Anda di halaman 1dari 39

LEMBAR PERSETUJUAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. D NCB SMK DENGAN BBLR DAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG NICU RSUD PRAYA
TANGGAL 14 JUNI 16 JUNI 2017

Laporan Kelompok Praktik Klinik Kebidanan Komprehensif III

Telah Memenuhi Persyaratan dan Disetujui

Tanggal :

Disusun Oleh :

KELOMPOK XVIII

Anggota Kelompok :

1. DESAK PUTU DEVITA K.D ( P07124114010)


2. SRI WAHYUNI ( P07124114043)
3. SITI ZULAIHA ( P07124114094)
4. WARDANINGSIH ( P07124114098)

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

Imtihanatun Najahah,SST.,M.Kes Baiq Uswatun Hasanah,S.Kep


NIP.198002242002122002 NIP.

Disetujui oleh :

1
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. D NCB SMK DENGAN BBLR DAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG NICU RSUD PRAYA
TANGGAL 14 JUNI 16 JUNI 2017
Disusun Oleh :

KELOMPOK XVIII

Anggota Kelompok :

1. DESAK PUTU DEVITA K.D ( P07124114010)


2. SRI WAHYUNI ( P07124114043)
3. SITI ZULAIHA ( P07124114094)
4. WARDANINGSIH ( P07124114098)

Telah disahkan pada :

Mengetahui,

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lahan

Imtihanatun Najahah,SST.,M.Kes Baiq Uswatun Hasanah,S.Kep


NIP.198002242002122002 NIP.

Ketua Prodi D-IV Kebidanan

Jurusan Kebidanan

Siti Halimatusyaadiah,S.S.T,M.Kes

NIP.198005232001122003

2
KATA PEGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.

Dengan selesainya kegiatan Praktik Klinik Kebidanan Komprehensif III


dalam penyusunan laporan ini, kami juga tak lupa menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. H. Awan Dramawan,S.Pd.,M.Kes selaku Direktur Poltekkes


Mataram.
2. Hj. Siti Aisyah,S.Pd.,M,Kes.,selaku Ketua Jurusan D-IV Kebidanan
Poltekkes Mataram
3. Siti Halimatusyaadiah,SST.,M,Kes.,selaku Ketua Kaprodi D-IV
Kebidanan Poltekkes Mataram .
4. dr. Muzakir Langkir, selaku direktur RSUD Praya
5. Winarni,S.Kep, selaku kepala ruangan NICU RSUD Praya
6. Baiq Uswatun Hasanah,S.Kep, selaku pembimbing lahan di ruang
NICU RSUD Praya
7. Imtihanatun Najahah, SST.,M.Kes, selaku pembimbing pendidikan
8. Para seluruh petugas kesehatan di RSUD Praya
9. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang
telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan ini.

Demikian kiranya, semoga dengan hadirnya laporan ini dapat membawa


mamfaat khususnya bagi kami. Kami akan menerima saran dan kritik dari
pembaca yang bersifat membangun, bilamana dalam laporan ini ada kesalahan
demi perbaikan dalam penyusunan berikutnya.

Praya, Juni 2017

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...............................................................................................ii
KATA PEGANTAR...........................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Tujuan...................................................................................................................2
C. Manfaat.................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI...............................................................................................3
I. Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR).................................................................3
A. DEFINISI...........................................................................................................3
B. KLASIFIKASI BBLR........................................................................................4
C. TANDA-TANDA BBLR....................................................................................4
D. PATOFISIOLOGI............................................................................................5
E. PENATALAKSANAAN.....................................................................................6
II. Respiratory Distress Syndrome (RDS).............................................................9
A. DEFINISI...........................................................................................................9
B. ETIOLOGI.......................................................................................................10
C. PATOFISIOLOGI........................................................................................11
D. FAKTOR RESIKO......................................................................................12
E. KOMPLIKASI..................................................................................................13
F. PENCEGAHAN RDS.....................................................................................13
F. MANIFESTASI KLINIS..................................................................................14
G. PERAN BIDAN TERHADAP RDS...........................................................16
H. PENATALAKSANAAN...............................................................................16
BAB III TINJAUAN KASUS..........................................................................................23

4
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................................34
A. Kesimpulan.........................................................................................................36
B. Saran...................................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom gangguan pernafasan (respiration distress syndrom,RDS)
dalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.
Gangguan ini Merupakan penyakit yang berhubungan dengan
keterlambatan perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya
jumlah sulfaktan dalam paru. Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama
hyaline membrane desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena
pada penyaakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli.
(Marmi dan Kukuh Rahardjo,2012)
Upaya pemeliharaan kesehatan anak ditujukan untuk mempersiapkan
generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk
menurunkan angka kematian anak. Upaya pemeliharaan kesehatan anak
dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah
dilahirkan, dan sampai berusia delapan belas tahun. Upaya kesehatan
anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak.
Provinsi NTB mengalami peningkatan, berdasarkan laporan, tahun
2015 jumlah kasus kematian bayi adalah 1.086 kasus dari 104.597
kelahiran hidup, meningkat dibandingkan tahun 2014 dengan 1.070
kematian bayi dari 104.358 kelahiran hidup. (Dikes Provinsi NTB, 2015).
Pada tahun 2015 capaian neonatal resiko tinggi atau dengan
komplikasi yang ditangani di Provinsi NTB sebesar 72,29%, hal tersebut
dapat diartikan sekitar 27,71% neonatal resiko tinggi/dengan komplikasi
belum tertangani oleh tenaga kesehatan yang berkompeten. Kemungkinan
lain hal tersebut terjadi karena perkiraan kasus neonatal dengan komplikasi
yang ditetapkan lebih besar dari kasus neonatal komplikasi yang
sesungguhnya terjadi. Capaian neonatal resiko tinggi atau dengan
komplikasi di setiap kabupaten/kota.
Neonatal resti yang ditangani termasuk penanganan bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), yang merupakan salah satu faktor yang
mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa
perinatal. Pada tahun 2015 dari 93.506 bayi yang ditimbang, sebanyak
3.723 bayi atau 3,98 % adalah bayi lahir dengan BBLR. Banyaknya kasus
bayi lahir dengan BBLR di setiap kabupaten/kota. (Profil Kesehatan NTB,
2015).
Pada RSUD Praya jumlah AKB yang terjadi selama 3 bulan terakhir
yaitu pada bulan April 13 bayi, bulan Mei 17 bayi, sedangkan pada awal
bulan Juni terdapat 4 bayi meninggal dengan penyebab paling bayak yaitu
asfksia. (Buku Register NICU, RSUD Praya)

B. Tujuan

1. Tujuan umum
Melaksanakan asuhan patologi pada bayi Ny. D NCB SMK dengan
BBLR dan Respiratory Distress Syndrome Di RSUD Praya dalam
pendokumentasian SOAP.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melakukan pengumpulan data subyektif dengan
benar pada bayi Ny. D dengan BBLR dan Respiratory Distress
Syndrome
b. Mampu melakukan pemeriksaan data objektif dengan
benar pada bayi Ny.D dengan dan Respiratory Distress Syndrome
c. Mampu menentukan hasil diagnosa pada bayi Ny.D
dengan dan Respiratory Distress Syndrome
d. Mampu melakukan penatalaksanaan pada bayi Ny.D
dengan dan Respiratory Distress Syndrome

C. Manfaat
1. Bagi Institusi
Dapat dijadikan bahan bacaan dan referensi bagi institusi.
2. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai BBLR dan
Respiratory Distress Syndrome pada bayi serta mampu melaksanakan
asuhan kebidanan patologi pada pasien yang mengalami BBLR dan
Respiratory Distress Syndrome dengan manajemen kebidanan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR)

A. DEFINISI

Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir yang

berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2.500 gram. Dahulu

neonatus dengan berat badan lahir rendah kurang dari 2.500 gram atau

sama dengan 2.500 gram disebut prematur. Istilah prematur telah diganti

dengan BBLR karena terdapat dua bentuk penyebab kelahiran bayi dengan

berat badan kurang dari 2.500 gram, yaitu karena usia kehamilan kurang dari

37 minggu, berat badan lebih rendah dari semestinya, sekalipun cukup bulan,

atau karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2010: 436)


World Health Organization (WHO) mengganti istilah bayi prematur

dengan BBLR, karena tidak semua bayi dengan berat badan kurang dari

2500 gram pada waktu lahir bukan bayi prematur. BBLR adalah berat badan

bayi kurang dari 2.500 gram (Sudarti dan Afroh, 2013: 3). BBLR adalah bayi

dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang usia gestasi.

BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi

cukup bulan Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) (Pudjiadi, dkk., 2010)
Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa BBLR

adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari

2.500 gram (sampai 2.499 gram) tanpa memandang masa kehamilan.


B. KLASIFIKASI BBLR
Menurut (Proverawati dan Sulistyorini, 2010: 4), ada beberapa cara
mengelompokan bayi BBLR, yaitu:
1. Menurut harapan hidupnya:
a) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir
dengan berat lahir 1.500-2.500 gram
b) Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang
lahir dengan berat lahir <1.500 gram.
c) Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang
lahir dengan berat lahir <1.000 gram
2. Menurut masa gestasinya:
a) Prematur murni adalah masa gestasinya kurang dari 37
minggu dan berat badannya sesuai dengan berat badan untuk masa
gestasinya berat atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai
untuk masa kehamilan.
b) Dismatur (IUGR) adalah bayi lahir dengan berat badan
kurang dari berat badan seharusnya untuk masa kehamilan di
karenakan mengalami gangguan pertumbuhan dalam kandungan.
c) Menurut Renfield dalam Maryunani (2013: 318) IUGR
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Proportionate IUGR merupakan janin yang menderita
distres yang lama dimana gangguan pertumbuhan terjadi
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum bayi lahir
sehingga berat, panjang dada lingkaran kepala dalam proporsi
yang seimbang akan tetapi keseluruhannya masih dibawah
masa gestasi yang sebenarnya.
2) Disporpotionate IUGR merupakan janin yang terjadi karena
distres sub akut gangguan terjadi beberapa minggu sampai
beberapa hari sampai janin lahir.

C. TANDA-TANDA BBLR
Menurut (Proverawati dan Sulistyorini, 2010: 3), bayi yang lahir dengan berat
badan rendah mempunyai ciri-ciri:
1) Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu
2) Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram
3) Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm, lingkar
kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar dada sama dengan
atau kurang dari 30 cm.
4) Rambut lanugo masih banyak
5) Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang
6) Tulang rawan daun telinga belum sempurna pertumbuhannya
7) Tumit mengkilap, telapak kaki halus
8) Genitalia belum sempurna, labia minora belum tertutup oleh labia
mayora, klitoris menonjol (pada bayi perempuan). Testis belum turun ke
dalam skrotum, pigmentasi dan rugue pada skrotum kurang (pada bayi
laki-laki)
9) Tonus otot lemah sehingga bayi kurang aktif dan pergerakannya
lemah
10) Fungsi syaraf yang belum atau tidak efektif dan tangisannya lemah
11) Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot
dan jaringan lemak masih kurang
12) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit bila ada.

a. PATOFISIOLOGI
Temperatur dalam kandungan 37C sehingga bayi setelah lahir dalam
ruangan suhu temperatur ruangan 28-32 C. (Sudarti dan Afroh, 2013: .4).
Perubahan temperatur ini perlu diperhitungkan pada BBLR karena belum
bisa mempertahankan suhu normal yang disebabkan:
1) Cadangan energi sangat kurang
2) Jaringan lemak subkutan lebih tipis sehingga kehilangan panas
lebih besar
3) BBLR sering terjadi penurunan berat badan disebabkan: malas
minum dan pencernaan masih lemah
4) BBLR rentan infeksi sehingga terjadi sindrom gawat nafas,
hipotermi, tidak stabil sirkulasi (edema), hipoglikemi, hipokalsemia,
hiperbilirubin
5) Masalah Yang Sering Muncul
Masalah yang sering muncul pada BBLR (Sudarti dan Afroh, 2013: 7),
yaitu:
a. Gangguan pola nafas
b. Hipotermi
c.Ketuban nutrisi
d. Potensi infeksi

b. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Pemberian vitamin K1:
a. Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau
b. Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat
lahir, umur 3-10 hari, dan umur 406 minggu)
2. Diatetik
Pemberian nutrisi yang adekuat
a. Apabila daya isap belum baik, bayi dicoba untuk menetek sedikit
demi sedikit
b. Apabila bayi belum bisa meneteki pemberian ASI diberikan melalui
sendok atau pipet
c. Apabila bayi belum ada reflek menghisap dan menelan harus
dipasang siang penduga/ sonde fooding
Bayi premature atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena
refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya
ASI dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi
dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan
menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara
ASI yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang
kecil yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel
pada putting. ASI merupakan pilihan utama:
d. Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang
cukup dengan cara apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai
kemampuan bayi menghisap paling kurang sehari sekali.
e. Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya
naik 20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali
seminggu.

3. Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat


badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut
a. Berat lahir 1750-2500 gram
1) Bayi sehat
a) Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa
bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas minum,
anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila
perlu
b) Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk
menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi kurang dapat
menghisap tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternative cara pemberian minum.
2) Bayi sakit
a) Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan
cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat
b) Apabila bayi memerlukan cairan intravena:
Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam
pertama
Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 segera
setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian ASI apabila ibu
ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk
menyusu
c) Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui
(contoh; gangguan nafas, kejang), berikan ASI peras melalui
pipa lambung:
Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam
sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB
per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI
setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan
bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk
menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau
tersedak.
b. Berat lahir 1500-1749 gram
1) Bayi sehat
a) Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah
yang dibutuhkan tidak dapat diberikan
menggunakancangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi
ke dalam paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan
pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian menggunakan
cangkir/sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau
tersedak (ini dapat berlangsung setelah 1-2 hari namun ada
kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
b) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (missal setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
c) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
sendok/cangkir, coba untuk menyusui langsung.
2) Bayi sakit
a) Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
b) Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
c) Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali
minum.
d) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi dapat menelan
tanpa batuk atau tersedak
e) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
c. Berat lahir 1250-1499 gram
1) Bayi sehat
a) Beri ASI peras melalui pipa lambung
b) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari
tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
c) Lanjutkan pemberian minum mengguanakan
cangkir/sendok
d) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
2) Bayi sakit
a) Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama
b) Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan
kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan
c) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih
tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
d) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
e) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
d. Berat lahir (tidak tergantung kondisi)
1) Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama
2) Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan
kurangi pemberian cairan intravena secara perlahan
3) Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam).
Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB perhari tetapi
masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
4) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
5) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan
cangkir/sendok, coba untuk menyusui langsung
i. Respiratory Distress Syndrome (RDS)

A. DEFINISI

Gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature


dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-
ray thorak yang spesifik.Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi,
berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA.
Definisi dan kriteria RDS bila didapatkan sesak nafas berat
(dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap
dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya
atelektasis, kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline
membran pada saat otopsi.
Sindrom gangguan pernafasan (respiration distress syndrom,RDS)
dalah istilah yang digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus.
Gangguan ini Merupakan penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah sulfaktan dalam
paru. Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membrane
desease (HMD) atau penyakit membran hialin karena pada penyaakit ini
selalu ditemukan membran hialin yang melapisi alveoli. (Marmi dan Kukuh
Rahardjo,2012)
Respiratory Distress Syndrom, (RDS) ialah kumpulan gejala yang
terdiri dari dispnoe atau hipernoe, dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60
kali/menit, sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot-otot pernafasan
pada inspirasi (Arief ZR,2009).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidak maturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk
menghasilkan surfaktan yang memadai. Sindrom ini terdiri atas dispue,
merinti/gruncing,tachipnue, retraksi dinding dada serta sianosis. Gejala ini
timbul biasanya dalam 24 jam pertama setelah lahir dengan degradasi yang
berbeda-beda, namun yang selalu adalah dispnue yang Merupakan tanda
kesulitan ventilasi paru.
Diagnosis dini perlu segera ditegakkan mengingat bahaya hipoksia
akibat dari gangguan ventilasi paru. Diagnosis bisa ditegakkan dari
anamnesis riwayat kehamilan, persalinan, gejala klinis,dan pemeriksaan
penunjang. Sindrom ini paling sering didapatkan ditempat praktik sehari-hari
dan sering Merupakan kegawatan neonatus yang berakibat kematian atau
cacat fisik dan mental dimasa mendatang. Sering kali sindrom ini sebagai
suatu fase adaptasi sistem pernapasan,sehingga akan pulih menjadi normal
lagi. (Wafi Nur Muslihatun,2010).

B. ETIOLOGI

RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan
minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan
terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS
yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga
pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami
sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan
akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom
ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga
tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom neonatus yang terdiri faktor
ibu,faktor plasenta, faktor janin,dan faktor persalinan:
1. Faktor Ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah,
maupun penyakit pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas
janin seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta,perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin
Faktor janin atau neonates meliputi tali pusat menumbung,tali pusat
melilit leher,kompresi tali pusat antara jaanin daan jalan lahir,gemeli
premature,kelainan kongenital, pada neonates dan lain-lain.
4. Faktor Persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, mekonium berwarna keruh atau
hijau,partus dengan tindakan dan lain-lain.
C. PATOFISIOLOGI

Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan gangguan


pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi
berupa kerusakaa otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada
sistem pernafasan adalah terjadinaya kekurangan oksigen (hipoksia) pada
tubuh bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen dengan
mengaktifkan metabolism anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin berat
dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat.(Marmi dan
Kukuh Rahardjo,2012)
Dengan memburukya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah
ke otak maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia
dan iskemia. Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu
primer. Pada keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative
masih baik. Curah jantung yang meningkat dan adanya vasokontriksi perifer
ringan menimbulkan peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi
ringan.Depresi pernafasan pada saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan
implus aferen seperti perangsangan pada kulit.Apneu normal berlangsung
sekitar 1-2 menit.
Apnea primer dapat memanjang dan diikuti dengan memburuknya
sistem sirkulasi. Hipoksia miokardium dan asidosis akan memperberat
bradikardi,vasokontraksi dan hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5
menit dan kemudian terjadi apneu sekunder. Selama apneu sekunder denyut
jantung,tekanan darah dan kadar oksigen dalam darah terus menurun bayi
tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali pernafasan buatan
dan pemberian oksigen segera dimulai

D. FAKTOR RESIKO

Meskipun sebagian besar bayi dengan penyakit Membran Hialin (HMD)


adalah bayi premature (Anik,2009). Terdapat faktor-faktor lain yang bisa
menyebabkan timbulnya penyakit ini, seperti:
a. Bayi Caucasian atau bayi laki-laki
b. Bayi yang lahir sebelumnya juga mengalami HMD
c. Persalinan Sectio Caesaria
d. Asfiksia perinatal
e. Stress dingin/ cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi
surfaktaan)
f. Infeksi perinatal
g. Kelahiran Kembar (bayi-bayi yang dilahirkan kembar biasanya
prematur)
h. Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak
insulin dalam sistem tubuh bayi yang disebabkan karena diabetes
pada ibu dapat memperlambat produksi surfaktan)
i. Bayi dengan kelainan jantung PDA (Patent ductus Arteriosus)
j. Pada prematuritas :
1) Produksi surfaktan masih sedikit (defisiensi surfaktan). Komponen
utama surfaktan adalah lesitin, yang terdiri dari cytidine
diphosphate cholin (C.D.P cholin) dan phosphatidyldimethy
etanolamine (P.M.D.E).
2) Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai
tumbuh pada gestasi 22-24 minggu, mulai aktif pada gestasi 24-26
minggu.
3) Surfaktan mulai berfungsi pada masa gestasi 32-36 minggu
4) Rasio lesitin/spingomielin dalam cairan amnion.

E. KOMPLIKASI
Bayi-bayi dengan penyakit Membran Hialin (HMD)/ syndrome Gawat
Nafas Kadang-kadang dapat mengalami komplikasi penyakit atau masalah
sebagian efek samping dari tindakan. Beberapa komplikasi yang
berhubungan dengan Penyakit Membran Hialin (HMD) adalah:
a. Bocornya udara pada jaringan paru-paru, seperti :
1) Pneumomediastinum-bocornya udara ke dalam
mediatinum (ruang dalam rongga thorak dibelakang sternum dan
antara dua kantung pleura yang melapisi paru-paru).
2) Pneumothoraks-bocornya udara ke dalam ruang antara
dinding dada dan jaringan paling luar dari paru-aparu.
3) Pneumoperikardium-bocornya udara kedalam lambung
katung sekitar jantung.
4) Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE)-bocornys udsrs
sehingga terperngkap diantara alveoli, suatu kantung udara tipis
pada paru-paru.
5) Penyakit paru-paru kronik, kadang-kadang disebut
Bronhopulmonary dysplasia.
a. PENCEGAHAN RDS
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah
komplikasi pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran
prematur, mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap kehamilan
dan kelahiran bayi resiko tinggi.

Tindakan yang efektif utntuk mencegah RDS adalah:

a. Mencegah kelahiran < bulan (premature).


b. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan
indikasi medis.
c. Management yang tepat.
d. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat
DM.
e. Optimalisasi kesehatan ibu hamil.
f. Kortikosteroid pada kehamilan kurang bulan yang mengancam.
g. Obat-obat tocolysis (-agonist : terbutalin, salbutamol) relaksasi
uterus Contoh : Salbutamol (ex: Ventolin Obstetric injection) 5mg/5 ml
(utk asma: 5 mg/ml) Untuk relaksasi uterus : 5 mg salbutamol dilarutkan
dalam infus 500 ml dekstrose/NaCl diberikan i.v (infus) dgn kecepatan
10 50 g/menit dgn monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu >
140/menit kecepatan diturunkan atau obat dihentikan
h. Steroid (betametason 12 mg sehari untuk 2x pemberian,
deksametason 5 mg setiap 12 jam untuk 4 x pemberian)
i. Cek kematangan paru (lewat cairan amniotic pengukuran rasio
lesitin/spingomielin : > 2 dinyatakan mature lung function)

i. MANIFESTASI KLINIS

Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan
usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang ditujukan.
Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema,
dan kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein
ke dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang
timbul yaitu : adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir,
yang ditandai dengan takipnea (> 60 x/minit), pernafasan cuping hidung,
grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis, dan gejala menetap dalam 48-
96 jam pertama setelah lahir. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria
Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :pertama, terdapat sedikit bercak
retikulogranular dan sedikit bronchogram udara, kedua, bercak
retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
airbronchogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru. ketiga,alveoli
yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque
dan bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas.
keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat.

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe :

Penilaian 0 1 2

Frekuensi Nafas < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang dengan Sianosis menetap


O2 walaupun diberi O2

Air Entry Udara masuk Penurunan ringan


udara masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar dengan Dapat didengar
stetoskop tanpa alat bantu

Evaluasi Respiratory Distress Skor Downe


Skor < 4 gangguan pernafasan ringan
Skor 4 6 gangguan pernafasan sedang
Skor > 7 gangguan nafas berat
Ancaman gagal nafas (pemeriksaan gas darah
harus dilakukan)
D. PERAN BIDAN TERHADAP RDS

Setiap bayi dengan gangguan pernafasan memerlukan penangan secara


umum berupa :

1. Pemberian oksigen dengan aliran sedang.


2. Bila frekuensi pernafasan kurang dari 30 kali per menit, harus
diobservasi ketat. Bila kurang dari 20 kali per menit setiap saat resusitasi
bayi dengan menggunakan balon sungkup (Alat Balon-Sungkup Alat
kantong-sungkup terdiri atas sebuah kantong yang terhubungkan
dengan sebuah sungkup).
3. Bila apnu :
a. Stimulasi bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok
punggung bayi selama 10 detik.
b. Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan
menggunakan balon dan sungkup.
4. Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau
megap-megap, frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit dan
sianosis sentral persisten walaupun diberi aliran oksigen bebas 100%.
Periksa kadar glukosa darah bila kurang dari 45 g/dl, segera terapi
sebagai hipoglikemi.
5. Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum,
BBLR, tada-tanda kejang, sepsis dan lain-lain, usahakan menentukan
penyebab gangguan nafas ini sambil meneruskan pemberian
oksigennya.

i. PENATALAKSANAAN

1. Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (Monica


Ester,2003) meliputi:
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat
b. Mempertahakan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
2. Tindakan untuk mengatasi kegawatan pernafasan (esty
wahyuningsih,2009)
a. Bebaskan jalan napas dan beri oksigen jika ada gangguan
pernapasan
b. Jika terdapat henti napas (apnea), lakukan resusitasi neonatus
c. Pertahankan kadar gula agar tidak turun
d. Beri dosis pertama antibiotic intramuscular
e. Anjurkan agar bayi tetap hangat
f. Lakukan rujukan segera
3. Penatalaksana secara umum (Sudarti dan Endang
Khoirunnisa,2010)
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5 %
b. Pantau selalu tanda vital
c. Jaga kepatenan jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
f. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan.
g. Lakukan penilaian lanjut.
h. Bila terjadi kejang potong kejang.
i. Segera periksa kadar gula darah.
j. Pemberian nutrisi adekuat.

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut


sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan
nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:

4. Penatalaksanaan pada gangguan nafas ringan (Sudarti dan


Endang Khoirunnisa,2010)
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan
pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of
the Newborn (TTN).Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya
kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan.
Meskipun demikian, pada beberapa kasus.Gangguan napas ringan
merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
a. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila dalam pengamatan gangguan pernafasan memburuk atau
timbul gejala sepsis lainya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
dan tangani gangguan sedang atau berat seperti tersebut diatas
c. Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak,berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternaatif pemberian
minuman
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan nafas, hentikan pemberian O2 jika frekuensi nafas antara
30-60 kali/menit.
e. Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas
menetap antaran 30-60kali/menit,tidak ada tanda sepsis, dan tidak
ada masalah lain yang memerlukan perawatan,bayi dapat
dipulangkan.

5. Penatalaksanaan pada gangguan nafas sedang (Sudarti dan


Endang Khoirunnisa,2010)
a. Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.
b. Bayi jangan diberi minum.
c. Jika ada tanda berikut,ambil sempel darah untuk kultur dan
berikan antibiotic ( ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
d. Suhu aksiler <35 derajat celcius atau >39 derajat celcius.
e. Air ketuban bercampur mekonium.
f. Riwayat infeksi intrauterine,demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (>18 jam).
g. Bila suhu aksiler 34-36,5 derajat celcius atau 37,5-39 derajat
celcius tangani untuk masalah suhu abnormal,dan nilai ulang setelah
2 jam.
h. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, ambil sempel darah,dan berikan antibiotic untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
i. Jika suhu abnormal,teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan diatas.
j. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis,nilai kembali bayi setelah
2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam,terapi untuk kemungkinan besar sepsis.

Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan ( frekuensi nafas


menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih
berkurang)
a. Kurangi terapi O2 secara bertahap.Jangan memberikan
terapi O2 yang tidak perlu secara terus menerus. Hentikan
pemberian O2 bilamana bayi tidak ada gangguan nafas dan
diudara ruangan tanpa pemberian O2 bayi tampak kemerahan.
b. Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2jam
c. Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih
menyusui. Bila bayi tak bisa menyusui, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum
d. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic
dihentikan.jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian
O2 selam 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap
tinggal dirumah sakit dirumah sakit,bayi dapat dipulangkan.
6. Penatalaksanaan pada gangguan nafas berat. (Sudarti dan
Endang Khoirunnisa,2010)
Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin
sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau
umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas sering memburuk dalam
waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu
dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
a. Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi,lihat terapi oksigen)
b. Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis.
c. Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap
sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi.
Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral
menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera
rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu
memakai ventilator mekanik.
d. Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasang pipa
lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara.
e. Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan.
f. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas
menurun,tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik).
a. Kurangi pemberian O2 Jangan meneruskan pemberian O2
bila tidak perlu hentikan pemberian O2 bila bayi diletakkan pada
udara ruangan tanpa pemberian O2 tidak mengalami gangguan
nafas dan tampak kemerahan.
b. Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung.
c. Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih
dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum.

Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:

1. Frekuensi nafas
2. Adanya terikan dinding dada atau suara merintih saat
ekspirasi.
3. Episode apnea.
a. Periksa kadar glucose darah sekali sehari setengah
kebutukan minum dapat dipenuhi secara oral.
b. Pantau bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotic
dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2
selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan dirumah sakit, bayi dapat
dipulangkan.

Bagan Penanganan Gangguan Pernafasan Bayi Baru Lahir (Abdul Barisaifudin


dkk,2009)

TANDA-TANDA Pernafasan cuping hidung, sianosis atau pucat, tarikan kedalam


dinding iga bagian bawah, merintih, pernafasan cepat > 60/menit,
aktivitas menurun sidertai atoni atau hipotonoi.

KATEGORI Gangguan pernafasan sedang Gangguan pernafasan berat

Penilaian

1. Pernafasan 1. >60/menit 1. 0 (apnu)-<40/menit

2. Biru 2. Biru disekitar mulut 2. Biru sentral lidah biru)


(sianosis)
Puskesmas 1. Bersihkan jalan nafas 1. Berikan jalan nafas

2. Pertahankan tetap 2. Pertahankan tiap hangat


hangat
3. Ventilasi tekanan positif
3. Beri O2, kalau perlu dengan pernafasan dari
dengan masker mulut ke mulut atau
menggunakan balon
4. Lanjutkan pemberian dan sungkup dengan
ASI dengan cara oksigen
diteteskan atau dengan
sonde bila tidak mau 4. Bila perlu pijat jantung
menelan luar

5. Beri antibiotic ampisilin 5. Beri antibiotic ampisilin


dan gentamisin dan gentamisin

6. Perawatan tali pusat 6. Perawtan tali pusat


bersih bersih

7. Amati terhadap tanda- 7. Amati terhadap tanda-


tanda kegawatan/sakit tanda gawatan/sakit
berat (rujuk ke rumah berat (rujuk ke rumah
sakit) sakit)

Puskesmas Bila terpaksa tidak dirujuk :

1. Beri antibiotic

2. Bila perlu beli oksigen

3. ASI diteruskan

4. Infuse bila ada masalah minum

Rumah Sakit 1. X-ray toraks 1. X-ray toraks

2. Infuse 2. VTP : balon-sungkup


ventilator
3. Cegah hipotermi
3. Infuse
4. Oksigen
4. Cegah hipotermi
5. Antibiotic
5. Antibiotic
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY. NY. D NCB SMK DENGAN BBLR DAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME DI RUANG NICU RSUD PRAYA
TANGGAL 14 JUNI 16 JUNI 2017

Tanggal Masuk : 13 Juni 2017 Pukul : 24.00 WITA

Tanggal Pengkajian : 14 Juni 2017 Pukul : 19.45 WITA

No.RM : 35.19.31
A. DATA SUBJEKTIF :
1. Biodata
a. Bayi
Nama : Bayi Ny D
Tgl/Jam Lahir : 13 Juni 2017 / 23.54 WITA
Jenis Kelamin : Laki-laki
b. Orang Tua
Nama : Ny. D Nama Suami : Tn. I
Umur : 24 tahun Umur : 24 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Sasak Suku : Sasak
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Honorer
Alamat : Puyung Alamat : Puyung
Sumber Informasi : catatan rekam medis
2. Keluhan Utama
Sesak
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
Ibu G2P1A0H1 umur kehamilan 41 minggu dengan KPD > 24 jam, bayi lahir
dengan tindakan SC karena gagal oksitosin drip, di Ruang OK RSUD
Praya pada tanggal 13 Juni 2017 pukul 23.53 wita, menangis lemah
dengan A-S : 5-7, berat badan : 2400 gram. Tindakan yang sudah
dilakukan adalah langkah awal resusitasi, bayi segera menangis,
pemberian vit K dan salep mata, kemudian bayi langsung di bawa ke
Ruang NICU. Di ruang nicu bayi diletakkan di incubator dan diberikan O2
1 Lpm melalui nasal kanul.
Pada tanggal 14-06-2017 bayi dipasang CPAP
4. Riwayat Kehamilan Lalu
Riwayat obtetrik (ibu) : G2P1A0H1, umur kehamilan 41 minggu
Hamil ke :2
Frekuensi ANC : 9 kali di Polindes dan Posyandu
Imunisasi TT : 2 kali selama kehamilan
Kenaikan BB hamil : 11 kg
Keluhan yang di alami ibu : TMT I : mual muntah, sering kecing
TMT II : pusing

TMT III : sakit kepala, sering kencing

Obat yang dikonsumsi selama hamil : tablet Fe, asam folat

4. Riwayat penyakit / kehamilan


a. Perdarahan : tidak ada
b. Pre Eklamsia /Eklampsia: tidak ada
c.Penyakit kelamin : tidak ada
d. Penyakit lain : tidak ada
e. Abortus : tidak ada
5. Riwayat Persalinan
a. Riwayat persalinan
1) Lama kala I : 24 jam
2) Lama kala II :-
3) Warna air ketuban : jernih
4) Jenis persalinan : SC
5) Komplikasi persalinan : KPD 24 jam
6) Penolong : Dokter
7) Jam/tgl/lahir : 23.54 WITA/ 13 Juni 2017
8) Jenis kelamin : Laki-laki
9) BB/PB : 2400 gr / 46 cm
10) Pemberian obat : vit.K dengan dosis 1 mg secara IM
dan salep mata cloramphenicol 1 %
11) IMD : tidak dilakukan

b. Keadaan bayi baru lahir (APGAR Score)

KRITERIA 0-1 MENIT 1-5 MENIT


Apperance 1 1
Pulse 1 2
Grimace 1 1
Activity 1 2
Respiration 1 1
Nilai 5 7

c.Resusitasi
Hangatkan : dilakukan
Atur posisi : dilakukan
Menghisap lendir : dilakukan
Keringkan dan rangsangan taktil: dilakukan
Atur posisi kembali : dilakukan
Penilaian : dilakukan
B. Data Objektif (O)
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : compos mentis
2. Antropometri
a) BB Lahir : 2400 gram
b) Panjang Badan : 46 cm
c) Lingkar kepala : 31 cm
d) Lingkar dada : 32 cm
e) Lingkar lengan : 10 cm
3. Tanda-tanda vita
a. Nadi : 154 x/menit
b. Respirasi : 76 x/menit
c. Suhu : 36,6 C
d. SpO2 : 97 %
4. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : tidak ada caput suksedenum , tidak ada kelainan.
b. Muka : muka simetris, tidak ada kelainan, tidak sianosis
c. Mata : mata bersih, sklera tidak ikterus, tidak ada infeksi ,
konjungtiva tidak anemis
d. Telinga : daun telinga jika dilipat cepat kembali, kelainan tidak ada,
letak sejajar dengan kontus mata, infeksi tidak ada
e. Hidung : hidung lunak, terdapat pernapasan cuping hidung, tidak
ada secret, terpasang O2 CPAP pada hidung 7 mbar 35 % O2
f. Mulut : warna kemerahan, tidak ada kelainan, terpasang OGT
g. Leher : tidak ada kelainan
h. Dada : dada simetris, putting susu simetris, terdapat tarikan
dinding dada, suara nafas dan jantung normal
i. Perut : perut simetris, tali pusat kering, tidak ada kelainan
j. Punggung : tidak ada kelainan
k. Genitalia : jenis kelamin laki-laki, testis sudah turun ke
skrotum , penis berlubang, tidak ada kelainan
l. Anus : berlubang, sudah BAB berwarna kehitaman
m. Ekstremitas :
Atas : gerakan normal, jumlah jari lengkap, tidak ada trauma
lahir , tidak ada sianosis, terpasang infus D 10 % pada tangan
sebelah kiri
Bawah : gerakan normal, simetris, jari kaki lengkap, tidak ada
sianosis pada ujung jari-jari
n. Kulit : verniks tidak ada, warna kulit kemerahan, tidak ada
pembengkakan, tanda lahir tidak ada.
5. Refleks
a. Reflek Moro : lemah
b. Reflek Rooting : lemah
c. Reflek Sucking : tidak ada
d. Reflek Swallowing: tidak ada
e. Reflek Grasping : lemah
f. Reflek Tonik neck : lemah
g. Reflek Galants : lemah
6. Kebutuhan Nutrisi
Jenis makanan/minuman : ASI
Frekuensi : 8 kali ( setiap 3 jam 2 cc) melalui OGT
Masalah : Tidak ada reflek hisap
7. Eliminasi
BAB :
Frekuensi : 3 kali
Warna : kehitaman
Konsistensi : kental
BAK
Frekuensi : 7-8 kali
Warna : kuning jernih
Konsistensi : cair, bau khas urine
8. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

Darah : tgl 14- 06 2017 Pukul : 10.05 WITA

No. Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


1 WBC 16.6 10^3/Ul 3.5 --- 10
.
2 LYM% 28.1 10^3/Ul 15.0 --- 50.0
.
3 LYM 4.6 10^3/Ul 0.5 --- 5.0
.
4 MID% 5.4 10^3/Ul 2.0 --- 15.0
.
5 MID 0.9 10^3/Ul 0.1 - 1.5
.
6 GRA% 66.5 10^3/Ul 35.0 -- 80.0
.
7 GRAN 11.1 10^3/Ul 1.2 --- 8.0
.
8 RBC 5.29 10^6/Ul 3.50 --- 5.50
.
9 HGB 16.2 g/dL 11.5 --- 16.5
.
1 HCT 47.6 % 35.0 --- 55.0
0
.
1 MCV 89.9 fL 75.0 --- 100.0
1
.
1 MCH 30.6 pg 25.0 --- 35.0
2
.
1 MCHC 34.0 g/dL 31.0 --- 38.0
3
.
1 RDWa 93.0 fL 30.0 --- 150.0
4
.
1 PLT 197 10^3/uL 100 --- 400
5
.
1 MPV 9.5 fL 8.0 --- 11.0
6
.
1 PDW 12.2 fL 0.1 --- 99.9
1 PCT 0.18 % 0.01 --- 9.99
8
.
1 LPCR 22.2 % 0.1 --- 99.9
9
.

9. Terapi yang diberikan


a. Terapi oksigen menggunkan CPAP 7 mbar 35 % O2
b. Infus D 10 % 6 tetes/mnt
c. Injeksi ampicilin 2 x 120 mg
d. Gentamicin 1x 12 mg
e. Pemberian ASI 8 x 2 ml per OGT

C. Analisa (A)
1. Diagnosa
By. Ny. D NCB SMK umur 2 hari dengan BBLR dan Respiratory
Distress Syndrome
2. Masalah
Gangguang pernapasan
3. Kebutuhan
Pemberian terapi oksigen
D. Penatalaksanaan (P)
Tanggal: 14 Juni 2017 Pukul 20.00 WITA
1. Menjaga kehangatan bayi
Menjaga kehangatan bayi dengan merawat bayi dalam inkubator
2. Pemberian O2
Mengatur posisi kepala bayi ekstensi, agar terbuka jalan nafas bayi
Mengobservasi O2, terpasang O2 menggunkan CPAP 7 mbar 35 % O2
3. Observasi infuse
Mengobservasi tetesan dan lokasi infuse, terpasang infuse D10% 6
tetesan mikro permenit, lokasi infuse tidak hematom
4. Pemberian ASI melalui OGT
Memberikan ASI melalui OGT, telah diberikan ASI setiap 3 jam 2 cc,
residu (-)
5. Pencegahan Infeksi
Melakukan tindakan pencegahan infeksi dengan mencuci tangan
sebelum dan sesudah memegang bayi.
6. Perawatan Tali Pusat
Merawat tali pusat dengan membersihkan area sekitar tali pusat dan
membiarkan tetap bersih dan kering
7. Injeksi Obat
Memberikan obat antibiotik ampicilin 2 x 120 mg/IV . Pemberian
antibiotik dan obat telah diberikan pukul : 03.00 wita
8. Memberikan KIE kepada ibu tentang keadaan bayinya yaitu
keadaan bayinya kurang baik sehingga bayi perlu perawatan intensif
sampai keadaannya membaik dan untuk mencegah kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi pada bayi.
9. Melakukan observasi lanjut
Observasi telah dilakukan dan tercantum dalam tabel catatan
perkembangan

CATATAN PERKEMBANGAN

NO WAKTU TINDAKAN
1 15-06-2017 S:-
08.00 WITA O : Bayi masih dirawat di inkubator, keadaan umum bayi lemah, ekstremitas
dingin (+), BB : 2400 gr,TTV : DJ : 154 x/menit, R : 76 x/menit, S : 36,6C,
pemeriksaan, fisik normal, bibir sianosis (-) bibir kering (-), warna kulit
kemerahan, tangisan merintih, muntah (+) retraksi dada (+), tonus otot
baik, BAB (+), BAK (+), masih terpasang infus D5 10 % 6 tetes mikro per
menit, O2 erpasang CPAP, OGT masih terpasang
A : NCB SMK umur 3 hari dengan BBLR dan Respiratory Distress Syndrome
P : 1. Menjaga kehangatan bayi untuk mencegah terjadinya
hipotermi, dengan mengganti pakaian atau popok bayi
bila basah, memakaikan bayi topi, sarung tangan dan kaki,
memakaikan bayi selimut
2. Observasi pernafasan, denyut jantung dan warna kulit
3. Observasi pemberian O2
Mengatur posisi kepala bayi ekstensi, agar terbuka jalan nafas bayi. O 2
terpasang CPAP 7 mbar 35 % O2
4. Observasi tetesan infuse
Mengobservasi tetesan dan lokasi infuse
5. Pemberian Nutrisi
Memberikan nutrisi berupa ASI melalui OGT 8x 2 cc
telah diberikan ASI 2 cc setiap 3 jam, residu 3 cc

S:-
O : Bayi masih dirawat di inkubator, keadaan umum bayi lemah, ekstremitas
14.00 WITA
teraba dingin (+), BB : 2400 gr,TTV : DJ : 153 x/menit, R : 56 x/menit, S :
36,8C, pemeriksaan, fisik normal, bibir sianosis (-),bibir kering (-) warna
kulit kemerahan, tangisan merintih, muntah (+) retraksi dada (+), tonus
otot baik, BAB (+), BAK (+), masih terpasang infus D5 10 % tetes mikro
per menit, oksigen terpasanng CPAP, OGT masih terpasang
A : NCB SMK umur 3 hari dengan BBLR dan gangguan pernapasan
P : 1. Menjaga kehangatan bayi untuk mencegah terjadinya hipotermi,
dengan mengganti pakaian atau popok bayi bila basah,memakaikan
selimut, memakaikan bayi topi dan kaos kaki dan tangan
2. Observasi pernafasan, denyut jantung dan warna kulit
Hasil observasi R : 56 x/menit, DJ : 153 x/menit, dan
warna kulit kemerahan, bibir tidak sianosis
3. Observasi pemberian O2
Mengatur posisi kepala bayi ekstensi, agar terbuka jalan nafas bayi. O 2
terpasang menggunakan CPAP 7 mbar 35 % O2
4. Observasi tetesan infuse
Mengobservasi tetesan dan lokasi infuse, menghitung tetesan infuse,
terpasang D 10 % 6 tetes mikro per menit pada tangan sebelah kiri.
Tetesan tidak lancar, mengganti infus disebelah kanan
5. Pemberian Nutrisi
Memberikan nutrisi berupa ASI melalui OGT 8 x 2 cc ( setiap 3 jam
6. Perawatan tali pusat
Merawat tali pusat dengan membersihkan area sekitar tali pusat dan
menjaga agar tetap kering.
7. Pemberian obat
Injeksi ampicilin 2 x 120 mg, pukul : 15.00 wita
Injeksi gentamicin 1 x 12 mg, pukul : 15.00 wita
S:-
O : Bayi masih dirawat di inkubator, keadaan umum bayi lemah, ekstremitas
teraba dingin (+), BB : 2400 gr,TTV : DJ : 146 x/menit, R : 56 x/menit, S :
37,4C, pemeriksaan, fisik normal, bibir sianosis (-) , warna kulit
kemerahan, tangisan merintih, muntah (+) retraksi dada (+), tonus otot
20.00 WITA
baik, BAB (+), BAK (+), masih terpasang infus D5 10 % tetes mikro per
menit, oksigen terpasanng CPAP, OGT masih terpasang
A : NCB SMK umur 3 hari dengan BBLR dan gangguan pernapasan
P : 1. Menjaga kehangatan bayi untuk mencegah terjadinya hipotermi,
dengan mengganti pakaian atau popok bayi bila basah,memakaikan
selimut, memakaikan bayi topi dan kaos kaki dan tangan
2. Observasi pernafasan, denyut jantung dan warna kulit
Hasil observasi R : 56 x/menit, DJ : 146 x/menit, dan
warna kulit kemerahan, bibir tidak sianosis
3. Observasi pemberian O2
Mengatur posisi kepala bayi ekstensi, agar terbuka jalan nafas bayi. O 2
terpasang menggunakan CPAP 7 mbar 35 % O2
4. Observasi tetesan infuse
Mengobservasi tetesan dan lokasi infuse, menghitung tetesan infuse,
terpasang D 10 % 6 tetes mikro per menit pada tangan sebelah kiri.
Tetesan tidak lancar, mengganti infus disebelah kanan
5. Pemberian Nutrisi
Memberikan nutrisi berupa ASI melalui OGT 8 x 2 cc ( setiap 3 jam
6. Perawatan tali pusat
Merawat tali pusat dengan membersihkan area sekitar tali pusat dan
menjaga agar tetap kering.
2 16-06-2017 S:-
08.00 wita O : Bayi masih dirawat di inkubator, keadaan umum bayi lemah, BB : 2400
gram, TTV : DJ : 148 x/menit, Rr : 54 x/menit, S : 37,5C, pemeriksaan
fisik normal, bibit tidak sanosis, warna kulit kemerahan, tangisan
merintih, muntah (-), retraksi dasa (-), tonus otot baik, BAB (+), BAK
(+),oksigen terpasanng CPAP, OGT masih terpasang
A : NCB SMK umur 4 hari dengan BBLR dan gangguan pernapasan
P : 1. Menjaga kehangatan bayi untuk mencegah terjadinya hipotermi,
dengan mengganti pakaian atau popok bayi bila basah,memakaikan
selimut, memakaikan bayi topi dan kaos kaki dan tangan
2. Observasi pernafasan, denyut jantung dan warna kulit
Hasil observasi R : 54 x/menit, DJ : 148 x/menit, dan
warna kulit kemerahan, bibir tidak sianosis
3. Observasi pemberian O2
Mengatur posisi kepala bayi ekstensi, agar terbuka jalan nafas bayi. O 2
terpasang menggunakan CPAP 7 mbar 35 % O2
4. Observasi tetesan infuse
Mengobservasi tetesan dan lokasi infuse, menghitung tetesan infuse,
terpasang D 10 % 6 tetes mikro per menit pada tangan sebelah kiri.
5. Pemberian Nutrisi
Memberikan nutrisi berupa ASI melalui OGT 8 x 2 cc ( setiap 3 jam
6. Perawatan tali pusat
Merawat tali pusat dengan membersihkan area sekitar tali pusat dan
menjaga agar tetap kering.
7. Pemberian obat
Injeksi ampicilin 2 x 120 mg, pukul 03.00 wita
S:-
O : Bayi masih dirawat di inkubator, keadaan umum bayi lemah, ekstremitas
teraba dingin (+), BB : 2400 gr,TTV : DJ : 153 x/menit, R : 56 x/menit, S :
14.00 wita
36,8C, pemeriksaan, fisik normal, bibir sianosis (-) , warna kulit
kemerahan, tangisan merintih, muntah (-) retraksi dada (+), tonus otot
baik, BAB (+), BAK (+), masih terpasang infus D5 10 % tetes mikro per
menit, oksigen terpasanng CPAP, OGT masih terpasang
A : NCB SMK umur 4 hari dengan BBLR dan gangguan pernapasan
P : 1. Menjaga kehangatan bayi untuk mencegah terjadinya hipotermi,
dengan mengganti pakaian atau popok bayi bila basah,memakaikan
selimut, memakaikan bayi topi dan kaos kaki dan tangan
2. Observasi pernafasan, denyut jantung dan warna kulit
Hasil observasi R : 56 x/menit, DJ : 153 x/menit, dan
warna kulit kemerahan, bibir tidak sianosis
3. Observasi pemberian O2
Mengatur posisi kepala bayi ekstensi, agar terbuka jalan nafas bayi. O 2
terpasang menggunakan CPAP 7 mbar 35 % O2
4. Observasi tetesan infuse
BAB IV
PEMBAHASAN

Pembahasan merupakan analisa dalam meninjau antara kesenjangan


dengan teori yang ada dengan tinjauan kasus, pada tanggal 14 - 16 Juni 2017
dilakukan pengkajian pada BAYI NY.D DENGAN GANGGUAN PERNAPASAN
BERAT DI RUANG NICU RSUD PRAYA.
Berdasarkan data subjektif ditemukan bahwa Bayi lahir dengan tindakan
SC, di Ruang OK RSUD Paraya pada tanggal 13 Juni 2017 pukul 23.53 wita,
menangis lemah dengan A-S : 5-7, berat badan 2.400 gram. Tindakan yang
sudah dilakukan adalah langkah awal resusitasi, bayi segera menangis,
pemberian vit K dan salep mata, kemudian bayi langsung di bawa ke Ruang
NICU. Di ruang nicu bayi diletakkan di inkubator dan diberikan O2 1 Lpm melalui
nasal kanul.

Berdasarkan data objektif bayi Ny D didapatkan hasil keadaan umum


lemah, TTV: N = 154 x/mnt, S= 36,6 C, Rr= 76 x/mnt, SpO 2 = 97 %,
antropometri: BB= 2400 gram, PB= 46 cm, lingkar kepala = 31 cm, lingkar lengan
atas= 10 cm, lingkar dada= 31 cm, dan tali pusat normal, bayi terlihat pucat,
sianosis pada bibir dan ektremitas.
Dari data subyektif dan obyektif bayi mengalami berat bdan lahir rendah
dan gangguan pernafasan atau Respiratory Distress Syndrom (RDS), sesuai
dengan pengertiannya yaitu BBLR adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang
bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan Intra Uterine Growth
Retardation (IUGR) (Pudjiadi, dkk., 2010) dan RDS merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnoe atau hipernoe, dengan frekuensi pernafasan lebih dari
60 kali/menit, sianosis, rintihan dan ekspirasi dan kelainan otot-otot pernafasan
pada inspirasi (Arief ZR,2009).

Berdasarkan diagnosa yang ada, maka pelaksanaan yang dilakukan pada


bayi Ny.D adalah melakukan kolaborasi dengan dr. Spesialis Anak serta
melakukan penatalaksanaan bayi dengan BBLR dan RDS sesuai dengan protap
yang berlaku, yang meliputi bayi dengan RDS diletakkan di incubator untuk
menjaga kehanhatan bayi. Memberikan bantuan nafas dengan pemasangan
Oksigen kanula nasal 1 lpm serta menstabilkan keadaan umum bayi dengan
infus D 10 % 6 tetes mikro per menit memberikan nutrisi setiap 3 jam ASI,
melakukan pemeriksaan TTV pada bayi.
Berdasarkan kasus di atas, tidak terdapat kesenjangan antara teori dan
tinjauan kasus dimana diagnosa bayi dengan BBLR dan RDS telah sesuai
dengan teori yang menyebutkan bayi dengan RDS adalah bayi yang
menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi
interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) serta salah satu faktor
penyebabnya yaitu riwayat asfiksia.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

a. Telah Mampu melakukan pengumpulan data subyektif dengan


benar pada bayi dengan BBLR dan Respiratory Distress Syndrom
b. Telah Mampu melakukan pemeriksaan data objektif dengan benar
pada bayi dengan BBLR dan Respiratory Distress Syndrom
c. Telah Mampu menentukan hasil Diagnosa pada bayi dengan
BBLR dan Respiratory Distress Syndrom
d. Telah Mampu melakukan penatalaksanaan pada pada bayi
dengan BBLR dan Respiratory Distress Syndrom

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
memberi pelayanan dan melakukan asuhan pada bayi dengan BBLR dan
Respiratory Distress Syndrom

2. Bagi Pembaca
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca dan apabila
ada kekurangan, kami mohon saran dan kritik membangun sehingga
dapat kami tingkatkan dikemudian hari.

3. Bagi Institusi
Diharapkan akan lebih dapat membimbing dan mengevaluasi mahasiswa
dalam melakukan asuhan pada bayi dengan BBLR dan Respiratory
Distress Syndrom

Anda mungkin juga menyukai