Anda di halaman 1dari 8

Kedokteran Keluarga dalam Penanganan Kasus Filariasis

Di Daerah Nonendemis, Sebuah Studi Kasus

Steven Irving1, Vira Anindya Prameswara1, Yohanes Aditya Adhi Satria1, Balgis2, Eko Diyah
Istanti3
1. Mahasiswa Program Studi Profesi Dokter, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
2. Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret, Surakarta
3. Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah, Pusat Kesehatan Masyarakat Tangen, Dinas Kesehatan
Kabupaten Sragen

Korespondensi : yhadit@student.uns.ac.id

ABSTRAK
Latar belakang: Filariasis masih merupakan masalah kesehatan di negara tropis, termasuk
Indonesia. Penyakit tersebut dapat menyebabkan disabilitas yang pada akhirnya mengakibatkan
timbulnya disfungsi sosial dan ekonomi dari pasien. Pada studi kasus ini, kasus adalah filariasis
di daerah nonendemis, di mana pasien masih mendapatkan stigma dari lingkungan sekitar.
Laporan kasus: Pasien merupakan wanita berusia 46 tahun dengan keluhan utama berupa
pembengkakan pada kaki kiri yang dirasakan sejak 6 tahun yang lalu. Akan tetapi, karena
berbagai alasan, pasien belum menjalani pemeriksaan diagnosis definitif untuk filariasis.
Pemeriksaan fungsi keluarga pasien menunjukkan disfungsi sedang, selain itu area edukasi
keluarga pasien juga terganggu. Adanya disfungi tersebut menunjukkan perlunya
penatalaksanaan komprehensif terhadap pasien dan keluarga pasien; yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
Kesimpulan: Keluarga pasien juga perlu terlibat dalam tatalaksana yang diberikan. Hal ini
bertujuan untuk menjaga kepatuhan pasien terhadap pasien dan juga meningkatkan taraf
kesehatan pasien. Selain itu, diperlukan juga adanya pendekatan dan edukasi kepada masyarakat
di lingkungan sekitar untuk melakukan kontrol terhadap penyebaran penyakit dan juga untuk
mengurangi stigma terhadap pasien.
Kata Kunci: Filariasis; kedokteran keluarga; pendekatan komprehensif

ABSTRACT
Introduction: Filariasis is still a burden in tropical country, including Indonesia. The disease
can cause severe disability that in turns lead to social and economic dysfunction of the patient.
In this paper, we report a case of filariasis in nonendemic area where the patient still bears a
stigma from the neighbourhood around her.
Case Report: The patient is a 46 years old woman whose main complaint is a swelling of her
left leg with an onset of 6 years ago. However, for several reasons, a definitive diagnosis for
filariasis is not yet performed. An examination of the family functions showed moderate
dysfunction, in which the family education is also impaired. The impaired family functions show
a need for comprehensive management for the patient and family members, including
promotive, preventive, and rehabilitative aspect as well as the curative aspect.
Conclusion: Apart from the management given to the patient, there is a necessity for family
members involvement in order to maintain treatment adherence and improve patient’s well-
being. An approach to the community is also required, both to control the disease transmission
and to reduce stigmas towards the patient.
Keywords: Filariasis; family medicine; comprehensive approach
PENDAHULUAN bermacam-macam dan respons dari intervensi
yang berbeda-beda11.
Filariasis adalah penyakit tropis yang Pasien pada kasus merupakan seorang
disebabkan oleh cacing parasit nematoda perempuan berusia 46 tahun dengan keluhan
(filaria)1. Dalam transmisi penyakit, cacing kaki membesar sejak 6 tahun yang lalu. Kasus
filaria ditularkan melalui gigitan nyamuk dari ini dilaporkan karena beberapa alasan, yaitu
genus Culex, Aides, Anopheles, dan pasien tidak tinggal di daerah endemis
Mansonia2. Filariasis merupakan infeksi yang filariasis dan lingkungan tempat tinggal pasien
bersifat kronis dan menyebabkan kerusakan merupakan area rural yang masih kental
pada sistem limfatik. Manifestasi klinis yang dengan stigma terhadap kondisi yang dialami
dapat terlihat dari penyakit ini adalah oleh pasien. Pada kasus ini, prinsip Mandala
limfedema, elephantiasis, dan pembengkakan of Health dilakukan untuk mengidentifikasi
skrotum (pada laki-laki) yang dapat terjadi faktor-faktor yang berpengaruh pada pasien.
setelah beberapa waktu, dan dapat Pendekatan secara individu digunakan untuk
menyebabkan disabilitas permanen . Selain
3
menyelesaikan masalah klinis pasien;
mengalami disabilitas fisik, pasien yang sedangkan pendekatan kedokteran keluarga
menderita filariasis juga dapat mengalami dan komunitas digunakan untuk
gangguan mental dan disfungsi sosial karena menyelesaikan masalah-masalah pada faktor
adanya stigma4. Penderita juga dapat berpengaruh yang lainnya. Pendekatan
mengalami kesulitan ekonomi oleh karena tersebut diharapkan dapat memberikan
hilanya produktivitas yang diakibatkan oleh penatalaksanaan yang komprehensif, holistik,
disabilitas5,6. dan berkelanjutan.
Secara global, 120 juta penduduk di
dunia menderita infeksi filariasis dengan 57%
dari kasus berada di wilayah Asia Tenggara CASE PRESENTATION
termasuk Indonesia7. Di Indonesia sendiri,
filariasis masih menjadi masalah kesehatan Riwayat Medis
yang penting. Dari 514 kabupaten dan kota, Pasien merupakan perempuan berusia 46
236 diantaranya merupakan daerah yang tahun yang bekerja serabutan dan kini tinggal
endemis filariasis. Kasus filariasis terbanyak di Sragen, Jawa Tengah. Pasien mengeluhkan
terjadi di Papua (3.047), Nusa Tenggara Timur kaki kiri membengkak sejak 6 tahun yang lalu.
(2.864), Papua Barat (1.244), Jawa Barat Pasien juga mengeluhkan sering nyeri pada
(907), dan Aceh (591)8. Kota atau kabupaten kaki kiri dan terkadang hingga daerah
yang menjadi daerah endemis filariasis kemaluan, rasa pegal-pegal pada kaki kiri, dan
ditandai dengan angka mikrofilaria lebih dari kesemutan pada tangan sebelah kiri. Pasien
1% dari populasi penduduk9. Di Jawa Tengah, tidak memiliki riwayat trauma ataupun luka
terdapat beberapa kabupaten atau kota yang dan tidak pernah mengalami pembengkakan di
endemis filariasis, diantaranya adalah bagian tubuh yang lain. Pasien memiliki
Pekalongan, Brebes, Wonosobo, Semarang, riwayat berpergian ke Kalimantan, Malaysia,
Grobogan, Pati dan Demak. Jumlah kasus Jawa Barat, dan Jakarta.
filariasis kronis di Jawa Tengah sebanyak 512 Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan
kasus yang tersebar di 34 kabupaten dan pembengkakan pada kaki kiri hingga daerah
kota10. Selain itu, Indonesia merupakan satu- genitalia. Pembengkakan pada lingkar kaki
satunya negara dengan 3 jenis cacing parasit kiri bagian atas memiliki ukuran 31 cm,
filaria; yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia sedangkan pada kaki kiri bagian bawah
malayi, dan Brugia timori. Variabilitas ini berukuran 33 cm. Pada status lokalis
mengarah pada dinamika transmisi yang didapatkan lipatan kulit dangkal, kulit halus
dan normal, dan bengkak bersifat non-pitting
edema. Bengkak tidak teraba lebih hangat sedang. Selain itu, fungsi patologis keluarga
daripada kaki kontralateral. Tidak ditemukan Ny. HL mengalami gangguan pada area
jaringan parut, luka, ataupun lesi pada kulit. education.

Diagnosis Holistik
Dari aspek personal didapatkan bahwa
pasien menderita pembengkakan pada kaki kiri
sejak 6 tahun yang lalu. Anggota keluarga
pasien dapat menerima kondisi pasien dan
berharap kondisi pasien dapat kembali seperti
Gambar 1. Perbandingan kaki pasien yang sedia kala. Namun, pasien menyayangkan
mengalami pembengkakan dengan kaki kondisinya yang menjadi penghalang untuk
kontralateral bekerja dan kurang yakin bahwa dirinya dapat
sembuh total.
Pasien belum menjalani pemeriksaan Menurut aspek klinis, diagnosis kerja
apusan darah maupun rapid diagnostic test. pasien adalah suspek filariasis. Pasien tidak
Selama 6 tahun terakhir, pasien memiliki memiliki risiko internal. Untuk risiko
riwayat mengonsumsi obat-obatan seperti eksternal, pasien memiliki riwayat berpergian
amoxcicillin, dexamethasone, paracetamol, ke daerah endemis filariasis yaitu Kalimantan
ibuprofen furosemide, dan metronidazole dan Jawa Barat. Selain itu, lingkungan tempat
untuk mengobati penyakitnya. Namun, tinggal pasien juga menyumbang potensi
keluhan bengkak yang dirasakan tidak kunjung penyakit karena pasien tinggal di lingkugan
membaik dan malah semakin membesar. indoor yang masih berlantaikan tanah dan
Pasien baru saja mendapatkan obat dari kurang pencahayaan serta outdoor yang terlalu
Puskesmas, berupa Diethylcarbamazine 100 dekat dengan kendang ternak. Hal ini dapat
mg yang diminum tiga kali sehari. Pasien meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi
sedang dalam tahap pemantauan pengobatan sekunder.
dan sedang direncakan untuk dilakukan Pasien memiliki derajat fungsional 2;
pemeriksaan hapusan darah. pasien masih dapat melakukan kegiatan sehari-
hari. Akan tetapi, terkadang pasien mengalami
Fungsi Keluarga kesulitan dalam aktivitas apabila pasien
Pasien hidup dalam keluarga berbentuk merasakan nyeri.
single family. Pasien Ny. HL berusia 46 tahun
adalah anak kedua dari empat bersaudara. Penatalaksanaan Komprehensif
Pasien tinggal bersama ayahnya yang beruusia Tatalaksana kepada pasien diberikan
77 tahun yang juga merupakan kepala secara komprehensif dengan memperhatikan
keluarga, ibu tiri pasien yang berusia 62 tahun, aspek promotif, preventif, kuratif, dan
dan anak pasien yang berusia 8 tahun. rehabilitatif.
Pendidikan dalam keluarga ini berstatus Tatalaksana promotif dan preventif
kurang. Pendidikan terakhir pasien adalah dilakukan dengan memberi edukasi kepada
lulus Sekolah Dasar (SD), sedangkan ayah keluarga dan lingkungan sekitar pasien
pasien tidak tamat SD dan ibu tiri pasien mengenai kondisi pasien dan risiko penularan,
hanya berpendidikan lulus SD. Penilaian serta edukasi untuk mencegah timbulnya
fungsi fisiologis keluarga pasien tergolong stigma terhadap pasien. Selain itu, diberikan
kurang. Hal ini terlihat dari skor APGAR pula edukasi untuk menjaga kebersihan
pasien (4) yang tergolong ke dalam disfungsi lingkungan dan cara mencegah transmisi
melalui vektor. Untuk menghindari infeksi
sekunder, pasien diberi edukasi untuk menjaga
kebersihan kuku dan memakai alas kaki; juga
untuk rutin mengecek kakinya, apabila terluka
segera diobati dengan antiseptik.
Patient Centered
Edukasi mengeani filariasis terutama pengobatan, komplikasi, dan prognosis
Edukasi untuk rutin obat
Edukasi untuk menjaga kebersihan dan melancarkan aliran limfatik
Farmakologi
Diethylcarbamazine 100 mg 3 kali sehari selama 21 hari

Gaya Hidup
Pasien tidak rutin
berolahraga

Pasien jaragn mengonsumsi


sayuran

Perilaku Kesehatan Ling. Psiko-sosio-


Family Focus Kesadaran keluarga ekonomi
Edukasi tentang terhadap pentingnya Pendapatan rendah
etiologi, cara berobat kurang baik. a keluarga
Interaksi sosial
penularan, terapi, baik serta interaksi
dan prognosis dengan lingkungan baik
Community
Pasien
filariasis Oriented
Bercak kemerahan di pergelangan
Penyuluhan pada
tangan sejak 5 bulan
Edukasi keluarga Pelayanan kesehatan tetangga sekitar
Menyebar ke telapak tangan, kaki, Lingkungan Kerja Pasien
untuk meningkatkan Akses rumah ke bekerja sebagai pekerja tentang etiologi, cara
dukungan terhadap badan disertai mati rasa
Puskesmas cukup sulit. serabutan. Pasien memiliki penularan filariasis
hipopigmentasi dan beberapa
pengobatan pasien riwayat bekerja di Edukasi untuk
hiperpigmentasi di regio truncus
Kalimantan dan Malaysia mengurangi/
anterior et posterior, makula eritem
menghilangkan
multiple di regio digiti manus dextra
stigma
et sinistra.
Lingkungan Fisik
Rumah pasien masih
berlantaikan tanah,
Faktor biologi Kandang ternak terlalu
Pasien tinggal
a dalam dekat dengana rumah
single family Kurang pencahayaan.

Komunitas
Stigma yang masih melekat dalam
masyarakat.

Gambar 2. Mandala of Health


Untuk tatalaksana kuratif, pasien di beberapa daerah Asia dan Pasifik timbulnya
diberi diethylcarbamazine 100 mg yang subperiodik, yaitu timbul hampir sepanjang
dikonsumsi secara per oral, 3x dalam sehari hari dengan puncak seberapa kali sehari. Pada
selama 21 hari. Selanjutnya, terapi kasus dengan periodisitas subperiodik diurnal
rehabilitative dilaksanakan dengan cara puncaknya pada pagi hari dan sore hari. Oleh
kontrol rutin ke puskesmas. Selain itu, pasien karena itu pengambilan spesimen darah untuk
diberi edukasi untuk menaikkan tungkai yang pemeriksaan mikrofilaria harus sesuai dengan
membengkak ketika tidur dan menggerakkan puncaknya mikrofilaria aktif di dalam
tungkai secara teratur (digunakan untuk darah13,14.
berjalan) guna memperlancar aliran limfatik. Mikrofilaria dapat ditemukan dengan
pengambilan darah tebal atau tipis yang diberi
DISKUSI DAN KESIMPULAN pewarnaan Giemsa atau Wright. Spesimen
Pada kasus ini, diagnosis pasien darah yang diambil lebih baik diambil dari
ditegakkan hanya berdasarkan gejala dan tanda darah kapiler disbanding dengan darah vena.
klinis. Pasien belum menjalani pemeriksaan Terdapat beberapa bukti yang menyebutkan
hapusan darah dikarenakan prosedur bahwa konsentrasi mikrofilaria di daerah di
pemeriksaan memerlukan persiapan kompleks dalam kapiler lebih tinggi dibandingkan
yang akan melibatkan pemeriksaan pada 500 dengan darah vena. Volume darah yang
orang yang tinggal di sekitar tempat tinggal digunakan untuk pulasan sekitar 50microliter
penderita kronis tersebut pada malam hari. dan jumlah mikrofilaria 20mf/ml atau lebih
Saat ini, pasien sedang menunggu keputusan merupakan petunjuk adanya mikrofilaria
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen untuk dalam darah15.
dilakukannya prosedur tersebut. Studi literatur yang dilakukan oleh Jones
Meskipun pasien tidak tinggal pada et al pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
daerah endemis filariasis, pasien memiliki jumlah kasus filariasis limfatik yang terjadi di
riwayat berpergian ke daerah endemis daerah nonendemis pada 30 tahun terakhir
filariasis. Pada tahun 2000 - 2001, pasien sangatlah sedikit. Jumlah kasus filariasis pada
bekerja di Kalimantan. Pada tahun 2002 - penduduk migran yang memiliki riwayat
2004, pasien bekerja di Malaysia. Hal ini berpergian ke daerah endemis, sangatlah
memperkuat dugaan diagnosis filariasis pada sedikit jika dibandingkan dengan jumlah kasus
pasien. malaria. Hal tersebut dapat menggambarkan
Namun, diagnosis pasti filariasis hanya bahwa penyebaran filariasis bersifat kurang
dapat diperoleh melalui pemeriksaan parasit efektif. Vektor nyamuk membawa sekitar 4
dan hal ini cukup sulit dilakukan. Cacing larfa filaria infeksius, namun hanya
dewasa yang hidup di pembuluh limfa atau melepaskan 40% larva ketika menghisap
nodus limfa sulit dijangkau sehingga tidak darah, dan larva filaria yang dilepaskan
dapat dilakukan pemeriksaan parasit. tersebut, hanya 30% yang dapat menembus
Mikrofilaria dapat ditemukan di dalam darah, jaringan16. Meskipun demikian, ketika terdapat
caira hidrokel, atau kadang-kadang cairan kasus filariasis di daerah nonendemis,
tubuh lainnya. Cairan-cairan tersebut dapat pengendalian penyebaran infeksi sangatlah
diperika secara mikroskopik. Banyak individu diperlukan terutama karena berbagai
terinfeksi yang tidak mengandung mikrofilaria morbiditas yang dapat ditimbulkan oleh
dalam darahnya sehingga diagnosis pasti sulit penyakit filariasis.
ditegakkan12. Terkait kondisi pasien, keluarga pasien
Di sebagian besar belahan dunia, belum sepenuhnya memahami penyakit
mikrofilaria aktif pada malam hari terutama pasien. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
dari jam 10 malam sampai jam 2 pagi. Namun, pendidikan yang rendah. Oleh karena itu,
keluarga perlu diberi edukasi terkait penyakit
pasien, perilaku hidup bersih dan sehat, Trends and Budding Roadmaps to
diagnosis definitif yang memerlukan sampel Future Disease Eradication. Trop Med
darah pada malam hari, komplikasi penyakit, Infect Dis. 2018;3(1):4. Published
dan juga pengobatan rutin dan cara perawatan 2018 Jan 4.
pasien. Dengan edukasi tersebut, diharapkan doi:10.3390/tropicalmed3010004
pasien dapat patuh mengikuti anjuran 3. Dietrich CF, Chaubal N, Hoerauf A, et
tatalaksana yang diberikan. al. Review of Dancing Parasites in
Studi yang dilakukan oleh Thomas et al Lymphatic Filariasis. Ultrasound Int
pada tahun 2017 dan Farajzadegan et al Open. 2019;5(2):E65–E74.
menunjukkan pada tahun 2013 bahwa doi:10.1055/a-0918-3678
hubungan antar anggota keluarga dan fungsi 4. World Health Organization.
sangat berpengaruh terhadap taraf kesehatan Lymphatic filariasis [Internet].
dan kualitas hidup seseorang17,18. Namun, Who.int. 2019 [cited 23 September
keluarga Ny. HL memiliki fungsi psikologis 2019]. Available from:
dan sosialisasi keluarga yagn terjalin kurang https://www.who.int/news-room/fact-
baik; dibuktikan dengan adanya komunikasi sheets/detail/lymphatic-filariasis
yang kurang efektif antar anggota keluarga dan 5. Okon OE, Iboh CI, Opara KN.
kurang adanya dukungan anggota keluarga Bancroftian filariasis among the
terhadap pengobatan atas penyakit yang Mbembe people of Cross River state,
diderita Ny. HL. Selain itu, Ny.HL masih Nigeria. J Vector Borne Dis.
mendapatkan stigma dari masyarakat di 2010;47(2):91-6.
lingkungan tempat tinggalnya. Stigma dari 6. Wynd S, Melrose WD, Durrheim DN,
lingkungan sosial sekitar sangat berpengaruh Carron J, Gyapong M. Understanding
terhadap kesehatan mental dan kualitas hidup the community impact of lymphatic
pasien19. filariasis: a review of the sociocultural
Oleh karena itu, Ny. HL dan keluarga literature. Bull World Health Organ.
perlu diberi edukasi mengenai pentingnya 2007;85(6):493–498.
menjaga hubungan komunikasi antar anggota doi:10.2471/blt.06.031047
keluarga sehingga keluarga dapat membantu 7. World Health Organization. Global
bila Ny. HL mengalami kesulitan atau tidak programme to eliminate lymphatic
semangat dalam pengobatannya. Selain itu, filariasis: progress report, 2017. Wkly
perlu juga diberi juga edukasi terhadap Epidemiol Record. 2018;93, 589–604
masyarakat untuk menghilangkan atau 8. Kementerian Kesehatan Republik
mengurangi stigma terhadap Ny. HL. Berbagai Indonesia. InfoDATIN Menuju
pendekatan yaitu pendekatan medis, Indonesia Bebas Filariasis. Jakarta:
pendekatan individu, pendekatan keluarga, dan Indonesia. 2018.
pendekatan komunitas tersebut diharapkan 9. Kementrian Kesehatan Republik
dapat meningkatkan taraf kesehatan dan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
kualitas hidup Ny. HL. tahun 2017.[Internet]; [cited 23
September 2019]. Available from:
DAFTAR PUSTAKA http://www.pusdatin.kemkes.go.id/re
sources/download/pusdatin/profil-
1. Taylor M, Hoerauf A, Bockarie M.
kesehatan-indonesia/Profil-
Lymphatic filariasis and
onchocerciasis. The Lancet. Kesehatan-Indonesia-tahun-2017.pdf
2010;376(9747):1175-1185. 10. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
2. Famakinde DO. Mosquitoes and the Tengah. Profil Kesehatan Provinsi
Lymphatic Filarial Parasites: Research Jawa Tengah tahun 2017 [Internet];
[cited 23 September 2019]. Available correction appears in BMC Public
from: Health. 2017 Jun 16;17 (1):580]. BMC
http://www.depkes.go.id/resources/do Public Health. 2017;17(1):414.
wnload/profil/PROFIL_KES_PROVI
NSI_2017/13_Jateng_2017.pdf
11. Lee J, Ryu J. Current Status of
Parasite Infections in Indonesia: A
Literature Review. The Korean
Journal of Parasitology.
2019;57(4):329-339.
12. Reece SE, Prior KF, Mideo N. The
Life and Times of Parasites: Rhythms
in Strategies for Within-host Survival
and Between-host Transmission. J
Biol Rhythms. 2017;32(6):516–533.
doi:10.1177/0748730417718904
13. Aoki Y, Fujimaki Y, Tada I. Basic
studies on filaria and filariasis. Trop
Med Health. 2011;39(1 Suppl 2):51–
55.
14. Mathison BA, Couturier MR, Pritt BS.
Diagnostic Identification and
Differentiation of Microfilariae.
Journal of Clinical Microbiology.
2019; 57(10) e00706-19.
doi:10.1128/jcm.00706-19
15. Jones RT. Non-endemic cases of
lymphatic filariasis. Trop Med Int
Health. 2014;19(11):1377-83. doi:
10.1111/tmi.12376.
16. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. VI.
Jakarta: Interna Publishing. 2014:769-
775.
17. Thomas PA, Liu H, Umberson D.
Family Relationships and Well-Being.
Innov Aging. 2017;1(3):igx025.
doi:10.1093/geroni/igx025
18. Farajzadegan Z, Koosha P, Sufi GJ,
Keshvari M. The relationship between
family function and women's well-
being. Iran J Nurs Midwifery Res.
2013;18(1):9–13.
19. Tough H, Siegrist J, Fekete C. Social
relationships, mental health and
wellbeing in physical disability: a
systematic review [published

Anda mungkin juga menyukai