Anda di halaman 1dari 18

REFLEKSI KASUS Juni,2018

“OBESITAS PADA ANAK”

Nama : Annisa Sarining Puspa


No. Stambuk : N 111 17 129
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

Kegemukan (overweight) seringkali disamakan dengan obesitas. Padahal


kedua istilah tersebut memiliki arti yang berbeda, kegemukan adalah kondisi berat
tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan
berat tubuh akibat tertimbunnya lemak. Kegemukan dan obesitas bisa terjadi pada
berbagai kelompok usia dan jenis kelamin. Juvenil obesity adalah obesitas yang
terjadi pada usia muda (anak-anak). Dikatakan pula bahwa obesitas merupakan
keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada
grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya. Obesitas disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh
tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan,
aktivitas, pemeliharaan kesehatan.

Obesitas merupakan kondisi kesehatan kronis, yang ditandai oleh terdapatnya


penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk fungsi tubuh
yang normal. Namun, masih banyak pendapat di masyarakat yang mengira bahwa
anak yang gemuk adalah sehat. Obesitas atau kegemukan dari segi kesehatan
merupakan salah satu penyakit salah gizi sebagai akibat dari konsumsi makanan yang
jauh melebihi kebutuhan. Obesitas menjadi masalah epidemik di seluruh dunia.
Perubahan gaya hidup yang menyebabkan peningkatan kalori dan penurunan
penggunaan energi diduga sebagai penyebabnya.3

Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok


umur dan pada semua strata sosial ekonomi. Pada anak sekolah, kejadian obesitas
merupakan masalah yang serius karena akan berlanjut hingga usia dewasa. Obesitas
pada anak berisiko berlanjut ke masa dewasa, dan merupakan faktor risiko terjadinya
berbagai penyakit metabolic dan degeneratif seperti penyakit kardiovaskuler, diabetes

2
mellitus, kanker, osteoarthritis, dll. Pada anak, obesitas juga dapat mengakibatkan
berbagai masalah kesehatan yang sangat merugikan kualitas hidup anak seperti
gangguan pertumbuhan tungkai kaki, gangguan tidur, sleep apneu (henti napas
sesaat) dan gangguan pernapasan lain.2

Pola makan yang merupakan pencetus terjadinya kegemukan dan obesitas


adalah mengkonsumsi makanan porsi besar (melebihi dari kebutuhan), makanan
tinggi energi, tinggi lemak, tinggi karbohidrat sederhana dan rendah serat. Sedangkan
perilaku makan yang salah adalah tindakan memilih makanan berupa junk food,
makanan dalam kemasan dan minuman ringan (soft drink). Kurangnya aktivitas fisik
juga merupakan faktor penyebab terjadinya kegemukan dan obesitas pada anak.
Keterbatasan lapangan untuk bermain dan kurangnya fasilitas untuk beraktivitas fisik
menyebabkan anak memilih untuk bermain di dalam rumah. Selain itu, kemajuan
teknologi berupa alat elektronik seperti video games, playstation, televise dan
computer menyebabkan anak malas untuk melakukan aktivitas fisik.2

3
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. F
Umur : 8 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Garuda
Agama : Islam

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Demam dan Nyeri Menelan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien anak laki-laki masuk ke rumah sakit dengan keluhan demam sejak
3 hari yang lalu. Demam dirasakan naik turun terutama pada malam hari.
Demam turun dengan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan sakit
menelan. Nyeri menelan yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak dua hari yang lalu.
Beberapa hari terakhir pasien sering mengkonsumsi minuman-minuman yang
dingin, makan makanan yang berminyak, dan pedas. Pasien juga mengeluhkan
suara yang serak dan mulut berbau.
Orang tua Pasien mengatakan pasien sangat suka tidur dan dalam sehari
dapat makan sebanyak 4-5 kali. Pasien mengaku sering makan makanan cepat
saji yang dibeli di pinggir jalan, minum susu, jajan di lingkungan sekolah dan
tidak suka olahraga. Orangtua pasien juga mengatakan bahwa dalam

4
kesehariannya pasien langsung tidur setelah pulang dari sekolah. Pasien cepat
merasa capek. Untuk BAB lancar, BAK lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, dimana ayah dan ibu
pasien juga mengalami obesitas.

Family Tree

Kakek Nenek Kakek Nenek

Ayah Ibu

Penderita Sehat

Riwayat Sosial-Ekonomi
Menengah

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ibu rutin melaakukan pemeriksaan antenatal care (ANC) ketika hamil.
Pasien merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, lahir di RSUD Undata,
secara spontan, dibantu oleh dokter dan bidan. Bayi lahir langsung menangis

5
dengan usia kehamilan cukup bulan. Berat Badan Lahir : 3900 gram, Panjang
Badan Lahir : 52 cm.

Anamnesis Makanan:
Pasien minum ASI sejak usia 0 bulan sampai 2 tahun. Kemudian
dilanjutkan minum susu formula sejak usia 6 bulan sampai usia 3 tahun. Pasien
juga mulai makan bubur sejak usia 6 bulan sampai dengan 9 bulan, dan makan
nasi sejak usia 9 bulan sampai sekarang. Sehari-hari, pasien biasanya makan
sebanyak 4-5 kali. Disekolah pasien sering jajan dan sangat suka makan nasi
dan makanan cepat saji.

Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 131 cm
Status gizi :
 Obesitas
BB/U = 192 %
TB/U = 102 %
BB/TB= 184 %
BMI : 36,5

Pengukuran Tanda Vital

6
TD : 110 / 70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit, reguler
Suhu : 36,8° C
Respirasi : 24 kali/menit

Kulit
Warna : Sianosis (-), Ikterik (-), bintik kemerahan (-)
Turgor : cepat kembali (<2 detik)

Kepala
Bentuk : Normocephal (+)
Rambut : Warna hitam (+), tidak mudah dicabut
Mata
Palpebra : edema (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Cekung : (-/-)

Telinga
Sekret : (-)
Serumen : minimal
Nyeri : (-)

Hidung
Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada

7
Sekret : tidak ada
Mulut
Bibir : kering (-), sianosis (-)
Gigi : karies (-)
Gusi : berdarah (-)
Lidah : kotor (-)

Leher
Pembesaran kelenjar leher : Getah bening (-/-)
Trakea : di tengah
Faring : Hiperemis (+)
Tonsil : T2/T2

Toraks
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk simetris bilateral
Palpasi : Vokal fremitus simetris kiri dan kanan.
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : SIC IV linea parasternal dextra
Batas jantung atas : SIC II linea parasternal sinistra
Batas jantung kiri : SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Suara dasar S1 dan S2 murni, regular
Bising Jantung tidak ada

Abdomen

8
Inspeksi : Bentuk datar (+)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Timpani (+) seluruh permukaan abdomen, Asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), Organomegali (-)
Ekstremitas
Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)
Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)

Genitalia : Dalam batas normal


Otot-otot : Hipotrofi (-), kesan normal
Refleks : Fisiologis (+/+), Patologis (-/-)

IV. RESUME
Pasien anak laki-laki berusia 8 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan
demam sejak 3 hari yang lalu. Demam dirasakan naik turun terutama pada
malam hari. Demam turun dengan obat penurun panas. Pasien juga mengeluhkan
sakit menelan. Nyeri menelan yang di rasakan pasien sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Selain itu, pasien juga mengeluhkan sakit kepala sejak dua hari
yang lalu. Beberapa hari terakhir pasien sering mengkonsumsi minuman-
minuman yang dingin, makan makanan yang berminyak, dan pedas. Pasien juga
mengeluhkan suara yang serak dan mulut berbau.
Pasien mengatakan pasien sangat suka tidur dan dalam sehari dapat makan
sebanyak 4-5 kali. Pasien mengaku sering makan makanan cepat saji yang dibeli
di pinggir jalan, minum susu, jajan di lingkungan sekolah dan tidak suka
olahraga. Orangtua pasien juga mengatakan bahwa dalam kesehariannya pasien
langsung tidur setelah pulang dari sekolah. Pasien cepat merasa capek. Untuk
BAB lancar, BAK lancer.
Pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit
sedang. Pemeriksaan tanda vital didapatkan Nadi 110x/menit, reguler,

9
pernapasan 24x/menit, reguler, suhu 36,8oC. Pada pemeriksaan leher di
daptkan tonsil T2/T2 dan pada faring hiperemis (+). Dan status gizi
menunjukan adanya kelebihan berat badan atau obesitas dengan BB/TB =
184% .

V. DIAGNOSIS
Obesitas pada anak
Tonsilofaringitis

VI. ANJURAN PEMERIKSAAN


- Darah Rutin
- GDS

VII. TERAPI
Non medikamentosa
- Memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai obesitas
- Mengatur jumlah kalori per hari
- Olahraga

Medikamentosa
- Cefadroxil syrup 2x II cth
- Paracetamol syrup 4x1 1/2 cth

10
BAB III

DISKUSI

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), obesitas merupakan keadaan


indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik
tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya. Definisi ini relatif sama dengan
Institute of Medicine (IOM) di AS, sementara Center for Disease Control (CDC) AS
mengkategorikan anak tersebut sebagai “overweight”. CDC berargumen bahwa
seorang anak dikategorikan obesitas jika mengalami kelebihan berat badan di atas
persentil ke-95 dengan proporsi lemak tubuh yang lebih besar disbanding komponen
tubuh lainnya. Menurut Clement dan Ferre (2003), seorang anak yang mempunyai
kelebihan lemak tubuh atau mempunyai BMI lebih dari 30. Kelebihan ini disebabkan
banyaknya makanan yang masuk dibanding energi yang dikeluarkan.4

BMI dihitung dengan mengukur berat tubuh dalam kilogram dibagi dengan
kuadrat tinggi badan dalam meter. Bila nilai BMI sudah didapat, hasilnya
dibandingkan dengan ketentuan berikut :

Nilai BMI < 18,5 : Berat badan dibawah normal

Nilai BMI 18,5 – 24,9 : Normal

Nilai BMI 25,0 – 29,9 : Diatas normal

Nilai BMI ≥ 30,0 : Obesitas

Pada kasus ini, berat badan pasien adalah 48 kg dan tinggi badan pasien 131 cm
sehingga didapatkan BMI pasien adalah :

48 𝑘𝑔
BMI = (1,31 𝑚)2 = 36,5  Obesitas

11
Angka kejadian obesitas meningkat di seluruh dunia. Menurut International
Obesity Task Force (IOTF) di seluruh dunia diperkirakan 300 juta penduduk yang
menderita obesitas. Prevalensi obesitas diperkirakan akan terus meningkat, baik di
Negara maju maupun di Negara berkembang. Di Indonesia, berdasarkan penelitian
didapatkan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah sekitar 12%.3

Obesitas merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit tidak menular,
antara lain penyakit jantung, diabetes tipe 2, hipertensi dan sebagainya. Hasil
Penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang mengalami obesitas
(persentil>95) sebesar 8,3%. Keadaan ‘obese’ pada anak dapat menjadi faktor risiko
yang signifikan untuk mengalami obesitas di masa dewasa, selain itu obesitas pada
anak dapat menjadi masalah medis dan psikososial. Kejadian obesitas di setiap segi
kehidupan sebagai hasil dari pengaruh genetik dan lingkungan. Obesitas merupakan
penyakit yang kompleks karena diantaranya terkait faktor hereditas, pilihan makanan,
aktivitas fisik, pengaruh media, sensasi rasa, ketersediaan tempat untuk berolahraga,
ras, dan pengaruh keluarga serta sosial. Faktor risiko utama yang menyebabkan
obesitas adalah faktor perilaku yaitu pola makan yang tidak sehat ditambah dengan
konsumsi serat (buah dan sayur) tidak mecukupi, fisik yang tidak aktif, dan merokok.

Obesitas terjadi karena ketidakseimbangan antara asupan energi dengan


keluaran energi (energi expenditures), sehingga terjadi kelebihan energi yang
selanjutnya disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi tersebut dapat
disebabkan oleh asupan energi yang tinggi atau keluaran energi yang rendah. Asupan
energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan yang berlebihan, sedangkan
keluaran energi rendah disebabkan oleh rendahnya metabolisme tubuh dan aktivitas
fisik.1

Penyebab obesitas pada anak antara lain asupan makanan berlebih yang
berasal dari jenis makanan olahan serba instan, minuman soft drink, makanan jajanan
seperti makanan cepat saji (burger, pizza, hot dog) dan makanan siap saji lainnya

12
yang tersedia di gerai makanan. Selain itu, obesitas dapat terjadi pada anak yang
ketika masih bayi tidak dibiasakan mengonsumsi ASI, tetapi menggunakan susu
formula dengan jumlah asupan yang melebihi porsi yang dibutuhkan bayi atau anak.
Akibatnya, anak akan mengalami kelebihan berat badan saat berusia 4-5 tahun. Hal
ini diperparah dengan kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan yang kurang sehat
dengan kandungan kalori tinggi tanpa disertai konsumsi sayur dan buah yang cukup
sebagai sumber serat. Anak yang berusia 5-7 tahun merupakan kelompok yang rentan
terhadap gizi lebih. Oleh karena itu, anak dalam rentang usia ini perlu mendapat
perhatian dari sudut perubahan pola makan sehari-hari karena makanan yang biasa
dikonsumsi sejak masa anak akan membentuk pola kebiasaan makan selanjutnya.
Faktor lain penyebab obesitas adalah kurangnya aktivitas fisik baik kegiatan harian
maupun latihan fisik terstruktur. Aktivitas fisik yang dilakukan sejak masa anak
sampai lansia akan Penambahan jumlah dan pembesaran sel lemak paling cepat
terjadi [ada masa anak-anak dan mencapai puncaknya pada masa meningkat dewasa.
Setelah masa dewasa tidak akan terjadi penambahan jumlah sel, tetapi hanya terjadi
pembesaran sel. Obesitas yang terjadi pada masa anak, selain hiperplasi, juga
disebabkan oleh hipertrofi; sedangkan obesitas yang terjadi setelah masa dewasa pada
umumnya hanya terjadi karena hipertrofi sel lemak. Obesitas pada anak terjadi kalau
asupan kalori berlebihan, terutama pada tahun pertama kehidupan. Rangsangan untuk
meningkatkan jumlah sel terus berlanjut sampai dewasa. Setelah itu, hanya terjadi
pembesaran sel saja, sehingga kalau terjadi penurunan berat badan setelah masa
dewasa, sebabnya bukan jumlah sel lemaknya yang berkurang melainkan besar sel
yang berkurang.3

Diagnosis obesitas didasarkan pada beberapa hal sebagai berikut :3

a. BMI >30, pada kasus ini BMI pasien yaitu 36,5


Status gizi BB/TB menurut WHO > 3SD atau menurut CDC >120%. Pada kasus
ini, status gizi BB/TB pasien dihitung menurut CDC yaitu 184%

13
b. Anamnesis keluarga :
- Identifikasi obesitas pada keluarga terdekat (ayah-ibu). Pada kasus ini, ayah
dan ibu pasien juga obesitas
- Evaluasi adanya penyakit kardiovaskular, DM tipe 2, dan kanker pada
keluarga. Pada kasus ini tidak ditemukan riwayat penyakit pada keluarga
pasien

c. Diet
- Identifikasi siapa yang memberi makan anak.
- Identifikasi makanan tinggi kalori dan mempunyai nilai gizi rendah yang
dapat dikurangi, dieliminasi, atau diganti. Pada kasus ini, pasien sering
makan makanan yang cepat saji.
- Teliti pola makan, misalnya waktu, kandungan gizi, lokasi makan, dan jenis
makanan kecil (snack). Pada kasus ini, pasien sering makan makanan fast
food di pinggir jalan.

d. Aktivitas
- Identifikasi hambatan untuk beraktivitas,misalnya ke sekolah jalan kaki / naik
sepeda / naik mobil. Pada kasus ini, pasien ke sekolah diantar menggunakan
motor atau mobil.
- Evaluasi waktu yang dipakai untuk bermain. Pada kasus ini, pasien tidak
terlalu menyukai bermain diluar rumah. Pasien lebih menyukai tidur.
- Evaluasi waktu istirahat di sekolah, apakah digunakan untuk beraktivitas atau
olahraga. Pada kasus ini, pasien tidak menyukai olahraga sehingga saat
istirahat di sekolah pasien hanya ke kantin untuk jajan atau memilih untuk
istirahat di kelas.

14
- Tanyakan aktivitas sesudah sekolah dan akhir pekan. Pada kasus ini, sepulang
sekolah pasien langsung tidur dan pada akhir pekan pasien hanya di rumah
dan menonton tv seharian.

Tujuan tatalaksana obesitas pada anak berbeda dengan obesitas dewasa,


karena tujuannya hanya menghambat laju kenaikan berat badan yang pesat dan tidak
boleh dilakukan diet terlalu ketat, sehingga pengaturan dietnya harus
mempertimbangkan bahwa anak masih berada dalam masa pertumbuhan, sesuai
tingkat pertumbuhan pada usia anak tersebut. Olahraga / aktivitas tubuh yang teratur
sangat penting dalam upaya penatalaksanaan obesitas pada anak. Prinsip tatalaksana
obesitas pada anak adalah sebagai berikut :

a. Memperbaiki faktor penyebab, misalnya kesalahan cara pengasuhan maupun


faktor kejiwaan
b. Memotivasi remaja penderita obesitas, tentang perlunya pengurusan badan.
Sementara itu, orang tua anak harus dimotivasi tentang pentingnya mengurangi
berat badan anak obesitas
c. Memberikan diet rendah kalori yang seimbang untuk menghambat kenaikan berat
badan. Kemudian membimbing pengaturan makanan yang sesuai untuk
mempertahankan gizi yang ideal sesuai dengan pertumbuhan anak. Ditambahkan
juga vitamin dan mineral.
d. Menganjurkan penderita untuk berolahraga secara teratur atau anak bermain
secara aktif, sehingga banyak energi yang digunakan.3

Pengaturan diet maupun psikoterapi harus dijelaskan pada seluruh keluarga,


sehingga seluruh keluarga seolah-olah turut serta dalam usaha pencapaian berat badan
ideal tersebut. Cara pengaturan diet pada anak usia sekolah (pra-pubertas) yang
obesitas seperti pada kasus ini adalah berusaha mempertahankan berat badan anak
dan meningkatkan tinggi badannya. Diet yang diberikan adalah sekitar 1200 kkal/hari
atau sekitar 60 kkal/kgBB/hari. Anak didorong untuk melakukan aktivitas fisik secara

15
mandiri atau berkelompok. Mereka tidak boleh menonton TV/video/main game
terlalu lama, terlebih jika disertai dengan makan makanan yang berkalori tinggi.
mengorganisisr kelompok olahraga/rekreasi, agar anak lebih aktif lagi.3

Pencegahan terjadinya obesitas terdiri dari 3 tahap yaitu pencegahan primer,


pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier.

a. Pencegahan primer
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan yaitu strategi
pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada semua anak
dan remaja beserta orang tuanya, serta strategi pendekatan pada kelompok yang
berisiko tinggi mengalami obesitas. Usaha pencegahan dimulai dari lingkungan
keluarga, sekolah, dan di Pusat Kesehatan Masyarakat.1

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan mendeteksi early adiposity rebound.
Anak mengalami peningkatan BMI pada tahun pertama kehidupan, kemudian
menurun setelah usia 9-12 bulan dan meningkat kembali pada masa remaja dan
dewasa. Nilai BMI paling rendah disebut adiposity rebound. Waktu terjadinya
adiposity rebound merupakan periode kritis untuk perkembangan obesitas pada
masa anak. Adiposity rebound yang terjdi lebih dini dan cepat berhubungan
dengan peningkatan risiko obesitas dn sindrom metabolik.1

c. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dilakukan dengan mencegah komorbiditas yang dilakukan
dengan menatalaksana obesitas pada anak dan remaja.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. IDAI. 2014. Diagnosis, Tata Laksana, dan Pencegahan Obesitas pada


Anak dan Remaja. UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik. Jakarta
2. KEMENKES RI, 2012, Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan
Kegemukan dan Obesitas Pada Anak Sekolah. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
3. Soetjiningsih. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. EGC : Jakarta
4. Nurrahman. 2014. Obesitas di Kalangan Anak-Anak dan Dampaknya
terhadap Penyakit Kardiovaskular. Universitas Muhammadiyah
Semarang
5. Aprilia, Ayu. 2015. Obesitas pada Anak Sekolah Dasar. Volume 4.
Nomor 7. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

17
18

Anda mungkin juga menyukai