Anda di halaman 1dari 2

PATOFISIOLOGIS SCHISTOSOMIASIS

Patofisiologi schistosomiasis dimulai saat serkaria menembus kulit hospes definitif, yaitu
manusia. Timbul respon imun terhadap antigen cacing dan telur yang menentukan perjalanan
penyakit. Secara klinis schistosomiasis dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :

1. Cara Infeksi
Serkaria menembus kulit pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung
serkaria. Setelah serkaria menembus kulit terjadi perubahan menjadi bentuk
schistosomula yang kemudian masuk ke dalam kapiler darah, beredar mengikuti aliran
darah masuk ke jantung kanan, lalu ke paru dan kembali ke jantung kiri, dan akhirnya
masuk ke sistem peredaran darah besar.  Saat kembali melalui vena porta hepatis,
schistosomula berkembang menjadi dewasa di hati dalam 3-6 minggu. ada fase
dewasa, Schistosoma kembali ke vena usus dan vesica urinaria. Di usus, cacing betina
yang telah berkopulasi akan mengeluarkan telur yang dapat menembus dinding usus dan
vesika urinaria, sehingga telur dapat keluar melalui feses dan urin.
2. Schistosomiasis Akut
Serkaria yang menembus kulit menunjukkan reaksi peradangan berupa ruam
makulopapular akibat enzim proteolitik. Pada saat serkaria menembus kulit,
prostaglandin D2 (PGD2) yang disekresikan oleh permukaan tubuh serkaria akan
menghambat migrasi sel Langerhans menuju limfonodus. Keberadaan serkaria di dalam
tubuh penjamu kemudian berubah menjadi schistosomula dan akhirnya menjadi dewasa
di hepar. Dalam proses perkembangan menjadi dewasa, sistem imun pejamu tidak terpicu
dan baru terpicu ketika cacing dewasa berkopulasi dan menghasilkan telur. Telur yang
bersirkulasi menyebabkan kerusakan vaskular dan jaringan sekitar yang menyebabkan
pseudoabses. Proses ini menyebabkan leukosit memproduksi Tumor Necrosis Factor
(TNF),  interleukin-1(IL-1), dan interleukin-6 (IL-6) oleh T-helper 1 (TH1). Dalam proses
perkembangan infeksi, inflamasi akibat TH1 akan berkurang dan sel T-helper 2 (TH2)
akan lebih teraktivasi dan memproduksi interleukin-10 (IL-10) dan menekan produksi
sitokin proinflamasi.
3. Schistosomiasis Kronis
Respons TH2 yang berkelanjutan akan memproduksi interleukin-13 (IL-13). IL-13
memiliki potensi menimbulkan masalah klinis yang lebih berat bahkan kematian karena
memiliki kemampuan fibrogenesis yang mampu menyebabkan fibrosis pada hepar.
Fibrosis hepar pada penderita schistosomiasis cukup jarang terjadi, dimana penderita
lebih rentan mengalami fibrosis hepar hingga hipertensi portal.

Sumber:

Rusjdi, Selfi Renita. Schistosomiasis, Hubungan Respon Imun dan Peruahan Patologi. Majalah
Kedokteran Andalas. 2011; 35(2): 81-90.

Anda mungkin juga menyukai