Anda di halaman 1dari 39

CLINICAL SCIENCE SESSION

Pemeriksaan Fisik Bayi

Disusun oleh:
Rizki Kurniawan

Preseptor:
dr. Hj. Dewi Purnama, Sp.A., M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG
BANDUNG
2019
1. Pendahuluan
Setiap tahunnya, lebih dari satu juta bayi lahir di dunia meninggal pada hari-
hari pertama kehidupannya, dimana dua pertiga dari kematian ini sebenarnya dapat
diselamatkan dengan perawatan dasar pada saat lahir dan pada periode awal
neonatus. Sehingga penanganan dengan kualitas yang baik selama persalinan,
setelah bayi baru lahir, dan pemeriksaan fisik yang lengkap merupakan bagian
penting dari perawatan bayi baru lahir.
Setiap bayi baru lahir wajib dilakukan pemeriksaan fisik singkat dalam menit-
menit pertama setelah lahir untuk melihat ada tidaknya kelainan dan untuk
memastikan transisi intrauterin ke ekstrauterin tanpa penyulit. Kemudian
pemeriksaan lengkap dan terperinci dalam 24 setelah lahir. Pemeriksaan
selanjutnya dilakukan sebelum keluar dari rumah sakit. Pemeriksaan lanjutan
dilakukan kembali dalam minggu pertama kehidupan, dan saat 6-8 minggu setelah
lahir.
Komponen pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir merupakan penilaian paling
penting dalam mendeteksi kelainan kongenital, trauma lahir dan kelainan
kardiopulmonal. Menurut Moss et al, 8.8% bayi baru lahir memiliki kelainan pada
pemeriksaan awal kehidupan dengan 4,4% diantaranya terdiagnosis pada
pemeriksaan lanjutan.

2. Persiapan Awal Pemeriksaan Neonatus


Sebelum proses persalinan dimulai, lakukanlah pendekatan keluarga dengan
memperkenalkan diri terlebih dahulu, kemudian menjelaskan tindakan yang akan
dilakukan dan meminta informed consent kepada orang tua atau keluarga. Selain
itu pemeriksa harus melakukan anamnesa untuk mengetahui riwayat penyakit
sebelumnya, riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya, riwayat kehamilan saat
ini, usia kehamilan, riwayat pemeriksaan kehamilan, dan ada tidaknya obat-obatan
yang sedang dikonsumsi.
Setelah melakukan informed consent dan mendapatkan informasi mengenai
faktor resiko dan riwayat kehamilan, dilanjutkan dengan persiapan lingkungan
pemeriksaan dan persiapan alat. Hal-hal yang harus diperhatikan pada ruangan
pemeriksaan yaitu ruangan harus cukup hangat untuk mencegah bayi baru lahir
mengalami hipotermi dan ruangan harus cukup terang. Alat-alat yang diperlukan
saat melakukan pemeriksaan fisik neonatus diantaranya:
 Stetoskop
 Pulse Oksimetri
 Termometer
 Penlight
 Meteran
 Timbangan bayi
 Growth chart
Pada saat akan melakukan pemeriksaan fisik, pemeriksa mencuci tangan
terlebih dahulu, kemudian bayi diletakan pada tempat yang rata, pastikan tangan
pemeriksa dan bayi dalam keadaan hangat.

3. Pemeriksaan Fisik Neonatus


Bayi baru lahir diperiksa harus dilakukan pemeriksaan secepatnya setelah bayi
tersebut lahir untuk mencari adanya abnormalitas secara anatomis atau fisiologis
dan memastikan bahwa keadaan kehidupan bayi aman pasca lahir tanpa adanya
suatu penyulit. Pemeriksan bayi baru lahir sebaiknya dilakukan secara lengkap
mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki pada 24 jam pertama setelah bayi lahir.

3.1. Pemeriksaan Fisik Pada Saat Bayi Lahir


Tahap pertama pemeriksaan fisik bayi baru lahir dilakukan segera setelah lahir
di kamar bersalin, dengan tujuan:
 Menilai gangguan adaptasi bayi baru lahir dari kehidupan intrauterin ke
ekstrauterin yang memerlukan resusitasi.
 Untuk menemukan kelainan seperti cacat bawaan yang perlu tindakan
segera (contoh : atresia ani, atresia esofagus, trauma lahir)
 Menentukan apakah bayi baru lahir tersebut dapat dirawat bersama ibu
(rawat gabung), di tempat perawatan khusus untuk diawasi, diruang
intensif atau segera di operasi.
3.1.1. Penilaian Adaptasi Bayi Baru Lahir
Indikator keberhasilan transisi dari intra-uterin ke ekstra-uterin pada awal
kehidupan dinilai dengan menghitung skor APGAR. Skor APGAR meliputi
Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (reflex atau respon
terhadap rangsang), Activity (tonus otot), dan Respiratory effort (usaha bernapas).

Klasifikasi :
 0 – 3 asfiksia berat
 4 – 7 asfiksia ringan
 8 – 10 normal

Penilaian skor APGAR dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah bayi
lahir, dan dapat dilanjutkan pada menit ke 5, 10, 15 dan 20 sampai skor apgar
mencapai 7. Namun penilaian APGAR tidak dapat dipakai untuk menentukan
apakah bayi baru lahir perlu resusitasi atau tidak. Nilai APGAR pada menit kelima
dan seterusnya hanya dapat digunakan untuk menentukan prognosis bayi baru lahir.

3.1.2. Tanda Vital


 Suhu
Pada dasarnya pemeriksaan suhu yang dilakukan di rektum bernilai 1o
lebih tinggi dibandingkan di mulut dan pemeriksaan suhu yang
dilakukan di ketiak bernilai 1o lebih rendah dibandingkan di mulut.
Pemeriksaan suhu pada bayi baru lahir biasanya dilakukan di keriak,
dapat dilakukan juga di rektum jika ditemukan adanya kondisi ketiak
yang abnormal.
 Laju Pernapasan
Nilai normal laju pernapasan pada bayi baru lahir adalah 40-60
kali/menit. Adanya gambaran “periodic breathing” yaitu episode apneu
≥ 3 kali yang berlangsung > 3 detik di luar pernapasan normal
merupakan hal yang normal dan sering ditemukan di bayi baru lahir.
 Laju Detak Jantung
Nilai normal laju detak jantung pada bayi baru lahir adalah 100-180
kali/menit (biasanya 120-160 kali/menit saat keadaan terbangunn dan
70-80 kali/menit dalam keadaan tertidur). Pada bayi sehat, laju detak
jantung meningkat saat diberikan stimulasi.

 Tekanan Darah
Tekanan darah berhubungan langsung dengan usia kehamilan, usia, dan
berat badan lahir.
 Saturasi Oksigen
Pengukuran saturasi oksigen bertujuan untuk mengindentifikasi adanya
kelainan secara anatomis dari defek struktur jantung yang berkaitan
dengan adanya kondisi hipoksia yang dapat meningkatkan risiko
kematian dan kesakitan pada bayi baru lahir. Pemeriksaan saturasi
oksigen dapat dijadikan skrening untuk kondisi penyakit jantung
bawaan yang bersifat sianotik. Rekomendasi skrening rutin dengan
saturasi oksigen sudah disarankan oleh American College of
Cardiology Foundation, American Heart Association, dan American
Academy of Pediatrics. Metode skrening yang dilakukan adalah
sebagai berikut:
- Skrening dilakukan pada semua bayi lahir terutama saat kondisi
bayi sadar terbangun.
- Menggunakan pulse oksimetri
- Skrening dilakukan pada 24-48 jam bayi lahir
- Lakukan pemeriksaan saturasi oksigen di tangan kanan dan satu
kaki
- Cek hasilnya
 Negatif Skrening
Nilai saturasi oksigen ≥ 95% pada salah satu ekstrimitas
(tangan kanan, kaki kanan/kaki kiri) dan ada perbedaan ≤ 3%
diantara tangan dan kaki.
 Positif Skrening, jika didapatkan salah satu kondisi berikut:
- Nilai satutasi < 90%, di tangan kanan atau kaki
- Nilai saturasi 90-95%, di tangan kanan dan kaki pada 3
kali pemeriksaan yang berbeda setiap 1 jam
- Nilai perbedaan saturasi ≥ 3%, diantara tangan kanan dan
kaki pada 3 kali pemeriksaan yang berbeda setiap 1 jam.
Jika terjadi kondisi di atas, lakukan evaluasi komperhensif
hipoksia terutama untuk menghilangkan penyebab hipoksia
karena faktor pernapasan seperti kondisi sepsis. Jika memang
tidak ada karena faktor pernapasan, maka dilakukan
pemeriksaan penunjang ke arah jantung seperti
echocardiogram dan lakukan konsultasi/rujuk ke ahli jantung
anak.

3.1.3. Mencari Kelainan Kongenital dan Pemeriksaan Fisik Singkat


Mencari kelainan kongenital dimulai pada saat melakukan anamnesis diawal
sebelum bayi lahir. Anamnesis dilakukan kepada ibu atau keluarga pasien dengan
menanyakan apakah ibu menggunakan obat-obat teratogenik, terkena radiasi, atau infeksi
virus pada trimester pertama. Juga perlu ditanyakan apakah ada kelainan bawaan pada
keluarga, riwayat penyakit dahulu pada ibu misalnya diabetes mellitus, dan sebagainya.
Sebelum memeriksa bayi perlu diperiksa cairan amnion, plasenta, dan tali pusat.
Perhatikan jumlah cairan amnion. Apabila volume lebih dari 2000 ml disebut
polihidramnion, biasanya dihubungkan dengan obstruksi traktus intestinal bagian atas,
anensefalus, bayi dari ibu diabetes atau eklamsi. Sedangkan bila volume cairan amnion
kurang dari 500 ml atau disebut oligohidramnion biasanya duhubungkan dengan agenesis
ginjal bilateral atau sindrom porter.
Pada pemeriksaan tali pusat juga perlu diperhatikan kesegarannya, ada tidaknya
simpul dan hitung jumlah pembuluh darah didalamnya. Ketahui pula panjang tali pusat,
rata-rata panjang tali pusat sekitar 55-61cm. panjang tali pusat dipengaruhi oleh gerakan
janin didalam kandungan. Semakin banyak gerakan janin, semakin panjang ukuran tali
pusat. Pada keadaan normal, terdapat dua arteri dan satu vena. Namun pada 1% dari bayi
baru lahir hanya memiliki satu arteri dan 1 vena umbilikalis.
Pemeriksaan plasenta dilakukan dengan memperhatikan ukuran plasenta, ada atau
tidaknya nekrosis, perkapuran dan sebagainya. Pada bayi kembar perlu dilihat apakah
terdapat satu atau dua korion. Juga perlu diperhatikan adanya anastomosis vaskular antara
kedua amnion, bila ada perlu dipikirkan kemungkinan terjadi transfusi feto-fetal.
Selanjutnya lakukan pemeriksaan bayi secara singkat dan menyeluruh :
 Mulut
Pada pemeriksaan mulut perhatikan apakah terdapat labio-gnato-
palatoskisis, hipersalivasi yang mungkin disebabkan oleh adanya
atresia esofagus, atau hypoplasia otot depressor anguli oris. Pada
hipoplasia otot depressor anguli oris, terlihat wajah asimetris apabila
bayi menangis, sudut mulut dan mandibular akan tertarik ke bawah dan
garis nasolabialis akan kurang nampak pada daerah yang sehat. Pada
20% keadaan seperti ini dapat ditemukan kelainan kongenital berupa
kelainan kardiovaskular dan dislokasi panggul kongenital.
 Anus
Perhatikan adanya anus imperforatus atau atresia ani dengan
memasukan feeding tube kedalam anus. Bila ada atresia perhatikan
apakah ada fistula recto-vaginal.
 Kelainan pada garis tengah
Perlu dicari kelainan pada garis tengah berupa spina bifida,
meningomielokel, sinus pilonidalis, eksomfalos dan lain-lain.
 Jenis kelamin
Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin anaknya.
Bila terdapat keraguan misalnya pembesaran klitoris pada bayi
perempuan atau terdapatnya hipospadia atau epispadia pada bayi laki-
laki, sebaiknya pemberitahuan jenis kelamin ditunda sampai dilakukan
pemeriksaan lain seperti pemeriksaan kromosom.

3.1.4. Pemeriksaan Antropometri


 Lingkar Kepala
Pemeriksaan dilakukan dengan cara meletakan pita ukur di area tulang
frontal (di atas alis) melingkari kepala melewati area tulang oksipital,
pita ukur harus melewati diatas telinga. Pengukuran lingkar kepada
disebut juga occipital-frontal circumferences, nilai normalnya 32-37
cm pada bayi cukup bulan. Untuk mendapatkan interpretasi yang lebih
spesifik dapat dilakukan dengan melihat besar ukuran kepala terhadap
usia kehamilan dalam bentuk persentil melalui grafik WHO atau CDC.
 Panjang Badan
Pengukuran dilakukan dari puncak kepala sampai dengan tumit. Nilai
normalnya 48-52 cm pada bayi cukup bulan. Untuk mendapatkan
interpretasi yang lebih spesifik dapat dilakukan dengan melihat panjang
badan bayi terhadap usia kehamilan dalam bentuk persentil melalui
grafik WHO atau CDC.
 Berat Badan Lahir
Berat badan lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 jam setelah
lahir. Berat badan lahir dibagi menjadi :

- Micropreemie : berat lahir <800gr


- Extremely low birthweight (ELBW) : berat lahir <1000 gr
- Very low birthweight (VLBW) : berat lahir 1000 gr - 1500gr
- Low birthweight (LBW) / Bayi berat lahir rendah (BBLR) : berat
lahir < 2500 gr tanpa memandang masa gestasi
- Normal birthweight (NBW) / bayi berat lahir cukup/normal : berat
lahir 2500 – 4000 gr
- High birthweight (HBW) / bayi berat lahir lebih : berat lahir 4000 -
4500 gr
- Very high birthweight (VHBW) : berat lahir >4500
 Lingkar Dada
Pemeriksaan dilakukan pada saat bayi supinasi dengan menggunaan
pita ukur yang mengelilingi area dada melewati puting susu. Nilai
normalnya 30-35 cm (lingkar kepala biasanya 2 cm lebih besar
dibandingkan lingkar dada)
 Lingkar Perut
Pemeriksaan dilakukan pada saat bayi supinasi dengan menggunaan
pita ukur yang mengelilingi area perut melewati umbilikus. Jika
didapatkan hasil > 2 cm dari nilai normal, maka mengindikasikan
adanya sesuatu masalah di abdomen.
3.2. Pemeriksaan Usia Kehamilan
Pemeriksaan usia kehamilan dilakukan karena estimasi usia kehamilan yang
dinilai pada masa prenatal terkadang tidak akurat. Metode pemeriksaan usia
kehamilan yang saat ini digunakan adalah New Ballard Score (NBS). Pemeriksaan
usia kehamilan dilakukan segera setelah bayi lahir di ruang bersalin dan penilaian
New Ballard Score.
Pemeriksaan usia kehamilan segera setelah lahir dengan menilai karakteristik
fisik yaitu : tekstur kulit, warna kulit, skin opacity, edema, lanugo, kekerasan tulang
tengkorak, bentuk telinga, kekakuan telinga, genital, payudara, bentuk puting, dan
lipatan kulit di telapak kaki.

Pemeriksaan New Ballard Score paling baik dilakukan kurang dari 12 jam
setelah lahir pada bayi dengan masa kehamilan kurang 26 minggu. Pada bayi
dengan usia kehamilan lebih dari 26 minggu, dapat dilakukan hingga 96 jam setelah
lahir. Pemeriksaan New Ballard Score terdiri dari maturitas neuromuskular dan
maturitas fisik yang kemudian hasilnya dijumlahkan untuk dapat mengetahui usia
masa kehamilan.
Penyesuaian antara umur kehamilan dan berat badan bayi baru lahir, panjang
badan serta lingkar kepala dilakukan dengan memplotkan hasil pengukuran berat
badan lahir dan perhitungan perkiraan usia kehamilan pada kurva pertumbuhan
intrauterin. Kurva pertumbuhan yang sering digunakan adalah Lubchenco (1996)
dan Fenton (2003). Namun yang umum digunakan adalah kurva Lubchenco,
sedangkan Fenton Chart meliputi bayi premature. Dari kurva tersebut kita dapat
mendapatkan hasil :
- Bayi sesuai masa kehamilan (SMK) : bayi dilahirkan dengan berat lahir
berada dalam 10-90 persentil menurut grafik Lubchenco.
- Kecil masa kehamilan (KMK) : bayi dilahirkan dengan berat lahir berada
dibawah 10 persentil menurut grafik Lubchenco.
- Besar masa kehamilan (BMK) : bayi dilahirkan dengan berat lahir berada
diatas 90 persentil menurut grafik Lubchenco.
3.3. Pemeriksaan Fisik di Ruang Rawat
Pemeriksaan fisik lengkap dan terperinci pada bayi baru lahir sebaiknya
dilakukan dalam 24 jam pertama setelah lahir untuk mendeteksi adanya kelainan
yang mungkin terabaikan pada pemeriksaan dikamar bersalin. Lakukan
pemeriksaan dimulai dengan pemeriksaan yang paling tidak mengganggu pasien.
Pada saat melakukan pemeriksaan, sebaiknya bayi dalam keadaan telanjang agar
dapat diperiksa secara optimal.

3.3.1. Nilai Keadaan Umum


Lakukan observasi neonatus terlebih dahulu sebelum memulai pemeriksaan.
Sebaiknya observasi neonatus dilakukan dalam keadaan tenang, tidak dalam
keadaan lapar atau menangis. Yang perlu diperhatikan saat melakukan observasi
dimulai dari kesadaran.
 Kesadaran
Menilai kesadaran pada bayi dilakukan dengan melihat pergerakan
badan secara umum, aktivitas mata, dan pernafasan. Berikut
penggolongan stadium perilaku bayi menurut Prechtl:
- State 1 : mata tertutup, respirasi regular, sedikit sekali gerakan
- State 2 : mata tertutup, respirasi irregular, sejumlah gerakan-gerakan
kecil dan kadang-kadang terdapat general movement
- State 3 : mata terbuka, tidak tampak gerakan
- State 4 : mata terbuka, memproduksi gerakan spontan secara
kontinyu
- State 5 : dominasi keadaan menangis

3.3.2. Pemeriksaan Fisik Secara Rinci


 Kulit
Warna
- Plethora (deep, rosy red color)
Gambaran plethora sering terjadi pada bayi dengan polisitemia
tetapi dapat terjadi pula pada bayi yang kepanasan atau bayi yang
terlalu teroksigenisasi. Pada bayi dengan kondisi seperti ini, baik
dilakukan pemeriksaan hematokrit.
- Jaundice (yellowish, greenish)
Bayi dengan kulit kuning biasanya memiliki kadar bilirubin > 5
mg/dl. Kondisi bayi kuning pada 24 jam pertama setelah lahir
merupakan kondisi abnormal, adapun beberapa penyebab yang
harus dipirkan adalah Rhesus inkompabiliti ataupun infeksi
TORCH. Adapun munculnya kuning pada bayi diatas 24 jam,
penyebab yang harus kita pikirkan adalah ABO inkompabiliti
ataupun karena fisiologis jaundice.
- Pallor (washed out, whitish appreance)
Kondisi pallor bisa terjadi karena anemia, bayi asfiksia, ataupun
syok. Kondisi lebih khas yaitu Ductal Pallor biasanya terjadi pada
bayi dengan PDA.
- Hiperpigmentasi
Bayi dengan kadar melanin berlebih dapat meningkatkan
pigmentasi kulitnya pada daerah tertentu seperti ketiak,
skrotum/labia, di atas helices telinga, dasar kuku, dan sekitar
umbilikus. Warna kulit orang tua dan hormon ibu saat bayi di
dalam kandungan mempengaruhi kondisi kulit saat lahir.
Gambaran seperti linea nigra (garis –garis kehitaman di tengah
perut) disebabkan karena faktor paparan hormon dari ibu saat
hamil.
- Cyanosis
Terjadinya kondisi desaturasi > 3-5 mg/dl dapat bermanifestasi
sianosis pada bayi baru lahir. Beberapa jenis sianosis yang harus
diperhatikan adalah:
- Central Sianosis
Ditandai dengan kebiruan pada kulit, termasuk lidah,
membran mukosa, dan bibir. Kondisi ini disebabkan oleh
rendahnya saturasi oksigen di dalam darah. Pada kondisi ini
harus dapat dibedakan penyebab pasti apakah berasal dari
masalah jantung, paru, sistem saraf pusat, metabolik, ataupun
masalah hematologik.
- Peripheral Sianosis
Ditandai dengan kebiruan pada kulit, tetapi tidak pada lidah,
mukosa dan bibir. Kondisi ini dapat terjadi karena
methemoglobinemia, paparan obat atau zat kimia tertentu
(nitrat atau nitrit), dan masalah yang bersifat diturunkan seperti
hemoglobin M disease.
- Acrocyanosis
Ditandai dengan kebiruan hanya pada tangan atau kaki.
Kondisi seperti ini mungkin saja terjadi karena sesuatu yang
normal yaitu sesaat setelah bayi lahir sampai dengan beberapa
jam setelah lahir. Hal ini terjadi karena spasme dari arteri kecil
masih bisa terjadi 24-48 jam setelah bayi lahir.
- Perioral Cyanosis
Ditandai dengan kebiruan pada area sekitar bibir dan daerah
philtrum. Hal ini biasa terjadi pada bayi baru lahir karena
penutupan pembuluh darah proksimal dari kulit (bayi baru
lahir memilikki vena pleksus superficial pada daerah perioral).
InI bukan merupakan tanda sianosis central maupun perifer.
- Differential Cyanosis
Biasanya terjadi pada bayi dengan kondisi PDA. Terdapat 2
jenis yang disebut sebagai Differential Sianosis:
- Differential Cyanosis (umum)
Terjadi pada bayi dengan PDA dengan pirau kanan ke kiri.
Bagian preductal dari tubuh (bagian atas) berwarna merah
muda, dan bagian postductal (tubuh bagian bawah) adalah
sianotik. Saturasi oksigen di tangan kanan lebih besar dari
pada kaki. Kondisi ini dapat terlihat pada koarktasio aorta
yang parah atau arkus aorta yang terputus atau pada bayi
baru lahir dengan jantung yang secara struktural normal.
Kondisi PDA juga dapat mengakibatkan juga hipertensi
paru persisten dengan pirau kanan ke kiri
- Reverse Differential Cyanosis
Kondisi ini merupakan kondisi darurat jantung bayi yang
baru lahir. Ditandai dengan bagian preductal tubuh
(bagian atas) adalah sianotik (biru) dan bagian postductal
(bagian bawah) berwarna merah muda. Ini terjadi saat
saturasi oksigen lebih rendah di ekstremitas atas (tangan
kanan) daripada di bawah ekstremitas (kaki). Kondisi ini
dapat ini dapat terjadi pada transposisi great arteri dengan
PDA dan dapat juga menyebabkan hipertensi paru
persisten.
- Kondisi Asfiksia.
Tahap asfiksia setelah lahir dapat dibagi menjadi:
- Asfiksia Livida (tahap awal).
Fase asfiksia disaat saat apnea primer terjadi (denyut
jantung menurun, upaya pernapasan masih ada, tekanan
darah naik kemudian turun, PaCO2 dan pH meningkat).
Kondisi bayi sianotik, memiliki tonus otot, dan memiliki
sirkulasi yang masih adekuat.
- Asfiksia Pallida (stadium akhir).
Fase asfiksia saat selama asfiksia saat apnea sekunder
terjadi (denyut jantung dan tekanan darah turun,
pembuluh darah kolapse, syok, PaO2 rendah, peningkatan
PaCO2, pH rendah). Kondisi bayi kulitnya abu-abu / putih
pucat dan lemas; refleks dan upaya pernapasan tidak ada.
- Kondisi syok
- Warm Shock (tahap awal shock).
Kondisi ini ditandai dengan ekstrimitasnya hangat,
dengan
hilangnya tonus pembuluh darah, vasodilatasi perifer,
takikardia, peningkatan aliran darah sistemik, dan
penurunan tekanan darah.
- Cold Shock (tahap akhir shock).
Kondisi ini ditandai dengan ekstremitas dingin dan
berbintik-bintik, waktu pengisian kapiler yang lama (> 2
detik), penurunan pulsasi perifer, peningkatan tonus
pembuluh darah, vasokonstriksi, penurunan aliran darah
sistemik, dan penurunan tekanan darah.
- Memar yang luas (ekimosis).
Dapat dikaitkan dengan yang lama dan sulitnya persalinan. Memar
wajah dapat terjadi dengan tali nuchal yang ketat atau persalinan
yang sulit. Memar cukup sulit dibedakan dengan sianosis.
Petechiae (titik-titik kecil perdarahan) dapat dibatasi pada satu area
saja dan biasanya tidak menjadi perhatian. Jika mereka tersebar
luas dan progresif, maka hal tersebut harus diperhatikan, dan
dilakukan pemeriksaan untuk mengecek koagulopati harus
dipertimbangkan.
- Tanda Harlequin.
Garis batas demarkasi yang jelas antara area kemerahan dan area
warna normal. Hai Ini merupakan fenomena vaskular dan
penyebabnya biasanya tidak diketahui, tetapi mungkin karena
imaturnya pusat hipotalamus yang mengontrol pelebaran
pembuluh darah perifer. Garis demarkasi dapat terlihat dari kepala
ke perut, membelah tubuh ke bagian kanan dan kiri, atau mungkin
berkembang di setengah sisi tubuh tergantung tubuh bayi ketika
baru lahir berbaring di satu sisi. Tanda Ini terjadi paling umum di
bayi berat lahir rendah. Ini juga dapat terjadi pada 10% bayi cukup
bulan dan biasanya terjadi pada hari kedua hingga kelima
kehidupan.
- Cutis marmorata. (Mottling reticular, pola kulit berenda merah,
perubahan warna kulit keunguan).
- Cutis marmorata secara fisiologis.
Dapat dilihat pada bayi sehat dan pada bayi dengan,
hipovolemia, syok, atau sepsis. Pada kondisi normal, Ini dapat
disebabkan oleh suatu ketidakstabilan atau imaturitas suplai
saraf ke kapiler superfisialis pembuluh darah di kulit. Dilatasi
fisiologis kapiler dan venula terjadi sebagai respons terhadap
stimulus dingin. Pada kondisi hipovolemia, syok, dan sepsis
bisa terjadi karena perfusi kulit yang tidak mencukupi.
Biasanya dalam pola simetris dan dapat dilihat pada
ekstremitas. Paling menonjol ketika kulit didinginkan dan
hilang dengan memanaskan kembali.
- Cutis marmorata yang persisten.
Terjadi pada bayi dengan sindrom Down, Sindrom Cornelia de
Lange, homocystinuria, penyakit Menkes, familial
disautonomia, trisomi 13, trisomi 18, sindrom Divry-Van
Bogaert, dan pada hipotiroidisme, hipertensi kardiovaskular,
dan disfungsi SSP.
- Cutis marmorata telangiectatica congenital.
Merupakan malformasi vaskular kulit bawaan yang langka.
Mottling tidak hilang dengan pemanasan. Ini dapat dikaitkan
dengan asimetri tubuh, glaukoma, pelepasan retina, anomali
neurologis, dan anomali vaskular lainnya.
- Lanugo.
Merupakan rambut halus terlihat pada bayi baru lahir (lebih banyak
terjadi pada bayi prematur tetapi bisa dilihat pada bayi cukup
bulan).
- Vernix caseosa.
Merupakan zat putih berminyak yang menutupi kulit hingga
minggu ke-38 kehamilan. Tujuannya adalah untuk memberikan
penghalang kelembaban.
- Kulit kering.
Bayi dapat memiliki kulit yang kering, dan pascakelahiran bayi
bisa menunjukkan pengelupasan dan keretakan kulit yang
berlebihan. Kondisi bawaan sifilis dan kandidiasis dapat muncul
dengan tanda kulit mengelupas saat bayi baru lahir.
- Harlequin fetus.
Bentuk ichthyosis bawaan yang paling parah. Bayi memiliki
penebalan pada lapisan kulit keratin yang menyebabkan sisik tebal.
- Aplasia cutis congenita.
Tidak adanya sebagian atau seluruh lapisan kulit. Paling umum
adalah daerah soliter pada kulit kepala (70%). Prognosisnya sangat
baik, tetapi jika area tersebut besar, perbaikan bedah mungkin
diperlukan

Ruam
- Milia.
Merupakan ruam di mana kista sebasea kecil dari keratin terlihat.
Warna kuning keputihan biasanya di dagu, hidung, dahi, dan pipi
tanpa eritema. Ini terlihat pada 33% bayi, dan kista jinak ini
menghilang dalam beberapa minggu setelah kelahiran. Miliaria
Dapat terjadi karena retensi keringat dari penutupan struktur ekrin
yang tidak lengkap.Miliaria rubra (ruam panas) melibatkan daerah
yang lebih dalam dari obstruksi kelenjar keringat.
- Hiperplasia sebasea.
Berbeda dengan milia, lesi yang timbul lebih banyak kuning dan
kadang-kadang disebut sebagai "miniatur pubertas pada bayi baru
lahir." Penyebabnya adalah paparan androgen ibu dalam rahim;
mereka jinak dan hilang secara spontan dalam beberapa minggu.
- Erythema toxicum (erythema neonatorum toxicum).
Terdiri dari banyak area kecil kulit merah dengan papula kuning-
putih di tengah. Lesi paling jelas terlihat 48 jam setelah kelahiran
tetapi dapat muncul hingga 7-10 hari. Pewarnaan papula yang
terang menunjukkan eosinofil. Ruam jinak ini, yaitu ruam paling
umum, sembuh secara spontan. Ruam ini lebih sering terjadi di
bayi cukup bulan.
- Candida albicans ruam ("ruam popok").
Tampak sebagai plak eritematosa dengan ujung-ujungnya berbatas
jelas. Badan satelit (pustula pada area kulit yang berdekatan) juga
terlihat. Biasanya terjadi di lipatan kulit . Pewarnaan gram atau
KOH 10% dari lesi menunjukkan spora ragi yang mulai tumbuh,
yang mudah diobati dengan salep nistatin atau krim dioleskan ke
ruam 4 kali sehari selama 7-10 hari.
- Dermatitis seboroik infantil.
Ruam umum biasanya terjadi pada kulit kepala “cradle cap,” area
wajah, leher, dan popok yang eritematosa dan dengan sisik
berminyak. Biasanya dapat sembuh dengan sendiri.
- Herpes simpleks.
Terlihat sebagai ruam disertai, vesikel hingga bula. Ruam paling
sering terlihat di lokasi monitor kulit kepala janin,atau bokong.
Tzanck smear mengungkapkan sel raksasa berinti banyak.

Nevi.
Muncul saat lahir, berwarna coklat atau hitam hingga kebiruan, atau
vaskular.
- Nevus simplex
Timbul karena malformasi kapiler yang biasanya terlihat di daerah
oksipital, kelopak mata, dan glabella. Lesi menghilang secara
spontan dalam tahun pertama kehidupan.
- Mongolian Spots
Bintik Mongolia adalah tanda lahir paling umum. Berwarna biru
tua atau bintik-bintik makula seperti memar ungu kebiruan
biasanya terletak di atas sakrum. Biasanya hadir dalam 90% orang
kulit hitam dan Asia, mereka terjadi pada <5% anak-anak kulit
putih dan menghilang pada usia 4 tahun.
- Hemangioma kavernosa.
Biasanya muncul sebagai mirip kista, besar, merah, atau dalam
bentuk massa tidak jelas dan dapat ditemukan di mana saja pada
tubuh. Sebagian besar dari lesi ini menurun seiring bertambahnya
usia, tetapi beberapa membutuhkan terapi kortikosteroid. Dikasus
yang lebih parah, reseksi bedah mungkin diperlukan.
 Kepala
Pemeriksaan fisik pada kepala dimulai dari bentuk kepala, ukuran kepala,
luka atau memar sekunder akibat trauma lahir seperti caput succedaneum,
cephaloheatom, atau perdarahan subgalael, dan pemeriksaan transiluminasi.
Pemeriksaan pada kepala dinilai juga tulang frontal, oksipital, parietal, garis
sutura, serta fontanel.
- Makrosefal dan Mikrosefal
Penilaian makrosefal dilihat dari pengukuran lingkar kepala
“occipitofrontal” > persentil 90. Kondisi makrosefal bisa terjadi karena
variasi normal, atau hal patologis seperti hidrosefalus, hydrencephaly,
ataupun gangguan kromosom. Penilaian untuk mikrosefal dilihat dari
pengukuran lingkar kepala “occipitofrontal” < persentil 10. Kondisi
mikrosefal bisa terjadi karena adanya brain atrophy.
- Fontanel Anterior dan Posterior
Ukuran normal fontanel anterior 0,6 cm-3,6 cm dan menutup pada 24
bulan. Ukuran normal fontanel posterior 0,5 cm dan menutup pada usia
2 bulan. Kondisi fontanel anterior besar bisa merupakan sesuatu variasi
yang normal atau bisa karena masalah hipotiroid kongenital yang
biasanya ditemukan pada bayi dengan masalah tulang seperti
akondroplasia, atau bisa ditemukan pada bayi dengan masalah
kromosom seperti down syndrome. Kondisi bulging fontanel bisa
dikaitkan peningkatan tekanan intrakranial, meningitis, ataupun
hidrosefalus. Depressed fontanel biasanya ditemukan pada bayi dengan
dehidrasi. Kondisi fontanel anterior kecil bisa terjadi pada kondisi
hipertiroid kongenital, mikrosefal, ataupun craniositosis.
- Cephalic Molding
Merupakan bentuk tulang kepala tidak simetris yang bersifat sementara
dan biasanya terjadi setelah persalinan secara spontan per vaginam yang
lama. Bentuk kepala akan kembali normal dalam waktu 1 minggu.
- Caput Succedaneum
Merupakan pembengkakak pada jaringan lunak kulit kepala yang
bersifat difus/meluas melewati sutura kepala dan biasanya
menghilang dalam beberapa hari.
- Cephalhematoma
Merupakan perdarahan pada daerah sub periosteal yang tidak
melewati sutura. Cephalhematoma dapat diikuti dengan peningkatan
hematokrit dan kadar bilirubin. Sebagian besar cephalhematoma
akan sembuh dalam 2-3 minggu.
- Perdarahan subgleal
Merupakan perdarahan yang terjadi antara kulit kepala dan
tengkorak. Perdarahan dapat terjadi antara aponeurosis epikranial
dan periosteum. Perdaharan dapat melewati sutura, sampai ke
telinga dan leher. Bisa terjadi karena persalinan vakum atau forsep,
ataupun karena keadaan koagulopathy.
- Peningkatan Tekanan Intrakranial
Peningkatan tekanan intrakranial pada neonatus dapat ditandai
dengan:
- Penonjolan pada fontanel aterior
- Sutura terpisah
- Paralisis gerakan bola mata ke atas
- Venektasi vena di scalp
- Peningkatan lingkar kepala
- Kraniositosis
Merupakan kondisi penutupan dini pada ≥ 1 sutura kepala, akan
terlihat bayi dengan bentuk kepala asimetris.
- Kraniotabes
Merupakan kondisi tulang tengkorak yang tipis di sekitar garis
sutura (atas dan belakang kepala) dam hilang dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu.
- Plagiocephaly, Brachycephaly, Anencephaly, Acrocephaly
- Plagiocephaly ditandai dengan bentuk kepala yang oblik,
asimentris dan mendatar. Kondisi ini bisa terjadi karena posisi
kepala bayi yang diam pada satu posisi, atau bisa juga karena
penutupan prematur pada sutura coronal dan lambodial.
- Brachycephaly terjadi karena penutupan prematur dari sutura
coronal dan membuat kepala tampak terlihat short broad
appreance, kondisi ini bisa dilihat pada kelainan trisomi 21
atau apert syndrome.
- Anencphaly terjadi karena anterior neural tube yang gagal
menutup dan otak mengalami malformasi. Biasanya bayi dapat
tetap hidup, tetapi banyak juga yang tidak bisa bertahan (mati
setelah lahir).
- Acrocephaly terjadi karena penutupan prematur pada sutura
coronal dan sagital. Tulang kepala terlihat menyempit dengan
bentuk kubah di atasnya. Kondisi ini dapat dilihat pada
Crouzon dan apert syndrome.
 Leher
Pemeriksaan leher pada neonatus lebih mudah dilakukan saat bayi
dilakukan reflek rooting. Palpasi dimulai dari otot sternokleidomastoideus
untuk menilai pembesaran tiroid dan kista duktus tiroglosus. Kelainan yang
dapat ditemukan saat pemeriksaan leher adalah short neck, webbed neck,
higroma kistik, dan goiter.
 Wajah
Pada pemeriksaan wajah dilakukan penilaian bentuk hidung, mulut, dagu
(mikrognatia), telinga, mata (hipertelorisme), dan gangguan saraf wajah.
 Telinga
Pada pemeriksaan telinga dilakukan dilaksanakan penilaian kelainan bentuk
dan kelainan posisi. Struktur telinga terdiri heliks, antiheliks, tragus,
antitragus, fosa skafoid, dan kanalis aurikularis eksternal. Sindrom genetik
sering dikaitkan dengan bentuk telinga yang tidak normal. Kelainan telinga
yang dapat diketahui dari pemeriksaan fisik seperti low set ear, preauricular
skin tag,telinga berbulu, anotia, mikrotia, dan makrotia.
 Mata
Bayi yang baru lahir dapat mengalami edema pada kelopak matanya dan
menghilang dalam beberapa hari kemudian. Pada pemeriksaan skelera,
normalnya berwarna putih. Kelainan yang mungkin ditemukan adalah
perdarahan sklera, sklera ikterik, dan juga blue sklera. Pemeriksaan pada
pupil dilakukan penilaian ukuran pupil bilateral, reaktivitas, dan menilai
gerakan bola mata. Dapat terjadi keadaan leukokoria yaitu pupil berwarna
putih atau terjadi opasitas pada lensa mata. Bayi baru lahir dengan kondisi
leukokoria perlu dilakukan penilaian yang lebih lanjut meliputi
kemungkinan terjadinya katarak kongenital, glaukoma, dan retinoblastoma.
Temuan lain pada pemeriksaan mata adalah epicanthal fold (lipatan kulit
pada kelopak mata bagian atas yang menutupi sudut dalam mata),
dacriosistocele (hambatan dari ujung superior dan inferior saluran
nasolakrimialis), dakriostenosis (penyempitan saluran nasolakrimalis),
hipertelorisme, nistagmus, dan ptosis.
 Hidung
Pemeriksaan fisik pada hidung menilai kelainan bentuk, deformitas,
simetris atau asimetris. Bila dicurigai atresia kloaka unilateral atau bilateral
dilakukan pemeriksaan untuk menilai lubang hidung bayi dengan cara
pemasangan selang NGT. Kondisi dislokasi septum nasal dapat terjadi pada
bayi baru lahir dan memerlukan evaluasi dari bagian THT untuk
kemungkinan koreksi pada beberapa hari pertama kehidupan untuk
mencegah deformitas permanen.
 Mulut
Pemeriksaan mulut dilakukan dengan inspeksi dan palpasi. Dengan inspeksi
dapat dilihat adanya labioskisis dan gnatoskisis. Pemeriksaan lidah
dilakukan untuk menilai ukuran lidah, apakah didapatkan makroglasia atau
tidak. Secara palpasi dapat dideteksi terdapat high arch palate, palatoskisis,
dan dilakukan penilaian refleks hisap. Bila terdapat hipersalivasi pada bayi
baru lahir perlu dipikrkan kemungkinanatresia esofagus dengan atau tanpa
fistula trakea esofagus.
 Dada
Penilaian keadaan paru dengan melakukan inspeksi, auskultasi, dan palpasi.
Pada pemeriksaan dada dilakukan penilaian bentuk dan gerakan dinding
dada. Bentuk dada normal bayi baru lahir adalah barrel shaped dan prosesus
xifoidus sering menonjol. Bentuk dada yang asimetris menunjukan adanya
udara (pneumotoraks), massa pada rongga dada, dan kerusakan pada saraf
phrenikus. Terdapat napas merintih, pernapasan cuping hidung, serta
retraksi subkostal dan interkostal menandakan adanya peningkatan upaya
bernapas. Frekuensi napas bayi baru lahir 40-60 kali/menit. Bayi dengan
frekuensi napas > 60 kali per menit terus menerus perlu diperhatikan adanya
kelainan paru, jantung, dan metabolik. Bayi baru lahir bernapas dengan
diafragma secara abdominotorakal. Bila terjadi sumbatan jalan napas akan
tampak bentuk dada mengecil dan perut membesar (paradoxical breathing).

Pemeriksaan jantung dilakukan penilaian dimulai dari frekuensi denyut


jantung dengan nilai normal 110-160 kali/menit saat bayi bangun dan turun
menjadi 80 kali/menit saat tertidur. Irama jantung dan ada tidaknya murmur
perlu dilakukan dengan auskultasi. Murmur dapat menunjukkan kelianan
pada jantung seperti VSD, PDA, Koarksio aorta, stenosis aorta, TOF, atresia
pulmonal. Kecurigaan terdapat kelainan penyakit jantung bawaan sangat
penting dilakukan perabaan arteri femoralis, arteri dorsum pedis, arteri
radialis, dan arteri brakialis.
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi nafas <60 kali/menit 60-80 kali/menit >80 kali/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Reraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi
Total Diagnosis
<4 Sesak nafas ringan
4-7 Sesak nafas sedang
>7 Sesak nafas berat

 Abdomen
Pemeriksaan abdomen pada neonatus meliputi inpeksi, auskultasi, dan
palpasi. Pada inspeksi bentuknya rata dengan dada, dapat ditemukan adanya
omphalocele, gastrochisis, dan ekstropi vesika urinaria. Pada auskultasi
dinilai suara bising usus. Pada palpasi abdomen dinilai bentuk cembung,
lembut, atau tegang. Ukuran hepar dapat dapat teraba 1-2 cm di bawah arkus
aorta kanan. Ukuran lien sedikit teraba pada ujung aorta kiri, bila teraba
lebih dari 1 cm berarti ada pembesaran. Kelainan yang mungkin ditemukan
adalah diastasis rektus abdominalis (penonjolan vertikal dari xiphoid
sampai umbilikus karena kelemahan fascia antara muskulus resktus
abdominalis, scaphoid abdomen (abdomen cekung pada hernia
diafragmatika kongenital). Kelainan yang dapat ditemui pada umbilikus
adalah hernia umbilikalis, dan hematoma umbilikal..
 Tulang Belakang
Pada neonatus tulang belakang bersifat lentur ke arah dorsoventral dan
lateral. Sepanjang tulang belakang termasuk sakrum dipalpasi untuk
mendeteksi kelainan tulang belakang seperti meningokel.
 Genitalia
Pemeriksaan genitalia pada bayi baru lahir penting untuk membedakan jenis
kelamin bayi. Penilaian genitalia bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan
skrotum (warna, massa, torsi), penilaian penis (ukuran jika mikropenis yaitu
< 2SD rerata panjang berdasar usia, fimosis atau parafimosis), penilaian
meatus (hipospadia, epispadia). Penilaian genitalia bayi perempuan
dilakukan pemeriksaan labia mayor, labia minor, klitoris (normalnya
panjang < 7 mm dan lebar 4 mm), vagina, serta sekret vagina (kemerahan
karena penurunan kadar estrogen dari ibu secara tiba-tiba).
 Anus
Penilaian anus bayi baru lahir penting dilakukan dengan cara memasukan
pipa orogastrik dengan kedalaman < 1 cm atau dengan mengobservasi feces
dari anus.
 Ekstrimitas
Pemeriksaan anggota gerak meliputi penilaian kedua tangan, kaki, juga
menilai jari-jarinya. Beberapa kelainan yang mungkin ditemukan yaitu
syndactyly, polydactyly, brachydactyly, talipes vagus, talipes equinus,
talipes calcaneus, dan talipes varus.

3.3.3. Pemeriksaan Neurologis


Penilaian tingkat kesadaran bayi baru lahir menggunakan Prechtl scale yang
terdiri atas :

 State 1: mata tertutup, respirasi regular, tidak ada gerakan


 State 2: mata tertutup, respirasi iregular, gerakan otot-otot kecil
 State 3: mata terbuka, gerakan otot-otot kecil
 State 4: mata terbuka, gerakan otot-otot kecil, tidak menangis
 State 5: mata terbuka/tertutup, menangis

Pemeriksaan postural neonatus sesuai dengan tingkat usia kehamilan.


Postur neonatus cukup bulan menunjukan adanya fleksi pada ke-4 ekstrimitas,
disertai gerakan halus, simetris, dan beragam.
Pemeriksaan tonus otot pada neonatus dapat dilaksanakan dengan
melakukan gerakan pasif dan aktif pada tubuh dan anggota gerak bayi. Penilaian
tonus otot secara pasif dilakukan dengan melihat sudut popliteal, dorsofleksi kaki,
dan juga scarf sign. Penilaian tonus otot secara aktif dilakukan dengan menilai
refleks righting, tonus fleksor leher, dan suspensi ventral. Hasil pemeriksaan
tersebut menunjukkan kematangan tonus otot sesuai dengan usia gestasi yang
bertambah.
 Refleks Tendon
Refleks patella, bisep, dan brakioradialis sudah bisa ditemukan, sedangkan
refleks achilles muncul sesudah periode neonatal. Refleks trisep yang
terakhir muncul yaitu tetapi pada usia 6 bulan biasaya sudah ada.
 Refleks Kremaster
Pada penggoresan bagian medial paha maka testis pada sisi yang sama akan
terangkat. Jika tidak ada refleks ini maka terdapat lesi segmen L1 dan L2.
 Refleks Anal
Dilakukan penggoresan di daerah perianal akan terjadi kontraksi spinter ani
eksterna. Jika tidak ada kontrasi maka terdapat lesi di segmen S4 dan S5.
 Refleks Babinsky
Dilakukan goresan pada telapak kaki bagian lateral maka akan timbul reaksi
dorsofleksi ibu jari dan jari-jari lain mengembang. Normal sampai akhir
tahun pertama.
 Primary Neonatal Refleks
Merupakan refleks perkembangan spesifik yang dapat memberikan
informasi mengenai fungsi umum sistem saraf dan juga lokasinya. Ada 3
bentuk abnormalitas refleks ini yaitu reaksi yang asimetris, tidak didapatkan
refleks yang diharapkan, refleks persisten yang seharusnya tidak ada.
Beberapa refleks yang penting seperti:
- Refleks Moro
Bayi posisi telentang dengan leher sedikit difleksikan, kemudian kepala
diturunkan dengan cepat 20-30 derajat. Responnya adalah awalnya
ekstrimitas ektensi dan abduksi, kemudian menjadi fleksi dan abduksi.
Sering dijumpai ektensi jari 3,4, dan 5, kemudian jari telunjuk dan ibu
jari fleksi (melengkung seperti huruf C). Biasanya refleks menghilang
di usia 5 bulan. Refleks moro yang asimetris bisa menunjukan adanya
fraktur klavikula, paresis brakial, ataupun hemiparesis. Refleks moro
yang melemah terjadi karena proses difus yang disebabkan oleh depresi
fungsi CNS, hipotonik, atau kelemahan umum.
- Refleks Palmar Grasp
Dilakukan pada bayi yang tidak menangis dengan meletakkan jari pada
telapak tangan bayi dan tekan hati-hati. Reaksi positif apabila fleksi
semua jari. Reaksi lemah atau negatif ada pada bayi dengan gangguan
saraf perifer. Refleks yang asimetri terjadi pada Erb paralisis. Reaksi ini
akan menghilang di usia 4-6 bulan.
- Refleks Plantar Grasp
Dilakukan dengan cara ibu jari pemeriksa menekan telapak bagian
depan kaki bayi. Reaksi positif jika semua jari kaki fleksi. Reaksi negatif
menandakan adanya masalah defek medula spinalis bagian bawah (L5-
S2). Reaksi ini menghilang pada usia 9-10 bulan.
- Tonic Neck Refleks
Dilakukan dengan cara posisi bayi telentang lalu diputar kepalanya ke
salah satu sisi, anggota ipsilateral akan ektensi, sedangkan anggota
contralateral akan fleksi. Reaksi akan muncul pada dengan usia
kehamilan > 35 minggu dan reaksi akan menghilang hingga waktu 7
bulan.Realksi yang masih muncul > 7 bulan menandakan ada masalah
di traktus piramidalis.
Refleks-refleks yang lain

- Rooting Refleks
Dilakukan dengan menyentuh kulit di sekitar bibir pada ujung mulut,
bibir atas, dan bibir bawah. Respons positif mulut akan terbuka dan
kepala menoleh ke sisi yang diragsang. Bila bibir bawah yang
dirangsang, maka mulut akan tebuka dan rahang bawah turun. Refleks
ini akan menghilang pada usia 3-4 bulan (keadaan bangun) dan 7 bulan
(keadaan tidur).
- Sucking Refleks
Refleks ini tidak ditemukan pada bayi yang baru diberi makan. Refleks
ini timbul dengan cara mengusap bibir bayi. Reaksi positif akan muncul
gerakan menghisap yang ritmis dengan bibir dan lidah. Refleks ini
menghilang pada usia 6-9 bulan. Jika refleks ini menetap maka
menandakan adanya kelainan otak yang difus.
- Galant Refleks
Dilakukan dengan cara melakukan goresan pada rusuk bayi antara iga
ke 12 dan krista iliaka. Reaksi positif jika tubuh melengkung ipsilateral
terhadap stimuli. Dalam keadaan normal, refleks ini perlahan akan
berkurang dan menghilang pada usia 3 bulan. Bila relfleks ini pesisten
menunjukan adanya defisit neurologis.
- Parachute Refleks
Refleks ini terjadi dengan memegang bayi pada posisi telungkup dan
dengan cepat bayi digerakakan mendekati meja periksa. Reaksi positif
jika bayi ektensi anggota gerak atas dan telapak tangan terbuka pada
permukaan meja untuk menahan kejatuhannya. Reaksi ini muncul pada
usia 6-9 bulan. Reaksi yang terjadi asimtetris secara terus-menerus
menunjukkan adanya hemiparesis.
REFERENSI

1. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Tuttle DJ. Neonatology : Management,
Procedures, On-Call Problems, Diseases, and Drugs. 2013.

2. Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson Text
Book of Pediatrics, 20th Edition. 2016

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neonatoligi Edisi Pertama Cetakan
Keempat. Jakarta: Balai Penerbit IDAI; 2015.
DAFTAR GAMBAR

Plethora Jaundice Pallor

Central Sianosis Perioral Sianosis Akrosianosis

Echymosis Harlequin Sign Lanugo


Milia Hiperplasia Sebasea Erytema Toxicum

Candidiasis Nevus Simplek Hemangioma


Kavernosa

Mongolian Spots Makrosefal Mikrosefal

Fontanel Anterior dan Posterior


Cephalic Molding

Caput Succedaneum Cephalhematoma Kraniositosis

Kraniotabes Kelainan Penutupan Sutura

Short Neck Webbed Neck Gioter


Mikrotia Anotia Low Set Ear

Pre Auricular Skin Tag Skelera Ikterik Leukokoria

Makroglosia Labioskisis / Palatoskisis Omphalocele

Gastroskisis Hernia Umbilikal Diastasis Rektus


Ekstropi Vesika Urinaria Hematoma Umbilikal Meningokel

Kelainan Ekstrimitas

Anda mungkin juga menyukai