DISUSUN OLEH :
dr. Steven Irving
PEMBIMBING :
dr. Vollico Nenni Septiyana, Sp.A, M.Kes
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : BAB Cair sejak 10 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dibawa orang tuanya ke IGD RSU Tangsel dengan keluhan
BAB cair sejak 10 hari SMRS. BAB frekuensi >5x/hari. BAB berwarna
kekuningan dan berbau, konsistensi cair dengan sedikit ampas. Ibu pasien
menyangkal adanya lender ataupun darah pada BAB pasien.
Keluhan disertai demam sejak 5 hari SMRS, meningkat terutama malam
hari. Keluhan batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-). Pasien sudah dibawa
berobat ke klinik pratama, namun keluhan pasien tidak membaik.
Sejak sakit, pasien masih mau makan sebanyak 3 kali sehari, namun dengan
porsi yang sedikit. Pasien terlihat lebih rewel daripada biasanya dan sering merasa
kehausan. Di rumah, pasien masih bisa beraktivitas seperti biasa, masih mau
bermain dan berinteraksi dengan keluarga. Menurut ibu pasien, pasien semakin
jarang buang air kecil dan jumlah urinnya pun sedikit berkurang daripada
biasanya.
2
Riwayat rawat inap (-) : disangkal
Riwayat asma (-) : disangkal
Riwayat alergi susu sapi (-) : disangkal
Riwayat penggunaan obat-obatan : disangkal
Genogram
Tn. M Ny. N
An. S An. FP
Gambar 1. Genogram
3
: Perempuan
: Pasien
Bentuk keluarga: Nuclear family (di dalam satu rumah terdapat bapak, ibu dan anak)
Keadaan Sosial-Ekonomi
Pasien berobat dengan menggunakan BPJS
Bapak pasien bekerja sebagai buruh, ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga
Kesan : Riwayat Sosial Ekonomi Cukup
Riwayat Makanan
Lahir – usia 1 bulan : ASI
Usia 1 bulan sampai sekarang : Menggunakan susu formula merk bebelac
usia 0-6 bulan dikarenakan ASI tidak keluar. Pasien belum diberikan PMT
(Pemberian Makanan Tambahan).
Kesan : Pada anak 0-6 bulan seharunya wajib diberikan ASI. Pada anak ini
pemberian ASI hanya pada awal setelah anak lahir karena ASI tidak keluar
banyak, lalu diberikan susu formula.
Riwayat Imunisasi
Tabel 1. Riwayat Imunisasi
4
Usia Imunisasi
0 bulan HB 1, Polio 0
1 bulan BCG
2 bulan DPT/Hib 1, HB 2, Polio 1
5
- Abdomen:
o Inpeksi : Dinding perut = dinding dada
o Auskultasi : BU normal, 15x/menit
o Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
o Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-), Turgor kulit lambat (+)
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-/-)
HEMATOLOGI
Hemoglobin 10.9 g/dl 9.2 – 13.6
Leukosit 20.9 x 103/uL 5.50 – 18.0
Hematokrit 29 % 30 - 46
Trombosit 953 x 103/uL 229 - 553
Eritrosit 4.1 x 103/uL 2.8 – 4.8
Hitung Jenis Leukosit
Basofil 0% 0-1
Eosinofil 0% 1-5
Neutrofil Batang 3% 0-8
Neutrofil Segmen 72% 17-60
Limfosit 21% 25-50
Monosit 4% 1-11
MCV 72fL 81-121
MCH 27pg 24-36
MCHC 37g/dL 26-34
Neutrofil Absolut 15675/uL 1200 - 8400
Limfosit Absolut 4389/uL 4000 - 13500
Neutrophil Lymphocyte
Ratio (NLR)
6
KIMIA KLINIK 3.57 < 3.13
SGOT
SGPT 28 U/L < 77
Glukosa Darah Sewaktu 25 U/L < 56
ELEKTROLIT SERUM 222 50-80
Natrium (Na)
Kalium (K) 120 129-143
Clorida (Cl) 4.6 3.6 – 5.8
101 93 - 112
Makroskopis
Warna Kuning -
Konsistensi Lembek -
Darah Negatif Negatif
Lendir Negatif Negatif
Cacing Negatif Negatif
Mikroskopik
Leukosit 1-2 -
Eritrosit 0-1 -
Amoeba Negatif -
Kista Negatif Negatif
Telur Cacing Negatif Negatif
Jamur (FL) Negatif Negatif
Lemak 2-4 -
Serat Makanan (FL) Negatif -
7
Radiologi Thorax tanggal 15 Juni 2022
Kesan :
- Suspect Bronkopneumonia
- Tidak tampak kardiomegali
8
1.7 Penatalaksanaan
a. Tatalaksana awal IGD
IVFD Asering 10cc/kgBB/jam 1 jam pertama ~ 50cc/jam
(evaluasi). Lanjut 3cc/kgBB/jam ~ 15cc/jam
Paracetamol 3x50mg IV (k/p)
Lipolac 1x1 sach PO
Zink 1x10mg PO
b. Advice DPJP :
IVFD Asering ~ 20 cc/jam
Paracetamol 3x50mg IV
Cefotaxime 3x250mg IV
Liprolac 1x1 sachet PO
Zink 1x10 mg PO
Periksa elektrolit ulang besok
Periksa urin rutin
Diet ASI ad lib / Sufor
Acc ranap anak
1.8 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
9
1.9 Follow Up
Hari/tanggal S O A P
Kamis, 16 Juni BAB encer KU/Kes: TSS/CM Diare Akut Infus Asering ~ 20
2022 3x, ampas TD : - mmHg Dehidrasi cc/jam
(+), lendir (-) HR : 123 x/menit Ringan Paracetamol 3x50mg
(H-2) Muntah (-) RR : 30 x/mnt Sedang IV
Demam (-) T: 36,8˚C (perbaikan) Cefotaxime 3x250mg
SpO2: 98% RA Hiponatremia IV
Bacterial Liprolac 1x1 sachet
K/L : ka (-/-), si Infection Zink 1x10 mg PO
(-/-), mata cekung
(-/-), mukosa mulut
basah (+)
Pulmo : SDV (+/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : BJ 1-2 Reg,
m(-), g (-)
Abdomen : Supel,
BU (+) normal,
turgor kulit kembali
cepat
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2
detik
Hasil Urinalisa
(16/6/22 pukul
19.55) : Terlampir
Jumat, 17 Juni BAB lunak KU/Kes: TSS/CM Diare akut Infus Asering 10cc/jam
2022 (+) 2x TD : - non disentri Cefotaxime 3x250mg IV
Demam (-) HR : 125 x/menit tanpa Zink 1x10mg
(H-3) Muntah (-) RR : 30 x/mnt dehidrasi Liprolac 1x1 sach
T: 36,5˚C Hiponatremia Paracetamol 3x50mg IV
SpO2: 98% RA (perbaikan) (k/p)
ISK ASI ad lib / sufor
K/L : ka (-/-), si Periksa H2TL ulang
(-/-), mata cekung 18/6/22
(-/-), mukosa mulut
basah (+)
Pulmo : SDV (+/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : BJ 1-2 Reg,
m(-), g (-)
Abdomen : Supel,
BU (+) normal,
turgor kulit kembali
cepat
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2
detik
Hasil GDS:
10
77mg/dL
Hasil elektrolit:
Na: 135
K: 3.8
Cl: 110
Sabtu, 18 Juni BAB lunak KU/Kes: TSR/CM Diare akut BLPL :
2022 (+) 2x HR : 120 x/menit nondisentri ASI / Sufor 8x90 ml
Demam (-) RR : 30 x/mnt tanpa Cefixime 2x30mg
(H-4) Muntah (-) T: 36,4C dehidrasi Zink 1x10mg
SpO2: 98% RA ISK Liprolac 1x1 sach
Hiponatremia Paracetamol 3x50mg
K/L : ka (-/-), si (perbaikan) (k/p)
(-/-), mata cekung
(-/-), mukosa mulut
basah (+)
Pulmo : SDV (+/+),
Ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : BJ 1-2 Reg,
m(-), g (-)
Abdomen : Supel,
BU (+) normal,
turgor kulit kembali
cepat
Ekstremitas : akral
hangat, CRT<2
detik
Hematologi Rutin:
Hb: 10,1
Leukosit: 16.2
Hematokrit: 32
Trombosit: 531
11
Hasil Pemeriksaan Urinalisa tanggal 16 Juni 2022 di IGD
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Keruh Jernih
Kimia Urin
pH 6.5 4.8-7.4
Berat Jenis 1.015 1.002 – 1.006
Urobilinogen 0.1 < 1.0
Bilirubin Negatif Negatif
Protein Positif 1 / (+) Negatif
Darah Samar Positif 1 (+) Negatif
Leukosit Esterase Positif 3 / (+++) Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Sedimen Urine
Leukosit 25-30 / LPB 1-4
Eritrosit 4-6 / LPB 0-1
Epitel 2-3 / LPB 5-15
Silinder 0 / LPK 0-1
Kristal 0 / LPK 0-1
Bakteri Positif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Parasit Negatif Negatif
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DIARE
13
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien datang ke poli anak dengan keluhan sesak sejak 2 hari SMRS.
Keluhan disertai demam > 2 minggu, batuk > 3 minggu, keringat malam dan
penurunan BB > 10 kg dalam 1 bulan terakhir. Berat pasien awalnya 49 kg,
namun saat ini hanya 36,2 kg. Sesak dan batuk yang dialami pasien mengarahkan
ke bronkopneumonia. Namun, keluhan lainnya selain sesak mengarahkan ke
tuberkulosis yang harus dipastikan dengan pemeriksaan penunjang lainnya.
Keluhan dimulai beberapa saat setelah pulang dari pesantren, muncul
keluhan batuk, demam, keringat malam, nafsu makan mulai menurun. Tetapi,
pasien tidak tahu apakah ada yang sakit seperti ini atau tidak di pesantren. Nafsu
makan pasien juga berkurang bahkan kadang sampai tidak ingin makan yang
membuatnya mengalami penurunan berat badan 11,8 kg. Pasien juga sering
berkeringat pada malam hari dan batuk yang dirasakan pasien tidak pernah
mereda.
2 minggu lalu, ke puskesmas untuk berobat, namun keluhan belum
membaik. Mendapat obat demam, batuk, dan radang. 1 minggu yang lalu (31
Agustus 2020), pasien dibawa ibunya ke poli anak, dengan keluhan batuk > 3
minggu, demam, keringat malam. Saat itu, pasien tidak sesak. Lalu, dilakukan
pemeriksaan lab dan foto thoraks. Sementara, tes Mantoux ditunda sampai obat
radang habis. Seminggu kemudian, pasien dibawa lagi ke poli dengan kondisi
sesak lalu dirawat inap.
Keluhan yang dialami pasien mengarahkan ke tuberculosis diperkuat
dengan adanya kontak dengan kakaknya yang sedang pengobatan TB bulan ke-3.
Walaupun gejala pasien juga bisa mengarah ke bronkopneumonia dan covid-19.
Jika mengarah ke TB, masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak
hingga mencapai jumlah 103 – 104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang
imunitas seluler. Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunita selular,
dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
14
1 minggu yang lalu (31 Agustus 2020), pasien dibawa ibunya ke poli anak,
dengan keluhan batuk > 3 minggu, demam, keringat malam. Saat itu, pasien tidak
sesak. Lalu, dilakukan pemeriksaan lab dan foto thoraks. Sementara, tes Mantoux
ditunda sampai obat radang habis karena akan mempengaruhi hasil dari tes
Mantoux tersebut. Seminggu kemudian, pasien dibawa lagi ke poli dengan kondisi
sesak lalu dirawat inap.
Riwayat kontak dengan pasien covid-19 tidak ada. Pasien tinggal bersama 5
orang anggota keluarga lainnya dalam 1 rumah kontrakan dengan 2 kamar ukuran
3x3 m, 1 dapur dan 1 kamar mandi. Ventilasi yang kurang baik, ruangan yang
sempit untuk ditinggali 6 orang. Kondisi itu juga bisa mempengaruhi risiko
penularan penyakit tuberculosis.
Hasil pemeriksaan fisik yaitu tampak sakit sedang, kesadaran CM, TD
90/70 mmHg, HR 105 x/menit, RR 32 x/menit, T 36,8 ℃, SpO2 92% dengan O2
2 L/m, BB 36,2 Kg, TB 150 cm, BMI : 16,08. Status Gizi Berdasarkan IMT/U
WHO: Gizi Kurang. Leher: KGB ᴓ 1-2 cm, multiple, kenyal, bilateral. Toraks:
retraksi epigastrium. Paru: Ves +/+, rh +/+, wh -/-. Jantung: BJ I-II reg, m (-), g
(-). Dari pemeriksaan ini masih mengarahkan ke suspek TB paru,
bronkopneumonia dan susp covid-19.
Hasil pemeriksaan penunjang pada didapatkan Hb 12,6, leukosit 11.200
(↑), Ht 36, Trombosit 428.000. limfosit absolut 650 (↓), neutrofil absolut 8120 (↑),
NLR 12,49. LED 65 (↑). Rapid test anti SARS-CoV 2 IgG IgM non reaktif. CRP
kuantitatif 17,25. GDS 100, Na 131, K 3,8, Cl 89. Dari hasil pemeriksaan
penunjang membuktikan adanya suatu infeksi, bisa mengarah ke covid 19,
bronkopneumonia, bisa juga TB. Namun, untuk TB memerlukan hasil tes
Mantoux dan melihat hasil foto toraks. Untuk covid-19 memerlukan hasil swab
nasofaring. Pasien juga mengalami hiponatremia yang bisa terjadi pada banyak
penyakit.
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah O2 lembab 2 L/m nasal kanul,
IVFD KaEN 1B 10 tpm/makrodrip, parasetamol 3x400 mg IV, cefotaxime
3x1800 mg IV (H2), apialys 1x2 cth PO, nebulisasi Ventolin tiap 8 jam, tes
mantoux pagi
15
swab nasofaring. Antibiotik diberikan karena pada awalnya mendiagnosis
bronkopneumonia, sambal menunggu hasil pemeriksaan penunjang lainnya untuk
memastikan TB.
Untuk terapi cairan pada anak pada awalnya diberikan KaEN 1B karena
belum mengetahui kadar elektrolit, karena jika hiperkalemia bisa mengakibatkan
fibrilasi ventrikel (VF). Setelah mengetahui kadar elektrolit,cairan diganti KaEN
3B dengan kandungan elektrolit yang lebih tinggi. Hiponatremia dapat terjadi
karena berbagai hal. Pasien sempat mengalami muntah walaupun saat ke poli
tidak sedang muntah. Selain itu, juga terjadi keringat berlebih sebagai upaya
tubuh untuk menurunkan suhu tubuh. Berbagai penelitian menunjukkan fungsi
adrenal dan ginjal yang normal pada pasien TB hiponatremia, menunjukkan
bahwa penyebab yang mendasari mungkin dikaitkan dengan syndrome of
inappropriate antidiuretic hormone secretion (SIADH). Dalam keadaan normal,
hormon antidiuretik (ADH) disekresikan oleh kelenjar pituitari untuk merangsang
peningkatan retensi air ginjal ketika osmolalitas cairan tubuh meningkat. Dalam
kasus SIADH, ADH disekresi secara kontinyu, meskipun volume plasma normal
atau meningkat, menyebabkan gangguan ekskresi air dan karenanya terjadi
hiponatremia.
Selain terapi diatas, setelah dilakukan follow-up, hasil foto toraks pasien
menunjukkan gambaran TB milier dan tes Mantoux (+) 20 mm. Lalu
diinstruksikan untuk TCM, Cek HIV (informed consent) dan pemberian OAT
4FDC 1x2 tab. TCM sampai akhir perawatan, tidak berhasil karena dahak pasien
tidak terkumpul walaupun sudah dilakukan induksi sputum. Untuk pemeriksaan
HIV menurut Permenkes 21 tahun 2013, semua pasien TB ditawarkan tes HIV.
Demikian pula sebaliknya, semua orang dengan HIV AIDS (ODHA) seharusnya
dilakukan pemeriksaan untuk ada tidaknya TB. Diagnosis pada pasien TB milier
dengan regimen OAT yang diberikan adalah 2HRZE/4HR. beratnya 36,2
sehingga mengacu pada dosis FCD dewasa yaitu 2 tab.
Pasien juga mengalami anemia (Hb 10,6) karena tuberkulosisnya. Namun,
tidak perlu terapi tambahan untuk anemianya. Pada anemia penyakit kronis, yaitu
selama terjadi tuberkulosis, transfer Fe dari retikuloendotelial ke nukleus eritrosit
dihambat. Selain itu, inflamasi yang berat mengaktifkan sel retikuloendotelial,
16
yang tidak hanya menyerap zat besi, menyebabkan hipoferremia dan eritropoiesis
terbatas zat besi, tetapi juga mempercepat kerusakan eritrosit, dengan demikian
meningkatkan respons kompensasi eritropoietin. Lebih lanjut, selama fagositosis,
laktoferin, sebuah glikoprotein, dilepaskan dari granul leukosit normal dan
mengikat zat besi, membuatnya tidak bisa untuk mengikat transferin, kemudian
merusak transfer zat besi normal, sehingga menyebabkan anemia. Selain itu,
berbagai defisiensi metabolik yang terlihat pada pasien TB berhubungan dengan
anemia mikrositik (defisiensi zat besi) atau makrositik (defisiensi folat dan
vitamin B12). Ini mungkin terjadi karena asupan nutrisi yang buruk atau karena
peningkatan pemanfaatan bakteri selama penyakit aktif dan telah dikaitkan dengan
progresivitas penyakit. Kelainan hematologi yang diamati kembali normal setelah
pengobatan, jika peradangan mereda.
17
Hasil swab nasofaring negatif, pasien bukan covid-19. Sehingga diagnosis
akhir adalah TB Milier disertai Gizi Kurang, Hiponatremia, dan Anemia.
DAFTAR PUSTAKA
5. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Terjemahan
Brahm UP; editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany
Darmaniah, Nanda Wulandari. Jakarta: EGC; 2007.
18
8. Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Anak Indonesia Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2011
19