Pembimbing :
dr. Eko Diyah Istanti
PEMBIMBING PUSKESMAS
Mengetahui,
Kepala UPT Puskesmas Tangen
Dinas Kesehatan Kota Sragen
dan Pembimbing FOME Puskesmas
Tangen
ii
LEMBAR PENGESAHAN
PEMBIMBING FAKULTAS
Mengetahui,
Kepala Bagian IKM-KP FKUNS Pembimbing FOME-IKM FK UNS
iii
KATA PENGANTAR
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................IV
DAFTAR ISI..........................................................................................................V
DAFTAR TABEL..............................................................................................VII
DAFTAR GAMBAR........................................................................................VIII
BAB I KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA.................................1
BAB II STATUS PASIEN....................................................................................2
A. IDENTITAS PENDERITA...........................................................................2
B. ANAMNESIS...............................................................................................2
C. ANAMNESIS SISTEMIK............................................................................7
D. PEMERIKSAAN FISIK...............................................................................9
E. DAFTAR MASALAH................................................................................12
F. DIAGNOSIS...............................................................................................12
G. TERAPI.......................................................................................................12
H. PERENCANAAN.......................................................................................13
BAB III IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA............................16
A. FUNGSI HOLISTIK...................................................................................16
B. FUNGSI FISIOLOGIS...............................................................................17
C. FUNGSI PATOLOGIS...............................................................................20
D. GENOGRAM..............................................................................................22
E. POLA INTERAKSI KELUARGA.............................................................23
F. SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA.......................................................23
G. FAKTOR-FAKTOR PERILAKU YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN............................................................................................27
H. FAKTOR-FAKTOR NON PERILAKU YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN............................................................................................27
I. IDENTIFIKASI OUTDOOR DAN INDOOR............................................30
BAB IV DIAGNOSIS HOLISTIK......................................................................32
A. DIAGNOSIS HOLISTIK............................................................................32
B. FIVE FAMILY ORIENTED QUESTION (FFOQ)...................................33
C. MANDALA OF HEALTH.........................................................................35
BAB V PEMBAHASAN......................................................................................36
A. DEFINISI....................................................................................................36
B. EPIDEMIOLOGI........................................................................................37
C. ETIOLOGI..................................................................................................37
D. GEJALA KLINIS.......................................................................................38
E. DIAGNOSIS...............................................................................................39
F. TATALAKSANA.......................................................................................40
G. KONSELING DAN EDUKASI.................................................................42
v
BAB VI PENATALAKSANAAN HOLISTIK.................................................43
PROGRESS NOTE..............................................................................................45
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN..................................................................48
A. SIMPULAN................................................................................................48
B. SARAN.......................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49
LAMPIRAN..........................................................................................................50
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Anggota Keluarga yang Hidup dalam Satu Rumah……………1
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
BAB I
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Anggota Keluarga
Nama Kepala Keluarga : Tn. P
Alamat : Jekawal, Tangen, Sragen
Bentuk Keluarga : Single Family
Struktur Komposisi Keluarga :
Kesimpulan:
Pasien merupakan Ny. H berusia 46 tahun dengan pendidikan terakhir SD,
kegiatan pasien sehari-hari serabutan dan sebagai ibu rumah tangga. Keluarga
pasien termasuk ke dalam single family, pasien tinggal bersama satu orang anak
(L) dan kedua orang tuanya (Tn. P dan Ny. R). L (anak pertama) adalah
perempuan berusia 8 tahun yang bersekolah kelas 2 SD. Tn. P adalah laki-laki
berusia 77 tahun yang merupakan ayah dari pasien filariasis. Ny. R adalah
perempuan berusia 62 tahun yang merupakan ibu tiri dari pasien filariasis. Suami
pasien sudah bercerai sejak 8 tahun yang lalu dan tinggal di Jakarta.
Menurut Dival dan Miller dalam teori “8 Stages of The Family Life Cycle”,
maka keluarga ini telah memasuki tahap Families with young children atau
meningkatnya fleksibilitas batasan keluarga termasuk kemandirian anak.
1
BAB II
STATUS PASIEN
A. Identitas Penderita
Nama : Ny. HL
Umur : 46 tahun
Alamat : Desa Jekawal, Kec. Tangen, Kab. Sragen
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Serabutan
Status : Janda
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 12 September 2019
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Kaki sebelah kiri membesar sejak 6 tahun yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat kunjungan, pasien mengeluh kaki membengkak sejak 6
tahun yang lalu. Kaki yang dirasakan membengkak adalah kaki
sebelah kiri pasien. Bengkak dirasakan terus menerus dan semakin
lama semakin membesar. Pasien sudah pernah berobat ke fasilitas
kesehatan, namun keluhan pasien tidak berkurang.
Pasien juga mengeluhkan sering nyeri pada kaki kiri dan
terkadang dirasakan hingga daerah kemaluan. Nyeri dirasakan hilang
timbul dan muncul secara mendadak. Ketika episode serangan nyeri
datang, nyeri dirasakan sangat hebat sehingga kaki kiri sulit digunakan
untuk berjalan. Rasa nyeri dirasakan bertambah hebat apabila bengkak
pada kaki ditekan dan dirasakan membaik apabila pasien minum obat
anti nyeri.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan rasa pegal-pegal pada kaki
2
sebelah kiri yang mengalami bengkak. Rasa pegal dirasakan sejak
beberapa tahun yang lalu seiring dengan membesarnya bengkak pada
kaki sebelah kiri. Pegal dirasakan memberat ketika bangun tidur dan
membaik ketika pasien beraktivitas.
Pasien juga terkadang mengeluhkan kesemutan pada tangan
sebelah kiri. Kesemutan dirasakan dari lengan atas sampai telapak
tangan.. Kesemutan dirasakan hilang timbul. Kesemutan tidak disertai
dengan rasa nyeri, kemerahan, ataupun benjolan di area ketiak.
Kesemutan yang dirasakan tidak mengganggu aktivitas.
Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, nyeri kepala, mual,
dan muntah. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya keluhan pada saat
buang air kecil maupun buang air besar.
6 tahun yang lalu pada tahun 2013, pasien pada mulanya
mengeluh panas hingga menggigil disertai bengkak pada kaki kiri
pasien. Panas dan bengkak timbul secara mendadak. Pasien juga
merasakan nyeri yang dirasakan hilang timbul dan mendadak. Nyeri
dirasakan semakin memberat ketika ditekan dan membaik apabila
pasien minum obat anti nyeri. Saat itu, pasien mengonsumsi
dexametason, paracetamol, amoksisilin, dan ibuprofen. Keluhan yang
dirasakan berkurang setelah minum obat. Namun apabila tidak
meminum obat, keluhan nyeri sering dirasakan kambuh. Pada tahun
2013 tersebut, pasien sudah menjalani pengecekan darah dan pasien
mengaku hasil lab darah pasien normal.
Pasien memiliki riwayat berpergian ke luar kota. Pada tahun 2000
– 2001, pasien bekerja di Kalimantan. Pada tahun 2002 – 2004, pasien
bekerja di Malaysia. Pasien juga pernah ke Jawa Barat dalam rangka
jalan-jalan di Sukabumi. Sebelum pasien bercerai pada tahun 2011,
pasien sempat bolak-balik Jakarta-Sragen dikarenakan rumah mantan
suami pasien berada di Jakarta. Pasien mengaku tidak pernah
berpergian ke daerah Indonesia bagian Timur ataupun Tengah.
3
3. Identifikasi Aspek Personal
a. Alasan kedatangan berobat
Pasien sering datang berobat ke Puskesmas sejak tahun 2013,
namun belum diberikan obat khusus filariasis (DEC). Pasien baru
menerima DEC pada tanggal 12 September 2019. Pasien datang
dikarenakan keluhan utama pasien semakin memberat, yaitu kaki kiri
pasien semakin membesar.
b. Persepsi pasien tentang penyakit
Pasien mengerti dengan keadaan yang dialaminya. Pasien juga
sudah mengerti bagaimana penularan penyakitnya dapat terjadi.
Tetapi pasien tidak mengetahui pengobatan yang harus dilakukan.
Pasien juga tidak sadar akan perlunya pengobatan rutin, serta
kedisiplinan dalam pengobatan penyakitnya.
c. Kekhawatiran pasien
Pasien takut bila seumur hidup harus menderita seperti saat ini.
Khawatir karena sudah tidak bisa bersosialisasi lagi seperti dahulu.
Pasien juga khawatir bila penyakit dapat menular kepada
keluarganya.
d. Harapan pasien
Pasien berharap bahwa penyakitnya dapat sembuh dan tetap bisa
melakukan aktivitas.
e. Dampak kesakitan terhadap pasien atau keluarga
1) Bagi diri sendiri: Pasien yang dahulu dapat bekerja ke luar kota,
kini pasien hanya dapat bekerja di sekitar rumahnya.
2) Bagi keluarga: Aktivitas rumah tangga tetap berjalan seperti
biasa karena pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari
layaknya orang normal. Namun, pendapatan semakin berkurang
dikarenakan kini pasien bekerja serabutan.
3) Bagi lingkungan: Lingkungan tempat tinggal pasien belum dapat
dikatakan layak untuk ditinggali. Lantai pasien masih terbuat
dari tanah. Rumah pasien bersebelahan dengan kandang sapi dan
4
kambing. Terkadang kambing tersebut masuk ke rumah pasien.
Rumah pasien dikelilingi oleh kebun sehingga tidak ada rumah
yang bersampingan dengan rumah pasien. Pasien juga sudah
jarang pergi untuk bersosialisasi dengan tetangga.
5
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang perempuan berusia 46 tahun dengan status
janda. Pasien tinggal satu rumah dengan kedua orang tuanya dan satu
orang anak yang masih SD. Biaya kehidupan sehari-hari didapatkan dari
hasil tani kedua orang tua dan hasil kerja serabutan pasien. Pasien adalah
peserta BPJS PBI. Pasien jarang bersosialisasi dengan tetangga
dikarenakan keterbatasan gerak.
8. Riwayat Pribadi
a. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien lahir di dengan bantuan dari bidan dengan usia kehamilan
cukup bulan. Pasien lahir secara normal cukup bulan. Pasien lahir
dengan berat badan normal. Saat hamil, ibu pasien dalam keadaan
sehat fisik dan jiwa.
b. Riwayat Masa Anak Awal (0-3 tahun)
Tidak ada masalah tentang pertumbuhan dan perkembangan
psikomotor, psikososial, komunikasi, emosi, dan kognitif pasien.
Menurut keluarga, pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai
usianya dengan seperti anak lainnya.
c. Riwayat Masa Anak Pertengahan (4-11 tahun)
Tidak ada masalah tentang pertumbuhan dan perkembangan
psikomotor, psikososial, komunikasi, emosi, dan kognitif pasien.
Menurut keluarga, pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai
usianya dan seperti anak lainnya.
d. Riwayat Masa Anak-Anak Akhir (11-18 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai dengan anak seusianya.
Pasien merupakan pribadi yang mudah bersosialisasi. Pasien memiliki
banyak teman dekat. Tetapi pasien jarang sering mengalami stress
dalam pertemanannya.
e. Riwayat Masa Dewasa
6
1) Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam, sholat rutin, namun jarnag mengikuti
pengajian.
2) Riwayat Pendidikan
Pasien sekolah sampai SD atau sederajat saja.
3) Riwayat Pekerjaan
Pasien sebelumnya merupakan TKW (Tenaga Kerja Wanita). Kini,
pasien bekerja serabutan.
4) Riwayat Pernikahan
Pasien merupakan seorang janda dengan 1 orang anak perempuan
5) Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien jarang mengikuti acara RT dan RW ataupun ikut pengajian.
6) Riwayat Hukum
Pasien belum pernah berurusan dengan hukum
7) Situasi Hidup Sekarang
Pasien tinggal bersama ayah kandung, ibu tiri, dan anak
perempuan.
7
C. Anamnesis Sistemik
Dilakukan pada 12 September 2019
Keluhan utama : Pasien merasa kaki kiri pasien semakin membengkak
Kulit : Kuning (-), kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal (-),
bercak-bercak kuning (-), luka (-)
Kepala : kepala terasa berat (-), rambut mudah rontok (-), NT
(-), deformitas (-)
Mata : Mata berkunang-kunang (-), pandangan kabur (-/-),
gatal (-), mata kuning (-), mata merah (-/-)
Hidung :Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar lendir atau air
berlebihan (-), gatal (-)
Telinga : Pendengaran berkurang (-), keluar cairan atau darah
(-), telinga berdenging (-)
Mulut : Bibir kering (+), gusi mudah berdarah (-), sariawan
(-), gigi mudah goyah (-), sulit berbicara (-)
Leher :Leher kaku (-)
Tenggorokan :Rasa kering dan gatal (-), nyeri telan (-), sakit
tenggorokan (-), suara serak (-)
Sistem respirasi :Sesak napas (-), batuk (-), dahak (-), darah (-), nyeri
dada (-), mengi (-)
Sistem kardio :Nyeri dada (-), terasa ada yang menekan (-), sering
pingsan (-), berdebar-debar (-), keringat dingin (-), ulu
hati terasa panas (-), denyut jantung meningkat (-),
sesak nafas (-).
Sistem gastrointestinal: Mual (-), muntah (-), perut terasa penuh (-), cepat
kenyang (-), nafsu makan berkurang (-), nyeri ulu hati
(-), diare (-), BAB cair (-), sulit BAB (-), BAB berdarah
(-), BAB warna seperti dempul (-), BAB warna hitam
(-).
8
Sistem muskuloskeletal : Kelemahan (-), kaku sendi (-), nyeri sendi (-),
bengkak sendi (-), nyeri otot (-), kaku otot (-), kejang
(-).
Sistem genitouterina : BAK banyak (-), nyeri saat BAK (-), panas saat
BAK (-), sering buang air kecil (-), air kencing warna
seperti teh (-), BAK darah (-), nanah (-), berpasir (-),
anyang-anyangan (-), sulit menahan kencing (-), rasa
pegal di pinggang, rasa gatal pada saluran kencing (-),
rasa gatal pada alat kelamin (-), kencing nanah (-),
mengejan saat BAK (-).
Ekstremitas :
Atas : Kesemutan (-/+), tremor (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-),
bengkak (-/-), lemah (-/-), lebam kulit (-/-)
Bawah : Kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-),
bengkak (-/+), nyeri (-/-), lebam kulit (-/-)
D. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada 12 September 2019
1. Keadaan Umum
Compos mentis (GCS E4V5M6), status gizi kesan cukup
2. Tanda Vital
Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit, reguler
Pernafasan : 19 x/menit
Suhu : 36,6oC per axiler
3. Status Gizi
BB : 55 kg
TB : 148 cm
BMI : BB/TB2 = 48/(1,51)2 = 25,11 kg/m2
Lingkar Pinggang : 78 cm
9
Status gizi : Pre-Obesitas
4. Kulit
Warna kulit sawo matang, rambut hitam, turgor baik, ikterik (-), sianosis
(-), petechie (-), spider nevi (-).
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut sukar dicabut, tersebar merata
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, reflek kornea
(+/+), visus menurun (-/-)
7. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), deviasi septum (-)
8. Mulut
Bibir pucat (-), bibir kering (-), papil lidah atrofi (-), gusi berdarah (-)
9. Telinga
Membran timpani intak (+), sekret (-), benjolan (-)
10. Tenggorokan
Tonsil melebar (-), faring hiperemis (-), dahak (-)
11. Leher
JVP R + 2 cm, trakea di tengah, KGB (Kelenjar Getah Bening) tidak
membesar
12. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-), spider
nevi (-), pulsasi infrastenalis (-), sela iga melebar (-)
a. Cor
i. Inspeksi :Ictus kordis tidak tampak
ii. Palpasi :Ictus kordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 1
cm medial linea medioclavicularis sinistra
iii. Perkusi :
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
dekstra
10
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea medioklavikularis
sinistra
iv. Auskultasi :Bunyi jantung I-II, intensitas normal, reguler,
bising (-), gallop (-)
Kesimpulan :batas jantung kesan tidak melebar
b. Pulmo
i. Inspeksi : pengembangan dada kanan=dada kiri
ii. Palpasi : fremitus raba kanan=kiri
iii. Perkusi : sonor/sonor
iv. Auskultasi : suara dasar vesikuler, ronkhi basah kasar (-/-),
wheezing (-/-), inspirasi=ekspirasi
13. Abdomen
i. Inspeksi
Dinding perut sejajar dari dinding dada, venektasi (-)
ii. Perkusi
Timpani seluruh lapang perut
iii. Auskultasi
Bising usus (+), 11x / menit
iv. Palpasi
Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
14. Ekstremitas
Atas : Luka (-/-),tremor (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-),
lemah (-/-), lebam kulit (-/-), bengkak (-/-)
Bawah : Luka (-/-),tremor (-/-), ujung jari terasa dingin (-/-), bengkak (-/-),
lemah (-/-), nyeri (-/-), lebam kulit (-/-), bengkak (-/+)
11
terakhir
Demam berulang 3 kali
Abses -
Limfangitis -
Funikulitis -
Limfadenitis -
Epididimitis -
Adenolimfangitis -
12
E. Daftar Masalah
1. Bengkak di kaki kiri pasien
2. Kesemutan di tangan kiri pasien
F. Diagnosis
Suspect Filariasis
G. Terapi
1. Medikamentosa, Menerima obat DEC pada tanggal 12 September 2019
2. Non-medikamentosa
a. Pencucian dengan sabun dan air dua kali per hari
b. Menaikkan tungkai yang terkena pada malam hari
c. Ekstremitas digerakkan teratur untuk melancarkan aliran
d. Menjaga kebersihan kuku
e. Memakai alas kaki
f. Mengobat luka kecil dengan krim antiseptic atau antibiotic
H. Perencanaan
1. Diagnosis
Pemeriksaan apusan darah tepi malam hari (diantara pukul 22.00 –
02.00) dengan metode pengecatan Giemsa dan Wright
Pemeriksaan darah rutin dengan hitung jenis leukosit
13
Edukasi tentang pola hidup bersih dan sehat. Pasien diedukasi
terkait penularan penyakit filariasis yang dapat melalui nyamuk.
Kegiatan yang dapat dilakukan untuk memberantas nyamuk adalah
dengan menguras kamar mandi pasien secara rutin dan membuang
sampah yang dapat menampung air seperti ban bekas atau botol
bekas.
Edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan kaki. Kaki pasien
dicuci setiap hari dengan sabun. Ketika mencuci kaki, pasien
mencari adanya luka di kaki. Bila terdapat luka, dibersihkan dan
bawa ke puskesmas bila perlu.
Edukasi tentang mengatur pola makan dikarenakan pasien sudah
masuk kategori pre-obesitas. Pasien diperbolehkan makan 3 kali
dalam sehari ditambah dengan makanan selingan. Pembagian porsi
makan menjadi 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%),
dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%). Pasien
diedukasi juga untuk tetap makan sayur dengan mencari jenis sayur
yang disukai.
Pasien perlu latihan jasmani dikarenakan pasien sudah masuk
kategori pre-obesitas. Olahraga dilakukan secara teratur 3-5 kali per
minggu, selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit
perminggu. Jeda antar olahraga tidak lebih dari 2 hari berturut-turut.
Penapisan komplikasi dilakukan di Pelayanan Kesehatan Primer
denagn cara: kontrol rutin di fasyankes
Manajemen stress untuk mengatasi tekanan
Manajemen stress yang dapat dilakukan oleh pasien antara lain :
1) Identifikasi perilaku dan kebiasaan yang bisa menyebabkan
stress
Hal yang dapat menyebabkan stress contohnya lingkungan
yang kotor, masalah hubungan dengan ibu tiri pasien,
permasalahan rumah tangga. Perihal tersebut dapat dihindari
14
dengan membersihkan rumah secara rutin dan mengeluarkan
barang-barang yang sudah tidak terpakai atau dijual ke tukang
loak. Selain itu, komunikasi antar anggota keluarga yang baik
dapat mengurangi beban dan permasalahan yang ada sehingga
dapat mengurangi terjadinya stress.
2) Berolahraga
Olahraga dapat meningkatkan fokus dan konsentrasi.
Selain itu, berolahraga juga berdampak positif terhadap
kesehatan.
3) Bersosialisasi dengan orang lain
Mengobrol dengan tetangga dan mengikuti kegiatan-
kegiatan di lingkungan rumah dapat membantu membuat
pikiran lebih tenang.
4) Membiasakan gaya hidup sehat seperti :
a) Tidak merokok
b) Tidak menggunakan obat terlarang
c) Tidur secukupnya
d) Tidak minum-minuman keras
e) Makan-makanan sehat
f) Menyelesaikan pekerjaan tepat waktu
5) Menerapkan 4A (Avoid, Alter, Adapt, Accept)
Apabila sudah dapat memprediksi apa saja yang dapat
menyebabkan stress, maka kita dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a) Hindari pekerjaan yang menyebabkan stress (avoid)
b) Mengubah respon terhadap penyebab stress (alter)
c) Beradaptasi dengan pekerjaan penyebab stress (adapt)
d) Menerima hal yang tidak bisa diubah (accept)
6) Menyediakan waktu untuk bersantai
15
Selain berolahraga, meluangkan waktu untuk bersantai dan
menjalankan hobi juga merupakan hal yang dapat mengurangi
stress.
3. Terapi (medikamentosa)
Prinsip pengobatan untuk filariasis:
a. Diethylcarbamazine 3 x 100 mg
16
BAB III
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA
A. Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis dan Klinis
Pasien Ny. HL berusia 46 tahun adalah anak kandung ke-2 dari 4
bersaudara. Ny.HL dengan filariasis berada dalam single family yang terdiri
dari Ny. HL (46 tahun), Tn. P (77 tahun), Ny. R (62 tahun) dan Nn. L (8
tahun). Tn. P yang bertindak sebagai kepala keluarga. Ny. HL sudah
bercerai dengan suaminya sejak tahun 2011 karena merasa tidak cocok lagi.
Ayah dari Ny. HL, yaitu Tn. P setelah ditinggal oleh istrinya karena
meninggal, menikah lagi dengan Ny. R yang menjadi ibu tiri Ny. HL.
Pasien Ny. HL memiliki satu orang anak yang masih mengenyam
Pendidikan di sekolah dasar. Saat ini, penyakit filariasis ini hanya diderita
oleh pasien.
2. Fungsi Psikologis
Ny. HL tinggal dengan anaknya (Nn. L), ayah kandung (Tn. P) dan
ibu tirinya (Ny. R). Hubungan yang terjadi dalam keluarga ini kurang baik
dan harmonis, intensitas komunikasi antar anggota keluarga dirumah
kurang, terutama dengan ibu tiri. Pasien dan ibu tiri pasien kurang akur
karena ibu tiri pasien yang sifatnya kurang baik terhadap pasien atau anak
pasien. Dirumah cukup sering timbul perdebatan, namun masalah atau
perdebatan yang terjadi langsung dibicarakan bersama oleh pasien dan
orangtua pasien. Pasien sangat dekat dengan anak kandungnya sehingga
terkadang pasien juga menceritakan masalahnya ke anaknya. Selain itu,
saudara kandung pasien semua juga sudah merantau dan jarang berkunjung
kerumah, pasien hanya sering berkomunikasi dengan adik keduanya yaitu
Tn. P untuk menceritakan masalahnya.
- Keluarga tdk cemas
3. Fungsi Sosial
Pasien cukup bersosialisasi dengan tetangga, apabila sempat pasien
17
juga akan mengikuti kumpul dengan ibu-ibu PKK. Dalam sehari-hari
pasien apabila tidak bekerja, akan menghabiskan waktu dirumah.
4. Fungsi Ekonomi
Sumber perekonomian keluarga berasal dari penghasilan Tn. P dan Ny.
HL. Tn. P sehari-hari bekerja petani. Pasien juga bekerja, namun serabutan
jadi penghasilan pasien tidak menetap. Penghasilan Tn. P dan Ny. HL dirasa
cukup untuk menghidupi keluarganya sehari-hari.
5. Fungsi Penguasaan Masalah dan Kemampuan Beradaptasi
Jika terdapat masalah, termasuk mengenai kesehatan diri Ny. HL,
pasien lebih sering bercerita kepada ayahnya oleh karena tinggal serumah,
kadang juga Ny. HL bercerita ke anak. Biasanya apabila terdapat
permasalahan pada pasien Ny. HL akan berdiskusi dengan ayahnya. Namun
untuk perawatan pasien, pasien akan merawat dirinya sendiri.
6. Fungsi Pendidikan dan Pengetahuan
Pendidikan terakhir pasien adalah lulus SD, begitu juga dengan ayah
dan ibu tiri pasien. Sehingga Pendidikan keluarga pasien rendah. Pasien
memiliki gaya hidup yang cukup, namun kurang bisa menjaga kebersihan
lingkungan. Pengetahuan pasien mengenai penyakitnya sudah cukup.
Pasien mengerti mengenai keadaannya dan pasien sadar untuk kontrol
penyakitnya dan konsumsi obat.
B. Fungsi Fisiologis
Untuk menilai fungsi fisiologis digunakan APGAR score. APGAR score
adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut
pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota
keluarga yang lain.
1. Adaptation
Adaptation menunjukkan kemampuan anggota keluarga tersebut
beradaptasi dengan anggota keluarga yang lain, penerimaan, dukungan, dan
saran dari anggota keluarga yang lain. Adaptation juga menunjukkan
bagaimana keluarga menjadi tempat utama anggota keluarga kembali jika
dia menghadapi masalah. Fungsi ini dalam keluarga pasien sudah berjalan
18
cukup. Setidaknya sebagian anggota keluarga bisa saling mendukung satu
sama lain. Serta, tidak ada masalah yang tidak terselesaikan dengan baik.
2. Partnership
Partnership menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling
mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh
keluarga tersebut, bagaimana sebuah keluarga membagi masalah dan
membahasnya bersama-sama. Komunikasi, kesadaran untuk saling berbagi
dan mengisi antar anggota keluarga kurang baik, pasien Ny. HL hanya
menceritakan masalah-masalah yang dihadapinya ke ayah dan terkadang
anaknya. Pasien tidak pernah bercerita ke ibu tirinya karena kurang akur.
3. Growth
Growth menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru
yang dilakukan anggota keluarga tersebut. Dalam aspek ini kurang, ketika
pasien ingin bekerja keluar kota, pasien tidak diperbolehkan oleh ayahnya.
Serta ketika pasien hendak kontrol ke puskesmas, pasien kontrol tanpa
ditemani ayahnya, hanya waktu kontrol ke rumah sakit pasien diantar oleh
keluarganya.
4. Affection
Affection menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar
anggota keluarga, di dalam keluarga terdapat rasa saling menyayangi satu
sama lain dan saling memberi dukungan serta mengekspresikan kasih
sayangnya. Hubungan kasih sayang antara pasien dan keluarga cukup baik.
Terlihat dari hubungan pasien dan anaknya yang sangat dekat.
5. Resolve
Resolve menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang
kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang
lain. Dalam keluarga pasien Ny. HL nilai resolve yang baik. Keluarga
pasien menghabiskan waktu bersama di malam hari setelah semua selesai
bekerja.
Adapun sistem skor untuk APGAR ini yaitu :
1. Selalu/sering : 2 poin
19
2. Kadang-kadang : 1 poin
3. Jarang/tidak pernah : 0 poin
20
Kesimpulan:
Fungsi fisiologis keluarga pasien tergolong kurang. Hal ini terlihat dari skor
APGAR pasien Ny. HL yang tergolong kedalam disfungsi keluarga buruk.
C. Fungsi Patologis
Fungsi patologis menilai setiap sumber daya yang dapat digunakan oleh
keluarga ketika menghadapi permasalahan. Fungsi patologis keluarga Ny. HL
dapat diamati pada Tabel 3.2.
21
memiliki asuransi kesehatan BPJS yang dibiayai oleh
pemerintah.
Sumber: Data primer, September 2019
Kesimpulan:
Fungsi patologis keluarga Ny. HL mengalami gangguan pada area
education.
22
D. Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki (meninggal)
: Pasien perempuan
: Menikah
: Tinggal serumah
23
E. Pola Interaksi Keluarga
Tn. P Ny. R
Ny. HL Nn. L
Kesimpulan :
Hubungan antara Ny. HL dengan ayah (Tn. P) dan anaknya (Nn. L)
cukup harmonis. Namun, hubungan antara Ny. HL dengan Ny. R tidak
harmonis, begitu pula hubungan antara Ny. R dengan Nn. L.
24
Tabel 3.3 Delapan Tahap Siklus Kehidupan Keluarga (Duvall dan Evelyn, 1977)
Tahapan Deskripsi
Tahap I Keluarga pemula (menuju pasangan menikah atau tahap
pernikahan)
Tahap II Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua adalah bayi sampai
umur 30 bulan)
Tahap III Keluarga dengan anak usia prasekolah (anak tertua berumur 2
hingga 6 tahun)
Tahap IV Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua berumur 6 hingga
13 tahun)
Tahap V Keluarga dengan anak remaja (anak tertua berumur 13 hingga 25
tahun)
Tahap VI Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda meninggalkan
rumah
Tahap VII Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan, pensiunan)
Tahap VIII Keluarga dalam masa pensiun dan lansia (juga menunjuk kepada
anggota keluarga yang berusia lanjut atau pensiun)
25
suami dan istri sedang berusaha menyesuaikan diri dengan peran baru
sebagai suami / istri, juga sebagai menantu, dan bagian baru dari
lingkungan pasangan. Berbagai pembelajaran juga terjadi pada saat ini,
terutama kalau pasangan bisa bertengkar dengan cara yang baik.
26
4. Tahap VI: Tahap ‘Keluarga dengan Anak Dewasa’, artinya anak yang
mereka besarkan saat ini sudah menjadi dewasa mandiri. Anak dari
pasangan ini mungkin sudah atau belum menikah, tapi belum punya
keturunan. Beberapa pasangan merasa lebih dekat satu sama lain di tahap
ini, karena masa-masa mengasuh anak telah mereka lewati bersama.
Beberapa pasangan lain justru menjadi asing satu sama lain, terutama
mereka yang pada tahap-tahap sebelumnya kurang memahami cara
berkomunikasi yang hangat.
Simpulan:
Berdasarkan siklus hidup keluarga di atas, keluarga Ny.HL masuk dalam
tahap IV yaitu pasien Ny. HL yang kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah
tangga dan terkadang bekerja serabutan. Ny. HL mempunyai 1 anak (8 tahun)
Dalam tahap ini, pasien bertindak sebagai orangtua tunggal yang merawat
anaknya yang sedang mengenyam pendidikan sekolah dasar. Pada tahap
siklus keluarga ini potensi masalah yang terjadi adalah masalah kelemahan
personal dan ketidaksiapan menjadi orang tua. Dalam hal keluarga pasien
pada kasus ini, potensi permasalahan yang terjadi tidak ada karena pasien
terlihat memiliki kepribadian yang gigih dalam mendidik anaknya, dan sudah
siap menjadi orang tua yang baik bagi anaknya.
27
G. Faktor-Faktor Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Pengetahuan
Pendidikan terakhir pasien (Ny. HL), ibu tiri pasien (Ny. P), anak
adalah lulus SD. Ayah pasien (Tn. P) tidak lulus SD. Taraf pendidikan
dari keluarga Ny. HL cenderung memiliki tingkat pendidikan yang
rendah. Awalnya keluarga pasien belum sepenuhnya paham mengenai
penyakit pasien ini. Hal ini bisa terjadi karena pendidikan keluarga
pasien tidak sampai jenjang yang lebih tinggi. Namun pasien sudah
memahami mengenai penyakitnya, dan pasien sudah rutin kontrol ke
puskesmas.
2. Sikap
Dalam menyikapi kondisi pasien keluarga menyikapi keadaan
dengan cukup bijak dan tidak menyalahkan keadaan. Keluarga pasien
memberikan perhatian, namun tidak membantu pasien dalam merawat
penyakitnya.
3. Tindakan
Dari awal pasien dicurigai menderita filariasis, pasien rutin kontrol
di rumah sakit dan setelah itu kontrol ke puskesmas. Dalam merawat
dirinya, pasien perlu diedukasi mengenai perawatan dirinya. Tindakan
keluarga terhadap pasien dalam hal ini memberikan dukungan dari segi
moral kepada Ny. HL terutama dari ayahnya dan adik keduanya.
H. Faktor-Faktor Non Perilaku yang Mempengaruhi Kesehatan
1. Lingkungan
Berikut ini adalah keadaan rumah pasien:
28
29
Tabel 3.4 Keadaan Rumah Ny. HL
30
2. Keturunan
Pasien memberikan keterangan bahwa tidak memiliki riwayat
keturunan penyakit yang serupa
3. Pelayanan Kesehatan
Semua anggota keluarga pasien memiliki jaminan kesehatan
BPJS yang dibayarkan iurannya oleh pemerintah. Akses menuju ke
pelayanan kesehatan tingkat pertama UPT Puskesmas Tangen yang
berjarak sekitar 3km dari rumah pasien, namun akses jalannya kurang
baik. Apabila pasien berkunjung ke puskesmas perlu ojek yang cukup
mahal.
Pemahaman : Keluarga
kurang memahami bahwa Lingkungan : Kebersihan
pasien Ny. HL memiliki Gambar lingkungan rumah kurang
keluhan dan penyakit yang baik
3.3
dideritanya
Faktor Keturunan : Pasien tidak
Sikap : Keluarga memiliki Riwayat keluarga
cenderung memiliki sikap yang menderita penyakit
perhatian, namun tidak yang sama
Ny. HL
membantu merawat
penyakit pasien
Pelayanan Kesehatan :
Tindakan : Pasien rutin Pasien berobat dengan
kontrol ke Puskesmas KIS. Jarak rumah ke
tanpa ditemani keluarga Puskesmas cukup dekat
Perilaku
namun akses kurang
dan Non Perilaku yang Mempengaruhi bagus. .
Kesehatan Keluarga Ny. HL
Keterangan :
: Faktor Perilaku
31
I. Identifikasi Outdoor dan Indoor
1. Lingkungan Indoor
32
shigellosis) dan kelainan refraksi mata.
2. Lingkungan Outdoor
a. Rumah memiliki halaman, untuk menjemur pakaian digantung di tali
di dekat kamar mandi dan di dekat kandang
b. Jarak antar rumah 10m
c. Bagian depan rumah merupakan gang utama pemukiman tersebut yang
lebar cukup untuk 1 kendaraan
33
BAB IV
DIAGNOSIS HOLISTIK
A. Diagnosis Holistik
Aspek I: Personal
1. Pasien bernama Ny. HL berusia 46 tahun yang tinggal dalam single
family, dengan keluhan utama kaki sebelah kiri membesar sejak 6 tahun
yang lalu.
2. Dari penilaian aspek personal, pasien memahami bahwa ada masalah
pada kaki. Riwayat pendidikan pasien rendah (SD), tidak memberikan
dampak yang signifikan pada faktor kesehatan dan pengobatan pasien.
Pasien sempat mengehentikan pengobatan dan tidak kontrol lagi ke
puskesmas karena merasa tidak ada perbaikan selama masa pengobatan,
pengobatan hanya meringankan rasa nyeri tetapi tidak menyembuhkan
kaki pasien yang membesar. Dari aspek psikologis keluarga, anggota
keluarga pasien dapat menerima kondisi pasien dan berharap kondisi
pasien dapat kembali seperti saat sebelum sakit.
3. Pasien saat ini merasa bahwa dirinya belum sembuh tetapi kurang yakin
bahwa dirinya dapat sembuh 100%. Selama ini bila ada keluh kesah
seperti itu pasien lebih sering menceritakan kepada anaknya, A.n L.
4. Selama ini keluarga pasien sudah menerima dan memahami mengenai
kondisi penyakit pasien dan keluarga sudah beradaptasi dengan
modifikasi gaya hidup yang harus dijalani pasien. Saudara-saudara
pasien yang lain yang tidak tinggal serumah dengan pasien pun ikut
membantu sebisa mungkin dengan memberikan dukungan moral.
5. Pasien dan keluarga memiliki harapan bahwa suatu saat pasien dapat
sembuh.
34
Aspek III: Faktor Risiko Eksternal
1. Keluarga pasien memasuki tahap siklus keluarga IV dan memiliki
beberapa potensi masalah internal keluarga.
2. Lingkungan tempat tinggal pasien juga menyumbang potensi penyakit
karena Pasien tinggal di lingkugan indoor yang masih berlantaikan tanah
dan kurang pencahayaan serta outdoor yang terlalu dekat dengan
kendang ternak. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
infeksi sekunder.
Aspek IV: Derajat Fungsional
Kategori derajat fungsional:
1: Sehat, tidak butuh bantuan
2: Sakit ringan (aktivitas berat dikurangi)
3: Sakit sedang
4: Sakit berat (aktivitas ringan saja yang bisa)
5: 100% butuh orang lain
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan, Ny. H memiliki
derajat fungsional 2. Pasien masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari.
Akan tetapi, terkadang pasien mengalami kesulitan apabila pasien merasakan
nyeri.
35
3. Diantara anggota keluarga, yang paling khawatir tentang keadaan
Ny. HL adalah ayahnya.
4. Tidak terdapat perubahan yang signifikan pada kehidupan
keluarga setelah Ny. HL sakit. Menurut pengakuan keluarga
pasien, Ny. HL tetap aktif bekerja dan masih mengikuti kegiatan
di luar rumah seperti PKK dan pengajian.
5. Keluarga pasien membantu menyelesaikan masalah kesehatan
pasien hanya sebatas memberikan dukungan moral.
36
C. Mandala Of Health
GAYA HIDUP
Pasien tidak rutin
berolahraga
Pasien
PELAYANAN KESEHATAN
Pasien tidak berobat Kaki kiri membesar sejak LINGK. KERJA
6 tahun yang lalu Pasien bekerja sebagai
sejak 6 bulan yang lalu.
pekerja serabutan. Pasien
Jarak rumah ke
memiliki riwayat bekerja di
Puskesmas pembantu
Kalimantan dan Malaysia
dekat.
37
BAB V
PEMBAHASAN
A. Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit rnenular menahun
yang disebabkan oleh cacing filaria dan dituiarkan oleh nyamuk
Mansonia, Anopheles, Culex, Armigeres. Cacing tersebut hidup di saluran
dan kelenjar getah bening dengan manifestasi klinik akut berupa demam
berulang, peradangan saluran dan saluran kelenjar getah bening. Pada
stadium lanjut dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki,
lengan, payudara dan alat kelamin (Chin, 2006).
Masa inkubasi penyakit ini cukup lama lebih kurang 1 tahun,
sedangkan penularan parasite terjadi melalui vektor nyamuk sebagai
hospes perantara, dan manusia atau hewan kera dan anjing sebagai hospes
definitive. Periodisitas beradanya mikrofilaria di dalam darah tepi
bergantung pada spesies. Periodisitas tersebut menunjukkan adanya filarial
di dalam darah tepi sehingga mudah terinfeksi (Setiati et al, 2014).
Prevalensi didapatkannya mikrofilaria meningkat bersamaan
dengan umur pada anak-anak dan meningkat antara umur 20-30 tahun,
pada saat usia pertumbuhan, serta lebih tinggi pada laki-laki disbanding
wanita. Lingkaran hidup filarial meliputi : 1). Pengisapan mikrofilaria dari
darah atau jaringan oleh serangga penghisap darah; 2). Metamorfosis
mikrofilaria di dalam hospes perantara serangga. Awalnya mikrofilaria
membentuk larva rhabditiform lalu membentuk larva filariform yang aktif;
3). Penularan larva infektif ke dalam kulit hospes baru, melalui proboscis
serangga yang menggigit, dan kemudian pertumbuhan larva setelah masuk
ke dalam luka gigitan sehingga menjadi cacing dewasa.
Adanya kekebalan alami atau yang didapat pada manusia terhadap
infeksi filarial belum banyak diketahui. Cacing filarial mempunyai antigen
yang spesifik untuk spesies tertentu (Setiati et al, 2014).
38
B. Epidemiologi
WHO sudah menetapkan Kesepakatan Global untuk mengeliminasi
filariasis pada tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of Lymphatic
Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Program
eleminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal dengan DEC dan
Albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis serta
perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah
kecacatan dan mengurangi penderitaannya.
Indonesia melaksanakan eliminasi penyakit kaki gajah secara
bertahap yang telah dimulai sejak tahun 2002 di 5 kabupaten. Perluasan
wilayah akan dilaksanakan setiap tahun. Penyakit filariasis terutama
ditemukan di daerah khatulistiwa dan merupakan masalah di
daerah dataran rendah. Tetapi kadang-kadang juga ditemukan di daerah
bukit yang tidak terlalu tinggi. Di Indonesia filariasis tersebar luas,daerah
endemis terdapat terdapat di banyak pulau di seluruh nusantara, seperti di
Sumatera dan sekitarnya, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan
Irian Jaya. (Kemenkes RI, 2010)
C. Etiologi
Filariasis disebabkan oleh cacing filarial pada manusia, yaitu (1)
W.bancrofti; (2) B.malayi; (3) B.timori; (4) Loa loa; (5) Onchocerca
volvulus; (6) Acanthocheilonema perstants; (7) Mansonella azzardi. Yang
terpenting ada tiga spesies, yaitu W.bancrofti,B.malayi,dan B timori
(Behrman et al, 2007).
Cacing ini habitatnya dalam sistern peredaran darah, limpha, otot,
jaringan ikat atau rongga serosa. Cacing dewasa mempakan cacing yang
langsing seperti benang berwarna putih kekuningan, panjangnya 2 - 70 cm,
cacing betina panjangnya lebih kurang dua kali cacingjantan. Biasanya
tidak
mempunyai bibir yang jelas, mulutnya sederhana, rongga mulut tidak
nyata. Esofagus berbentuk seperti tabung, tanpa bulbus esofagus, biasanya
39
bagian anterior berotot sedangkan bagian posterior berkelenjar. (Rudolph,
2007).
D. Gejala Klinis
Manifestasi dini penyakit ini adalah peradangan, sedangkan bila
sudah lanjut akan menimbulkan gejala obstruksi. Mikrofilaria yang
tampak dalam darah pada stadium kut akan menimbulkan peradangan
yang nyata, seperti limfangitis, limfadenitis, funiculitis, epididymitis, dan
orkitis. Namun adakalanya peradangan tidak menimbulkan gejala sama
sekali terutama bagi penduduk yang sejak kecil sudah berdiam di daerah
endemic. Gejala peradangan tersebut sering timbul setelah bekerja berat
dan dapat berlangsung antara beberapa hari hingga beberapa minggu (2-3
minggu). Gejala dari limfadeniis adalah nyeri lokal, keras di daerah
kelenjar limfe yang terkena dan biasanya disertai demam, sakit kepala dan
badan, muntah-muntah, lesu, dan tidak nafsu makan. Stadium akut ini
lambat laun akan beralih ke stadium menahun dengan gejala-gejala
hidrokel, kiluria, limfedema, dan elephantiasis.
Karena filariasis bancrofti dapat berlangsung selama beberapa
tahun, maka ia dapat mempunyai perputaran klinis yang berbeda-beda.
Reaksi pada manusia terhadap infeksi filarial berbeda-beda sehingga
mungkin stadiumnya tidak dapat dibatasi dengan pasti. Oleh karena itu
seringkali kita membaginya berdasarkan gejala infeksi filarial yaitu :
a. Bentuk tanpa gejala: Pada pemeriksaan fisik hanya ditemukan
pembesaran kelenjar limfe terutama di daerah inguinal. Pada
pemeriksaan darah ditemukan mikrofilaria dalam jumlah besar
disertai adanya eosinophilia. Pada saat cacing dewasa mati,
mikrofilaria menghilang tanpa pasien menyadari adanya
infeksi
b. Filariasis dengan peradangan: Manifestasi terakhir yang
biasanya terlihat di awal infeksi pada penderita dengan infeksi
primer adalah limfangitis. Gejala ini disebabkan oleh
40
fenomena alergik terhadap metabolism cacing dewasa yang
hidup atau mati, atau akibat infeksi sekunder oleh
streptokokus dan jamur. Demam, menggigil, sakit kepala,
muntah dan kelemahan menyertai serangan tadi. Demam pada
filarial terjadi karena adanya inflamasi yang berawal dari
kelenjar getah bening dengan perluasan retrograde ke bawah
aliran getah bening dan disertai edema.
c. Filariasis dengan penyumbatan: Pada stadium yang menahun
ini terjadi jaringan granulasi yang proliferative serta
terbentuknya varises saluran limfe yang luas. Kadar protein
yang tinggi dalam saluran limfe merangsang pembentukan
jaringan ikat dan kolagen. Lama-kelamaan bagian yang
membesar menjadi luas dan timbul elehphantiasis menahun.
Penyumbatan ductus torasikus atau saluran limfe perut bagian
tengah turut mempengaruhi skrotum dan penis pada laki-laki
dan bagian luar alat kelamin wanita. Infeksi kelenjar inguinal
dapat mempengaruhi tungkai dan bagian luar alat kelamin.
Elephantiasis pada umumnya mengenai tungkai serta alat
kelamin dan menyebabkan pembesaran.
E. Diagnosis
Diagnosis pasti hanya dapat diperoleh melalui pemeriksaan
parasite dan hal ini cukup sulit. Cacing dewasa yang hidup di pembuluh
getah bening atau kelenjar getah bening sulit dijangkau sehingga tidak
dapat dilakukan pemeriksaan parasite. Mikrofilaria dapat ditemukan di
dalam darah, caira hidrokel, atau kadang-kadang cairan tubuh lainnya.
Cairan-cairan tersebut dapat diperika secara mikroskopik. Banyak individu
terinfeksi yang tidak mengandung mikrofilaria dalam darahnya sehingga
diagnosis pasti sulit ditegakkan. (Nasrin, 2008).
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan leukositosis dengan
eosinophilia sampai 10-30%. Di sebagian besar belahan dunia,
41
mikrofilaria aktif pada malam hari terutama dari jam 10 malam sampai
jam 2 pagi. Namun, di beberapa daerah Asia dan Pasifik timbulnya
subperiodik, yaitu timbul hampir sepanjang hari dengan puncak seberapa
kali sehari. Pada kasus dengan periodisitas subperiodik diurnal puncaknya
pada pagi hari dan sore hari. Oleh karena itu pengambilan specimen darah
untuk pemeriksaan mikrofilaria harus sesuai dengan puncaknya
mikrofilaria aktif di dalam darah. Mikrofilaria dapat ditemukan dengan
pengambilan darah tebal atau tipis yang dipulas dengan pewarnaan
Giemsa atau Wright.
Spesimen darah yang diambil lebih baik diambil dari darah kapiler
disbanding dengan darah vena. Terdapat beberapa bukti yang
menyebutkan bahwa konsentrasi mikrofilaria di daerah di dalam kapiler
lebih tinggi dibandingkan dengan darah vena. Volume darah yang
digunakan untuk pulasan sekitar 50microliter dan jumlah mikrofilaria
20mf/ml atau lebih merupakan petunjuk adanya mikrofilaria dalam darah.
Pemeriksaan terhadap antigen W. bancrofti yang bersirkulasi dapat
membantu penegakkan diagnosis. Dua tes yang tersedia antara lain ELISA
dan ICT. Sensitivitas keduanya berkisar antara 96-100% dan spesifitas
mendekati 100%. Teknik pemeriksaannya menggunakan antibody
monoclonal, yaitu AD12 dan Og4C3. Studi di Australia menunjukkan
bahwa pemeriksaan dengan antibody Og4C3 sensitivitasnya 100% pada
pasien dengan jumlah mikrofilaria yang tinggi namun sensitivitasnya
menurun menjadi 72-75% pada pasien dengan jumlah mikrofilaria yang
rendah. Spesifitasnya juga tinggi yaitu 99-100%. Penggunaan AD12 juga
memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi yaitu 96-100% untuk
sensitivitasnya dan 100% untuk spesifitasnya. Sampai saat ini pemeriksaan
untuk mendeteksi antigen Brugia belum tersedia. (Setiati et al, 2014).
F. Tatalaksana
Obat utama yang digunakan adalah dietilkarbamazin sitrat (DEC).
DEC bersifat membunuh mikrofilaria dan juga cacing dewasa
42
pada pengobatan jangka panjang. Hingga saat ini, DEC merupakan satu-
satunya obat yang efektif, aman, dan relatif murah. Untuk filariasis
bancrofti, dosis yang dianjurkan adalah 6 mg/kg berat badan per hari
selam 12 hari. Sedangkan untuk filarial brugia, dosis yang dianjurkan
adalah 5 mg/kg berat badan per hari selam 10 hari. Efek samping dari
DEC ini adalah demam, mengigil, artralgia, sakit kepala, mual, hingga
muntah. Pada pengobatan filariasis brugia, efek samping yang ditimbulkan
lebih berat. Sehingga untuk pengobatannya dianjurkan dalam dosis rendah,
tetapi waktu
pengobatan dilakukan dalam waktu yang lebih lama.
Efek samping DEC dibagi dalam 2 jenis. Yang pertama bersifat
farmakologis tergantung dosisnya, angka kejadian sama baik pada yang
terinfeksi filariasis maupun tidak. Yang kedua adalah respons dari hospes
yang terinfeksi terhadap kematian parasite; sifatnya tidak tergantung pada
dosis obatnya tapi pada jumlah parasite dalam tubuh hospes.
Ada 2 jenis reaksi : 1). Reaksi sistemik dengan atau tanpa demam,
berupa sakit kepala, sakit pada berbagai bagian tubuh, sendi-sendi, pusing,
anoreksia, lemah, hematuria transien, reaksi alergi, muntah, dan serangan
asma. Reaksi ini terjadi karena kematian filarial dengan cepat dapat
menginduksi banyak antigen sehingga merangsang system imun dan
dengan demikian menginduksi berbagai reaksi. Reaksi ini terjadi beberapa
jam setelah pemberian DEC dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari.
Demam dan reaksi sistemik jarang terjadi dan tidak terlalu hebat pada
dosis kedua dan seterusnya. Reaksi ini akan hilang dengan sendirinya; 2).
Reaksi lokal dengan atau tanpa demam, berupa limfadenitis, abses,
ulserasi, transien, limfedema, hidrokel, funiculitis, dan epididymitis.
Reaksi ini cenderung terjadi kemudian dan berlangsung lebih lama sampai
beberapa bula, tetapi akan menghilang dengan spontan (Setiati et al,
2014).
Obat lain yang juga dipakai adalah ivermektin. Ivermektin adalah
antibiotic semisintetik dari golongan makrolid yang mempunyai aktivitas
43
luas terhadap nematode dan ektoparasit. Obat inihanya membunuh
mikrofilaria. Efek samping yang ditimbulkan lebih ringan
dibanding DEC (Depkes RI, 2006).
Perawatan umum yang dilakukan untuk perawatan filariasis adalah
istirahat di tempat tidur, pindah tempat tinggal ke daerah yang dingin akan
mengurangi derajat serangan akut. Selain itu dapat diberikan antibiotic
untuk infeksi sekunder dan abses. Dapat juga dilakukan pengikatan di
daerah bendungan untuk mengurangi edema (Setiati et al, 2014).
44
BAB VI
PENATALAKSANAAN HOLISTIK
Saran Komprehensif
1. Promotif
a. Promotif keluarga
1) Memberikan edukasi kepada keluarga pasien mengenai kondisi
Ny. HL sehingga pasien dan keluarga memahami penyakit yang
diderita pasien dan dapat mendukung terapi pasien secara
medikamentosa maupun non-medikamentosa.
2) Edukasi mengenai konsumsi serat dan vitamin, yaitu sayur dan
buah-buahan.
3) Edukasi mengenai kebersihan lingkungan rumah dan kebersihan
diri pasien, dengan cara rutin mandi dua kali sehari, memastikan
kaki dicuci dengan sabun.
4) Tungkai yang terkena dinaikkan dengan cara diganjal
menggunakan bantal atau guling.
5) Ekstremitas digerakkan secara teratur untuk melancarkan aliran.
6) Menjaga kebersihan kuku dan memakai alas kaki.
7) Rutin mengecek kakinya, apabila terluka diobati dengan
antiseptik.
8) Promotif komunitas
Memberikan edukasi kepada tetangga maupun lingkungan
pasien mengenai kondisi Ny. HL serta resiko penularan dari
penyakit yang diderita Ny. HL.
2. Preventif
a. Edukasi mengenai minum obat secara rutin agar mencegah
terjadinya penyebaran ke aliran limfe lain.
45
b. Memberikan edukasi untuk menggunakan obat nyamuk, menguras
bak mandi, dan membuang air yang tergenang dalam botol atau pot.
c. Kuratif
Mengonsumsi obat secara teratur sesuai dosis yang telah ditetapkan.
3. Rehabilitatif
a. Kontrol ke fasilitas kesehatan terdekat secara rutin.
b. Adanya dukungan dari keluarga dan orang terdekat pasien.
c. Makan makanan yang bergizi 3 kali sehari.
46
Progress Note
Nama : Ny. HL
Diagnosis : Filariasis
Tabel 6.2 Progress Note Pasien Ny. HL
2 Senin, 16 Pasien mengatakan Tanda Vital : 1. Edukasi mengenai Intervensi pasien supaya Pasien tidak
47
September ketika meminum kebersihan lingkungan dapat meluangkan waktu mengalami komplikasi
TD : 130/80 untuk tetap beraktivitas, penyakit
2019 obat, pasien rumah dan kebersihan
mmHg dan menjaga kebersihan.
muntah-muntah Nadi : 84x/menit diri pasien, dengan cara Pasien tidak
RR : 20x/menit mengalami infeksi
rutin mandi dua kali
Suhu : 36.8°C Cek pemahaman sekunder
BB : 55 kg sehari, memastikan kaki mengenai pentingnya
TB : 148 cm kembali minum obat Keluarga dan
dicuci dengan sabun.
lingkungan sekitar
Status generalis : 2. Tungkai yang terkena pasien tidak tertular
GCS E4V5M6 penyakit filariasis
dinaikkan dengan cara
Compos mentis
diganjal menggunakan
bantal atau guling.
3. Ekstremitas digerakkan
secara teratur untuk
melancarkan aliran.
4. Menjaga kebersihan
kuku dan memakai alas
kaki.
5. Rutin mengecek kakinya,
apabila terluka diobati
dengan antiseptik.
48
3 Rabu, 18 Pasien mengatakan Tanda Vital : 1.Mengedukasi agar pasien Cek kesehatan rutin di Kualitas hidup pasien
TD : 120/80 lebih terbuka kepada puskesmas untuk membaik
September sudah tidak ada
mmHg keluarga dan menambah melanjutkan pengobatan
2019 keluhan lain yang Nadi : 80x/menit samangat untuk terus Melanjutkan kebiasaan Pasien tidak
RR : 20x/menit berobat baik untuk beraktivitas mengalami komplikasi
mengganggu.
Suhu : 36.5°C 2. Mengedukasi pasien agar fisik penyakit
SpO2: 99% melakukan sesuatu untuk
BB : 55 kg mengisi waktu luang seperti Memotivasi pasien untuk Keluarga dan
TB : 148 cm selalu berpikir dengan lingkungan sekitar
membaca buku, melakukan
positif, dan selalu sabar pasien tidak tertular
tugas rumah tangga yang
Status generalis : serta semangat penyakit filariasis
GCS E4V5M6 ringan, atau membuat menghadapi masalah yang
Compos mentis kerajinan tangan terjadi, menghindari stres
49
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Keluarga Ny. HL merupakan single family dengan fungsi fisiologis dan
patologis yang kurang baik.
2. Fungsi psikologis dan sosialisasi keluarga Ny. HL terjalin kurang baik
yang dibuktikan dengan adanya komunikasi yang kurang efektif antar
anggota keluarga dan kurang adanya dukungan anggota keluarga
terhadap pengobatan atas penyakit yang diderita pasien.
3. Perlu adanya dukungan dari keluarga agar proses pengobatan Ny. HL
dapat berjalan dengan baik.
4. Ny. HL dan keluarganya perlu di berikan edukasi dan motivasi tentang
pentingnya menjaga pola hidup sehat dan pentingnya menjaga hubungan
komunikasi antar anggota keluarga.
B. SARAN
1. Keluarga hendaknya lebih memberikan motivasi dengan mengingatkan
dan mendukung Ny. HL, seperti menemani dalam pengobatan sehingga
keluarga juga tahu mengenai edukasi yang diberikan oleh dokter untuk
kepentingan pengobatan pasien.
2. Kegiatan home visit sebaiknya tetap dilaksanakan secara berkelanjutan
sehingga dapat melihat dan menangani permasalahan kesehatan pasien
secara lebih holistik.
50
DAFTAR PUSTAKA
Behrman RE, Jenson HB, Kliegman RM. (2007). Lymphatic Filariasis (Brugria
Malayi, Brugria Timori, Wuchereria Bancrofti) in Nelson Textbook of
Pediatric. 18th Ed. 1502-1503.
Chin, James. [Editor] I Nyoman Kandun. Manual Pemberantasan Penyakit
Menular. Jakarta: CV. Infomedika; 2006
Depkes RI. (2006). Pedoman Penatalaksanaan Kasus Filariasis. Jakarta: Ditjen
PP&PL.
Nasrin. (2008). Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berkaitan dengan
Kejadian Filariasis di Kabupaten Bangka Barat [Thesis]. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kemenkes RI. 2010. Filariasis di
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 1,Juli 2010
Rudolph CD, Rudolph AM. (2007) Parasitic Disease in Rudolphs Pediatric
Textbook of Pediatric. 21st Ed: 1106-1108
Soedarmo SP, Gama H, Rezeki SS, Irawan HS. (2010). Filariasis dalam Buku
Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed-. Ikatan Dokter Anak Indonesia:
Jakarta
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. VI. Jakarta: InternaPublishing: 2014:769-775.
World Health Organization. Progress report 2000-2009 and strategic plan 2010-
2020 of the global programme to eliminate lymphatic filariasis: halfway
towards eliminating lymphatic filariasis. Geneva: WHO;2010. . Available
from: http://www.who.int/iris/handle/10665/44473.
51
Lampiran
52