Anda di halaman 1dari 33

Family Folder

HIPERTENSI PRIMER

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat-Ilmu Kesehatan Komunitas

Oleh:
Muhammad Galih Wibisono 04084881820003

Pembimbing:
dr. Hj. Nurhayati, MN
dr. Tuti Tanri
dr. Hj. Marilin Natalia
dr. Seftianni

DEPARTEMEN IKM-IKK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Case

Hipertensi Primer

Oleh:

Muhammad Galih Wibisono

Case ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat-Ilmu
Kesehatan Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode
15 April 2019 sampai dengan 23 Juni 2019

Palembang, Juni 2019

dr. Tuti Tanri

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. atas karunia-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan Family Folder yang berjudul ”Hipertensi primer”
Family folder ini merupakan salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di
Bagian/Departemen IKM-IKK RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Saya mengucapkan terimakasih kepada tim pembimbing yang telah
memberikan bimbingan selama penulisan dan penyusunan laporan family folder
ini.
Dalam hal ini masih banyak kekurangan dalam penyusunan family folder
ini. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan.
Semoga laporan ini dapat memberi manfaat bagi pembaca.

Palembang, Juni 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
BAB II LAPORAN KASUS ............................................................................ 2
Identifikasi ............................................................................................. 2
Anamnesis ............................................................................................. 2
Pemeriksaan Fisik .................................................................................. 3
Pemeriksaan Penunjang ......................................................................... 4
Diagnosis ............................................................................................... 4
Penatalaksanaan ..................................................................................... 4
Prognosis ............................................................................................... 5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
Hipertensi ............................................................................................. 6
BAB IV ANALISIS KASUS ............................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah pada usia 18 tahun ke


atas dengan penyebab yang tidak diketahui. Pada tahun 2017, American Heart
Association (AHA) melakukan perubahan definisi dari hipertensi, dimana
sebelumnya dikatakan hipertensi jika tekanan darah diatas 140/90 atau lebih,
menjadi diatas 130/80 mmHg atau lebih. Hipertensi sendiri merupakan
manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik sistem kardiovaskular, dimana
patofisiologinya multi faktorial. (AHA, 2017)
Hipertensi ditemukan pada kurang lebih 6% dari seluruh penduduk dunia,
dan merupakan sesuatu yang sifatnya umum pada seluruh populasi. Terjadi
peningkatan prevalensi hipertensi dengan meningkatnya harapan hidup atau
populasi usia lanjut. (Mohani, 2014). Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan
terdapat peningkatan prevalensi hipertensi dari 25,8% (Riskesdas 2013) menjadi
34,1%, dan daerah dengan prevalensi hipertensi tertinggi adalah Kalimantan
selatan (44,1%). (Riskesdas, 2018).
Walaupun insidensi hipertensi cukup tinggi dan berbagai komplikasi yang
ditimbulkan cukup signifikan, sampai saat ini masih sedikit yang mencapai
sasaran pengobatan. Hal ini menunjukkan bahwa kalangan kedokteran harus lebih
keras dalam upaya penyebarluasan informasi dan pengetahuan mengenai berbagai
aspek hipertensi ini.
Selain itu, mengingat hipertensi merupakan penyebab meningkatnya angka
morbiditas dan mortalitas pada usia lanjut, maka masalah hipertensi ini perlu lebih
dipahami, sehingga tindakan pencegahan dan pengobatan dapat dilaksanakan
secara cepat dan tepat. Atas dasar itulah, penulis mengambil tema hipertensi untuk
dijadikan laporan kasus sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik di bagian
IKM-IKK Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


a. Nama Penderita : Ny, N
b. Umur : 54 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Serabutan
e. Agama : Islam
f. Bangsa : Indonesia
g. Tanggal Pemeriksaan : 24 Mei 2019, Pukul 10.00 WIB

2.2 Anamnesis
2.2.1 Keluhan Utama
Sering sakit kepala sejak 2 tahun yang lalu.

2.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


2 tahun yang lalu penderita memeriksakan diri ke Puskesmas 4 Ulu
dengan keluhan sering sakit kepala. Sakit kepala disertai rasa berat di
daerah tengkuk dan terkadang berdebar-debar. Pasien dikatakan menderita
hipertensi dan diberikan obat Amlodipine 5 mg 1x sehari. Pasien mengaku
hanya minum obat saat kepala sakit dan tidak rajin control setiap obat
habis.

2.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat penyakit kencing manis disangkal.
Riwayat sakit jantung disangkal.
Riwayat alergi obat (-)
Riwayat alergi Makanan (-)

2
2.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi dalam keluarga ada yaitu ibu Ny. M
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada
Riwayat kencing manis dalam keluarga tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Generalis
a. Keadaan umum : tampak sakit ringan
b. Kesadaran : compos mentis
c. Nadi : 81 x/menit
d. Tekanan Darah : 145/93 mmHg
e. Pernapasan : 28x/menit
f. Suhu : 36,6oC
g. TB : 163 cm
h. BB : 69 kg
i. IMT : 25,97 (overweight)

2.3.2 Keadaan spesifik


a. Kepala
Kulit kepala : tidak ada kelainan
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-)
Hidung : tidak ada kelainan
Telinga : tidak ada kelainan
Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Mulut dan mukosa: tidak ada kelainan
b. Leher : tidak ada kelainan, JVP (5-2) cmH2O
c. Thorax
Inspeksi : simetris, retraksi tidak ada
Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat dan teraba, stem fremitus
kanan = kiri
Perkusi : Batas jantung normal, sonor di kedua lapang paru

3
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, HR 81 x/menit,
murmur (-), gallop (-), suara napas vesikuler (+)
ronkhi (-) wheezing (-)
d. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Palpasi : Lemas, hepar lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
epigastrium, massa (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
e. Ekstremitas : Edema (-), CRT < 2 detik

2.4 Diagnosis Banding


Hipertensi primer
Hipertensi sekunder
Spasme otot leher

2.5 Diagnosis Kerja


Hipertensi Primer

2.6 Rencana Pemeriksaan Penunjang :


- Pemeriksaan Laboratorium (darah rutin, glukosa darah, kolesterol total,
LDL, HDL, trigliserida, asam urat, kreatinin, kalium, urinalisis)
- EKG

2.7 Tatalaksana
a. Non-farmakologis
- Menerangkan tentang penyakit dan pengobatannya
- Menjelaskan bahwa penyakit ini memiliki banyak faktor
(multifaktorial) dan perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
untuk mengetahui faktor risiko dari penyakit ini

4
- Menjelaskan bahwa penyakit ini tidak dapat disembuhkan secara
total, namun dapat dikontrol asalkan pasien rajin kontrol, teratur
dalam mengkonsumsi obat dan mau mengubah gaya hidup (pola
makan dan olah raga)
- Menjelaskan komplikasi yang dapat terjadi apabila pasien malas
berobat, tidak teratur dalam mengkonsumsi obat dan tidak
mengubah gaya hidup
- Menganjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi garam dan
mulai berolahraga minimal 60 menit/hari , 3x seminggu

b. Farmakologis
- Amlodipin 1 x 5 mg
- Vitamin B complex 1 x 1 tablet

2.8 Prognosis
a. Quo ad Vitam : Bonam
b. Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
c. Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
HIPERTENSI

3.1. Definisi
Hipertensi primer adalah peningkatan tekanan darah pada usia 18
tahun ke atas dengan penyebab yang tidak diketahui. Pada tahun 2017,
American Heart Association (AHA) melakukan perubahan definisi dari
hipertensi, dimana sebelumnya dikatakan hipertensi jika tekanan darah
diatas 140/90 atau lebih, menjadi diatas 130/80 mmHg atau lebih.
Hipertensi sendiri merupakan manifestasi gangguan keseimbangan
hemodinamik sistem kardiovaskular, dimana patofisiologinya multi
faktorial. (AHA, 2017)
Beberapa pasien hanya meningkat tekanan sistoliknya saja disebut
isolated systolic hypertension (ISH), atau yang meningkat hanya tekanan
diastoliknya saja disebut isolated diastolic hypertension (IDH). Ada juga
yang disebut white coat hypertension yaitu tekanan darah yang meningkat
waktu diperiksa di tempat praktik dokter, sedangkan tekanan darah yang
diukur sendiri (home blood pressure measurement / HBPM) ternyata
terukur normal. Hipertensi persisten (sustained hypertension) adalah
istilah tekanan darah yang meningkat baik diukur di klinik maupun di luar
klinik, termasuk di rumah dan juga selama menjalankan aktivitas harian
yang biasa dilakukan. (AHA, 2017)

3.2. Epidemiologi
Hipertensi ditemuakan pada kurang lebih 6% dari seluruh
penduduk dunia, dan merupakan sesuatu yang sifatnya umum pada seluruh
populasi. Terjadi peningkatan prevalesni hipertensi dengan meningkatnya
harapan hidup atau populasi usia lanjut. (Mohani, 2014). Data Riskesdas
tahun 2018 menunjukkan terdapat peningkatan prevalensi hipertensi dari

6
25,8% (Riskesdas 2013) menjadi 34,1%, dan daerah dengan prevalensi
hipertensi tertinggi adalah Kalimantan selatan (44,1%). (Riskesdas, 2018).
Dengan bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin
meningkat, sehingga di atas umur 60 tahun prevalensinya mencapai
65,4%. Bila dari anamnesis pada keluarga didapatkan ada yang didapatkan
hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun risiko menjadi hiperetensi
diperkirakan sekitar empat kali lipat dibandingkan dengan anamnesis pada
keluarga yang tidak didapatkan hipertensi.

3.3. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi diklasifikasikan menjadi :
1. Hipertensi esensial / primer (insidens 80-95%), merupakan
hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
suatu penyakit atau kelainan yang mendasari, seperti penyakit
parenkim ginjal, penyakit renovaskular (stenosis arteri renalis),
hiperaldosteronisme, drug/alcohol induced, dll.

Common causes
Renal parenchymal disease
Renovascular disease
Primary aldosteronism
Obstructive sleep apnea
Drug or alcohol induced
Uncommon causes
Pheochromocytoma/paraganglioma
Cushing’s syndrome
Hypothyroidism
Hyperthyroidism
Aortic coarctation (undiagnosed or repaired)
Primary hyperparathyroidism
Congenital adrenal hyperplasia
Mineralocorticoid excess syndromes other than primary aldosteronism
Acromegaly

Tabel 1. Etiologi Hipertensi Sekunder (AHA, 2017)

7
3.4. Faktor Risiko
Hipertensi primer merupakan penyakit yang bukan hanya disebabkan oleh
satu macam mekanisme, tetapi multifaktorial (interaksi dari berbagai
macam faktor risiko). Faktor risiko tersebut antara lain
1. Usia
Terjadi peningkatan prevalesni hipertensi dengan meningkatnya
harapan hidup atau populasi usia lanjut. (Mohani, 2014). Dengan
bertambahnya umur, angka kejadian hipertensi juga makin meningkat,
sehingga di atas umur 60 tahun prevalensinya mencapai 65,4%.
Seiring bertambahnya usia terjadi akumulasi radikal bebas (ROS
(Reactive Oxygen Speceies)) yang dapat menyebabkan terjadinya stres
oksidatif. Sebuah studi menyebutkan, stres oksidatif berperan dalam
menimbulkan penyakit-penyakit yang merupakan komponen dari
sindrom metabolik, yaitu resistensi insulin, hipertensi, obesitas dan
dyslipidemia (Bonomini, Rodella dan Rezzani, 2015).

2. Keturunan
Bila dari anamnesis pada keluarga didapatkan ada yang didapatkan
hipertensi, maka sebelum umur 55 tahun risiko menjadi hiperetensi
diperkirakan sekitar empat kali lipat dibandingkan dengan anamnesis
pada keluarga yang tidak didapatkan hipertensi. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah
hipertensi.

3. Kolesterol
Kandungan lemak yang berlebih dalam darah Anda, dapat
menyebabkan timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Hal
ini dapat membuat pembuluh darah menyempit dan akibatnya tekanan
darah akan meningkat. Kendalikan kolesterol Anda sedini mungkin.
Untuk tips mengendalikan kolesterol, silahkan lihat artikel berikut:
kolesterol.

8
4. Pola makan dan Kebiasaan
Garam dapat meningkatkan tekanan darah dengan cepat pada
beberapa orang, khususnya bagi penderita diabetes,
penderita hipertensi ringan, orang dengan usia tua, dan mereka yang
berkulit hitam.
Hiperinsulinemia dapat menyebabkan peningkatan reabsorbsi
natrium di ginjal, mempengaruhi transpor kation dan mengakibatkan
hipertropi sel otot polos pembuluh darah dan peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatetik. Semua hal ini menyebabkan peningkatan
tekanan darah dan akhirnya menyebabkan hipertensi (Eckel, 2015).
Kafein yang terdapat pada kopi, teh maupun minuman cola
penyebab hipertensi. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga dapat
menyebabkan hipertensi.
Merokok juga dapat meningkatkan tekanan darah menjadi
tinggi.Kebiasan merokok dapat meningkatkan risiko diabetes,
serangan jantung dan stroke. Karena itu, kebiasaan merokok yang
terus dilanjutkan ketika memiliki tekanan darah tinggi, merupakan
kombinasi yang sangat berbahaya yang akan memicu penyakit-
penyakit yang berkaitan dengan penyakit jantung dan darah.

5. Obesitas / Kegemukan
Konsumsi makanan yang berlebihan menyebabkan semakin besar
proporsi makanan yang dikonversi menjadi lemak (Volk dkk, 2014).
Pertambahan massa lemak ini selalu disertai dengan perubahan
fisiologis tubuh. Obesitas sentral dapat meningkatkan risiko penyakit-
penyakit tertentu, salah satunya hipertensi.

9
6. Stres
Stres dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu
hipertensi.

7. Olahraga
Penyakit kardiovaskular dapat diprediksi melalui kurangnya
aktivitas fisik. Banyak komponen sindrom metabolik yang
berhubungan dengan gaya hidup kurang bergerak atau lebih banyak
duduk (sedentary), peningkatan tekanan darah dan gula darah pada
orang yang rentan secara genetik. (Eckel, 2015).

3.5. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. Patogenesis Hipertensi

10
Hipertensi primer merupakan penyakit yang bersifat multifaktorial,
berbagai mekanisme yang dapat menyebabkan peningakatan tekanan darah
antara lain mekanisme neural, renal, hormonal dan vaskular.

1. Mekanisme neural
Aktivitas berlebih dari sarag simpatis mempunyai peranan penting
pada awal terjadinya hipertensi primer. Pada awalnya terjadi
peningkatan denyut jantun, curah jantung, kadar norepinefrin (NE)
plasma dan urin. Berlebihnya NE di tingkat regional, rangsangan
simpatis post ganglion dan reseptor alfa-adrenergik menyebabkan
terjadinya vasokonstriksi di sirkulasi perifer. Meningkatnya aktivitas
simpatis ini sulit diukur secara klinis.

2. Mekanisme renal
Ginjal merupakan salah satu faktor yang ikut berpeeran dalam
menyebabkan terjadinya kelainan pada ginjal. Dasar dari semua
kelainan yang ada pada hipertensi adalah menurunnya kemampuan
ginjal untuk mengekskresikan kelebihan natrium pada diet tinggi
garam. Retensi natrium dapat meningkatkan tekanan darah melalui 2
cara, yaitu
1. Volume-dependent mechanism : autoregulasi dan produsi dari
ndogenous quabain-like steroids
2. Volume-independent mechanism: angiotensin memberikan efek
pada sistem saraf pusat, menyebabkan peningkatan aktifitas saraf
simpatis, peningkatkan kontraktilitas otot polos pembulu darah
dan hipertrofi myoblast jantung, meningkatan NF-k,
meningkatkan ekspresi AT1R di ginjal serta peningkatan
transforming growth factor (TGF-).

11
3. Mekanisme vaskular
Perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah kecil dan besar
memegang peranan penting saat mulai terjadinya dan progresifitas
hipertensi. Pada beberapa keadaan didapatkan peningkatan tahan
permbuluh darah periger dengan curah jantung yang normal. Terjadi
gangguan keseimbangan antara faktor yang menybebabkan terjadinya
dilatasi dna konstriksi pembuluh darah.
Terjadinya disfungsi endotel juga merupakan penyebab
peningkatan tekanan darah. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya
faktor yang menyebabkan relaksasi pembuluh drah yang dihasilkan
oleh endotel, seperti NO dan meningkatknya faktor yang
menyebabkan terjadinya vasokonstrisi seperti faktor proinflamasi,
protorombotik dan GF.
Seiring berjalannya waktu disfungsi endotel, aktivasi
neurohormonal, inflamasi vascular akan menyebabkan perubahan
pembuluh darah (remodeling) yang memperparah hipertensi.
Gambaran khas dari ini adalah menebanya dinding media arteri
(peningkatan rasio media dan lumen) baik pada arteri besar dan kecil.
RAAS merupakan faktor yang berperan dominan dalam remodeling
ini.

4. Mekanisme hormonal
Aktivasi RAAS merupakan salah satu mekanisme penting yang
berperan dalam retensi natirium oleh ginjal, disfungsi endotel,
inflamasi, dan remodeling pembuluh darah pada hipertensi. Renin
yang dominan diproduksi oleh sel juxtaglomerular yang ada di ginjal
akan berikatan dengan angiotensinogen yang diproduksi di hati
menghasilkan AT1, yang oleh ACE (Angiotensin convertin enzyme)
akan mengubah AT1 menjadi ATII. ATII akan meningkatkan
aktivitas saraf simpatis ke lien dan KGB sehingga mengeluarkan sel T
ke sirkulasi, sel T yang teraktivasi di perivascular fat akan

12
menyebabkan vasokonstriksi dan remodeling vascular. Selain itu sel T
yang teraktivasi akan menyebabkan disfungsi ginjal dan retensi
natrium.

Gambar 2. Mekanisme RAAS

3.6. Gejala Klinis


Data pada sebuah klinik di Paris menyebutkan bahwa dari 1771
penderita penyakit hipertensi yang tidak diobati, mengalami sakit kepala
40,5 %, berdebar 28,5 %, sering buang air kecil waktu malam 20,4 %, rasa
limbung 20,8 %, dan sering mengalami telinga berdengung 13,8 %.
Sebagian besar penderita baru menyadari jika ia telah mengidap
penyakit hipertensi setelah terjadi komplikasi pada organ lain seperti
ginjal, mata, otak, dan jantung.

13
3.7. Klasifikasi Tekanan Darah
Berikut adalah klasifikasi tekanan darah menurut American Heart
Association (AHA) tahun 2017

BP Category SBP DBP

Normal <120 mm Hg and <80 mm Hg

Elevated 120–129 mm and <80 mm Hg


Hg
Hypertension
Stage 1 130–139 mm or 80–89 mm
Hg Hg
Stage 2 ≥140 mm Hg or ≥90 mm Hg

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah (AHA, 2017)

3.8. Diagnosis
Secara sistematik anamnesis dapat dilaksanakan sebagai berikut.
Anamnesis meliputi1 :
1. Lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah

2. Indikasi adanya hipertensi sekunder


 Keluarga dengan riwayat penyakit ginjal (ginjal polikistik)
 Adanya penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, hematuria,
pemakaian obat-obat analgesik dan obat/bahan lain
 Episode berkeringat sakit kepala, kecemasan, palpitasi
(feokromositoma)
 Episode lemah otot dan tetani (aldosteronisme)

14
3. Faktor-faktor risiko
 Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien
 Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
 Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
 Kebiasaan merokok
 Pola makan
 Kegemukan, intensitas olahraga
 Kepribadian

4. Gejala kerusakan organ


 Otak dan mata: sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan,
transient ischemic attacks, defisit sensoris atau motoris
 Jantung: palpitasi, nyeri dada, sesak, bengkak kaki, tidur dengan
bantal tinggi (lebih dari 2 bantal)
 Ginjal: haus, poliuria, nokturia, hematuri, hipertensi yang disertai
kulit pucat anemis
 Arteri perifer: ekstremitas dingin, klaudikasio intermiten
5. Pengobatan anti hipertensi sebelumnya
6. Faktor-faktor risiko pribadi, keluarga dan lingkungan

3.9. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang juga dapatt dilakukan pada kasus
hipertensi. Beirkut adalah beberapa pemeriksaan dasar dan optional yang
bisa dilakukan

15
Basic testing Fasting blood glucose*
Complete blood count
Lipid profile
Serum creatinine with eGFR*
Serum sodium, potassium, calcium*
Thyroid-stimulating hormone
Urinalysis
Electrocardiogram
Optional testing Echocardiogram
Uric acid
Urinary albumin to creatinine ratio

Tabel 3. Pemeriksaan Penunjang Kasus Hipertensi (AHA, 2017)

Pemeriksaan Kerusakan Organ Target


Pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target
dilakukan bila ada kecurigaan yang didukung oleh keluhan dan gejala
pasien, meliputi:
1. Jantung: pemeriksaan fisik, foto polos dada (untuk melihat
perbesaran jantung, kondisi arteri intratoraks dan sirkulasi
pulmoner), elektrokardiografi (untuk deteksi iskemia, gangguan
konduksi, aritmia, serta hipertrofi ventrikel kiri), ekokardiografi
2. Pembuluh darah : pemeriksaan fisik termasuk perhitungan pulse
pressure, ultrasonografi (USG) karotis, fungsi endotel
3. Otak : pemeriksaan neurologi, diagnosis stroke ditegakkan dengan
menggunakan CT scan atau MRI
4. Mata : funduskopi retina
5. Fungsi ginjal : pemeriksaan fungsi ginjal dan penentuan adanya
proteinuria/mikro-makroalbuminuria serta rasio albumin kreatinin
urin, perkiraan laju filtrais glomerulus1

16
3.10. Penatalaksanaan
Berikut adalah diagram penatalaksanaan hipertensi menurut AHA (2017)

BP thresholds and recommendations for treatment and follow-up

Normal BP Elevated BP Stage 1 hypertension


Stage 2 hypertension
(BP <120/80 (BP 120–129/<80 (BP 130–139/80-89
(BP ≥ 140/90 mm Hg)
mm Hg) mm Hg) mm Hg)

Clinical ASCVD
Nonpharmacologic
Promote optimal or estimated 10-y CVD risk
therapy
lifestyle habits ≥10%*
(Class I)

No Yes

Nonpharmacologic Nonpharmacologic therapy


Reassess in Reassess in Nonpharmacologic
therapy and and
1y 3–6 mo therapy
BP-lowering medication BP-lowering medication†
(Class IIa) (Class I) (Class I)
(Class I) (Class I)

Reassess in Reassess in
3–6 mo 1 mo
(Class I) (Class I)

BP goal met

No Yes

Assess and Reassess in


optimize 3–6 mo
adherence to (Class I)
therapy

Consider
intensification of
therapy

Gambar 2. Tatalaksana Hipertensi (AHA, 2017)

17
Pada pasien dengan dengan tekanan darah normal, lakukan
pemeriksaan tekanan darah ulang setiap tahun dan berikan dorongan untuk
healthy lifestyle untuk mempertahankan tekanan darah. Pada pasien
dengan peningkatan tekanan darah (elevated BP), rekomendasikan untuk
melakukan perubahan gaya hidup dan lakukan pemeriksaan ulang dalam
3-6 bulan.
Pada pasien dengan hipertensi stage 1, lakukan pemeriksan 10-year
risk for heart disease and stroke (ASCVD risk calculator). Jika risiko
<10% rekomendasikan untuk melakukan perubahan gaya hidup dan
lakukan pemeriksaan ulang dalam 3-6 bulan, jika risiko >10% (pasien
memiliki penyakit kardiovaskular, DM, penyakit ginjal kronik) berikan
satu macam obat antihipertensi dan lakukan pemeriksaan kembali setelah 1
bulan. Jika target tekanan darah tercapai lanjutkan pemberian obat dan
periksa kembali setalah 3-6 bulan, jika tidak menurun pertimbangkan
penggantian obat dan kontrol setiap bulan hingga target tekanan darah
tercapai.
Pada pasien dengan hipertensi stage 2, rekomendasikan perubahan
gaya hidup dan berikan 2 macam obat anti hipertensi (dari 2 golongan
yang berbeda). Lakukan kontrol setiap bulan hingga target tekanan darah
tercapai dan selanjutnya dilanjutkan dengan kontrol setiap 3-6 bulan.

Perubahan Gaya Hidup


Tatalaksanan secara non farmakologis yang bisa dilakukan adalah
perubahan gaya hidup. Berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan
1. Menurunkan berat badan pada pasien dengan obesitas
Terjadi penurunan 1 mmHg tekanan darah setiap penurunan 1 kg berat
badan (AHA,2017).
2. Pola makan sehat (DASH / Dietary Approaches to Stop Hypertension)
Mengganti makanan tidak sehat dengan memperbanyak asupan
sayuran dan buah-buahan, whole grains dan low-fat dairy products

18
dapat memberikan manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah,
seperti menghindari diabetes dan dislipidemia.
1. Mengurangi konsumsi garam
Dianjurkan untuk asupan garam tidak melebihi 2 gr/ hari.
2. Suplemen potassium, dikontraindikasikan untuk pasien CKD
3. Peningkatan aktivitas fisik
Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 90-150 menit/
hari (aerobic dan/atau resistensi dinamik) minimal 3 hari/ minggu,
dapat menolong penurunan tekanan darah. Terhadap pasien yang
tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus, sebaiknya
harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda
atau menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat
kerjanya.
4. Menghindari konsumsi alkohol dan merokok
Mengurangi konsumsi alkohol. Walaupun konsumsi alcohol belum
menjadi pola hidup yang umum di negara kita, namun konsumsi
alkohol semakin hari semakin meningkat seiring dengan
perkembangan pergaulan dan gaya hidup, terutama di kota besar.
Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas
per hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan
demikian membatasi atau menghentikan konsumsi alcohol sangat
membantu dalam penurunan tekanan darah.
Walaupun hal ini sampai saat ini belum terbukti berefek langsung
dapat menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah
satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular, dan pasien
sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

Terapi Farmakologi
Obat anti hipertensi terdiri dari beberapa jenis, sehingga memerlukan
strategi terapi untuk memilih obat sebagai terapi awal, termasuk
mengkombinasikan beberapa obat anti hipertensi. Asessmen awal meliputi

19
identifikasi faktor risiko, komorbid, dan adanya kerusakan organ target
memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan pemilihan obat
antihipertensi.
Untuk inisiasi pengobatan hipertensi, lini pertama obat antihipertensi
antara lain thiazide (diuretic), CCB (Calcium – Channel Blocker), ACEi
(ACE inhibitor) atau ARB (Angiotensin Receptor Blocker). (AHA, 2017).

20
Tabel 4. Obat Anti Hipertensi Lini Pertama (AHA, 2017)

Kombinasi dua obat dosis rendah direkomendasikan untuk kondisi TD


>20/10 mmHg di atas target dan tidak terkontrol dengan monoterapi.
Secara fisiologis konsep kombinasi 2 obat (dual therapy) cukup logis,
karena respon terhadap obat tunggal sering dibatasi oleh mekanisme
counter aktivasi. Sebagai contoh kehilangan air dan sodium oleh thiazide
akan dikompensasi oleh RAAS sehingga akan membatasi efektivitas
thiazide dalam menurunkan tensi. Kombinasi 2 golongan obat dosis rendah
yang direkomendasikan adalah diuretic dengan ACEi, ARB atau CCB ;
atau ACEi dengan CCB. Kombinasi pengobatan hipertensi pada pasien
yang kompleks yang memerlukan tambahan konsultasi.

21
Tabel 5. Mekanisme Kerja dan Efek Samping Obat Antihipertensi

22
3.11. Pencegahan
Pencegahan penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan
pengendalian faktor resiko, antara lain :
- Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan. Risiko relatif
untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih
(overweight). Dengan demikian obesitas harus dikendalikan dengan
menurunkan berat badan.
- Mengurangi asupan garam. Pengurangan asupan garam secara drastis akan
sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok
teh) per hari pada saat memasak dan untuk penderita hipertensi maksikal 2
gram perhari. Penderita hipertensi harus dapat membatasi konsumsi
makanan yang mengandung kadar garam atau natrium tinggi seperti ikan
asin, telur asin, kecap asin, camilan asin serta makanan yang diawetkan
dan mengandung zat monosodium glutamat seperti ikan sarden, daging
kalengan, sayur kalengan, serta jus buah kalengan. Natrium bisa
menyebabkan menumpuknya cairan tubuh yang pada banyak orang bisa
menimbulkan tekanan darah tinggi.
- Diet rendah lemak. Diet ini dapat dilakukan dengan mengurangi makanan
berlemak atau berminyak, serpti daging berlemak, daging kambing, susu
full cream dan kuning telur. Konsumsi makanan secara seimbang dan
bervariasi haru terus dilakukan seperti memperbanyak makanan breserat
misalnya sayuran dan buah-buahan
- Ciptakan keadaan rileks atau manajemen stres Berbagai cara relaksasi
seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat menontrol sistem syaraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah. Stres berlebihan di tempat
kerja dapat memicu timbulnya hipertensi, oleh karena itu perlu
mengendalikan stres dengan melakukan latihan relaksasi seperti meditasi
dan yoga

23
- Melakukan olah raga teratur Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan
cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan
dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang
ujungnya dapat mengontrol tekanan darah.
- Berhenti merokok Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah
sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti
nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke
dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,
dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada
studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan
adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok juga
meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke
otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin
meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri.

3.12. Komplikasi
Hipertensi merupakan faktor risiko untuk terjadinya segala bentuk
manifestasi klinik dari arterosklerosis. Hipertensi dapat miningkatkan
risiko untuk terjadinya kejadian kardiovaskular dan kerusakan organ
target, baik langsung maupun tidak langsung. Mortalitas meningkat dua
kali pada setiap kenaikan tekanan darah sebesar 20/10 mmHg. Pada
keadaan dengan tekanan darah prehipertensi, terjadi kenaikan kejadian
kardiovasular 2,5 kali pada wanita dan 1,6 kali pada pria dibanging pada
tekanan darah normal.
Berikut adalah beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan
kejadian penyakit kardiovaskular pada penderita hipertensi.

24
Modifiable Risk Factors* Relatively Fixed Risk Factors†
• Current cigarette smoking, • CKD
secondhand smoking • Family history
• Diabetes mellitus • Increased age
• Dyslipidemia/hypercholesterolemia • Low socioeconomic/educational
• Overweight/obesity status
• Physical inactivity/low fitness • Male sex
• Unhealthy diet • Obstructive sleep apnea
• Psychosocial stress

Tabel 6. Faktor risiko penyakit kardiovaskular pada hipertensi

Komplikasi yang bisa timbul antara lain


Organ Target Komplikasi
Jantung LVH, angina, IMA, gagal jantung kongestif
Ginjal Penyakit ginjal kronis
Mata Reinopati
Otak Stroke, trasnsient-ischemic attack
Pembuluh darah Penyakit arteri perifer (PAD)

Tabel 7. Komplikasi Hipertensi berdasarkan organ target

3.13. Prognosis
Hipertensi adalah the disease cardiovascular continuum yang akan
berlangsung seumur hidup sampai pasien meninggal akibat kerusakan
target organ (TOD), baik secara langsung maupun tidak langsung.
Mortalitas meningkat dua kali pada setiap kenaikan tekanan darah sebesar
20/10 mmHg. Pada keadaan dengan tekanan darah prehipertensi, terjadi
kenaikan kejadian kardiovasular 2,5 kali pada wanita dan 1,6 kali pada
pria dibanging pada tekanan darah normal.
Hipertensi yang tidak diobati meningkatkan 35% semua kematian
akibat kardiovaskular, 50% kematian stroke, 25% kematian PJK, 50%
penyakit jantung kongestif, 25% semua kematian prematur (mati muda),

25
serta menjadi penyebab tersering untuk terjadinya penyakit ginjal kronis
dan penyebab gagal ginjal terminal.1
Pada banyak uji klinis, pemberian obat antihipertensi akan diikuti
penurunan insiden stroke 35%-40%, infark miokard 20%-25%, dan lebih
dari 50% gagal jantung. Diperkirakan penderita hipertensi stadium 1 (TDS
140-159 mmHg dan/atau TDD, 90-99 mmHg) dengan faktor risiko
kardiovaskular tambahan, bila berhasil mencapai penurunan TDS sebesar
12 mmHg yang dapat bertahan selama 10 tahun, maka akan mencegah satu
kematian dari setiap 11 penderita yang telah diobati.

26
BAB IV
ANALISIS KASUS

Dari anamnesis didapatkan pasien perempuan, 54 tahun, mengeluh sering


sakit kepala sejak 2 tahun yang lalu. Keluha ini juga disertai dengan rasa berat di
tengkuk dan berdebar-debar. Pasien sudah pernah berobat sebelumnya dan
diberikan obat anti hipertensi Amlodipine 1x5 mg. Pasien mengaku hanya minum
obat saat kepala sakit dan tidak rajin control setiap obat habis. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan kesadaran CM, tekanan darah 145/93 mmHg; nadi, laju
pernapasan dan suhu tubuh dalam batas normal; BB 63 kg dan TB 169 cm (IMT
25,97 (overweight)).
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dapat didiagnosis banding
dengan hipertensi primer, hipertensi sekunder dan spasme otot leher. Hipertensi
sekunder bisa disingkirkan karena pasien tidak memiliki penyakit lain yang dapat
dapat mendasari terjadinya hipertensi, seperti penyakit parenkim ginjal, penyakit
renovaskular (stenosis arteri renalis), hiperaldosteronisme, drug/alcohol induced,
dll. Spasme otot leher juga dapat disingkirkan karena keluhan berat di tengkuk
berkurang setelah pemberian obat antihipertensi.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah tatalaksana secara non-
farmakologis dan farmakologis. Tatalaksana non-farmakologis antara lain
menganjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi garam dan mulai berolahraga
minimal 60 menit/hari , 3x seminggu. Tatalaksana farmakologis yang diberikan
adalah Amlodipine 1x5 mg dan Vitamin B complex 1x1 tab. Amlodipine dipilih
karena merupakan salah satu lini pertama obat anti-hipertensi. Vitamin B
diberikan karena penelitian menyebutkan vitamin B terbukti efektif dalam
mengontrol tekanan darah sistolik dan mencegah stres oksidatif yang dapat
memicu terjadinya vasokonstriksi.
Edukasi yang diberikan adalah menjelaskan bahwa penyakit ini tidak dapat
disembuhkan secara total, namun dapat dikontrol asalkan pasien rajin kontrol,
teratur dalam mengkonsumsi obat dan mau mengubah gaya hidup (pola makan
dan olah raga) dan komplikasi yang dapat terjadi apabila pasien malas berobat,
tidak teratur dalam mengkonsumsi obat dan tidak mengubah gaya hidup.

27
DAFTAR PUSTAKA

American College of Cardiology. 2017. 2017 Guideline for the Prevention,


Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults –
Guidelines Made Simple. ACC & AHA, Amerika Serikat.

Arisman. 2011. Obesitas, Diabetes Melitus dan Displipiemia. EGC, Jakarta,


Indonesia, hal. 3‒6; 200‒203.

Bonomini, F., L. Rodella dan R. Rezzani. 2015. Metabolic syndrome, aging and
involvement of oxidative stress. 6 (2): 109.

Eckel, R. H. 2015. The Metabolic Syndrome. Dalam: Kasper, D. L. dkk.


Harrison’s Principile of Internal Medicine 19th Edition Volume 2 (Halaman
2449‒2454). Mc Graw Hill Education, Amerika Serikat.

Volk, B., dkk. 2014. Effects of step-wise increases in dietary carbohydrate on


circulating saturated fatty acids and palmitoleic acid in adults with
metabolic syndrome. PLoS One. 9 (11): 1‒16.

Mohani, CI. 2014. Hipertensi Primer. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakti Dalam
Jilid II Edisi IV (Halaman 2284-2293). InternaPublishing, Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai