Anda di halaman 1dari 27

TINEA CAPITIS

Muhammad Galih Wibisono, S.Ked
04084881820003

1
Pembimbing: 
dr. Susanti Budiamal, SpKK(K), FINSDV, 
FAADV
PENDAHULUAN 
 Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung 
zat tanduk.
 Stratum korneum pada epidermis
 Rambut
 Kuku

 Tinea kapitis merupakan penyakit dermatofitosis mengenai kulit 
dan rambut scalp.
 Kemerah­merahan
 Skuama
 Alopesia 
 Kerion

 Pada umumnya mengenai paling banyak pada anak­anak dengan 
rentan usia 2­14 tahun.
2
 SKDI 4A
EPIDEMIOLOGI
Dermatofita berdasarkan habitat

Antropofilik Zoofilik Geofilik


T. concentricum M. canis M. gypseum
T. tonsurans M. equinum M. fulvum
T. schoenleinii M. gallinae M. nanum
T. rubrum M. persicolor M. praecox
T. megnini T. mentagrophytes M. racemosum
T. mentagrophytes T. verrucosum M. vanbreuseghemii
T. youndei T. sarkisovii M. cookie
T. soundanense
M. audouinii
M. ferrugineum 3
E. floccosum
ETIOPATOGENESIS
 Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, 
 Mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik 
 Kemampuan melekat pada kulit dan mukosa pejamu 
 Kemampuan untuk menembus jaringan pejamu
 Mampu bertahan dalam lingkungan pejamu

 Terjadinya infeksi dermatofit melalui tiga langkah 
utama, yaitu: 
1) perlekatan pada keratinosit
2) penetrasi melewati dan di antara sel
3) serta pembentukan respon pejamu

4
PERLEKATAN DERMATOFIT PADA KERATINOSIT 

 Perlekatan  artrokonidia  pada  jaringan  keratin 


dimediasi  oleh  serabut  dinding  terluar 
dermatofit  yang  memproduksi  keratinase 
(keratolitik)  yang  dapat  menghidrolisis  keratin 
dan  memfasilitasi  pertumbuhan  jamur  ini  di 
stratum korneum.  

5
PENETRASI DERMATOFIT MELEWATI DAN DI 
ANTARA SEL

 Spora  harus  tumbuh  dan  menembus  masuk 


stratum  korneum  dengan  kecepatan  melebihi 
proses deskuamasi. 

 Proses  penetrasi  menghasilkan  sekresi 


proteinase,  lipase,  dan  enzim  musinolitik,  yang 
menjadi nutrisi bagi jamur.

 Diperlukan waktu 4–6 jam untuk germinasi dan 
penetrasi  ke  stratum  korneum  setelah  spora 
melekat pada keratin
6
1) Penyamaran,
Membentuk biofilamen, suatu polimer ekstra sel, 
sehingga jamur dapat bertahan terhadap fagositosis.

2) Pengendalian, 
Adhesin pada dinding sel jamur berikatan dengan CD14 
dan komplemen C3 (CR3, MAC1) pada dinding makrofag 
yang berakibat aktivasi makrofag akan terhambat.

3) Penyerangan,
 Mensekresi protease  menurunkan barrier jaringan 
sehingga memudahkan proses invasi oleh jamur, 
 Memproduksi siderospore suatu molekul penangkap 
zat besi yang dapat larut untuk kehidupan aerobik.  7
RESPONS IMUN PEJAMU 

 Imunitas alami (Non Spesifik) yang memberikan 
respons cepat

1) Struktur, keratinisasi, dan proliferasi epidermis, 
bertindak sebagai barrier terhadap masuknya 
dermatofit. 
2) Adanya akumulasi netrofil di epidermis menghambat 
pertumbuhan dermatofit melalui mekanisme 
oksidatif.
3) Adanya substansi anti jamur, antara lain unsaturated 
transferrin dan 2­makroglobulin keratinase inhibitor 
dapat melawan invasi dermatofit.
  8
  imunitas adaptif (Spesifik) yang memberikan 
respons lambat

 infeksi dermatofit membangkitkan baik imunitas 
humoral maupun cell­mediated immunity (CMI)

 Pembentukan CMI yang berkorelasi dengan Delayed 
Type Hypersensitivity (DTH)

 Kekurangan CMI dapat mencegah suatu respon 
efektif sehingga berpeluang menjadi infeksi 
dermatofit kronis atau berulang
9
 Infeksi tinea kapitis terjadi melalui tiga tipe jenis invasi 
rambut yaitu invasi rambut ektotriks, endotriks, dan favus

10
GAMBARAN KLINIS
Gambaran tinea kapitis dapat luas tergantung pada 
organisme penyebab, tipe invasi rambut, dan derajat 
pertahanan pejamu terhadap respon noninflamasi dan 
inflamasi

11
GREY PATCH RINGWORM 

 Rambut yang terinfeksi 
menjadi abu­abu dan 
kusam tidak mengkilat

 Rambut putus kurang 
lebih 1 cm di atas 
permukaan kulit

 Dapat terbentuk 
alopesia setempat. 

12
BLACK DOT RINGWORM 
 jamur antropofilik 
endotrik T. Tonsurans 
dan T. Violaceum

 Tampak alopesia dengan 
bintik­bintik hitam yang 
merupakan ujung­ujung 
rambut yang terputus 
tepat pada permukaan 
kulit  sehingga didebut 
black dot 

13
KERION
 Reaksi peradangan yang 
berat pada tinea kapitis. 

 spectrum peradangan mulai 
yang ringan yaitu eritem, 
papula, krusta, pustular 
folikulitis, 

 sampai berat sebagai kerion 
berupa massa yang menonjol 
dipenuhi potongan­potongan 
rambut yang terputus, 
krusta dan pus

 Pasien dapat mengalami 
limfadenopati di posterior  14
servikal, nyeri dan demam. 
FAVUS
 inflamatori kronik yang 
disebabkan oleh infeksi T. 
schoenleinii
 Ditandai oleh bercak­bercak 
eritema folikuler disertai 
skuama ringan peri­folikuler 
dan invasi hifa yang progresif 
menggelembungkan folikel 
sehingga terjadi papul­papul 
kekuningan. Kemudian 
terjadi krusta kekuningnan 
cekung (Skutula)
 Bergabung dengan skutula 
lain membentuk gabungan 
yang besar, melekat, berbau 
seperti keju yang tidak 
enak/bau tikus (mousy odor). 
15
 Scarring alopecia
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit Prevalensi Predileksi Manifestasi
Dermatitis - laki-laki kepala, alis, dahi, telinga, - skuama berminyak kuning,
Seboroik - puncak usia 18-40 pinggir kelopak mata, dasar eritem, kronik, batas
tahun paranasal (daerah sebacea kurang/tidak tegas
yang banyak dan aktif) - rambut rontok
- papul pada pipi, hidung dan
dahi
Dermatitis Atopik - Perempuan Fase anak: wajah, leher, - plak papular eritem
- Anak dan bayi bagian flexural extremitas berskuama, plak liken
Fase dewasa: bagian - hipo/hiperpigmentasi
flexural extremitas - rasa gatal yang hebat
- kronik-residif
- riwayat atopi pada keluarga
Psoriasis - Laki-laki dewasa scalp, batasan dengan - bercak eritem tegas
- perempuan: daerah muka, ekstensor, sirkumskrip, plak
pubertas dan siku, lutut, lumbosakral, - fenomena Koebner, auspitz,
menopause kuku dan tes lilin positif
- gatal ringan
- skuama tebal, berlapis-lapis
putih
Alopesia Areata - anak-anak kulit kepala, alis jenggot, - bercak kerontokan rambut,
- dewasa muda <25 dan bulu mata bulat lonjong, tepi daerah
tahun kebotakan ada bulbus yang
atropi
- tanpa tanda radang 16
- batang rambut ke arah
pangkal semakin halus
DIAGNOSIS
Anamnesis
 subjektif keluhan pasien adalah gatal

Pemeriksaan Fisik
  Adanya limpadenopati bersamaan dengan alopesia dan/atau 
squama 

 Adanya papul kecil eritematomatosa disekitar kulit kepala, alis 
mata dan bulu mata.

  Setelah beberapa hari berubah menjadi pucat dan keabu­abuan, 
kusam, tidak bercahaya dan rapuh.

  Rambut bisa menjadi patah beberapa milimeter dari permukaan 
kulit kepala. 

17
 “Boggy red areas” merupakan gambaran dari inflamasi yang berat, 
dimana dijumpai pustul dan keadaan inilah yang dinamakan kerion. 
PEMERIKSAAN PENUNJANG LAMPU WOOD

Menyorotkan cahaya UV dengan panjang gelombang 365 nm
di ruangan yang gelap

Jamur Ektotriks Jamur Endotriks


Yellow-green fluorescence Dull gray-green fluorescence
M. audouinii T. schoenleinii
M. canis
M. ferrugineum
Tidak berflouresensi Tidak berflouresensi
M. fulvum T. gourvillii
M.gypseum T. soundanense
T. megninii T. tonsuran
T. mentagrophytes T. violaceum
T. rubrum T. yaoundei
18
T. verrucosum
DERMOSKOPI

 Akan tampak Black 
Dot pada rambut.  
‘comma­shaped’ 
sering tampak pada 
anak­anak dengan 
infeksi ectothrix.

19
PEMERIKSAAN KOH 

 Kalium hidroksida (KOH) membantu dalam 
visualisasi hifa dan konfirmasi diagnosis 
dermatofita 

 spesimen  berasal dari beberapa rambut yang 
lepas pada daerah yang terkena. 

 Pada tinea kapitis, tampak batang rambut 
dengan spora dermatofit di sekitarnya.

20
BIAKAN
 Untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat 
perlu dilakukan biakan pada pasien dengan 
kerion dan lesi basah dari pemeriksaan biakan. 
 Caranya dengan mencabut sedikit rambut atau 
menusuk lesi yang berisi nanah pada area 
kepala yang terkena. 
 Gosokkan ujung kapas steril pada lesi untuk 
mengambil spesimen. 
 Pembiakan dapat dilakukan pada Agar 
Dekstrosa Sabouraud (SDA)

21
PENATALAKSAAN
Umum 

 Menjelaskan pada pasien bahwa penyakitnya disebabkan oleh jamur.

  Menjelaskan pada pasien bahwa harus meminum obat dengan 
patuh. 

 Pasien diberitahukan bila rambut tumbuh kembali secara perlahan, 
diperlukan waktu 3­6 bulan. 

 Bila ada kerion dapat terjadi beberapa sikatrik dan alopesia 
permanen. 

 Mencuci berulang kali untuk sisir rambut, sikat  rambut, handuk, 
boneka dan pakaian pasien, dan sarung bantal pasien dengan air 
22
panas dan sabun atau lebih baik di buang.
PENATALAKSANAAN

Khusus

 Topikal 

 Shampoo antijamur seperti ketokonazol, selenium 
sulfide 2­3 kali sepekan. 

 Shampoo ini hanya dapat menghilangkan skuama 
dan eradikasi spora yang dapat menurunkan 
penyebaran penyakit ke orang lain.

23
PENATALAKSANAAN
 Sistemik
Griseofulvin Terbinafin Itrakonazol Flukonazol
20-25 mg/kg/hari 3-6 mg/kg/hari 5 mg/kg/hari 2-4 6 mg/kg/hari, 20 hari 8
maksimal 1 g/hari. 6- <20 kg = 62,5 mg/hari. pekan. mg/kg/pecan selama 4-
8 pekan 20-40 kg = 125 mg/hari. 8 pekan.
>40 kg= 250 mg/hari. Dosis denyut diberi 1
Diteruskan 2 pekan Lama terapi 2 pekan pekan dalam sebulan,
setelah gejala hilang. tetapi untuk M. canis 8 selama 2-3 dosis.
pekan

24
PROGNOSIS

 Perlunya pemantauan berkala

 Penyebab terjadinya kegagalan terapi yaitu
 Reinfeksi, 
 Organisme jamur yang relatif tidak sensitif terhadap obat, 
 Absorbsi obat yang tidak terlalu optimal dan 
 Kurangnya kepatuhan pasien karena pengobatan yang lama. 

 Jika jamur masih dapat diisolasi dari lesi pada kulit yang 
telah diterapi dengan maksimal, tetapi secara klinis ada 
perbaikan, yang direkomendasikan dari keadaan ini 
adalah terus memberikan terapi yang sama selama satu 
bulan lagi. 
25
KOMPLIKASI

Jika pengobatan tidak adekuat adalah
 Skar, 

 alopesia permanen dengan jaringan sikatrik,

  superinfeksi dengan bakteri (impetigo), 

 hingga perubahan warna kulit.

26
KESIMPULAN
 Tinea kapitis merupakan infeksi dermatofita pada 
kepala paling banyak pada anak­anak. 
 Tinea kapitis dibagi menjadi dua yaitu tipe inflamasi 
dan noninflamasi. 
 Penegakkan diagnosis tinea kapitis adalah dengan 
anamnesis dan pemeriksaan fisik sesuai dengan 
gambaran klinis, dan pemeriksaan penunjang 
menggunakan KOH serta kultur. 
 Diagnosis banding tinea kapitis adalah alopesia areata, 
dermatitis atopik, dermatitis seboroik, trikotilomania, 
psorasis, pioderma, dan liken simplek kronis. 
 Tatalaksana pasien secara umum adalah dengan KIE, 
tatalaksana khusus berupa obat sistemik antifungal dan 
obat topikal. 
 Prognosis pasien tinea kapitis baik dengan pengobatan  27
adekuat.

Anda mungkin juga menyukai