Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 1 TAHUN 11 BULAN DENGAN


HEMOFILIA TIPE A

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:

Redyaksa Drestanta
22010117210020

Penguji :
dr. Dewi Ratih, Sp.A

Pembimbing :
dr. Yuliawati

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Redyaksa Drestanta Ariandoko

NIM : 22010117210020

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Diponegoro

Judul : Seorang Anak Laki-Laki 1 Tahun 11 Bulan dengan

Hemofilia tipe A

Penguji : dr. Dewi Ratih, Sp.A

Pembimbing : dr. Yuliawati

Semarang, 29 Januari 2018

Penguji Pembimbing

Dr. Dewi Ratih, Sp.A dr. Yuliawati

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah

memberikan rahmat dan karunia- Nya, sehingga Laporan Kasus “ Seorang Anak

Laki-Laki 7 Tahun 4 Bulan dengan Tonsilitis Difteri” ini dapat penulis selesaikan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi tugas dan syarat dalam

menempuh kepaniteraan senior di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. Dewi Ratih, Sp.A selaku penguji.

2. dr. Yuliawati selaku pembimbing.

3. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan kasus ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

yang memerlukan.

Semarang, 11 Februari 2018

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata
yaitu haimayang berarti darah dan philia yang berarti suka/cinta atau kasih
sayang; hemofilia berarti penyakit suka berdarah. Hemofilia adalah penyakit
gangguan koagulasi herediter yang diturunkan secara X-linked resesif. Gangguan
terjadi pada jalur intrinsik mekanisme hemostasis herediter, di mana terjadi
defisiensi atau defek dari faktor pembekuan VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia
B). Biasanya bermanifestasi pada anak laki-laki namun, walaupun jarang,
hemofilia pada wanita juga telah dilaporkan. Wanita umumnya bertindak sebagai
karier hemofilia.

Jumlah penderita hemofila di seluruh dunia diperkirakan mencapai 400.000


orang. Sekitar 20.000 terdapat di Indonesia. Hemofilia A lebih umum terjadi bila
dibandingkan hemofilia B, yaitu sebanyak 80-85%.

Pada keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada
pembuluh darah besar atau pembuluh darah halus/kapiler yang ada pada jaringan
lunak maka sistem pembekuan darah/koagulation cascade akan berkerja dengan
mengaktifkan seluruh faktor koagulasi secara beruntun sehingga akhirnya terbentuk
gumpalan darah berupa benang-benang fibrin yang kuat dan akan menutup luka
atau perdarahan, proses ini berlangsung tanpa pernah disadari oleh manusia itu
sendiri dan ini berlangsung selama hidup manusia. Sebaliknya pada penderita
hemofilia akibat terjadinya kekurangan F VIII dan F IX akan menyebabkan
pembentukan bekuan darah memerlukan waktu yang cukup lama dan sering bekuan
darah yang terbentuk tersebut mempunyai sifat yang kurang baik, lembek, dan
lunak sehingga tidak efektif menyumbat pembuluh darah yang mengalami trauma,
hal ini dikenal sebagai prinsip dasar hemostasis.

3
Darah pada seorang penderita hemofilia tidak dapat membeku dengan
sendirinya secara normal. Proses pembekuan darah pada seorang penderita
hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang lain yang normal. Ia akan lebih banyak
membutuhkan waktu untuk proses pembekuan darahnya.

Manifestasi klinik hemofilia A dan B sama yaitu berupa perdarahan yang


dapat terjadi setelah trauma maupun spontan. Perdarahan setelah trauma bersifat
“delayed bleeding“, karena timbulnya perdarahan terlambat. Jadi mula-mula luka
dapat ditutup oleh sumbat trombosit, tetapi karena defisiensi F VIII atau IX maka
pembentukan fibrin terganggu sehingga timbul perdarahan. Gambaran yang khas
adalah hematoma dan hemartrosis atau perdarahan dalam rongga sendi. Perdarahan
yang berulang-ulang pada rongga sendi dapat mengakibatkan cacat yang menetap
dan perdarahan pada organ tubuh yang penting seperti otak dapat membahayakan
jiwa. Beratnya penyakit tergantung aktivitas F VIII dan IX. Hemofilia berat jika
aktivitas F VIII atau F IX kurang dari 1%, hemofilia sedang jika aktivitasnya 1-5%
dan hemofilia ringan jika aktivitasnya 5-40%.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan
diagnosa, melakukan pengelolaan penderita hemofilia tipe A, serta tindakan
pengobatan dan rehabilitasi yang diberikan sesuai dengan penulisan ilmiah berdasar
kepustakaan atau prosedur yang ada.
1.3. Manfaat
Penulisan laporan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai media belajar agar
dapat menegakkan diagnosa dan melakukan pengelolaan pada penderita difteri.

4
BAB II
PENYAJIAN KASUS

2.1. IDENTITAS PENDERITA


Nama : An. MA
Umur : 1 tahun 11 bulan (27 Januari 2016)
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Karang Mlang Wetan RT:005/RW:002 Kabupaten Kendal
Agama : Islam
No. CM : C627250
Bangsal : CI L1
Tanggal Masuk : 24 Januari 2018

IDENTITAS ORANG TUA


Nama Ibu : Ny. NH
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP

Nama Ayah : Tn. AW


Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA

5
2.2. DATA DASAR
A. ANAMNESIS
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien pada tanggal 24

Januari 2018, pukul 20.00 WIB di Bangsal Anak Lantai 1, Rumah Sakit Dr. Kariadi,

dan rekam medis.

a. Keluhan Utama : Memar di tungkai

b. Riwayat Penyakit Sekarang

± 1 tahun SMRS muncul memar-memar secara tiba-tiba ukuran tidak

bertambah dari semenjak muncul hingga hilang di sepanjang lengan kiri kanan

bagian luar pasien mulai dibawah siku sampai sekitar sepertiga atas lengan

bawah.,terbentur disangkal, tidak ada nyeri tekan, pucat disangkal, gusi

berdarah disangkal. Demam disangkal, mual disangkal, nyeri perut disangkal,

batuk/pilek disangkal, penurunan berat badan disangkal, makan dan minum

seperti biasa, tidak ada nyeri tulang. Tidak ada tanda perdarahan. BAB dan

BAK tidak ada keluhan . Anak langsung dibawa ke RS Fatmawati Jakarta. Di

RS Fatmawati dilakukan pemeriksaan darah dikatakan menderita Hemofili

karena kekurangan faktor VIII ditransfusi coarte 2x selesai transfusi kondisi

membaik lalu pulang. Disarankan kontrol ke rumah sakit terdekat bila ada

muncul memar baru dan bila memar yang ada bertambah besar.

± 6 bulan SMRS kembali muncul memar yamg sifatmya sama seperti

sebelumnya di siku luar kanan dan kiri dan kaki dibawah lutut sekitar 15cm

dari lutut berdiameter 2,5cm, nyeri (senut-senut) pada lutut. Gusi berdarah dan

tidak mimisan, pucat disangkal Anak tampak rewel, pasien kejang selama 1

menit. Sebelum dan sesudah kejang anak sadar saat kejang tidak sadar. Demam

6
disangkal. Anak dibawa ke Rumah Sakit Kendal ibu memberitahu riwayat sakit

anak sebelumnya karena fasilitas terbatas kemudian dirujuk ke RSDK.

Di IGD RSDK anak masih dengan keluhan memar seperti sebelumnya dan tidak

bertambah, kejang sudah tidak ada. Dilakukan pemeriksaan laboratorium darah

dan radiologi otak dikatakan ada perdarahan di otak. Dari hasil lab dikatakan

Hb rendah dan factor VIII rendah dilakukan ditransfusi factor VIII (Coarte@ )

sebanyak 4X dan 1 kantong darah merah dirawat selama 3 hari 2 malam di

bangsal anak lantai dasar. Selama dirawat memar berkurang, tidak muncul

memar baru, tidak ada kejang. Kondisinya membaik anak dipulangkan. Kontrol

bila ada keluhan.

± 3 minggu SMRS anak kembali mengalami memar di pertengahan lengan

kanan bawah bagian luar bentuk lonjong, ukuranya ibu lupa. Dilakukan

pemeriksaan darah didapatkan hasil factor VIII rendah. Dilakukan transfusi

faktor VIII (Coarte@ ). Kondisi membaik lalu pulang.

± 1 hari SMRS keluhan ada memar di kedua tungkai sepertiga tungkai

dibawah lutut. Di tungkai kanan ada memar di 2 tempat masing-masing ± 2,5

cm, di tungkai kiri ada memar di dua tempat masing-masing berukuran ± 2,5cm

dan punggung sebelah kanan bawah dibawah tulang rusuk ukuran 15x5cm. ada

nyeri tekan. Anak sulit berjalan. Anak tidak rewel, tidak ada nyeri kepala dan

nyeri perut, tidak ada mual muntah. Demam disangkal, anak tidak pucat, tidak

ada tanda perdarahan, nafsu makan baik dan tidak ada penurunan berat badan.

BAB dan BAK seperti biasa. Pasien telah dilakukan pemeriksaan darah hasilnya

7
faktor VIII menurun nilainya 0,2. Direncanakan untuk transfuse faktor VIII

(Coarte@ )..

c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat kejang saat bayi tidak ada

 Riwayat pemotongan tali pusat perdarahan lama baru berhenti.

 Riwayat perdarahan setelah imunisasi (ibu lupa)

 Tidak ada riwayat trauma saat kelahiran

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Gambar 1. Pohon Keluarga

 Riwayat keluarga luka berdarah lama baru berhenti disangkal

 Riwayat keluarga disunat berdarah lama baru berhenti disangkal

 Riwayat keluarga setelah cabut gigi berdarah lama baru berhenti disangkal.

e. Riwayat Sosial Ekonomi

Ayah dan ibu pasien seorang wiraswasta. Keluarga menanggung satu orang

anak. Biaya pengobatan menggunakan pembiayaan JKN NON-PBI. Kesan

sosial ekonomi: kurang.

8
f. Riwayat pemeliharaan prenatal
Perawatan antenatal (ANC) di bidan > 4x, mendapat imunisasi TT, vitamin

dan tablet besi (+), asam folat (+), riwayat minum jamu (-), riwayat penggunaan

obat-obatan (-), riwayat demam tinggi disertai kulit kemerahan/ruam (-),

penyakit gula (-), darah tinggi (-), perdarahan saat hamil (-), terpapar radiasi (-

). Selama hamil ibu penderita tidak pernah sakit.

g. Riwayat kelahiran

No Kehamilan dan Persalinan Usia sekarang


Laki-laki, aterm 38 minggu, lahir secara pervaginam
ditolong bidan , BBL 3500 gram lahir langsung
1. 1 tahun 11
menangis, kuning (-), biru (-), tali pusat dipotong bulan
perdarahan lama baru berhenti, sefalhematom(-)

h. Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Anak dipantau pertumbuhannya di Posyandu yang diadakan setiap bulan, di
RW setempat. Anak dibawa ke bidan dan puskesmas untuk mendapatkan
imunisasi. Berdarah lama baru berhenti setelah imunisasi (+).
i. Riwayat kontrasepsi
Ibu penderita mengikuti program Keluarga Berencana, IUD sejak 1 tahun yang
lalu
j. Riwayat Imunisasi
 BCG : 1 x (1 bulan), scar BCG (+)
 DPT : 4x (2,4,6,18 bulan)
 Polio : 5x (0,2,4,6,18 bulan)
 Hepatitis B : 3x (0,1,6 bulan)
 Campak : 1x (9 bulan)
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, booster (-)

9
k. Riwayat Makan dan Minum anak
0-6 bulan: ASI Eksklusif (8x setiap hari)
7-12 bulan: ASI 4-5X setiap hari dan bubur nasi 2-3x setiap hari
1 tahun- sekarang: Makanan keluarga 3x setiap hari
Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3

Pagi Bubur lunak saring + Bubur lunak saring + Bubur lunak saring +

telur rebus + susu telur rebus + susu telur rebus + susu

coklat 200cc + gula coklat 3x200cc + gula coklat 3x200cc +

gula

Siang Bubur lunak saring + Bubur lunak saring + Bubur lunak saring +
telur rebus + susu telur rebus + susu telur rebus + susu
coklat 200cc + gula coklat 200cc + gula coklat 200cc + gula
Sore Bubur lunak saring + Bubur lunak saring + Bubur lunak saring +
telur rebus + susu telur rebus + susu telur rebus + susu
coklat 200cc + gula coklat 200cc + gula coklat 200cc + gula
Kesan : Kualitas dan kuantitas cukup.
l. Pertumbuhan dan Perkembangan
Pengukuran Anthropometri (10 Januari 2018)
Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 82 cm
Lingkat kepala : 49 cm
LILA : 15 cm
Berat badan menurut usia (WAZ): -1,12 SD
Tinggi badan menurut usia (HAZ): 0,1,35 SD
Berat badan menurut tinggi badan (WHZ): -0,57
Indeks massa tubuh menurut usia (BMI): -0,42 SD
MUAC
HC
Kesan: Gizi baik, perawakan normal.

10
Perkembangan
Bolak Balik usia 4 bulan
Mulai duduk usia 6 bulan
Merangkak usia 7 bulan
Mulai jalan atau titahan usia 10 bulan
Anak dapat berjalan lancar dan mulai berbicara usia 13 bulan
Kesan: perkembangan sesuai usia

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 24 Januari 2018 di Bangsal Anak Lantai 1
RSUP Dr. Kariadi. Seorang anak laki-laki, usia 1 tahun 11 bulan, BB: 10 kg,
TB: 82 cm.
Keadaan umum : sadar, tidak tampak sakit, kurang aktif (kaki nyeri
)terpasang infus di tangan kanan.
Tanda vital : Nadi : 98 x / menit, reguler, isi dan
tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 x / menit
Suhu : 36,5°C axiller.
Saturasi : 99%
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Kepala : Mesosefal
Mata : conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor  2,5 mm/ 2,5 mm, reflek cahaya +/+ (normal),
reflek kornea +/+ (normal), reflek bulu mata +/+ (normal),
mata cowong (-/-).
Telinga : discharge -/-

11
Hidung : nafas cuping (-), epistaksis (-), discharge (-)
Mulut : mukosa kering (-), sianosis (-), ulkus di mulut(-), gusi
berdarah (-), hematom mukosa mulut(-).
Tenggorokan : Tonsil T1-T1
Leher : Pembesaran nnll (-)

Dada :
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-).
Palpasi : Stem fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler
Suara tambahan: wheezing -/-, ronkhi -/-, hantaran -/-.

Vesikuler Vesikuler
Vesikuler
Paru depan Paru belakang

Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V linea midclavicula
sinistra, tidak kuat angkat, tidak melebar.
Perkusi : Batas kiri : Sela iga IV batas kanan bawah sternum
Batas atas : Sela iga II linea parasternal sinistra
Batas kanan : Sela iga II linea parasternal dextra
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, irama reguler, gallop (-) ,
bising (-).

12
Abdomen :
Inspeksi : Datar, venektasi (-)
Palpasi : Supel, lemas, nyeri tekan (-), turgor cukup, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba
Perkusi : Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), nyeri ketok
costovertebrae (-/-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal.

Ekstremitas :
superior inferior
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
Memar -/- +depan/+depan
Genital : tidak diperiksa
Status Lokalis: Memar di punggung sebelah kanan bawah dibawah tulang
rusuk ukuran 15x5cm

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1) Pemeriksaan darah rutin (24 Januari 2018)
HEMATOLOGI PAKET (24/01/2018)
Pemeriksaan 24/01/18 Ket. Nilai Normal
Hemoglobin 12,6 10,50-15,00
Hematokrit 37,6 36 – 44
Eritrosit 4,95 3 – 5,4
MCH 25,5 23 – 31
MCV 76 L 77-101
MCHC 33,5 29,0– 36,0
Leukosit 11,5 5 – 14,5
Trombosit 479 H 150-400
RDW 13,9 11,6 – 14,8

13
MPV 8,5 4,0 – 11,0
Kesan : trombositosis

HEMATOLOGI (24/01/2018)
Pemeriksaan Hasil
Anisositosis ringan mikrosit, normosit)
Eritrosit
Poikilositosis ringan ( ovalosit, pear shaped, tear drop)
Estimasi jumlah trombosit meningkat
Trombosit Bentuk besar (+)
Didominasi bentuk normal
Leukosit Estimasi jumlah leukosit nomal

KOAGULASI (24/01/2018)
hasil satuan Nilai rujukan ket
Waktu L
12,8 detik 11-14,5
Prothrombin
PPT kontrol 13,5 Detik
PTTK 90,5 detik 24-36 H
APTT kontrol 34,3 detik 2,15-2,52
Faktor VIII 0,2 % 60-150 L
Kesan: PTTK memanjang
2.3. DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal No Masalah Pasif Tanggal
Memar tungkai dan
1. 24/01/2018
punggung
Hemofilia tipe A
2. 24/01/2018
defisiensi factor VIII
3. Trombositosis 24/01/2018

4. PTTK memanjang 24/01/2018

14
15
2.4. DIAGNOSIS

1. DIAGNOSIS KERJA
1. Hemofilia tipe A

2. Gizi baik, perawakan normal

2.5. RENCANA PEMECAHAN MASALAH ( INITIAL PLAN )


1. Assesment : Hemofilia tipe A
Initial Dx : S: -
O:-
Rx : Infus D5%½ NS 480/20/5 tetes makro per menit
Inj. Faktor VIII (Coarte@) 250 unit/12 jam
(25/kgBB/12jam)
Mx :- Monitoring keadaan umum, tanda perdarahan

Ex : - Menjelaskan kepada orang tua pasien tentang


penyakit hemophilia tipe A, pemeriksaan
penunjang, prognosis penyakit, dan rencana terapi
- Menjelaskan kepada pasien tentang tanda tanda

kegawatan

-Tindakan pertama yang bisa dilakukan (RICE)

2. Assessment : Gizi baik perawakan normal


Initial Dx :S:-
: O : Akseptabilitas diet
Rx : Berdasarkan kebutuhan nutrisi 24 jam ( BB : 10
kg, BB Ideal usia 1 tahun 11 bulan : 10,2kg)

16
Cairan Kalori Protein
1000 cc (100kkal/kgBB) (1,23 gr/
Diet yang Diberikan
1000 kkal kgBB)
12,3 gr
D 5 ½ NS 480 80 -
Susu Dancow 3 x 200 ml 600 800 11,6
Nasi 3x sehari 300 1709,25 88,13
Total 1380 2589.25 99,73
% AKG 138% 258% 810%%

Jalur : oral
Mx : berat badan stabil, toleransi diet
Ex :
- menjelaskan kepada ibu agar anak menghabiskan makanan dan
susu yang diberikan dari rumah sakit
-Memperhatikan asupan makanan anak.

17
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 HEMOFILIA
3.1.1 Definisi
Hemofilia adalah kelainan genetic pada darah yang disebabkan kurangnya
factor pembekuan darah dan lebih sering mengenai jenis kelamin laki-laki.
Hemofilia tipe A timbul jika ada kekurangan factor pembekuan VIII. Dengan gejala
berupa hematom di kepala atau ekstremitas. Pada kasus ini, seorang anak laki-
laki berusia 1 tahun 11 bulan dengan keluhan timbul memar-memar di
tungkai.

3.1.2 Etiologi
Penyebab dari Hemofilia tipe A adalah penyakit keturunan yang diturunkan
dari garis ibu. Disebabkan karena kurangnya factor pembekuan VIII.

3.1.3 Patofisiologi dan Patogenesis Hemofilia A


Proses hemostasis tergantung pada factor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah, adesi
trombosit, agregrasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi pembekuan
darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi antikoagulan dan
pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolysis dan penyembuhan pembuluh
darah. Pada penderita Hemofilia tipe A dimana terjadi deficit F VIII maka waktu
pembekuan darah menjadi terlambat. Oleh karena itu perdarahan menjadi sukar
berhenti. Kelainan kromosom X resesif genetic adalah kondisi yang penyebabnya
adalah abnormalitas dari gen X pada kromosom. Wanita yang pada gen-nya
memiliki kelainan ini berperan sebagai carrier. Wanita karier biasanya tidak
memiliki gejala apapun karena memiliki gen lainnya yang mengkompensasi gen
pembawa penyakit tersebut. Pria hanya memiliki satu kromosom X dan jika pria
tersebut adalah keturunan dari wanita carrier, penyakit tersebut akan tampak pada

18
pria tersebut. Pria dengan penyakit yang dibawa kromosom X akan meneruskan
penyakit ke semua anak perempuannya, yang akan menjadi carrier jika kromosom
X lainnya dari ibunya normal. Pria tidak bisa menurunkan kromosom X nya ke anak
laki-lakinya, karena pria selalu menurunkan kromosom Y bukan kromosom X.
Wanita carrier dari penyakit kromosom X memiliki 25% kemungkinan memiliki
anak perempuan pembawa carrier setiap kehamilannya, 25% kemungkinan
memiliki anak perempuan yang tidak carrier, 25% kemungkinan memiliki anak
laki-laki yang terkena penyakit tersebut, dan 25% anak laki-laki yang tidak terkena
penyakit tersebut. Wanita memiliki 2 kromosom X, tapi satu dari Kromosom X
tersebut tidak teraktifasi dan semua gen pada kromosom tersebut tidak aktif. Wanita
carrier adalah heterozigot, menurunkan sebuah kopi gen yang membawa penyakit,
seperti gen pembawa Hemofilia A. Jika seorang wanita memiliki proporsi yang
besar kromosom X yang tidak teraktifasi, dia bisa saja memiliki gejala atau
gangguan. Tergantung pada proporsi dari kromosom X dengan gen pembawa
penyakit, seorang wanita mungkin bisa memperlihatkan dari gangguan tersebut,
yang paing sering menderita Hemofilia A ringan. Gen F8 berlokasi di sayap panjang
(q) dari kromosom X (Xq28). Kromosom terdapat di nucleus dari sel manusia, yang
membawa informasi genetic di setiap individu. Sel manusia normalnya memiliki 46
kromosom. Pasangan kromosom manusia diberi nomor 1 hingga 22 dan kromosom
seks adalah kromosom X dan kromosom Y. Pria hanya memiliki satu kromosom
X dan satu kromosom Y dan wanita memiliki 2 kromosom X. Setiap kromosom
memiliki sayap pendek (p) dan sayap panjang (q).
Gen F8 mengandung instruksi untuk membuat (encoding) factor VIII.
Faktor VIII adalah protein essensial pada darah dan memiliki peran untuk memicu
pembekuan darah saat terjadi cedera atau trauma. Mutasi di gen F8 menyebabkan
defisiensi dari faktor VIII. Gejala dari Hemofilia A muncul karena defisiensi ini.
Pada pasien ini dari anamnesis didapatkan ada riwayat perdarahan pada gusi
dan memar-memar pada tubuh yang diakibatkan karena hematom. Pasien ini
juga ada riwayat perdarahan intracranial.

19
3.1.5 Manifestasi Klinis
Tingkat keparahan dan gejala dari Hemofilia A bervariasi dari satu orang
dan orang lain. Klasifikasinya adalah ringan, sedang, sampai berat. Level dari faktor
VIII di klasifikasi ini adalah 5-40%, 1-5%, dan kurang dari 1%. Umur saat onset
dan frekuensi dari episode perdarahan bergantung pada jumlah dari faktor VIII dan
kemampuan pembekuan darah. Pada penderita Hemofilia A banyak individu yang
episode perdarahannya cenderung lebih sering pada saat masih kanak-kanak dan
remaja daripada saat usia dewasa.
Perlu dicatat bahwa tidak semua penderita Hemofilia A memiliki gejala
yang akan didiskusikan dibawah. Penderita harus berkonsultasi dengan tenaga
medis tentang keluhan dan gejalanya serta prognosis penyakit ini.
Pada kasus yang ringan, penderita mungkin mengalami memar-memar dan
perdarahan pada mukosa contohnya seperti mimisan atau perdarahan pada gusi.
Episode perdarahan yang memanjang bisa muncul setelah operasi atau setelah
perawatan pada rongga mulut, cedera atau trauma. Kasus yang paling banyak pada
Hemofilia A yang ringan tidak terdiagnosa sampai penderita melakukan operasi,
atau cedera. Penderita hemophilia A ringan mungkin tidak pernah mengalami
episode perdarahan yang memanjang. Hemofilia A ringan bisa dihubungkan
dengan jumlah faktor VIII 5-40%.
Penderita dengan hemophilia A sedang jarang mengalami perdarahan
spontan. Perdarahan spontan dapat terjadi tanpa sebab yang jelas. Penderita
Hemofilia A sedang berisiko mengalami perdarahan yang memanjang setelah
operasi, setelah melakukan perawatan atau pencabutan gigi, atau trauma. Memar-
memar dalam jumlah yang banyak dapat ditemui. Hemofilia A sedang biasanya
terdiagnosa pada umur 5 atau 6 tahun. Penderita hemophilia A sedang memiliki
jumlah faktor VIII 1-5%.
Pada penderita Hemofilia A berat, episode perdarahan yang sering muncul
adalah perdarahan pada otot atau sendi (hemarthrosis), yang menyebabkan rasa
nyeri dan pembengkakkan akut dan kesulitan untuk menggerakan persendian. Jika
tidak diobati, perdarahan pada sendi bisa menyebabkan arthritis pada sendi yang
bersangkutan. Otot dan persendian adalah tempat yang paling sering mengalami

20
perdarahan pada Hemofilia A berat. Kasus berat pada Hemofilia A biasanya muncul
saat bayi dan terdiagnosis pada umur 2 tahun. Gejala yang muncul pada bayi jika
tidak diobati adalah adanya pembengkakan yang besar pada ubun-ubun. Kasus yang
jarang terjadi bayi dengan Hemofilia A berat adalah terjadi perdarahan intrkranial
atau ekstrakranial pada saat setelah lahir. Bayi dan anak-anak yang tidak diobati
bisa mengalami hematom dibawah kulit. Hematom adalah pembengkakakn yang
padat atau massa dari darah yang sudah beku. Pada pertumbuhan bayi dengan
Hemofilia A berat perdarahan spontan pada sendi sering terjadi.
Jika tidak diobati, bayi atau anak yang menderita Hemofilia A berat
kemungkinan bisa mengalami episode perdarahan 2-5 kali setiap bulan. Tanpa
pengobatan, penderita bisa mengalami perdarahan saat mengalami cedera kecil,
operasi, dan perawatan rongga mulut seperti pencabutan gigi. Penderita juga bisa
mengalami perdarahan pada organ dalam seperti ginjal, saluran pencernaan, dan
otak. Perdarahan pada saluran genitourinaia atau gastrointestinal menyebabkan
adanya darah didalam urin atau fese yang berwarna hitam. Perdarahan intracranial
dapat menyebabkan sakit kepala, muntah, dan kejang. Ditambahkan lagi
Pada pasien ini terdapat memar-memar di ekstremitas, pada anamnesis
ditemukan adanya nyeri pada tulang terutama lutut, dan perdarahan yang
sulit berhenti pada gusi akibat gigi baru yang akan tumbuh. Tidak ada
keluhan demam, pucat dan penurunan berat badan sehingga diagnosis
leukemia dapat disingkirkan.

3.1.6 Diagnosis
Dalam mendiagnosis Hemofilia tipe A kita harus benar-benar melihat dari
manifestasi klinis yang sesuai dengan karakter klinis dari Hemofilia A.
Diagnosis ditegakkan dari riwayat keluarga, gejala yang khas, dan tes
laboratorium. Tes laboratorium adalah tes darah rutin, tes koagulasi, dan
perkiraan dari jumlah dari factor spesifik (Faktor VIII). Skrining koagulasi
darah yang mengukur berapa lama darah menjadi beku adalah activated partial
thromboplastin time (aPTT) dan prothrombin time (PT). Yang khas, PT normal
sedangkan waktu aPPT yang memanjang pada Hemofilia A saat factor VIII

21
30% kurang dari nilai normal. Pada kasus ini diagnosis dari Hemofilia A
ditegakkan dari pemeriksaan lewat pemeriksaan tes clotting acticity assay. Tes
ini dapat menentukan penyebab dari aPTT yang abnormal adalah defisiensi
dari factor VIII (Hemofilia A) atau factor IX (Hemofilia B). Tes spesifik ini
juga dapat menentukan tingkat keparahan defisiensi factor VIII.
Tes genetic molekuler dapat mengidentifikasi mutasi dari gen F8. Tes ini
berperan untuk dapat mengathui apakah seorang wanita adalah carrier atau
tidak. Pada pasien ini ditemukan adanya pemanjangan waktu APTT dan
defisiensi factor VIII pada pemeriksaan koagulasi darah.

3.1.7 Diagnosis Banding


(1) Hemofilia tipe B: hemofilia tipe B terjadi karena kekurangan factor XI
pada proses koagulasi. Gejala yang timbul mirip dengan Hemofilia tipe A.
tetapi pada pemeriksaan laboratorium terjadi deficit factor VIII karena
sehingga diagnosis hemofilia tipe B dapat disingkirkan
(2) ALL: Leukemia memiliki gejala yang mirip dengan hemofilia tipe A
seperti memar, dan nyeri pada tulang atau sendi. Pada pasien ini tidak ada
gejala seperti demam, organomegali, penurunan berat badan serta Hb yang
turun dengan cepat sehingga diagnosis ALL dapat disingkirkan.
3.1.8 Penatalaksanaan
Sasaran primer dari penatalaksanaan Hemofilia A adalah mencegah dan
mengobati perdarahan. Jika memungkinkan defisiensi factor VIII harus
diobati dengan konsentrat factor VIII. Anak dengan Hemofilia A harus
dikelola dengan baik dengan pengelolaan secara komprehensif. Perdarahan
akut harus ditangani secepat mungkin. Anak atau orang tua biasanya
mengetahui gejala awal dari perdarahan seperti memar-memar. Selama
episode perdarahan akut penilaian harus dilakukan untuk mengidentifikasi
daerah yang mengalami perdarahan. Pada perdarahan berat yang dapat
mengancam nyawa seperti perdarahan intracranial, leher, dada, dan saluran
pencernaan, pengobatan dengan factor VIII harus dimulai secepatnya

22
bahkan sebelum penilaian diagnostiknya lengkap. Pemberian desmopressin
(DDVAP) dapat meningkatkan kadar dari FVIII secara adekuat untuk
mengontrol perdarahan pada pasien dengan Hemofilia A ringan. Terapi
tambahan dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan, terutama jika
tidak ada konsentrat factor VIII atau stok yang terbatas. Terapi tambahan
contohnya adalah PRICE, proteksi, rest, ice, compression, elevation, dapat
digunakan sebagai terapi tambahan untuk perdarahan pada otot dan
persendian. Fisioterapi/rehabilitasi pentig terutama untuk meningkatkan
kemampua fungsional dan penyembuhan setelah mengalami perdarahan
musculoskeletal. Obat-obat antifibrinolitik efektif sebagai pengganti terapi
untuk perdarahan mukosa dan cabut gigi. COX2-inhibitor dapat digunakan
jika ada pembengkakan pada sendi setelah perdarahan akut dan pada
arthritis kronik. Jika paerdarahan tidak kunjung berhenti, factor pembekuan
darah harus diukur. Tes inhibitor harus harus dilakukan jika ternyata
hasilnya rendah. Yang dimaksud Inhibitor di Hemofilia adalah IgG yang
dapat menetralkan factor pembekuan darah. Adanya inhibitor harus
dicurigai pada setiap pasien yang tidak merespon dengan pemberian factor
VIII, terutama jika sebelumnya ada respon. Inhibitor sering ditemui pada
hemofilia A berat daripada hemofilia A sedang dan ringan. Pada anak,
inhibitor harus discreening 2 kali setiap tahun.
Aktifitas fisik ringan harus dilakukan untuk membentuk otot yang
kuat, melatih keseimbangan dan koordinasi. Pasien harus menghindari
aktivitas yang menyebabkan trauma. Olahraga yang tidak ada kontak
seperti golf, berenang, badminton, sepeda, tenis meja adalah contoh
olahraga yang bias dilakukan oleh anak hemofilia A. Olahraga dengan
resiko kontak tinggi seperti sepakbola, tinju, gulat, balap harus dihindari
karena lebih berpotensi menimbulakn cedera yang mengancam jiwa. Pasien
juga harus memakai pelindung diri seperti helm, tempurung lutut jika
hendak melakukan aktivitas yang lebih membutuhkan perlindungan diri.
Obat-obatan yang mempengaruhi fungsi platelet, terutama
acetysalicyclic acid (ASA) dan NSAID, kecuali COX-2 inhibitor terbaru

23
harus dihindari. Paracetamol/acetaminophen adalah obat alternative untuk
analgesic.
3.2 GIZI BAIK, PERAWAKAN NORMAL
3.2.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan pemenuhan nutrisi anak,
diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga
didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara
kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran
yang didasarkan pada data antropometri, biokimia, dan riwayat diet.
Beberapa faktor yang mempengaruhi status gizi anak meliputi:

 Faktor eksternal: pendapatan, pendidikan, pekerjaan, dan budaya

 Faktor internal: usia, kondisi fisik, dan infeksi

3.2.2 Cara Penilaian Status Gizi


Secara langsung, penilaian status gizi dapat diukur dengan:

24
 Antropometri

Antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi


berhubungan degan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh, komposisi
tubuh, tingkat umur, dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan
untuk melihat keseimbangan asupan protein dan energi.
 Klinis

Pemeriksaan klinis untuk menilai status gizi berdasarkan atas perubahan-


perubahan yang terjadi dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi, seperti
kulit, mata, rambut, mukosa oral, dan organ dekat permukaan tubuh seperti
kelenjar tiroid.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan:

 Survey konsumsi makanan

Dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi, status gizi secara
tidak langsung dapat diketahui. Kesalahan dalam survey makanan bisa
disebabkan oleh perkiraan yang tidak tepat dalam menentukan jumlah makanan
yang dikonsumsi balita, kecenderungan untuk mengurangi makanan yang
banyak dikonsumsi dan menambah makanan yang sedikit dikonsumsi,
membesar-besarkan konsumsi makanan yang bernilai sosial tinggi, keinginan
melapor konsumsi vitamin dan mineral tambahan kesalahan dalam mencatat.

 Statistik vital

Yaitu dengan menganalisis data statistik kesehatan seperti angka kematian


berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian karena penyebab tertentu dan
data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

 Faktor ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi antara


beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung pada keadaan ekologi seperti iklim, tanah, dan
irigasi.

25
3.2.3 Klasifikasi Status Gizi
 Berat badan/umur

Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam
bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai Tabel 4.

 Tinggi badan/umur

Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam
bulan yang hasilnya dikategorikan sesuai Tabel 4.

 Berat badan/tinggi badan

Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan
yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai Tabel 4. Parameter ini
banyak digunakan karena memiliki beberapa kelebihan, yaitu tidak
memerlukan data umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk,
normal, kurus).

 Lingkar lengan atas/umur

Lingkar lengan atas hanya dikategorikan menjadi dua kategori yaitu


gizi buruk dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 1,5cm/tahun
dan LILA < 11,5 cm dikategorikan gizi buruk.

Tabel 4. Penilaian Status Gizi

Indeks Status Gizi Ambang Batas


Berat badan menurut Gizi lebih > +2 SD
tinggi badan (BB/TB; Gizi baik > -2 SD sampai +2 SD
weight-for-height; Gizi kurang < -2 SD sampai > -3 SD
WHZ) Gizi buruk < -3 SD
Tinggi badan menurut Normal > -2 SD
umur (TB/U; height- Pendek (stunted) < -2 SD
for-age; HAZ)

26
Berat badan menurut Gemuk > +2 SD
umur (BB/U; weight- Normal > -2 SD sampai +2 SD
for-age; WAZ) Kurus (wasted) -2 SD sampai -3 SD
Kurus sekali < -3 SD

Pembahasan kasus

Pada kasus ini, status antropometri pasien adalah sebagai berikut:

Berat badan : 10 kg
Panjang badan : 82 cm
HAZ : -1,35 SD
WAZ : -1,12 SD
BMI for age : -0,42 SD
Kesan : Gizi baik, perawakan normal, berat badan normal.

27
28

Anda mungkin juga menyukai