Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, penulis menyusun tugas presentasi
kasus yang berjudul “Dengue Shock Syndrome”.
Terwujudnya tugas presentasi kasus ini berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Agus, Sp. A selaku
pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan memberi masukan-
masukan kepada penyusun dan juga kepada seluruh dokter lainnya yang turut membantu dan
membimbing penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas
bantuan yang diberikan selama ini.
Penulis menyadari presentasi kasus ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dapat menjadi
lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Akhir kata dengan mengucapkan Alhamdulillah, semoga Allah SWT selalu meridhoi
kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya
Mengetahui :
Peserta Pendamping
Pembimbing Materi
Keluhan Utama
Penurunan kesadaran sejak 5 jam SMRS.
1
Riwayat penyakit dalam keluarga
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi obat, cuaca, maupun debu.
Riwayat Psikososial
Kondisi lingkungan rumah ramai penduduk, jarak antar rumah berdekatan.
Sumber air bersih dari air tanah, terdapat jamban keluarga.
Sumber air minum dari air gallon isi ulang kadang air minum dimasak
sendiri dari kran.
Riwayat Pola Makan
Pasien mengkonsumsi makanan nasi, lauk dan sayur 3 kali sehari.
Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dari ibu usia 27 tahun dengan umur kehamilan 38
minggu secara spontan ditolong bidan dengan berat badan lahir 2800 gram
dan panjang 48 cm, langsung menangis kuat segera setelah lahir dan tidak
ada kebiruan. Kesan kelahiran tidak ada kelainan.
Riwayat imunisasi
0 bulan : Hep B1, BCG, Polio-1
2 bulan : DPT-1, Hep B2, Polio-2
3 bulan : DPT-2, Hep B3, Polio-3
4 bulan : DPT-3, Polio-4
9 bulan : Campak
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia berdasarkan IDAI 2017
2
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 2800 gram dan
panjang 48 cm. Saat ini pasien berusia 16 tahun dengan berat badan 45
kg dan tinggi badan 147 cm.
Kesan : pertumbuhan sesuai usia
b. Perkembangan
Saat ini pasien berusia 16 tahun sekolah SMA kelas I. Orang tua
pasien mengaku pasien di sekolah memiliki banyak teman dan dapat
mengikuti pelajaran dengan baik. Pretasi pasien di sekolah cukup baik
dan perkembangan pasien sama dengan teman sebayanya. Pasien tidak
mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan mengikuti aktivitas
sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggal.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
Riwayat Nutrisi
Pasien makan nasi disertai lauk pauk beraneka ragam seperti tahu,
tempe, telur, daging dan disertai sayur. Pasien makan tiga kali sehari, 1
piring nasi setiap makan, dan selalu habis.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
3
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : Delirium (GCS: E2M3V4)
Tanda-tanda vital :
Tekanan darah: 87/53 mmHg
Nadi : 60 x/m, regular, reguler kuat angkat menurun
RR : 20 x/m, regular
Suhu : 36,7oC
Status Generalis
Kepala
Mesocephal
Mata
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor diameter 2 mm/ 2 mm.
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Telinga
Normotia, sekret (-/-)
Mulut
Mukosa kering (+), sianosis (-), faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
hiperemis (-)
Leher
Pembesaran KGB mandibular (-/-), pembesaran kelenjar tiroid (-/-).
4
Pulmo
Inspeksi : Simetris, retraksi (-) pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : Teraba pengembangan dinding thorax yang simetris dextra dan
sinistra
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : BJ 1 & 2 reguler murni, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, asites (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (+) R. epigastrik
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut, pekak (-)
Ekstremitas atas
Akral : Dingin
Edema : -/-
Sianosis : -/-
CRT : <2 detik
Petekie : (+)
Ekstremitas bawah
Akral : Dingin
Edema : -/-
Sianosis : -/-
CRT : <2 detik
Petekie : (+)
5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis
Hasil Satuan Nilai Normal
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 gr% 11,7 – 15,5
Leukosit 5,5 10^3 /ul 4,5 – 12,5
Trombosit 102 (L) 10^3 /ul 134 – 386
Hematokrit 38 % 35 – 47
Eritrosit 3.1 10^6 /ul 2,80 - 5.20
MCH 30 pg 26-34
MCHC 33 g/Dl 32-3
MCV 80 fL 80-100
Hitung Jenis
Leukosit/DIFF :
Eosinofil 0.0 (L) % 1–5
6
Basofil 0.10 % 0–1
Netrofil 35.50 (L) % 50 – 70
Limfosit 51.00 (H) % 25 – 50
Monosit 12.50 (H) % 1 – 11
KIMIA KLINIK
GDS 94 mg/dL 80 – 110
Ureum 17 mg/dL 10-50
Creatinin 0.44 (L) mg/dL 0.2-0.4
SGOT 61 (H) U/L <31
SGPT 33 (H) U/L <32
ELEKTROLIT KIMIA
RESUME
7
DIAGNOSA KERJA
1. Diagnosa Klinis :
- Dengue Shock Syndrome
2. Diagnosa Gizi : Gizi Cukup
TERAPI
• IVFD RL loading 1500 cc lanjut IVFD RL 20 tpm TD: 95/60
• Rawat PICU
• O2 nasal canule 2 lm
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
8
FOLLOW UP
- Inj. Dexametasone 3 x 5 mg
9
Mata : CA(-/-) SI (-/-)
Air mata : (+)
Mulut : tidak kering
Kulit: petekie (+)
Abdomen : datar , supel, turgor baik, bising usus (+)
Eksterimitas : Akral hangat , CRT < 2 detik
A Dengue Shock Syndrome dalam perbaikan
Susp Meningoencephalitis
P - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ondansetron 2x4mg
- Inj. Dexametasone 3 x 5 mg
10
P - IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ondansetron 2x4mg
- Inj. Dexametasone 3 x 5 mg
- Dobutamin stop
- Inj. Dexametasone 2 x 5 mg
11
- Inj. Manitol 2x125 ml
- Obat pulang:
- Cefixime 2x250 mg
- Paracetamol 3x1
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Virus dengue merupakan virus genom RNA rantai tunggal, genus
flavivivirus dari famili flaviviridae. Penyebaran infeksi virus ini terutama
diperantarai oleh nyamuk aides aegipty.
2.2 Epidemiologi
Infeksi virus dengue masih menjadi permasalahan kesehatan global.
Kejadian luar biasa penyakit ini telah sering dilaporkan dari berbagai negara.
Penyakit dengue terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis.
Diperkirakan setiap tahun sekitar 50 juta manusia terinfeksi virus dengue
yang 500.000 diantaranya memerlukan rawat inap, dan hampir 90% dari
pasien rawat inap adalah anak-anak. Asia Tenggara merupakan daerah
endemis, Indonesia termasuk dalam kategor endemik A (endemik tinggi).
Pada tahun 2008 dilaporkan jumlah kasus DBD sebanyak 137.469
orang, kemudian meningkat pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2011
terjadi penurunan jumlah kasus namun kembali meningkat pada tahun 2012
dengan angka kematian (CFR) sebesar 0,80-0,89%. Data dari RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP Dr. Soetomo, RSUP
Dr. Sarjito, RSUP Dr. Karyadi, dan RSUP Dr. Mohammad Hoesin pada tahun
2008-2013 terdapat 13.940 pasien yang terdiri atas demam dengue 5.931,
DBD 5.844 dan sindrom syok dengue (SSD) 2.165. Sekitar 9.036 (64,8%)
pasien merupakan kelompok umur 5-14 tahun.
2.3 Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae.
Berdasarkan genom yang dimiliki, virus dengue termasuk virus (positive
sense single stranded) RNA. Genom ini dapat ditranslasikan langsung
menghasilkan satu rantai polipeptida berupa tiga protein struktural (capsid=C,
premembrane=prM, dan envelope=E) dan tujuh protein non-struktural (NS1,
NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B, dan NS5). Berdasarkan sifat antigen
dikenal ada empat serotipe virus dengue, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3,
dan DENV-4. Di Indonesia keempat serotipe virus dengue tersebut dapat
ditemukan dan DENV-3 merupakan strain yang paling virulen.
Infeksi virus dengue ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk Aedes
aegipty yang banyak ditemukan diberbagai belahan dunia terutama pada
daerah tropis dan subtropis.
13
2.4 Patogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan: 1. Faktor virus,
yaitu serotipe, jumlah, dan virulensi. 2. Faktor penjamu, genetik, usia, status
gizi, penyakit komorbid dan interaksi antara virus dengan penjamu. 3. Faktor
lingkungan, musim, curah hujan, suhu udara, kepadatan penduduk, mobilitas
penduduk, dan kesehatan lingkungan.
Immunopatogenesis
Secara umum patogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh
interaksi berbagai komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang
terjadi secara terintegrasi.
Respon imun humoral
Respon imun humoral diperankan oleh limfosit B dengan
menghasilkan antibodi spesifik terhadap virus dengue. Antibodi spesifik untuk
virus dengue terhadap satu serotipe tertentu juga dapat menimbulkan reaksi
silang dengan serotipe lain selama 6 bulan. Antibodi anti dengue yang
dibentuk umumnya berupa imunoglobulin G. Antibodi yang dihasilkan dapat
menguntungkan dalam arti melindungi dari terjadinya penyakit namun
sebaliknya dapat pula menjadi pemicu terjadinya infeksi yang berat melalui
mekanisme antibody-dependent enhancement (ADE).
Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu menimbulkan
kekebalan menetap untuk serotipe bersangkutan (antibodi homotipik). Pada
saat bersamaan, sebagai bagian dari kekebalan silang akan dibentuk antibodi
untuk serotipe lain (Antibodi heterotipik). Apabila kemudian terjadi infeksi
oleh serotipe yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang bersifat non atau
subneutralisasi berikatan dengan virus serotipe yang baru membentuk
kompleks imun. Kompleks imun akan berikatan dengan reseptor Fc-γ yang
banyak terdapat pada monosit dan makrofag sehingga memudahkan virus
menginfeksi sel. Virus bermultiplikasi di dalam sel dan selanjutnya virus
keluar dari sel, sehingga terjadi viremia.
14
Respons Imun Selular
Respons imun selular yang berperan yaitu limfosit T. Respons sel T
terhadap infeksi virus dengue dapat menguntungkan, namu juga sebaliknya
dapat terjadi hal yang merugikan bagi penjamu. Sel T spesifik untuk virus
dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi dengue dan menimbulkan respon
beragam berupa proliferasi sel T, lisis sel terinfeksi dengue serta memproduksi
berbagai sitokin.
Pada infeksi sekunder oleh virus dengan serotipe berbeda, ternyata sel
T memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotipe sebelumnya
dibandingkan dengan serotipe virus yang baru. Sehingga, fungsi lisis terhadap
virus yang baru tidak optimal, sedangkan produksi sitokin berlebihan dan
dapat memacu respons inflamasi dan meningkatkan permeabilitas sel endotel
vaskular.
Mekanisme Autoimun
Protein yang paling berperan dalam mekanisme autoimun dalam
patogenesis infeksi virus dengue yaitu protein NS1. Antibodi terhadap protein
NS1 dengue menunjukkan reaksi silang dengan sel endotel dan trombosit
sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel. Proses autoimun ini diduga
kuat karena terdapat kesamaan antara protein NS1 dengan komponen tertentu
pada sel endotel dan trombosit. Proses autoantibodi ini mengakibatkan sel
yang mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan dihancurkan
oleh makrofag. Akibatnya, trombosit terjadi penghancuran sehingga
menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotel terjadi peningkatan
permeabilitas yang mengakibatkan perembesan plasma.
Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi Lain
Pada infeksi virus dengue, sitokin berperan dalam menentukan derajat
penyakit. Infeksi berat seperti DBD (apalagi SSD) ditandai dengan
peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang sering disebut badai sitokin. Dari
berbagai penelitian sitokin yang perannya paling banyak dikemukakan yaitu
TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, dan IFN-γ. Mediator lain yang sering dikemukakan
mempunyai peran dalam menimbulkan derajat penyakit berat yaitu kemokin
CXCL-9, CXCL-10, dan CXCL-11 yang dipicu oleh IFN-γ
Faktor penjamu
Beberapa faktor pejamu dapat menjadi faktor risiko untuk terkena
infeksi dengue yang berat, antara lain usia, status gizi, faktor genetik, dan
lenyakit tertentu khususnya yang berhubungan dengan sistem imun. Anak-
anak umumnya mempunyai perjalanan penyakit yang lebih berar
dibandingkan dengan dewasa karena diduga anak memounyai sistem
mirovaskular yang lebih mudah untuk mengalami peningkatan permeabilitas.
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko yang pernah dilaporkan
mengalami infeksi derajat berat.
15
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas dapat bersifat
asimtomatik, demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah
dengue, dan expanded dengue syndrome.
Sindrom Virus
Sindrom virus dapat terjadi pada bayi, anak-anak, dan dewasa yang
telah terinfeksi virus dengue, terutama untuk pertama kalinya, dapat
menunjukkan manifestasi klinis berupa demam sederhana yang tidak khas dan
sulit dibedakan dengan demam akibat virus lain. Gejala yang ditemukan
berupa ruam makulopapular, gejala gangguan saluran napas dan pencernaan.
Umumnya, sindrom virus akan sembuh sendiri.
Demam dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja, dan
dewasa. Gejala yang timbul dapat berupa demam, mialgia, sakit punggung,
nyeri retroorbital, gangguan pencernaan, sakit tenggorok, dan gejala yang
tidak spesifik seperti lemas, anoreksia, dan gangguan rasa kecap.
Demam umumnya timbul mendadak, tinggi(39-40oC), terus menerus,
bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pada hari ketiga sakit umumnya
suhu tubuh turun, namun masih di atas normal kemudian suhu naik tinggi
kembali, pola ini disebut pola demam bifasik.
Pada hari 3 atau 4 dapat ditemukan ruam makulopapular atau
rubeliformis, ruam ini segera berkurang. Manifestasi perdarahan pada
umumnya sangat ringan berupa uji torniquet yang positif atau berupa petekie
spontan.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit normal, jumlah
trombosit dapat normal atau menurun (100.000-150.000/mm3), jarang
ditemukan jumlah trombosit < 50.000. peningkatan hematokrit sampai 10%
mungkin dapat ditemukan.
16
Demam Berdarah Dengue
Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi,
mendadak, kontinua, bifasik, berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai
dengan gejala lain seperti muka kemerahan, anoreksia, mialgia, dan artralgia.
Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual, muntah, nyeri tenggorokan
demam dapat mencapai suhu 40oC.
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji torniquet yang positif, petekie
spontan pada daerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum molle. Epistaksis
dan gusi berdarah dapat ditemukan.
Pada DBD kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi
pleura, apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan ascites.
Peningkatan nilai hematokrit (>20% dari data dasar) dan penurunan kadar
protein plasa terutama albumin serum (>0,5 g/dL dari data dasar) merupakan
tanda indirek kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan
berkurangnya volume intravaskular yang akan menyebabkan syok
hipovolemik yang dikenal sebagai sindroma syok dengue.
Manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu fase demam, fase
kritis, serta konvalesens.
Fase Demam
Umunya terjadi pada hari 1-2 setelah timbulnya gejala demam.
Awalnya demam tinggi, mendadak, setelah itu turun tapi tidak sampai
normal.
Fase kritis/fase syok
Fase kritis terjadi pada saat demam turun, pada saat ini terjadi
puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemik.
Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu
mengenal gejala dan tanda yang mendahului syok (warning signs).
Warning signs umumnya terjadi menjelang fase akhir demam yaitu antara
hari 3-7. Muntah terus menerus dan nyeri perut hebat merupakan petunjuk
awal perembesan plasma. Pasien tampak lesu, tetspi umunya masih sadar.
Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah
trombosit yang cepat dan progresif di bawah 100.000sel/mm3 serta
kenaikan hematokrit di atas data dasar merupakan tanda awal perembesan
plasma.
Bila syok terjadi, mula-mula tubuh melakukan kompensasi, namun
apabila mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke dalam syok
dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound shock.
Fase penyembuhan
Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung 24-48
jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang
intravaskular. Keadaan umum dan nafsu makan membaik, gejala
gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil.
17
Sindrom syok dengue
Sindrom syok dengue merupakan syok hipovolemik yang terjadi pada
DBD, yang diakibatkan peningkatan permeabilitas kapiler disertai perembesan
plasma.
Syok terkompensasi
Adanya hipovolemi menyebabkan tubuh melakukan mekanisme
kompensasi melalui jalur neurohumoral agar tidak terjadi hipoperfusi pada
organ vital. Sistem kardiovaskular mempertahankan sirkulasi melalui
peningkatan isi sekuncup, laju jantung, dan vasokonstriksi perifer. Pada
fase ini tekanan darah biasanya belum turun dan terjadi peningkatan laju
jantung.
Tahap selanjutnya, apabila perembesan plasma terus berlangsunf
atau pengobatan tidak adekuat, kompensasi dilakukan dengan
mempertahankan sirkulasi ke arah organ vital dengan mengurangi sirkulasi
ke daerah perifer (vasokonstriksi perifer), secara klinis ditemukan
ekstremitas teraba dingin dan lembab dan crt memanjang lebih dari dua
detik.
Pada tahap ini sistem pernapasan melakukan kompensasi berupa
quite tachypnea.
Syok dekompensasi
Pada keadaan syok dekompensasi, upaya fisiologis untuk
mempertahankan sistem kardiovaskular telah gagal, tekanan sistolik dan
diastolik telah menurun. Selanjutnya apabila pasien terlambat berobat atau
pemberian pengobatan tidak adekuat akan terjadi profound shock yang
ditandai dengan nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur
Salah satu tanda perburukan klinis utama adalah perubahan
kondisi mental karena penurunan perfusi otak. Pasien menjadi gelisah,
bingung, atau letargi.
Syok hipotensif berkepanjangan dan hipoksia menyebabkan
asidosis metabolik berar, kegagalan organ multipel serta perjalanan klonis
yang sangat sulit diatasi.
Gagal hati akut dan gagal ginjal akut serta ensefalopati mungkin
terjadi pada syok berat. Kardiomiopati dan ensefalitis juga telah
dilaporkan dalam sejumlah laporan seri kasus dengue.
Expanded dengue syndrome
Manifestasi klinis EDS berupa keterlibatan organ seperti hati, ginjal,
otak maupun jantung. Manifestasi yang jarang ini terutama disebabkan kondisi
syok yang berkepanjangan dan berlanjut menjadi gagal organ. Yang termasuk
manifestasi klinis yang tidak lazim ialah ensefalopati dengue, ensefalitis
dengue, perdarahan hebat, infeksi ganda, kelainan ginjal dan miokarditis.
Ensefalitis dengue
18
Beberapa pasien infeksi dengue dapat mengalami manifestasi
berupa keterlibatan susunan syaraf pusat, yaitu kejang dan penurunan
kesadaran.
Ensefalitis telah dilaporkan dalam sejumlah seri kasus dengue,
diduga virus dengue dapat menembus sawar darah otak.
Mekanisme neuroinflamasi
Saat dengue berikatan dengan antibodi, terjadi mekanisme respons
imun bawaan dan adaptif yang melibatkan sel pembunuh alamiah ataupun
sel imun lainnya, merusak sawar darah otak, sehingga memungkinkan sel
imun dan mediator inflamasi menyebabkan neuroinflamasi di otak.
Ensefalitis dengue (ED) dapat terjadi pada DD tidak terkomplikasi
dan dapat terjadi sejak hari pertama terinfeksi. Ensefalitis dan ensefalopati
perlu dibedakan; ensefalitis terjadi akibat proses inflamasi, sedangkan
ensefalopati terjadi karena gangguan metabolik akibat kegagalan hati atau
ginjal, infeksi sistemik, dan anoksia. Faktor risiko ensefalopati meliputi
masalah syok, perdarahan saluran cerna, gangguan fungsi hati berat,
tingginya kebutuhan cairan, gangguan elektrolit, dan edema otak
akibatperubahan permeabilitas vaskular. Sebagian besar ensefalopati yang
dilaporkan adalah ensefalopati hepatik.
Beberapa bentuk ED di antaranya ensefalitis fokal, panensefalitis,
ADEM, dan meningoensefalomielitis. Onsetnya mendadak dengan gejala
prodormal demam, lemas, nyeri otot, muntah, dan diare. Beberapa hari
kemudian timbul nyeri kepala, disorientasi, dan penurunan kesadaran.2
Gejala lain meliputi munculnya refleks primitif, postur tubuh abnormal,
kelumpuhan saraf wajah, tetraparesis, amnesia, dan kejang tanpa
perdarahan intrakranial. Pascainfeksi dapat muncul ensefalomielitis,
NMO, mononeuropati, polineuropati, dan poliradikulopati.
Diagnosis laboratorium
19
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah:
Isolasi virus
Deteksi asam nukleat virus
Deteksi antigen virus
Deteksi serum respons imun
Analisis parameter hematologi
Parameter hematologi
Pada awal fase demam hitung leukosit dapat normal atau
dengan peningkatan neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah
leukosit dan neutrofil, yang mencapai titik terendah pada akhir fase
demam.
Jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh penurunan.
Trombositopenia di bawah <100.000/mm3 dapat ditemukan pada DD
namun selalu ditemukan pada DBD. Trombositopenia umumnya
ditemukan antara hari sakit ketiga sampai kedelapan.
Pada awal demam nilai hematokrit masih normal. Peningkatan
ringan pada umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia, dan
muntah. Peningkatan hematokrit lebih dari 20% merupakan tanda dari
adanya kebocoran plasma.
2.6 Diagnosis
Diagnosis klinis demam dengue
20
Diagnosis klinis demam dengue
21
Diagnosis klinis demam dengue
Klinis Demam turun tetapi keadaan
anak memburuk
Nyeri erut dan nyeri tekan
abdomen
Muntah yang menetap
Letargi,gelisah
Perdarahan mukosa
Pembesaran hati
Akumulasi cairan
Oliguria
Laboratorium Peningkatan kadar
hematokrit bersamaan
dengan penurunan cepat
jumlah trombosit
Hematokrit awal tinggi
Syok terkompensasi
Syok dekompensasi
22
Tanda dan gejala syok dekompensasi
Takikardia
Hipotensi
Nadi cepat dan kecil
Pernapasan Kusmaull
Kulit lembab dan dingin
Sianosis
Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak
terukur
23
2.7 Tatalaksana
24
Tatalaksana Rawat Jalan Demam Dengue
25
Nutrisi
Apabila pasien masih bisa minum, dianjurkan minum yang
cukup terutama minum cairan yang mengandung elektrolit.
Pemantauan
Keadaan umum pasien
Perfusi perifer
Tanda-tanda vital
Volume urin
Jumlah urin >1,0mL/kgBB/jam
26
Gambar 5 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.
27
Gambar 6. Bagan tata laksana sindrom syok dengue terkompensasi
28
Gambar 7. Bagan tata laksana sindrom syok dengue dekompensasi
29
Tatalaksana expanded dengue syndrome
Tatalaksana kelebihan cairan
Pada keadaan kelebihan cairan perlu dinilai keadaan klinis
Turunkan jumlah cairan menjadi 1mL/kgBB/jam, bila tersedia
cairan koloid, ganti kristaloid dengan koloid.
Pada stadium lanjut dengan tanda oedema paru, furosemid
1mg/kgBB/dosis segera diberikan apabila tekanan darah stabil
serta ureum dan kreatinin normal.
Ukur volume diuresis melalui kateter urin.
Apabila tidak ada perbaikan setelah pemberian furosemid,
periksa status volume intravaskular (pemantauan CVP).
Tanda-tanda penyembuhan
Frekuensi nadi, tekanan darah, dan frekuensi napas stabil
Suhu badan normal
Tidsk dijumpai perdarahan baik eksternal maupun
internal
Nafsu makan membaik
30
Tidak dijumpai muntah ataupun nyeri perut
Volume urin cukup
Kadar hematokrit stabil
Pada kadar basal
Kriteria pulang rawat
Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
Nafsu makan membaik
Perbaikan klinis yang jelas
Jumlah urin cukup
Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
Tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura
Jumlah trombosit > 50.000/mm3
31
DAFTAR PUSTAKA
Anak, T. P. (2008). Clinical Skill Refreshmen. Malan: Fakultas Kedokteran
UMM.
Azis, A., Dharmawati, I., & Kushartono. (2008). Renjatan Hipovolemi Pada
Anak. In Pedoman Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak.
Edisi III (pp. 4-7). Surabaya: Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo.
Halstead, S., Mahalingam, S., Marovich, M., Ubol S, & Mosser DM. (2010).
Intrinsic antibody-dependent enhancement of microbial infection in
macrophages: disease regulation by immune complexes. Lancet Infect Dis,
712-22.
Kalayanarooj, S., & Nimmannitya, S. (2003). Guideline for dengue & dengue
haemorrhagic fever management. Bangkok: Bangkok Medical Publisher.
Lei, H., Huang, K., Lin, Y., Yeh , T., Liu, H., & Liu, C. (2008).
Immunopathogenesis of dengue hemorrhagic fever. Am J Infect Dis, 1-9.
Meadow, S., & Newell, S. (2005). Lecture Notes Pediatrika. Jakarta: Erlangga.
Vaughn, D., Green, S., Kalayanarooj, S., Innis, B., Nimmannitya, S., &
Suntayakorn, S. (2000). Dengue viremia titer, antibody response pattern,
and virus serotype correlate with disease severity. J Infect Dis, 2-9.
Whitehead, S., Blaney, J., Durbin, A., & Murphy, B. (2007). Prospects for a
dengue virus vaccine. Nat Rev Microbiol, 518-28.
32