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam
- Betadine gargle
VI. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia
Hasil pemeriksaan laboratorium pada 13 Oktober 2019
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin (Hb) 15,2 g/dL 11.40 - 15.00 g/dL

Eritrosit (RBC) 3.50 x 106/mm3 4.00 - 5.70 106/mm3

Leukosit (WBC) 7,65 x 106/mm3 4.73 - 10.89 106/mm3

Hematokrit 44 % 35 - 45 %

Trombosit 324 x 103/µL 189 - 436 103/µL

MCV 90 fL 85 - 95 fL

MCH 29 pg 28 - 32 pg

MCHC 33 g/Dl 33 - 35 g/dL

LED 19 mm/jam <20 mm/jam

Hitung Jenis Lekosit


- Basofil 0 0-1
- Eosinofil 1 1-6
- Netrofil 49 50 - 70
- Limfosit 21 20 - 40
- Monosit 1 2-8
Follow Up (21 Oktober 2019)
S/ Nyeri menelan (+)
O/ KU: Tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/80 mm/hg
Nadi : 77 x/mnt
Respirasi : 21 x/menit
Suhu : 36.6 C
AD : Kanalis lapang, sekret -, serumen - , membran timpani intak, RC+
AS : Kanalis lapang, sekret -, serumen - , membran timpani intak, RC +
KNDS : Kavum nasi lapang, sekret -, konka inferior eutrofi merah muda, deviasi
septum (-)
Tenggorok : Arcus faring asimetris, uvula terdorong ke kanan, tonsil kiri
hiperemis (+), fluktuasi (+), tonsil T3-T4, dinding faring posterior hiperemis
A/ Abses peritonsil sinistra
P/ - IVFD RL gtt XX
- Ceftriaxone IV 1 gr/12 jam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Tonsil
Cincin Waldeyer adalah jaringan limfoid yang mengelilingi faring
yang terdiri dari tonsil palatina, tonsil faringeal (adenoid), tonsil lingual,
gugus limfoid lateral faring, dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar
dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat
orifisium tuba eustachius.4,10

Gambar 1. Anatomi tonsil

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di


dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring. Tonsil berbentuk oval dengan
panjang 2-5 cm dan masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke jaringan tonsil. Daerah kosong di atas tonsil disebut fosa
supratonsilar. Tonsil dibatasi oleh:4,10
 Lateral : m. konstriktor faring superior
 Anterior : m. palatoglosus (plika anterior)
 Posterior : m. palatofaringeus (plika posterior)
 Superior : palatum mole
 Inferior : tonsil lingual

Gambar 2. Anatomi tonsil palatina


Fosa Tonsil
Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring yaitu
batas anterior oleh otot palatoglosus dan batas lateral atau dinding luar
olehotot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti
kipas mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior
adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius,
dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral
esofagus. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada
palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah
dan dinding lateral faring.10
Pendarahan
Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis
eksterna, yaitu:
 Arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri
tonsilaris dan arteri palatina asenden.
 Arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina desenden.
 Arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal.
 Arteri faringeal asenden.

Gambar 3. Pendarahan tonsil


Aliran Getah Bening
Aliran getah bening dari daerah tonsil menuju rangkaian getah bening
servikal profunda (deep jugular node) di bagian superior di bawah M.
sternokleidomastoideus yang berlanjut ke kelenjar toraks dan berakhir di
duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferen.7
Persarafan
Tonsil bagian atas mendapat persarafan dari serabut saraf ke V
melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.10
Ruang Peritonsil
Ruang peritonsil digolongkan sebagai ruang intrafaring dan
merupakan salah satu dari ruang leher dalam yang dibagi oleh Scott BA
menjadi:9
1. Ruang yang mencakup seluruh panjang leher
 Ruang retrofaring
 Ruang bahaya
 Ruang vaskular viseral
2. Ruang yang terbatas pada sebelah atas os. hioid
 Ruang faringomaksila
 Ruang submandibula
 Ruang parotis
 Ruang mastikator
 Ruang peritonsil
 Ruang temporal
3. Ruang yang terbatas pada sebelah bawah os. hioid
 Ruang viseral anterior
Gambar 4. Potongan sagital ruang parafaring dan retrofaring

Dinding medial ruang peritonsil dibentuk oleh kapsul tonsil yang


terbentuk dari fasia faringobasilar dan menutupi bagian lateral tonsil. Dinding
lateral ruang peritonsil dibentuk oleh serabut horizontal otot konstriktor
superior dan serabut vertikal otot palatofaringeal.7
Pada sepertiga bawah permukaan bagian dalam tonsil, serabut-serabut
otot palatofaringeal meninggalkan dinding lateral dan meluas secara
horizontal menyeberangi ruang peritonsil kemudian menyatu dengan kapsul
tonsil. Hubungan ini disebut ligamen triangular atau ikatan tonsilofaring.
Batas-batas superior, inferior, anterior, dan posterior ruang peritonsil juga
dibentuk oleh pilar-pilar anterior dan posterior tonsil.7

3.2 Definisi
Abses peritonsil atau Quinsy adalah infeksi akut yang disertai dengan
terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m. konstriktor faring dengan
tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini dapat menembus kapsul tonsil biasanya pada kutub
atas. Abses peritonsil merupakan komplikasi dari tonsilitis akut.4,7

3.3 Epidemiologi
Abses peritonsil dapat mengenai semua umur, tetapi lebih sering terjadi pada
orang dewasa usia 20 sampai 40 tahun dan anak-anak. Penyakit ini merupakan
infeksi ruang fasia kepala dan leher tersering pada anak dan menjadi komplikasi
terbanyak dari tonsilitis akut. Insiden abses peritonsil di Irlandia Utara dilaporkan 1
per 10.000 pasien per tahun dengan rata usia 26,4 tahun.5,6,8

3.4 Etiologi
Abses peritonsil terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mukus Weber di kutub atas tonsil. Kuman penyebabnya
sama dengan penyebab tonsilitis berupa kuman aerob dan anaerob seperti
Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran.4

3.5 Patofisiologi
Infeksi dari kripta tonsil meluas ke kapsul tonsil dan melibatkan ruang
peritonsil. Infiltrasi supurasi jaringan peritonsil tersering mengenai daerah superior
dan lateral fosa tonsilaris yang merupakan daerah jaringan ikat longgar, sehingga
palatum mole pada sisi yang terkena akan tampak membengkak. Abses peritonsil
juga dapat terbentuk di bagian midtonsil dan inferior, tetapi hal tersebut sangat jarang
terjadi.5,5,6
Infeksi dimulai sebagai selulitis dan berkembang menjadi abses. Pada
stadium infiltrat (stadium permulaan) akan tampak permukaan tonsil membengkak
dan hiperemis. Proses tersebut akan berlanjut dan terjadi supurasi, sehingga daerah
tersebut menjadi lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan
uvula ke arah kontralateral. Bila proses berlangsung terus maka peradangan jaringan
di sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m. pterigoid interna, sehingga terjadi
trismus. Abses dapat pecah spontan dan terjadi aspirasi ke paru.4,6

3.6 Penegakan Diagnosis


Diagnosis abses peritonsil dapat ditegakkan melalui:
1) Anamnesis4,5
 Demam
 Nyeri menelan yang hebat (odinofagia)
 Nyeri alih ke telinga pada sisi yang sama (otalgia)
 Muntah (regurgitasi)
 Mulut berbau (foetor ex ore)
 Banyak ludah (hipersalivasi)
 Suara bergumam (hot potato voice)
 Sukar membuka mulut (trismus)
 Pembengkakan kelenjar submandibula disertai nyeri tekan
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sulit dilakukan akibat pasien kesulitan membuka
mulut.Beberapa hasil pemeriksaan yang dapat ditemukan antara lain:4,6
 Palatum mole membengkak dan menonjol ke depan
 Teraba fluktuasi
 Kutub tonsil superior eritema
 Uvula membengkak dan terdorong ke sisi kontralateral
 Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak terdapat detritus, dan
terdorong ke arah tengah, depan, dan bawah
Gambar 5. Abses peritonsil

3) Pemeriksaan Penunjang
 Biakan tenggorok dapat dilakukan, tetapi seringkali tidak membantu
dalam mengetahui organisme penyebabnya. Hanna et al berpendapat
bahwa untuk mengetahui jenis kuman pada abses peritonsil tidak
dapat dilakukan dengan usap tenggorok.5,7
 Pungsi abses merupakan tindakan untuk penegakan diagnosis yang
tepat untuk memastikan abses peritonsil. Biakan dari pungsi atau
drainase menunjukkan bakteri penyebab tersering yaitu Streptococcus
pyogenes.Penelitian yang dilakukan oleh Sprinkle menemukan
insidens tinggi dari bakteri anaerob yang memberikan bau busuk pada
drainase.5,7
 Pemeriksaan laboratorium darah rutin berupa faal hemostasis terutama
adanya leukositosis sangat membantu diagnosis.7
 Pemeriksaan radiologi berupa foto rontgen polos, ultrasonografi, dan
tomografi komputer. Pemeriksaan ultrasonografi dapat mendiagnosis
abses peritonsil secara spesifik dan mungkin dapat digunakan sebagai
alternatif pemeriksaan. Hasil yang didapatkan berupa gambaran cincin
isoechoic dengan gambaran sentral hypoechoic. Gambaran tersebut
kurang terdeteksi bila volume relatif pus <10% di dalam seluruh abses
pada tomografi komputer. Kelebihan tomografi komputer yaitu untuk
penentuan lokasi abses yang akurat, membedakan antara selulitis dan
abses peritonsil, menunjukkan gambaran penyebaran sekunder dari
infeksi, dan membantu diagnosis abses peritonsil di daerah kutub
bawah tonsil.7

Gambar 6. Tomografi komputer abses peritonsil

3.7 Diagnosis Banding


a) Selulitis peritonsil
Apabila tidak ditemukan pus pada pungsi maka hal tersebut lebih
berhubungan dengan selulitis dibandingkan abses.5,7
b) Infeksi mononukleosis
c) Tumor/keganasan/limfoma
d) Adenitis servikal
3.8 Terapi
Pada stadium infiltrasi diberikan antibiotik golongan penisilin atau
klindamisin dan pengobatan simtomatik. Selain itu, juga diperlukan berkumur
dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher untuk mengendurkan tegangan
otot. Penisilin digunakan apabila kuman penyebabnya diperkirakan adalah
Staphylococcus. Metronidazol digunakan untuk infeksi anaerob. dapat juga
dipertimbangkan pemberian klindamisin untuk menangani bakteri yang
memproduksi beta laktamase.3,6,7
Jika sudah terbentuk abses maka dilakukan aspirasi pada daerah abses dan
insisi disertai drainase untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang
paling menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Teknik insisi dan drainase
membutuhkan anestesi lokal. Pertama faring disemprot dengan anestesi topikal
kemudian suntikkan 2 cc xylocain dengan adrenalin 1/100.000. Gunakan pisau tonsil
no. 12 atau no. 11 dengan plester untuk mencegah penetrasi yang dalam yang
digunakan untuk membuat insisi melalui mukosa dan submukosa dekat kutub atas
fosa tonsilaris. Hemostat tumpul dimasukkan melalui insisi ini dan direntangkan.
Pengisapan tonsil sebaiknya segera disediakan untuk mengumpulkan pus yang
dikeluarkan dan mencegah aspirasi.4,5,7
Gambar 7. Insisi dan drainase abses peritonsil

Gambar 8. Lokasi insisi abses peritonsil


Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi yang pada umumnya
dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu sesudah drenase abses.

Tabel 1. Indikasi tonsilektomi segera pada abses tonsilaris5


Obstruksi jalan nafas atas
Sepsis dengan adenitis servikalis atau abses leher bagian dalam
Riwayat abses peritonsil sebelumnya
Riwayat faringitis eksudatif yang berulang
Beberapa jenis operasi tonsilektomi yang dapat dilakukan antara lain:1
 Tonsilektomi a’chaud yaitu apabila tonsilektomi dilakukan bersama-sama dengan
tindakan drainase abses.
 Tonsilektomi a’tiede yaitu apabila tonsilektomi dilakukan 3-4 hari setelah
tindakan drainase abses.
 Tonsilektomi a’froid yaitu apabila tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah
tindakan drainase abses.
Selanjutnya pasien diobati dengan antibiotik dan irigasi cairan garam hangat.
Antibiotik yang diberikan yaitu yang efektif melawan Streptococcus,
Staphylococcus, dan anaerob oral.5

3.9 Komplikasi
Komplikasi abses peritonsil di antaranya:4,7
 Komplikasi segera berupa dehidrasi karena intake makanan yang kurang.
 Abses pecah secara spontan dengan aspirasi darah atau pus menyebabkan aspirasi
paru, pneumonitis, abses paru, atau piemia.
 Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring menyusuri selubung karotis
kemudian membentuk ruang infeksi yang luas, sehingga terjadi abses parafaring
dan berlanjut ke mediastinum mengakibatkan medistinitis.
 Pembengkakan di daerah supraglotis dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas
yang memerlukan tindakan trakeostomi. Keterlibatan ruang faringomaksilaris
mungkin memerlukan drainase dari luar melalui segitiga submandibular.
 Penjalaran infeksi ke intrakranial mengakibatkan trombus sinus kavernosus,
meningitis, dan abses otak. Apabila tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan gejala sisa neurologis yang fatal.
 Komplikasi lain seperti endokarditis, nefritis, dan peritonitis

3.10 Prognosis
Prognosis abses peritonsil baik apabila dilakukan tatalaksana segera ditambah
dengan pemberian antibiotik yang adekuat.4
BAB IV
ANALISIS MASALAH

Seorang laki-laki Tn. HF umur 57 tahun dirawat di bangsal THT RSUP. Dr.
Moh. Hoesin Palembang pada tanggal 20 Oktober 2019 , dengan diagnosis Abses
Peritonsil Sinistra.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan nyeri menelan yang semakin bertambah sejak 2
hari yang lalu. Pasien susah menelan sejak 2 hari yang lalu, suara bergumam sejak 2
hari yang lalu. Riwayat mulut bau dan hipersalivasi ada pada pasien ini sejak 2 hari
yang lalu.
Riwayat sakit gigi berulang sejak 3 bulan yang lalu dan dianjurkan mencabut
gigi tetapi pasien menolak. Hal ini dapat menjadi faktor risiko untuk terjadinya abses
peritonsil pada pasien ini. Dari anamnesis yang didapatkan, gejala klinis pada pasien
ini mengarah ke abses peritonsil atau infiltrat peritonsil dimana pada literatur
dijelaskan bahwa gejala klinis pada abses peritonsil maupun infiltrat peritonsil adalah
odinofagia, hipersalivasi, dan kadang-kadang terdapat trismus.
Pada pemeriksaan fisik generalis ditemukan karies (+). Sedangkan pada
pemeriksaan status lokalis THT ditemukan Arcus faring asimetris, uvula terdorong
ke kanan, tonsil kiri hiperemis (+), fluktuasi (+), tonsil T3-T4, dinding faring
posterior hiperemis. Menurut dari literatur, abses atau infiltrat peritonsil yang
membesar dapat mendorong uvula ke arah kontralateral dan ditemukan tanda-tanda
inflamasi pada peritonsil. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan aspirasi dan
didapatkan darah sebanyak ± 4cc sehingga menyingkirkan diagnosis abses peritonsil.
Terapi Abses peritonsil bisa berupa medikamentosa dan operatif. Menurut
sumber kepustakaan, pada stadium infiltrasi, dapat diberikan antibiotik dan obat
simtomatik seperti analgetik. Obat kumur juga diperlukan untuk antiseptik rongga
mulut.. Pemberian terapi suportif seperti makanan lunak juga dianjurkan. Untuk
prognosis pada pasien ini adalah bonam. Karena semakin cepat Abses peritonsil
ditatalaksana dengan komprehensif akan semakin cepat penyembuhannya dan
diharuskan untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut merupakan hal utama dalam
mencegah munculnya abses peritonsil.

Daftar Pustaka
1. Fachruddin,Damila. Abses Leher Dalam. Buku Ajar Ilmu kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 7. Jakarta:Balai Penerbit FKUI.
2014.
2. Gadre A.K., Gadre K.C. Infection of the deep Space of the neck. Dalam:
Bailley BJ, Jhonson JT, editors. Otolaryngology Head and neck surgery.
Edisi ke-4. Philadelphia: JB.Lippincott Compan. 2014.
3. Ballenger ,J.J. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth.
Dalam: Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and neck.
Edisi ke-16. Philadelphia, London: Lea and Febiger. 2012
4. Fachruddin D. Abses Leher Dalam. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. 2007. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Adams GL. Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring. BOIES Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. 1997. Jakarta: EGC.
6. Tom LWC, Jacobs IN. Diseases of the Oral Cavity, Oropharynx, and
Nasopharynx. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Edisi 16. 2003. Ontraio: BC Decker Inc.
7. Novialdi, Prijadi J. Diagnosis dan Penatalaksanaan Abses Peritonsil. Bagian
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
8. Hanna BC, et al. The Epidemiology of Peritonsillar Abscess Disease in
Northern Ireland. J Infect. 2006; 52(4):247-53.
9. Scott BA, Stiernberg CM. Infection of the Deep Spaces of the Neck. In:
Bayle BJ editor Head and Neck Surgery Otolaryngology. 3rd ed. 2001.
Philadelphia.
10. HTA Indonesia. Tonsilektomi pada Anak dan Dewasa. 2004. Departemen
THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai