Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

INFANTILE MASTURBATION

22222222222

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Referat


Kepaniteraan Klinik Ilmu Anak

Disusun oleh:
Ariesta Nurfitria Khansa I4061192078

Pembimbing:
dr. Dina Frida, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KLINIK ILMU ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOEDARSO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui referat dengan judul:

INFANTILE MASTURBATION

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Anak

Pembimbing Pontianak, Oktober 2021

dr. Dina Frida, Sp. A Ariesta Nurfitria Khansa


I4061192078

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masturbasi atau stimulasi genitalia merupakan perilaku manusia yang wajar
dan diyakini terjadi pada hampir 90 - 94% pria dan 50 - 60% wanita selama masa
hidup mereka.1 Infantile masturbation (IM) biasanya dimulai pada usia 3 bulan dan
mencapai puncak pada usia 3 tahun. Dokter anak secara umum menyadari fakta
bahwa aktivitas masturbasi infantil dan pra-remaja terjadi, namun kurang menyadari
spektrum pola perilaku yang berbeda. Aktivitas mastubatori pada bayi dan anak
kecil sangat sulit dikenali karena seringkali tidak melibatkan manual stimualsi
genitalia.2
Meskipun masturbasi infantil biasa terjadi pada anak-anak akan tetapi sering
kali terjadi kesalahan dalam mendiagnosis, terutama apabila stimulasi genital
dengan tangan tidak ada sehingga sering dianggap sebagai epilepsi, nonepileptic
paroxysmal movement disorder atau bahkan gangguan pencernaan seperti
gastroesophageal reflux disesase (GERD). Di antara ketiga hal tersebut paling
sering didiagnosis sebagai epilepsi dan pasien mendapatkan terapi obat epilepsi.
Tidak jarang juga yang mendiagnosis sebagai gangguan gerak atau movement
disorders.3
Pengetahuan tentang berbagai manifestasi dari masturbasi infantil dan
tingginya indeks kecurigaan adalah prasyarat untuk diagnosis yang berhasil.
Rekaman video dari kejadian sangat berperan penting dan membantu dalam
mendiagnosis masturbasi infantil. Pada kasus dimana dicurigai sebuah epilepsy,
electroencephalography (EEG) mempunyai peran yang sangat penting dimana bila
didaptkan hasil normal maka diagnosis epilepsi dapat disingkirkan.
Pada referat ini akan dibahas bagaimana mendiagnosis suatu masturbasi
infantil sehingga didaptkan diagnosis yang tepat serta tatalaksana masturbasi
infantil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah
Sebelum abad ke 20, masturbasi umumnya disebut sebagai progenitor dari
gangguan neuropsikiatri. Namun dalam pandangan psikoanalisis Sgmund Freud,
masturbasi dikatakan berkontribusi untuk terjadinya neurasthenia dan hysteria.
Akhir tahun 1912, Freud bersikeras masturbasi menyebabkan ganggan organic dan
psikis. Felix Gattel, seorang murid Freud, menyadari di tahun 1898 bahwa
masturbasi merupakan hal yang biasa terjadi pada anak-anak terutama perempuan.1

2.2 Definisi dan Prevalensi


MI didefinisikan sebagai stimulasi mandiri pada alat genitalia oleh anak
prepubertas. Istilah ini belum dimasukkan kedalam DSM-IV oleh American
Psychiatric Association, sehingga istilah ini tidak diklasifikasikan secara spesifik
sebagai gangguan psikiatri. WHO menempatkan MI di dalam bagian “Other
specified behavioural and emotional disorders with onset usually occurring in
childhood and adolescence” (F98.8) di dalam ICD-10. Namun pendapat lain yang
berbeda, istilah masturbasi berasal dari kata latin “manus” yang berarti tangan dan
“stupration” yang berarti kebohongan batin.
Gratification disorder juga dikenal sebagai suatu bentuk dari perilaku
masturbasi yang sering sekali keliru dengan epilepsi, nyeri perut, distonia
paroksismal atau dyskinesia. Salah satu ciri pembeda penting dari masturbasi masa
kanak-kanak adalah bahwa perilaku sering berhenti jika anak menjadi terganggu,
membantu membedakan masturbasi dari diagnosis banding lainnya. Meskipun kerap
disebut sebagai 'kelainan', ini merupakan varian perilaku normal yang terlihat di
masa kanak-kanak. Bagaimana mekanisme terjadinya masih kurang dipahami,
namun dikaitkan dengan ketegangan, kebosanan, kegembiraan, infeksi genital, dan
kurangnya stimulasi.
Saat ini dapat diterima bahwa masturbasi adalah bagian normal dari perilaku
seksual manusia, dimana terjadi pada 90-94% laki-laki dan 50-60% perempuan pada
suatu waktu dalam kehidupan mereka. Hal ini terjadi pada anak-anak antara usia 3
bulan dan 3 tahun, meningkat usia 6-11 tahun dengan puncaknya dekade kedua pada
sekitar usia remaja. Frekuensi rata-rata terjadi antara dua dan empat kali sehari.
Ditemukan juga bahwa perilaku biasanya berlangsung dari 3,9 hingga 10,0 menit.1,3

2.3 Perkembangan Psikoseksual Normal dan Masturbasi pada Anak


Meskipun tidak terdapat perubahan signifikan pada perkembangan fisik
fungsi seksual sejak lahir dan pubertas, namun perkembangan psikoseksual dimulai
sejak bayi. Anak-anak mulai sering mengeksplorasi dan bereksperimen di tahun
perpubertasnya. Hal ini berkebalikan dengan apa yang awalnya dikatakan oleh
psikoanalitik. Seorang bayi akan mulai mengenali dunia sekitarnya, termasuk
tubuhnya. Temuan bagian tubuh yang menurutnya menyenangkan akan membuat
dirinya kagum dan berujung pada masturbasi karena anak akan bereaksi dengan
keinginan insting dan mencari kesenangan.4,5
Dalam sebuah studi, frekuensi perilaku seksual anak dinilai oleh ibunya
menggunakan CSBI dan CBCL. Penulis mengeksklusikan anak dengan sejarah atau
kecurigaan akan kekerasan seksual untuk mengontrol sampel. Hasilnya sama dengan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dan menunjukkan adanya spectrum
luas dari perilaku seksual yang ada pada anak dengan beragam frekuensi. Stimulasi
mandiri menjadi salah satu dari perilaku seksual yang sering dilakukan anak.
Perilaku yang lebih intrusive jarang ditemukan pada anak normal. Perilaku seksual
juga memperlihatkan hubungan yang terbalik dengan usia, dengan usia puncak yaitu
pada umur 5 tahun untuk anak laki-laki dan perempuan. Setelah memasuki usia ini,
terjadi penurunan dalam berperilaku seksual untuk kedua jenis kelamin. Penurunan
ini tidak berkelanjutan, dan sepertinya terjadi dalam beberapa fase seperti fase
presekolah (2-5 tahun), masa pertengahan (6-9 tahun), dan prapubertas (10-12
tahun). Hal ini dapat dijelaskan dari sisi sosial di mana bayi belajar untuk
beradaptasi dengan norma sosial dan budaya. Normalnya, anak yang sedang
berkembang akan belajar untuk menjadi berhati-hati dan selektif terhadap perilaku
atau kebiasaan tertentu.
.

Tabel 1. Frekuensi perilaku seksual pada anak laki-laki dan perempuan.

Penulis melabeli perilaku ini sebagai perilaku yang lebih berkembang.


Sehingga MI adalah perilaku yang biasa dan lebih berkembang di antara anak
yang dijadikan responden. MI untuk anak usia 2-5 tahun masih menjadi hal yang
normal dan akan berkurang seiring bertambahnya usia.4

2.4 Etiologi
Dari beberapa studi penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa tidak
ada etiologi tertentu atau spesifik yang menyebabkan hal ini. Akan tetapi menjadi
catatan penting bahwa kultural serta faktor sosial dilaporkan pada beberapa studi
cukup berkontribusi. Pada salah satu studi didapatkan dua tabel distribusi yang
memperlihatkan faktor-faktor baik yang berkontribusi maupun tidak
Variables Masturbation p-value
Yes (%) No (%) Total (%)
Age (year) Lower than 6 years 11 (11.2) 21 (21.4) 32 (32.7) 0.26
Higher than 6 years 20 (20.4) 46 (46.9) 66 (67.3)
Gender Male 19 (19.4) 42 (42.9) 61 (62.2) 0.89
Female 12 (12.2) 25 (25.5) 37 (37.8)
Father with university education 8 (8.6) 21 (22.6) 29 (31.2) 0.72
Mother with university education 4 (4.1) 21 (21.6) 29 (29.9) 0.078
Nutrition Breast feeding 18 (18.8) 43 (44.8) 61 (63.5) 0.118
Dry milk 0 (0.0) 5 (5.2) 5 (5.2)
Both 13 (13.5) 17 (17.7) 30 (31.3)
Good life neighborhood 13 (14.3) 32 (35.2) 45 (49.5) 0.947
Divorce of parents 3 (9.7) 6 (9.0) 89 (90.8) 0.908
First child 20 (20.4) 40 (40.8) 60 (61.2) 0.649
Single-child 20 (20.2) 6 (6.1) 26 (26.3) 0.292
Total 31 (31.6) 67 (68.4) 98 (100)

Variables Masturbation p-value


Yes (%) No (%) Total (%)
Phobias 17 (17.0) 21 (21.0) 38 (38.0) 0.020
Obsessive thoughts 12 (12.0) 16 (16.0) 28 (28.0) 0.110
Obsessive work 18 (18.0) 17 (17.0) 35 (35.0) 0.001
Stress disorder 18 (18.0) 17 (17.0) 35 (35.0) 0.005
Motor tics 2 (2.0) 0 (0.0) 2 (2.0) 0.033
Vocal tick 4 (4.0) 4 (4.0) 8 (8.0) 0.226
MDD* 19 (19.0) 31(31.0) 50(50.0) 0.130
Autism 12 (12.0) 31 (31.0) 43 (43.0) 0.561
Social phobia 3 (3.0) 3 (3.0) 6 (6.0) 0.299
Separation anxiety 2 (2.0) 16 (16.0) 18 (18.0) 0.044
**GAD 6 (6.0) 4 (4.0) 10 (10.0) 0.037
Conduct disorder 15 (15.0) 11 (11.0) 26 (26.0) 0.001
$ODD 15 (15.0) 19 (19.0) 34 (34.0) 0.042
#ADHD 14 (14.0) 17 (17.0) 35 (35.0) 0.153
Thumb sucking 24 (77.4%) 25 (36.2) 65 (65.0) 0.000
Tabel. 2a – Data demografi. 2b – Gangguan yang diduga terkait dengan kejadian MI.

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis Banding


Kelainan MI sering sekali terjadi pada anak-anak, namun dapat
menimbulkan tantangan bagi para dokter umum maupun anak dalam hal diagnostik
pada anak usia dini jika dokter tidak menyadari kemungkinannya karena tidak
seperti pada remaja, pada bayi dan anak kecil sulit dikenali karena seringkali tidak
melibatkan manipulasi maupun rangsangan genital manual dan gambaran klinisnya
yang sangat bervariasi. Namun, gambaran klinis yang khas pada anak-anak adalah
sebagai berikut :3

1. Onset setelah usia 3 bulan dan sebelum 3 tahun


2. Episode stereotip dengan durasi yang bervariasi
3. Vokalisasi namun tanpa “grunting”
4. Wajah memerah disertai dengan diaphoresis
5. Tekanan pada perineum dengan karakteristik postur ekstremitas bawah
6. Tidak terdapat perubahan kesadaran
7. Berhenti dengan gangguan atau distraksi
8. Pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal
Gambar1. Scissoring dari ekstremitas bawah dengan peregangan tubuh.

Karena sering sekali apabila dokter tidak mengetahui gejala klinis MI yang
berbeda pada anak dimana biasanya tidak melibatkan manipulasi genital manual,
oleh karena itu dokter harus membiasakan untuk meminta parang orang tua
memvideokan anaknya. Masturbasi pada bayi dan anak-anak lebih bersifat fokal,
karenanya diagnosisnya seringkali tidak mudah dan dapat membingungkan.
Beberapa diagnosis banding MI berupa :

1. Kejang atau epilepsi


2. Nyeri perut
3. Nonepileptic paroxysmal movement disorder; gangguan gerak dengan onset
dan berakhir akut, seringkali mimic dengan epilepsi. Pada pasien didapatkan
keluhan penurunan kesadaran, sakit kepala, gangguan tidur, muntah serta
gangguan emosional.
4. Distonia paroksismal; kontraksi otot secara tidak sadar dan berulang.
5. Gastroesophageal reflux disease
6. Gangguan psikiatri : Cemas, fobia
7. Movement disorders : Tics; gerakan motorik atau vokalisasi stereotipik yang
tiba-tiba, cepat, berulang dan tidak ritmik.

MI sering sekali dipertanyakan apakah ini merupakan bagian dari perilaku


normal yang berhubungan dengan perkembangan atau memang merupakan suatu
kondisi yang abnormal. Masturbasi yang dilakukan di depan public misalnya dapat
menjadi normal apabila dilakukan oleh bayi atau anak balita akan tetapi tidak
normal untuk anak usia lebih dari 12 tahun. Anak tersebut harusnya sudah mengerti
tentang peraturan yang ada pada lingkungannya saat itu, kecuali apabila ada
penjelasan mengenai kondisinya.3,6,7
Sebuah penelitian menggambarkan mengenai perilaku seksual yang
“normal” pada anak di dalam empat kategori. Semua kelompok mengatakan bahwa
perilaku seksual yang berkaitan dengan penetrasi oral, vaginal, dan anal pada anak-
anak sebelum pubertas merupakan suatu kebiasaan yang abnormal. MI dengan
frekuensi yang berlebihan termasuk ke dalam kategori tidak normal. Istilah
berlebihan masih belum dapat didefinisikan secara jelas batasannya di dalam
literature dan masih meninggalkan kejanggalan untuk interpretasi personal.
Langstrom et al meneliti tentang pengaruh genetik terhdapat perilaku masturbasi
yang problematic. Langstorm mendefinisikan MI yang bermasalah dengan skor 1
atau lebih dari 4 point indeks masalah mastubrbasi yang dirangkum dari poin
CBCL. Lindbald et al dengan sampelnya berupa anak sekolah usia 2-6 tahun
menemukan bahwa 1.2% anak masturbasi dengan frekuensi yang jarang dan 2.4%
anak mastubasi dengan frekuensi sering dan tiap hari. Hingga saat ini, masih belum
ada bukti kuat untuk menerangkan bahwa masturbasi yang berlebih dapat
berdampak negative bagi anak. Akan tetapi, mastubasi yang berlebihan dapat dilihat
sebagai kekerasan seksual. Laporan kasus menjelaskan bahwa bayi yang menjalani
perilaku MI secara periodic seiring bertambahnya usia akan menurunkan aktivitas
masturbasi nya dan berkembang secara normal. Unal kemudian memeriksa kembali
kelompok anak dengan perilaku MI setelah 2 tahun penelitaannya dan 78% anak
telah berhenti melakukan perilaku masturbasi dan 22% anak masih melakukan MI.
Unal mendapati bahwa anak yang masturbasi lebih awal dan lebih sering akan
melanjutkan perilakunya. Penemuan ini kemudian dikonfirmasi oleh studi yang
dilakukan oleh Casteels et al.2,3,6,7

2.6 Hubungan Psikososial dengan Masturbasi Infantil


Serupa dengan area lain mengenai perkembangan anak, perilaku seksual juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial baik oleh masyarakat maupun
keluarga. Masturbasi dan perilaku seksual lainnya sering dikaitkan dengan
kekerasan seksual. Perilaku yang terseksualisasi mengarah ke kebiasaan yang
berpusat pada hal-hal sensual seperti MI berlebihan dan di depan public, permainan
sensual dengan boneka, perilaku yang seduktif, insersi objek ke dalam anus/vagina,
dan keinginan untuk bersenggama dengan orang lain. anak dengan kekerasan
seksual memiliki skor yang lebih tinggi dalam kontrol normative di bagian skala
masalah seksual pada CBCL. Laporan kasus dan studi lain juga memperlihatkan
bahwa anak dengan kekerasan seksual memperlihatkan perilaku seksual yang tidak
pantas dibandingkan anak dengan kekerasan fisik.
Selain kekerasan seksual, faktor lingkungan lainnya juga dapat
mempengaruhi seorang anak. Ibu dengan pendidikan yang tinggi lebih sering
melaporkan perilaku seksual yang dilakukan anaknnya, hal ini mungkin dikarenakan
mereka jauh lebih nyaman untuk mengutarakannya dan lebih observant. Di sisi lain,
masalah keluarga akan menumpulkan kemampuan orang tua untuk memberikan
kasih sayang pada anak mereka sehingga anak tersebut akan mecari kasih sayang
dengan usahanya sendiri seperti MI.8

2.7 Hubungan antara Masturbasi Infantil dengan Gangguan dan


Perkembangan Psikiatri
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, MI merupakan perilaku yang
termasuk kedalam tahapan perkembangan. Akan tetapi, anak dengan gangguan
perkembangan akan tertarik dengan area genitalnya lebih cepat jika dibandingkan
dengan anak kebanyakan. Unal meneliti tentang faktor predisposisi terjadinya
masturbasi di Turki. Anak dengan perilaku MI memiliki gangguan tidur dan periode
menyusui lebih pendek dibandingkan kontrol. Terdapat kejadian spesifik yang dapat
mempengaruhi anak untuk melakukan MI, yaitu ketika melakukan konversi ASI ke
MP-ASI, kelahiran saudaranya dan terpisah dari orangtuanya. Masturbasi pada
kelompok anak ini tampaknya menjadi mekanisme untuk mencurahkan emosi
negatifnya. Laporan kasus lainnya menjelaskan bahwa anak lebih sering masturbasi
ketika sedang dalam kondisi cemas, marah, ataupun bosan. Stimulasi mandiri pada
anak dideskripsikan sering pada anak dengan kecacatan organik, psikosis dan yatim
piatu. Masalah keluarga dan sedikitnya kasih sayang yang didapat menjadikan
faktor untuk terjadinya MI.
MI kadang memiliki peranan yang baik seperti dipakai sebagai mekanisme
untuk mencurahkan emosi negative. Apakah dengan pernyataan ini dapat
disimpulkan MI lebih sering ditemukan pada anak dengan masalah emosional ?
Anak dengan masalah perilaku dan emosional cenderung untuk mepraktikan
kebiasaan seksual yang lebih variatif meliputi kebiasaan yang berlebihan. Penulis
menyarankan klinisi untuk lebih memperhatikan masalah emosional dan perilaku
yang tersembunyi pada anak dengan kebiasaan seksual yang berlebihan.
Langstrom mempelajari hubungan pentingnya genetik dan faktor lingkungan
dengan perilaku masturbasi yang problematic diantara kembar prepubertas di usia 7-
9 tahun. Prevalensi perilaku MI problematic lebih banyak ditemukan pada pasangan
kembar dengan monozigot identik dibandingkan dengan kembar indektik dizigot.
Faktor genetik juga mempengaruhi MI walaupun faktor lingkungan keluarga juga
turut andil.
Anak dengan autism atau retardasi mental lebih sering untuk melakukan
stimulasi mandiri. Wing menyatakan bahwa masturbasi pada usia anak lebih terlihat
pada anak dengan austme dibandingkan dengan anak normal. Anak dengan autism
juga cenderung meperlihatkan perilaku seksualnya yang tidak diterima oleh norma
dikarenakan ketidakmampuannya dalam bersosialisasi, anak dengan retardasi mental
akan menjalani tahapan perkembangan psikoseksual yang lebih lambat ketimbang
anak normal.
MI yang abnormal belum dikategorikan sebagai gangguan psikiatri dalam
DSM-IV. MI sebaiknya dikondisikan sebagai perkembangan normal. Akan tetapi
perilaku MI yang dilakukan didepan public dan terlalu agresif dan meniru kebiasaan
orang dewasa masih jarang dan sering diartikan sebagai perilaku abnormal.8

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Anamnesa secara hati-hati dan detail serta perekaman video saat episodik
kejadian menjadi hal yang sangat berharga dan membantu dalam mendiagnosis MI.
Gangguan genitourinari, seperti vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, infeksi uretra,
infeksi parasit, bal-anitis, dan phimosis dapat meningkatkan kejadian rangsangan
genital. Hal ini penting untuk menilai masalah tersebut selama pemeriksaan fisik
untuk menentukan faktor-faktor yang mendasari yang menyebabkan sentuhan di
daerah genital Pada pasien dengan kecurigaan suatu epilepsi,
electroencephalography atau EEG dapat sangat berguna sehingga bila didapatkan
hasil normal maka diagnosis MI dapat dipertimbangkan. EEG juga dapat digunakan
pada kasus movement disorders seperti pada tics. Sedangkan pemeriksaan lainnya
seperti skrining metabolik, USG abdomen, lumbal pungsi, CT scan kepala serta
gastroscopy dapat dipertimbangkan.6

2.9 Tatalaksana
Apabila tidak ada bukti adanya masalah lain, klinisi dapat focus untuk
mengedukasi dan membimbing orangtua. Ini dapat mebantu mengubah pandangan
orang tua dari awalnya menganggap MI sebagai penyakit menjadi suatu kebiasaan
yang sebenarnya tidak berbahaya. Pengobatan biasanya melibatkan konseling dan
mendidik orang tua agar mereka mengerti bahwa ini adalah perilaku normal pada
anak-anak dan seringkali mereka akan mengatasi hal itu dengan sendirinya.
Selanjutnya, upaya dapat dilakukan untuk melibatkan anak dalam kegiatan bermain
lainnya yang dapat mengarahkan perhatian mereka dari kegiatan masturbasi. Ibu
didorong untuk terus menggunakan distraksi untuk meminimalkan episode,
menawarkan mainan sebelum mengganti popok atau waktu mandi. Setelah anak
cukup besar, pendidikan kesehatan seksual yang tepat dapat diberikan untuk
membantu anak mempelajari apa yang dapat diterima secara sosial dan budaya.
Mungkin juga bermanfaat penting untuk mengajari orang tua tentang terapi perilaku,
menggunakan teknik penguatan positif dan negatif, mencatat bahwa jika perilaku
muncul kembali, teknik yang sama dapat digunakan lagi Pada akhirnya, penyedia
layanan harus memahami dan mendidik keluarga dan pasien tentang masturbasi,
mencatat kapan, di mana, dan bagaimana praktik ini dapat dianggap tepat.
Apabila memungkinkan, anak sebaiknya tetap mendapatkan informasi
mengenai perihal seks yang pantas untuk anak seusianya. Dengan cara ini, dirinya
akan belajar mengenai apa yang diterima oleh masyarakat dan apa yang tidak.
Walaupun MI sering menghilang dengan sendirinya, follow up lebih lanjt sebaiknya
tetap dilakukan.6
Dalam sebuah studi, menunjukkan bahwa dengan beberapa intervensi,
frekuensi masturbasi akan berkurang dan selama beberapa pekan terus menunjukkan
proses yang berarti. Baik pengobatan perilaku sendiri dan menggabungkannya
dengan antipsikotik seperti risperidon mengakibatkan penurunan frekuensi
masturbasi.10 Beberapa penelitian telah menemukan bahwa pasien diberi resep obat
epilepsi untuk penyakit yang tidak mereka miliki, yang pada akhirnya dapat
menyebabkan komplikasi di masa depan, jadi penting untuk mengenali dan
mendiagnosis perilaku masturbasi yang normal dengan benar.9
BAB III

KESIMPULAN

MI dikondisikan sebagai perkembangan normal. Akan tetapi perilaku MI yang


dilakukan didepan public dan terlalu agresif diartikan sebagai perilaku abnormal. Baik
orang tua maupun dokter harus menyadari, jika tidak hal itu dapat menyebabkan salah
mendiagnosis sebagai kejang, gerakan atau bahkan gangguan gastrointestinal. Peran dari
orangtua untuk dapat merekaman video dari kejadian episodik ini sangat berharga dalam
membuat diagnosis yang benar sehingga kemungkinan penyakit neurologis lainnya dapat
disingkirkan.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Leung AK, Robson WL. Childhood masturbation. Clin Pediatr (Phila) 2012;32:238–
41.
2. Couper RT, Huynh H. Female masturbation masquerading as abdominal pain. J
Paediatr Child Health 2008: 38 : 199-200.
3. Bradley SJ. Childhood female masturbation. Can Med Assoc J. 2009;132:1165–6.
4. Yang ML, Fullwood E, Goldstein J, Mink JW. Masturbation in infancy and early
childhood presenting as a movement disorder: 12 Cases and a review of the literature.
Pediatrics. 2010;116:1427–32.
5. Mink JW, Nell JJ. Masturbation mimicking paroxysmal dystonia or dyskinesia in a
young girl. Mov Disord. 2005;10:518–20.
6. Nechay A, Ross LM, Stephenson JB, O’Regan M. Gratification disorder (“infantile
masturbation”): A review. Arch Dis Child. 2008;89:225–6.
7. Unal F. Predisposing factors in childhood masturbation in Turkey. Eur J Pediatric.
2002; 159(5): 338 – 42.
8. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disordes. Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC: American Psychiatric
Association; 2011.
9. Nechay A, Ross LM, Stephenson JB, O'Regan M (March 2004). "Gratification
disorder ("infantile masturbation"): a review". Arch. Dis. Child. 89 (3): 225–
6. doi:10.1136/adc.2003
10. Victoria Omranifard . Risperidone as a treatment for childhood habitual behavior. . J
Res Pharm Pract. 2013

13

Anda mungkin juga menyukai