Anda di halaman 1dari 21

SATUAN ACARA PENYULUHAN

KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

Pokok bahasan : Kesehatan remaja


Sub pokok bahasan : Narkotika, Seks bebas, dan HIV/AIDS
Sasaran : Remaja desa Tembokrejo (50 remaja)
Hari / Tanggal : Jumat, 09 September 2016
Jam : 19.00 WIB.
Waktu : 2 jam.
Tempat : Balai desa Tembokrejo

IDENTIFIKASI MASALAH
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini
merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa
yang meliputi perubahan biologi, perubahan psikologi, dan perubahan sosial. Di
sebagian masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya di mulai pada usia 10-
13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun. World Health Organization (WHO)
remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan yang secara
berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, mengalami perubahan jiwa dari jiwa
kanak-kanak menjadi dewasa, dan mengalami perubahan keadaan ekonomi dari
ketergantungan menjadi relatif mandiri.
Remaja adalah anak berusia 13-25 tahun, di mana usia 13 tahun merupakan batas
usia pubertas pada umummnya, yaitu ketika secara biologis sudah mengalami
kematangan seksual dan usia 25 tahun adalah usia ketika mereka pada umumnya,
secara sosial dan psikologis mampu mandiri. Berdasarkan uraian di atas ada dua hal
penting menyangkut, batasan remaja, yaitu mereka sedang mengalami perubahan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa dan perubahan tersebut menyangkut perubahan
fisik dan psikologi.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM. (TIU)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan “Para Remaja” dapat mengetahui
tentang pentingnya kesehatan Reproduksi Pada Remaja

TUJUAN INSTRUKSI KHUSUS (TIK)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan “Para Remaja” dapat menjelaskan kembali :
1. Pengetian tentang kesehatan Reproduksi
2. Perubahan Fisik, Biologis, Psikososial Remaja
3. Dapat mengetahui perilaku remaja

MATERI
Terlampir

METODE
 Ceramah
 Tanya Jawab

MEDIA
 Materi SAP
 Powerpoint dan Leaflet

KEGIATAN

NO KEGIATAN PENYULUHAN SASARAN WAKTU


1 Pembukaan  Memberi salam Menjawab salam, 5 menit
 Memperkenalkan menjdengarkan dan
diri memperhatikan
 Menjelaskan tujuan
penyuluhan
 Menjelaskan materi
apa saja yang
dijelaskan
2 Proses Pelaksanaan
 Menggali Mendengarkan dan 1 jam

pengetahuan remaja menyimak


tentang narkotika, pembicaraan
seks bebas dan
HIV/AIDS
 Menjelaskan materi
narkotika, seks
bebas dan
HIV/AIDS (materi
terlampir)
3 Evaluasi  Menanyakan/review Bertnya dan 40 menit
kepada peserta menjawab
mengenai materi pertanyaan
yang telah
disampaikan dan
reinforcement pada
ibu yang remaja
yang dapat
menjawab
pertanyaan
4 Penutup  Menyampaikan Menjawab salam 15 menit
kesimpulan
 Mengucapkan salam
penutup

LAMPIRAN MATERI
KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA
A. Pengertian Remaja Dalam Konteks Kesehatan Reproduksi Remaja
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa.Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai dengan sosial budaya
setempat.
Menurut WHO (badan PBB untuk kesehatan dunia) batasan usia remaja adalah
12 sampai 24 tahun. Sedangkan dari segi program pelayanan, definisi remaja
yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10
sampai 19 tahun dan belum kawin.Menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan
Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21
tahun.
Kesehatan Reproduksi (kespro) adalah Keadaan sejahtera fisik, mental dan
sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran &
sistem reproduksi .
Kesehatan Reproduksi Menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan
sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala
aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Atau Suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati kehidupan seksualnya
serta mampu menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara sehat dan
aman.
Secara garis besar dapat dikelompokkan empat golongan faktor yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi yaitu :
1. Faktor sosial-ekonomi dan demografi (terutama kemiskinan, tingkat
pendidikan yang rendah, dan ketidaktahuan tentang perkembangan
seksual dan proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang
terpencil).
2. Faktor budaya dan lingkungan (misalnya, praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak
banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang
membingungkan anak dan remaja karena saling berlawanan satu dengan
yang lain, dsb).
3. Faktor psikologis (dampak pada keretakan orang tua pada remaja,
depresi karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita
pada pria yang membeli kebebasannya secara materi, dsb)
4. Faktor biologis (cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca
penyakit menular seksual, dsb).

Cakupan pelayanan kesehatan reproduksi:


a. Konseling dan informasi Keluarga Berencana (KB)
b. Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang
aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal)
c. Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular
seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan
d. Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)
e. Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesproa.

Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut


sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh remaja.Pengertian
sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan
namun juga sehat secara mental serta sosial kultural. Remaja perlu mengetahui
kesehatan reproduksi agar memiliki informasi yang benar mengenai proses
reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Dengan informasi
yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang
bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Pengetahuan Dasar yang perlu diberikan kepada remaja agar mereka
mempunyai kesehatan reproduksi yang baik, antara lain :
 Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek
tumbuh kembang remaja)
 Mengapa remaja perlu mendewasakan usia kawin serta bagaimana
merencanakan kehamilan agar sesuai dengan keinginnannya dan
pasanganya
 Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap
kondisi kesehatan reproduksi
 Bahaya narkoba dan miras pada kesehatan reproduksi
 Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
 Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
 Mengambangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
 Hak-hak reproduksi
Masalah kesehatan reproduksi remaja di Indonesia kurang mendapat perhatian
yang cukup. Ada beberapa kemungkinan mengapa hal itu terjadi:
 Banyak kalangan yang berpendapat bahwa masalah kesehatan
reproduksi, seperti juga masalah kesehatan lainnya, semata-mata
menjadi urusan kalangan medis, sementara pemahaman terhadap
kesehatan reproduksi (apalagi kesehatan reproduksi remaja) di kalangan
medis sendiri juga masih minimal. Meskipun sejak konperensi Kairo
definisi mengenai kesehatan reproduksi sudah semakin jelas, diseminasi
pengertian tersebut di kalangan medis dan mahasiswa kedokteran
agaknya belum memadai.
 Banyak kalangan yang beranggapan bahwa masalah kesehatan
reproduksi hanyalah masalah kesehatan sebatas sekitar poses kehamilan
dan melahirkan, sehingga dianggap bukan masalah kaum remaja.
Apalagi jika pengertian remaja adalah sebatas mereka yang belum
menikah. Di sini sering terjadi ketidak konsistensian di antara para pakar
sendiri karena di satu sisi mereka menggunakan istilah remaja dengan
batasan usia, tetapi di sisi lain dalam pembicaraan selanjutnya mereka
hanya membatasi pada mereka yang belum menikah.Banyak yang masih
mentabukan untuk membahas masalah kesehatan reproduksi remaja
karena membahas masalah tersebut juga akan juga berarti membahas
masalah hubungan seks dan pendidikan seks.
B. Perubahan Fisik, Biologis, Psikososial Remaja
 Tumbuh Kembang Remaja.
Masa remaja dibedakan dalam :
 Masa remaja awal, 10 – 13 tahun.
 Masa remaja tengah, 14 – 16 tahun.
 Masa remaja akhir, 17 – 19 tahun.

 Pertumbuhan Fisik Pada Remaja Perempuan :


 Mulai menstruasi.
 Payudara dan panggul membesar.
 Indung telur membesar.
 Kulit dan rambut berminyak dan tumbuh jerawat.
 Vagina mengeluarkan cairan.
 Mulai tumbuh bulu di ketiak dan sekitar vagina.
 Tubuh bertambah tinggi (Lengan dan Tungkai kaki bertambah
panjang )
 Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga
tidak terlihat seperti anak kecil lagi.
 Kaki dan tangan bertambah besar
 Keringat bertambah banyak
 Indung telur mulai membesar dan berfungsi sebagai organ
reproduksi
2. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja laki-laki :
1) Terjadi perubahan suara mejadi besar dan berat.
2) Tumbuh bulu disekitar ketiak dan alat kelamin.
3) Tumbuh kumis.
4) Mengalami mimpi basah.
5) Tumbuh jakun.
6) Pundak dan dada bertambah besar dan bidang.
7) Penis dan buah zakar membesar.
8) Tubuh bertambah berat dan tinggi
9) Keringat bertambah banyak
10) Kulit dan rambut mulai berminyak
11) Lengan dan tungkai kaki bertambah besar
12) Tulang-tulang wajah mulai memanjang dan membesar, sehingga tidak terlihat
seperti anak kecil lagi

Pada Usia Remaja, Tugas-Tugas Perkembangan yang harus dipenuhi adalah sebagai
berikut:
a. Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya
baik sesama jenis maupun lawan jenis
b. Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
c. Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
d. Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya
e. Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
f. Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
g. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan
keluarga
h. Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk
tercapainya kompetensi sebagai warga negara
i. Menginginkan dan mencapai perilaku yang dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial
j. Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman
perilaku
Perubahan Psikis juga terjadi baik pada remaja perempuan maupun remaja laki-laki,
mengalami perubahan emosi, pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung
jawab, yaitu :
a. Remaja lebih senang berkumpul diluar rumah dengan kelompoknya.
b. Remaja lebih sering membantah atau melanggar aturan orang tua.
c. Remaja ingin menonjolkan diri atau bahkan menutup diri.
d. Remaja kurang mempertimbangkan maupun menjadi sangat tergantung pada
kelompoknya.
C. Determinan Perkembangan Remaja
Pada bagian ini juga penting diketahui aspek atau faktor-faktor yang berhubungan
atau yang mempengaruhi kehidupan remaja. Keluarga, sekolah ,dan tetangga
merupakan aspek yang secra langsung mempengaruhi kehidupan reamaja, sedangan
struktur sosial ,ekonomi politik ,dan budaya lingkungan merupakan aspek yang
memberikan pengarauh secara tidak langsung terhadap kehidupan remaja. Secara
garis besarnya ada dua tekanan pokok yang berhubungan dengan kehidupan remaja
,yaitu internal pressure (tekanan dari dalam diri remaja) dan external pressure
(tekanan dari luar diri remaja)
Tekanan dari dalam (internal pressure) merupakan tekanan psikologis dan emosional.
Sedangkan teman sebaya, orang tua guru, dan masyarakat merupakan sumber dari
luar (external pressure). Teori ini akan membantu kita memahami masalah yang
dihadapi remaja salah satunya adalah masalah kesehatan reproduksi.
D. Perilaku seksual remaja dan kesehatan reproduksi
Perilaku seksual remaja terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang
sangat berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat di artikan sebagai respons organisme
atau respons seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada(Notoatmojdo,1993).
Sedangakan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul
berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual remaja adalah tindakan yang
dilakukan berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dari dalam dirinya
maupun dari luar dirinya.
Adanya penurunan usia rata-rata pubertas mendorong remaja untuk aktif secara
seksual lebih dini. Dan adanya presepsi bahwa dirinya memiliki resiko yang lebih
rendah atau tidak beresiko sama sekali yang berhubungan dengan perilaku seksual,
semakin mendorong remaja memenuhi memenuhi dorongan seksualnya pada saat
sebelum menikah. Persepsi seperti ini di sebut youth uulnerability oleh Quadrel et.
aL. (1993) juga menyatakan bahwa remaja cenderung melakuakan underestimate
terhadap uulnerability dirinya. Banyak remaja mengira bahwa kehamilan tidak akan
terjadi pada intercourse (sanggama) yang pertama kali atau dirinya tidak akan pernah
terinfeksi HIV/AIDS karena pertahanan tubuhnya cukup kuat.
Dari kedua definisi kesehatan reproduksi tersebut ada beberapa faktor yang
berhubungan dengan status kesehatan reproduksi seseorang, yaitu faktor sosial
,ekonomi,budaya, perilaku lingkungan yang tidak sehat, dan ada tidaknya fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu mengatasi gangguan jasmani dan rohani. Dan tidak
adanya akses informasi merupakan faktor tersendiri yang juga mempengaruhi
kesehatan reproduksi.
Perilaku seksual merupakan salah satu bentuk perilaku manusia yang sangat
berhubungan dengan kesehatan reproduksi seseorang. Pada pasal 7 rencana kerja
ICPD Kairo dicantumkam definisi kesehatan reproduksi menyebabkan lahirnya hak-
hak reproduksi. Berdasarkan pasal tersebut hak-hak reproduksi di dasarkan pada
pengakuan akan hak-hak asasi semua pasangan dan pribadi untuk menentukan secara
bebas dan bertangung jawab mengenai jumlah anak , penjarangan anak (birth
spacing ), dan menentukan waktu kelahiran anak-anak mereka dan mempunyai
informasi dan cara untuk memperolehnya, serta hak untuk menentukan standar
tertinggi kesehatan seksual dan reproduksi. Dalam pengertian ini ada jaminan
individu untuk memperoleh seks yang sehat di samping reproduksinya yang sehat
(ICPD, 1994). Sudah barang tentu saja kedua faktor itu akan sangat mempengaruhi
tercapai atau tidak kesehatan reproduksi seseorang ,termasuk kesehatan reproduksi
remaja.
E. Resiko perilaku seksual berisiko remaja saat ini
Seperti telah dikemukakan di bagian pendahuluan, banyak penelitian dan berita di
media massa yang menggambarkan fenomena perilaku seksual remaja pranikah di
indonesia. Sebenarnya perilaku seksual remaja pranikah sudah ada sejak manusia ada.
Tetapi informasi tentang perilaku tersebut cenderung tidak terungkap secara luas.
Sekarang kondisi masyarakat telah berubah .dengan telah makin terbukanya arus
informasi, makin banyak pula penelitian atau studi yang mengungkapkan
permasalahan perilaku seksual remaja, termasuk hubungan seksual pranikah. Di
indonesia sendiri ada beberapa penelitihan yang menggambarkan fenomena perilaku
seksual remaja pranikah. Berikut ini ada beberapa penelitian kuantitatif dan kualitatif
yang menggambarkan fenomena tersebut.
3. Penyakit menularseksual (PMS) –HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seksual remaja terhadap kesehatan reproduksi adalah
tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Sering kali remaja melakukan hubungan seks yang
tidak aman. Adanya kebiasaan berganti-ganti pasangan dan melakuakan anal seks
menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV, seperti sifilis
,gonore,herpes, klamidia dan AIDS . dari data yang ada menukjukan bahwa diantara
penderita atau kasus HIV/AIDS, 53,0% berusia antara 15-29 tahun. Tidak terbatasnya
cara melakuakan hubungan kelamin pada genital-genital saja(bisa juga oragenital)
menyebabkan penyakit kelamin tidak saja terbatas pada daerah genital, tetapi dapat
juga pada daerah-daerah ektra genital.
4. Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berhubungan dengan kesehatan
reproduksi adalah konsekuensi psikologis. Setelah kehamilan terjadi ,pihak
perempuan –atau tepatnya korban- utama dalam masalah ini. Kodrat untuk hamil dan
melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat
delimatis. Dalam pandangan masyarakat ,remaja putri yang hamil merupakan aib
keluarga,yang secara telak mencoreng nama baik keluarga dan ia adalah si pendosa
yang melangar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman sosial ini tidak jarang
meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan binggung,
cemas, malu, dan bersalah yang dialami remaja setelah mengetahui kehamilanya
bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan, dan kadang
disertai rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan
kepada nasib membuat kondisi sehat secara fisik ,sosial dan mental yang berhubungan
dengan sistem ,fungsi,dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi. Namun ada hal
yang perlu pula untuk diketahui bahwa dampak yang terjadi pada remaja bukan hanya
pada saat pranikah,namun dapat pula memberikan dampak negatif saat menikah dan
hamil muda. Hal-hal yang mungkin terjadi saat menikah dan hamil di usia sangat
muda (dibawah 20 tahun).
F. Strategi Meningkatkan Kesehatan Anak Remaja
a. Pendidikan Seks
Strategi pendidikan seks di masa lalu berfokus pada anatomi fisiologi reproduksi dan
penyuluhan perilaku yang khas kehidupan keluarga Amerika kelas menengah. Baru –
baru ini pendidikan seks mulai membahas masalah seksualitas manusia yang dihadapi
remaja. Misalnya, program – program yang sekarang berfokus pada upaya remaja
untuk “mengatakan tidak”. Pihak oponen program pendidikan seks di sekolah percaya
bahwa diskusi eksplisit tentang seksualitas meningkatkan aktivitas seksual diantara
remaja dan mengecilkan peran orang tua. Pihak pendukung mengatakan, tidak adanya
diskusi semacam itu dari orang tua dan kegagalan mereka untuk member anak – anak
mereka informasi yang diperlukan secara nyata untuk menghambat upaya mencegah
kehamilan pada remaja. Peran keluarga, masjid, gereja, sekolah kompleks dan
kontraversial tentang pendidikan seks. Orang tua mungkin tidak terlibat dalam
pendidikan seks anak – anaknya karena beberapa alasan.

MATERI NAPZA
 
A. Pengertian
NAPZA merupakan singkatan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang
bekerja pada pusat penghayatan kenikmatan otak sebagaimana kenikmatan sensasi,
makan, dan stimulasi seksual. Karena itu bagi yang sudah menghayatinya selalu
muncul dorongan kuat untuk menggunakan napza guna memperoleh kenikmatan lahir
batin atau eforia. Semakin kuat napza mempengaruhan pusat-pusat penghayatan maka
semakin kuat pula potensi ketergantungan yang akan ditimbulkan.
NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif
lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah Narkoba (Narkotika, Psikotropika dan
Bahan-bahan berbahaya lainnya)
NARKOTIKA: zat-zat alamiah maupun buatan (sintetik) dari bahan candu/kokaina
atau turunannya dan padanannya – digunakan secara medis atau disalahgunakan yang
mempunyai efek psikoaktif.
ALKOHOL : zat aktif dalam berbagai minuman keras, mengandung etanol yang
berfungsi menekan syaraf pusat
PSIKOTROPIKA: adalah zat-zat dalam berbagai bentuk pil dan obat yang
mempengaruhi kesadaran karena sasaran obat tersebut adalah pusat-pusat tertentu di
sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Psikotropik meliputi :
Ecxtacy, shabu-shabu, LSD, obat penenang/ tidur, obat anti depresi dan anti psikosis.
ZAT ADIKTIF lainnya yaitu zat-zat yang mengakibatkan ketergantungan (aseton,
thinner cat, lem). Zat-zat tersebut sangat berbahaya karena bisa mematikan sel-sel
otak. Zat adiktif juga termasuk nikotin (tembakau) dan kafein (kopi).
NAPZA adalah zat-zat kimiawi yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, baik
secara oral (melalui mulut), dihirup (melalui hidung) maupun intravena (melalui
jarum suntik) sehingga dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan
perilaku seseorang. Penggunaan NAPZA berlanjut akan mengakibatkan
ketergantungan secara fisik dan/ atau psikologis serta kerusakan pada sistem syaraf
dan organ-organ otonom. NAPZA terdiri atas bahan-bahan yang bersifat alamiah
(natural) maupun yang sintetik (buatan). Bahan alamiah terdiri atas tumbuhan dan
tanaman, sedangkan yang buatan berasal dari bahan-bahan kimiawi.
 
B. Berbagai Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Pada setiap kasus, ada berbagai penyebab yang khas mengapa seseorang
menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan. Artinya, mengapa seseorang akhirnya
terjebak dalam perilaku ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak dapat disamakan
begitu saja dengan kasus lainnya. Beberapa faktor yang berperan pada
penyalahgunaan NAPZA adalah :
 Faktor Keluarga
        Faktor orangtua atau keluarga yang ikut menjadi pencetus remaja menjadi
penyalahgunaan napza adalah orangtua yang:
            Kurang komunikatif dengan anak dan terlalu menuruti kemauan anak
(permisif).
            Terlalu sibuk dan kurang memberi perhatian pada anak, Tidak sepaham dalam
mendidik anak.
            Keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orangtua) mengalami
ketergantungan NAPZA
            Keluarga dengan manajemen keluarga yang kacau, yang terlihat dari
pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu.
            Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian
yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan
ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar-saudara.
            Keluarga dengan orangtua yang otoriter. Di sini peran orangtua sangat
dominan, dengan anak yang hanya sekadar harus menuruti apa kata orang tua dengan
alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu
sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya.
            Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal.
            Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan
yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, dan sering berlebihan dalam menanggapi
sesuatu.
 Faktor Kepribadian
            Kepribadian penyalahguna NAPZA juga turut berperan dalam perilaku ini.
Pada remaja, biasanya penyalahguna NAPZA memiliki konsep diri yang negatif dan
harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidak mampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif
agresif dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi.
            Selain itu, kemampuan remaja untuk memecahkan masalahnya secara adekuat
berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan
melarikan diri. Hal ini juga berkaitan dengan mudahnya ia menyalahkan lingkungan
dan lebih melihat faktor- faktor di luar dirinya yang menentukan segala sesuatu.
Dalam hal ini, kepribadian yang dependen dan tidak mandiri memainkan peranan
penting dalam memandang NAPZA sebagai satu-satunya pemecahan masalah yang
dihadapi.
            Sangat wajar bila dalam usianya remaja membutuhkan pengakuan dari
lingkungan sebagai bagian pencarian identitas diri. Namun bila ia memiliki
kepribadian yang tidak mandiri dan menganggap segala sesuatunya harus diperoleh
dari lingkungan, akan sangat memudahkan kelompok teman sebaya untuk
mempengaruhinya menyalahgunakan NAPZA. Di sinilah sebenarnya peran keluarga
dalam meningkatkan harga diri dan kemandirian pada anak remajanya.
 
 Faktor Kelompok
            Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara
teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar
berperilaku seperti kelompok itu. Tekanan kelompok dialami oleh semua orang bukan
hanya remaja, karena pada kenyataannya semua orang ingin disukai dan tidak ada
yang mau dikucilkan.
            Kegagalan untuk memenuhi tekanan dari kelompok teman sebaya, seperti
berinteraksi dengan kelompok teman yang lebih populer, mencapai prestasi dalam
bidang olah raga, sosial dan akademik, dapat menyebabkan frustrasi dan mencari
kelompok lain yang dapat menerimanya. Sebaliknya, keberhasilan dari kelompok
teman sebaya yang memiliki perilaku dan norma yang mendukung penyalahgunaan
NAPZA dapat muncul.
 Faktor Kesempatan
            Ketersediaan NAPZA dan kemudahan memperolehnya juga dapat dikatakan
sebagai pemicu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkotika internasional,
menyebabkan zat-zat ini dengan mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa
mendapat informasi bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di
sekolah-sekolah, termasuk sampai di SD. Penegakan hukum yang belum sepenuhnya
berhasil tentunya dengan berbagai kendalanya juga turut menyuburkan usaha
penjualan NAPZA di Indonesia.
 Faktor lingkungan
            Lingkungan masyarakat yang bayak berperan dalam menentukan karakteristik
seseorang, sifat serta perilaku seseorang akan sangat berpengarug terhadap penyalah
gunaan obat tersebut karena kondisi lingkungan yang kurang aktiv dalam upaya
pemberantasan peredaran obat- obatan tersebut atau sikap tak acuh seolah
membiarkan penyalahgunaan napza.
 

 
C. Tanda dan gejala ketergantungan obat
Tanda-tanda umum untuk mengenali apakah anak sudah mulai terlibat dalam
penyalahgunaan NAPZA:
i. Perubahan Fisik
i. Badan kurus
ii. Tampak mengantuk
iii. Mata merah, cekung
iv. Bekas suntikan/goresan di lengan /kaki
 
i. Perubahan Perilaku
i. Emosi labil
ii. Takut sinar/air
iii. Menyendiri
iv. Bohong/mencuri.
v. Menjual barang
vi. Pergi tanpa pamit
vii. Halusinasi
viii. Paranoid
 
D. Bahaya penggunaan NAPZA.
Semua jenis obat dan zat dapat membahayakan tubuh bila digunakan tidak sesuai
dengan aturan pemakaiannya. Efek obat akan sangat tergantung pada berbagai faktor
yang saling berinteraksi. Seberapa besar efeknya bagi tubuh tergantung pada jenis
obat yang digunakan, berapa banyak dan sering digunakan, bagaimana cara
menggunakan obat itu, dan apakah digunakan bersama obat lain. Efek obat terhadap
tubuh manusia juga tergantung dari berbagai faktor psikologis seperti kepribadian,
harapan atau perasaan saat memakai, dan faktor biologis seperti berat badan,
kecenderungan alergi, dll. Secara fisiologis organ tubuh yang paling banyak
dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat (SSP) , termasuk otak dan sumsum belakang
organ-organ otonom seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan pancaindera.
Kerusakan pada organ-organ tubuh itu menghilangkan dan merusak fungsi-fungsi
tubuh pemakai sebagai manusia normal, sehingga selanjutnya pemakai tidak dapat
lagi hidup normal.
            NAPZA membahayakan hidup pemakai sendiri maupun orang lain. Bagi
pemakai, selain tidak dapat hidup normal, ia juga bisa menghadapi kematian karena
overdosis atau penyakit lain. Para pemakai NAPZA biasanya juga menjadi beban bagi
orang-orang lain di sekitarnya mulai dari keluarganya sendiri sampai masyarakat luas.
Orang yang menyalahgunakan NAPZA disebut pengguna obat  biasanya tidak dapat
hidup normal. Penyalahgunaan obat menciptakan ketergantungan fisik maupun
psikologis pada tingkat yang berbeda-beda. Ketergantungan atau kecanduan
menyebabkan pengguna tidak dapat hidup tanpa obat. Ketergantungan dimulai ketika
orang dengan sadar memilih untuk menyalahgunakan obat. Ketergantungan bukan
hanya berarti memakai obat secara berlebih. Ketergantungan disebabkan efek obat
pada kerja dan metabolisme otak yang merubah penyalahgunaan menjadi
ketergantungan akan obat dan sebuah penyakit kronis.
Ketergantungan fisik menyebabkan timbulnya rasa sakit luar biasa bila ada usaha
untuk mengurangi pemakaiannya atau bila pemakaian akan dihentikan.
Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang kompulsif
(berkeras, ngotot) untuk memperoleh obat-obatan tersebut Ketergantungan ini
menyebabkan perilaku orang tersebut menjadi aneh dan kadang-kadang tak
terkendali.
Keadaan ini semakin buruk manakala tubuh sang pemakai menjadi kebal, sehingga
kebutuhan tubuh akan zat yang biasa dipakainya tersebut meningkat untuk dapat
sampai pada efek yang sama “tingginya” (disebut toleransi). Dosis yang tinggi dan
pemakaian yang sering diperlukan untuk menenangkan keinginan yang besar.
Semakin tinggi dosis dan semakin sering pemakaian, semakin besar kemungkinan
pemakai mengalami over dosis (takaran melebihi kemampuan tubuh menerimanya)
yang menyebabkan kematian.
Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat, senang,
bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini hanya
berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek NAPZA
habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga pemakai
merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai pemakai menjadi
tergantung. Ketergantungan pada NAPZA inilah yang mengakibatkan berbagai
dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik, psikologis maupun sosial.
a.         Fisik : sistim syaraf pusat yaitu otak dan sum-sum tulang belakang, organ-
organ otonom (jantung, paru, hati, ginjal) dan pancaindera.
b.         Psikologis atau kejiwaan : Perasaan tertekan bila tidak memakai obat tersebut,
percobaan bunuh diri karena tidak dapat mendapatkan obat yang dibutuhkan,
melakukan tindak kekerasan.
c.         Sosial dan Ekonomi : Merugikan keluarga, sekolah, lingkungan, masyarakat 
bahkan bangsa.
d.         Hukum Dan Keamanan : Pemakai NAPZA seringkali tidak dapat
mengendalikan diri dan bersikap sesuai dengan norma-norma umum masyarakat dan
hal itu melanggar hukum yang berlaku di negera Indonesia.
e.         Lingkungan : pengguna NAPZA akan cenderung berperilaku tidak sesuai
dengan norma dalam masyarakat.
E. Cara Pencegahan Penggunaan NAPZA
Penyembuhan ketergantungan Napza di bagi menjadi tiga bagian yaitu pencegahan,
terapi (pengobatan) dan rehabilitasi. Terapi di bagi menjadi dua tahapan, detoksifikasi
(membersihkan Napza dari tubuh ) dan pasca detoksifikasi ( pemantapan ), yang
dalam pengobatannya bermaksud bukan hanya fisik pasien yang disembuhkan tetapi
juga kejiwaan, sosial dan keimanannya.
1.    Peranan Diri Sendiri
 Jangan pernah mencoba
 Bergaul dengan selektif
 Jadi diri sendiri
 Melakukan kegiatan yang positif
 Pendirian yang teguh
 Kenali lingkungan dengan benar
 Kenali dengan benar informasi tentang Napza
 Mendekatkan diri dengan Tuhan
2.    Peranan Orang Tua
 Menciptakan keluarga yang harmonis
 Menanamkan rasa  tanggung jawab dan percaya diri
 Menciptakan komunikasi secara terbuka dan harmonis
 Menyalurkan hobi dan bakatnya secara positif
 Memperlakukan anak secara adil
3.    Peranan Masyarakat
 Gerakan kampanye anti Napza
 Bekerjasama dengan orang yang berpengaruh
 4.    Peranan Pemerintah 
 UU tentang Narkotika dan Psikotropika
 Pembentukan LSM
 Pembentukan Tempat Rehabilitasi
     Meskipun kita harus bergaul dengan sesama teman tanpa memilih-milih, namun
kita harus tetap menjaga agar pergaulan tidak merugikan dan membahayakan diri kita.
Sedekat apapun hubungan pertemanan kita, kita harus selalu berani menolak ajakan
yang :
 Tidak bermanfaat (misalnya nonkrong sambil mengisap ganja sampai malam).
 Jelas merugikan atau melanggar aturan (misalnya permintaan untuk
menjualkan obat/NAPZA).
 Menakutkan atau mencurigakan (misalnya menemui bandar NAPZA).
 Menolak ajakan teman tidak perlu dilakukan dengan kasar atau marah, tetapi
dapat dilakukan dengan halus dan sopan tetapi harus tegas, dan dengan alasan
yang masuk akal. Dengan cara yang baik tetapi tegas, teman yang mengajak
dapat mengerti dan berhenti merayu atau memaksa kita. Carilah alasan yang
tepat untuk menolak seperti : “terima kasih, tapi saya tidak mau karena saya
tidak suka nongkrong”, “terima kasih, tapi saya tidak mau terlibat dalam
kegiatan yang merugikan saya”, “saya tidak mau karena saya harus
mengerjakan hal penting di rumah”.
 Bentengi dirimu dengan iman dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Karena
dirimu sungguh berarti. Masa depan yang cerah menantimu selalu. Say No To
Drug.
 
Daftar pustaka
Depkes RI. (2000). Pedoman Terapi Pasien Ketergantngan Narkotika dan Zat Adiktif
Lainnya. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Depkes RI. Jakarta.
Imran, (1999). Narkoba dan Remaja. Penerbit: PKBI Bandung
Margono, Hendy (2002). Gangguan Mental Prilaku Akibat Penggunaan Zat
Psikoaktif. Kumpulan Catatan Kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa Program Studi S1 Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai