Oleh:
Pembimbing:
Dr. dr. Joni Anwar, Sp.P
Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul
Tumor paru kiri stadium III B.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada dr. Joni Anwar, Sp.P selaku pembimbing yang telah membantu
dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman, dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.
Penulis
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus
Oleh:
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Univesitas Sriwijaya Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang periode 4 Juni
– 13 Agustus 2018.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
BAB II. LAPORAN KASUS ........................................................................... 3
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 13
BAB IV. ANALISIS KASUS.............................................................................36
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................39
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dalam pekerjaannya, dan riwayat menderita fibrosis paru kronis. Kebanyakan
kasus kanker paru dapat dicegah jika kebiasaan merokok dihentikan.1
Keluhan dan gejala hampir sama dengan penyakit paru lain, sehingga sering
tidak terpikirkan, tentu saja penegakan diagnosis yang terlambat atau “Inoperable
Stage“ memiliki prognosis yang jelek dan survival rate rendah. Meningkatnya
ilmu, ketrampilan dokter, alat diagnostik dan kesadaran pasien sangat berperan
untuk penegakan diagnosis yang semakin cepat. Penatalaksanaan yang baik pun
akan menurunkan angka morbiditas, kualitas hidup meningkat dan ketahanan
hidup lebih baik.1
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa tumor paru masih merupakan suatu
penyakit yang dapat mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan baik. Oleh
karena itu, pemahaman mengenai faktor resiko, penegakan diagnosis dan
penanganan yang tepat tentang tumor paru perlu dimiliki. Laporan kasus ini
disusun dengan tujuan memperdalam pemahaman tenaga kesehatan medis
mengenai penyakit tumor paru.1,2
BAB II
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Ny. Arni
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perepuan
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Muara Enim
Status : Menikah
No. Rekam Medik : 1061916
Kunjungan pertama ke IGD RS M. H. Rabain Muara Enim pada tanggal 09
Juli 2018.
II. ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 10 Juli 2018)
Keluhan Utama
Mencret lebih dari 8 kali sehari sejak 3 hari lalu
Keluhan Tambahan
Mual dan muntah
3
4
napsu makan, dan badan terasa lemas. Pasien juga merasa sakit kepala, sakit
kepala dirasakan seperti tertimpa benda berat, sakit kepala tidak berkurang
atau bertambah berat dengan perubahan posisi, pusing berputar-putar tidak
ada, mata berkunang-kunang tidak ada, sesak napas tidak ada, nyeri dada tidak
ada. BAK tidak ada keluhan. Pasien lalu dibawa ke IGD RS M. H. Rabain.
Riwayat Obat-obatan
Aspilet 1x1
Amlodipin 1x10 mg
Valsartan 1x80 mg
Bisoprolol 1x ½ tab
Riwayat Kebiasaan
Riwayat makan pedas dan asam disangkal
Riwayat jajan makanan pinggir jalan disangkal
Riwayat merokok disangkal
Riwayat minum alkohol disangkal
Riwayat sering minum jamu di disangkal.
Keadaan Spesifik
Kepala : Normosefali, simetris, warna rambut hitam dengan
beberapa helai memutih, alopesia (-)
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
injeksi konjungtiva/sklera (-), edema palpebra (-/-), mata
cekung (-), pupil bulat isokor, reflex cahaya (+/+),
diameter 3mm/3mm.
Hidung : Tampak luar tidak ada kelainan, septum deviasi (-),
cavum nasi lapang, tidak keluar cairan, epistaksis (-).
Telinga : Tampak luar tidak ada kelainan, kedua meatus acusticus
externus lapang, tidak ada keluar cairan.
Mulut : Bibir kering (-), sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah
pucat (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), tonsil T1/T1
tenang, faring tidak hiperemis.
Leher : JVP (5-2) cmH2O, struma (-), pembesaran KGB (-).
Thoraks
Paru-paru : I Statis dan dinamis simetris.
Retraksi dinding dada (-), sela iga tidak melebar,
spider nevi (-), venektasi (-)
P Nyeri tekan (-), stem fremitus kanan=kiri
P Sonor pada kedua lapang paru
A Vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing(-/-)
Jantung : I Ictus cordis tidak terlihat.
P Ictus cordis tidak teraba
P Batas atas ICS II, batas kanan linea sternalis dextra
ICS II, batas kiri ICS V linea midclavicularis
sinistra
A HR 86 x/menit, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : I Datar, venektasi (-), massa (-)
P Lemas, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium,
hepar dan lien tidak teraba, ballotement ginjal (-)
6
IMUNOSEROLOGI
PENANDA TUMOR
CEA 5,70 ng/mL < 5 ng/mL
V. DIAGNOSIS KERJA
Gastroenteritis Akut Dehidrasi Ringan Sedang + Hipertensi Urgensi
VII. TATALAKSANA
Non farmakologis
Istirahat
Diet nasi biasa
Edukasi
Farmakologis
IVFD RL gtt xx/m makro
8
VIII. PROGNOSIS
Quo Ad vitam : dubia ad malam
Quo Ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Krisis Hipertensi
Definisi
Krisi hipertensi merupakan keadaan tekanan darah yang sangat tinggi
dengan kemungkinan akan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ
target. Pada umumnya krisis hipertensi terjadi pada pasien hipertensi yang
tidak atau lalai memakan obat antihipertensi. Krisi hipertensi dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu;
1. Hipertensi darurat (emergency hypertension)
Suatu keadaan tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat
kelainan/kerusakan target organ yang bersifat progresif sehingga tekanan
darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit sampai) agar dapat
mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi.
2. Hipertensi mendesak (urgency hypertension)
Suatu keadaan tekanan darah yang sangat tinggi tetapi tidak disertai
kelianan/kerusakan organ target yang progresif, sehingga penurunan
tekanan darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam
sampai hari).
Epidemiologi
Secara statistik, bila seluruh populasi hipertensi (HT) dihitung, terdapat
sekitar 70% pasien yang menderita HT ringan, 20% HT sedang dan 10% HT
berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi yang
merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Angka kejadian krisis HT
menurut laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2
– 7% dari populasi HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan
pengobatan yang tidak teratur selama 2 – 10 tahun. Angka ini menjadi lebih
rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini karena kemajuan dalam
pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1% dari 60 juta
13
14
PATOFISIOLOGI
Arteri normal pada individu normotensi akan mengalami dilatasi atau
kontriksi dalam merespon terhadap perubahan tekanan darah untuk
mempertahankan aliran (mekanisme autoregulasi) yang tetap terhadap
vascular beeds sehingga kerusakan arteriol tidak terjadi. Pada krisis
hipertensi terjadi perubahan mekanisme autoregulasi pada vascular beeds
(terutama jantung, SSP, dan ginjal) yang mengakibatkan terjadinya perfusi.
Akibat perubahan ini akan terjad efek local dengan berpengaruhnya
prostaglandin, radikal bebas dan lain-lain yang mengakibatkan nekrosis
fibrinoid arteriol, disfungsi endotel, deposit platelet, proliferasi miointimal,
dan efek siskemik akan mempengaruhi renin-angiotensin, katekolamin,
vesopresin antinatriuretik kerusakan vaskular sehingga terjadi iskemia organ
target. Jantung, SSP, ginjal dan mata mempunyai mekanisme autoregulasi
yang dapat melindungi organ tersebut dari iskemia yang akut, bila tekanan
darah mendadak turun atau naik. Misalkan individu normotensi, mempunyai
autoregulasi untuk mempertahankan perfusi ke SSP pada tekanan arteri rata-
rata. Mean Arterial Pressure (MAP) = Diastole + 1/3 (Sistole - Diastole)
Pada individu hipertensi kronis autoregulasi bergeser kekanan pada tekanan
arteri rata-rata (110-180mmHg).Mekanisme adaptasi ini tidak terjadi pada
tekanan darah yang mendadak naik (krisis hipertensi), akibatnya pada SSP
akan terjadi endema dan ensefalopati, demikian juga halnya dengan jantung,
ginjal dan mata.3
DIAGNOSIS 1,3,6
Diagnosa krisis hipertensi harus ditegakkan sedini mungkin, karena hasil
terapi tergantung kepada tindakan yang cepat dan tepat. Tidak perlu
menunggu hasil pemeriksaan yang menyeluruh walaupun dengan data-data
yang minimal kita sudah dapat mendiagnosa suatu krisis hipertensi.
1. Anamnesa
15
DIFERENSIAL DIAGNOSIS 3
Krisis hipertensi harus dibedakan dari keadaan yang menyerupai krisis
hipertensi seperti :
Hipertensi berat
Emergensi neurologi yang dapat dikoreksi dengan pembedahan.
Ansietas dengan hipertensi labil.
Oedema paru dengan payah jantung kiri.
25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien dengan infark cerebri akut ataupun
pendarahan intrakranial, pengurangan TD dilakukan lebih lambat (6 –
12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah dari 170 –
180/100 mmHg.
2. Pengobatan target organ
Meskipun penurunan tekanan darah yang tepat sudah memperbaiki
fungsi target organ, pada umumnya masih diperlukan pengobatan dan
pengelolaan khusus untuk mengatasi kelainan target organ yang
terganggu. Misalnya pada krisis hipertensi dengan gagal jantung kiri
akut diperlukan pengelolaan khusus termasuk pemberian diuretic,
pemakaian obat-obat yang menurunkan preload dan afterload. Pada
krisis hipertensi yang disertai gagal ginjal akut, diperlukan pengelolaan
khusus untuk ginjalnya, yang kadang-kadang memerlukan
hemodialisis.
3. Pengelolaan khusus
Beberapa bentuk krisis hipertensi memerlukan pengelolaan khusus,
terutama yang berhubungan dengan etiloginya, misalnya eklampsia
gravidarum.
2. Penanggulangan Hipertensi Emergensi :
1,5,6
Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera
diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :
Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial
catether (bila ada indikasi ). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair
dan status volume intravaskuler.
Anamnesis singkat dan pemeriksaan fisik
- tentukan penyebab krisis hipertensi
- singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- tentukan adanya kerusakan organ sasaran
Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis
yang menyertai dan usia pasien.
18
bradikardi, dll.
Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan
sistem syaraf simpatis.
Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino,
withdrawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan
kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.
Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, pusing, mulut kering, rasa sakit pada
parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan sindroma
putus obat.
Walaupun akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk memberikan obat-obat
oral yang cara pemberiannya lebih mudah tetapi pemberian obat parenteral adalah
lebih aman. Dengan Sodium nitrotprusside, Nitroglycirine, Trimethaphan TD
dapat diturunkan baik secara perlahan maupun cepat sesuai keinginan dengan cara
menatur tetesan infus. Bila terjadi penurunan TD berlebihan, infus distop dan TD
dapat naik kembali dalam beberapa menit.
Demikian juga pemberian labetalol ataupun Diazoxide secara bolus
intermitten intravena dapat menyebabkan TD turun bertahap. Bila TD yang
diinginkan telah dicapai, injeksi dapat di stop, dan TD naik kembali. Perlu diingat
bila digunakan obat parenteral yang long acting ataupun obat oral, penurunan TD
yang berlebihan sulit untuk dinaikkan kembali.
*Pilihan obat-obatan pada hipertensi emergensi
1,6,
21
Dari berbagai jenis hipertensi emergensi, obat pilihan yang dianjurkan maupun
yang sebaiknya dihindari adalah sbb :
1. Hipertensi encephalopati:
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, diazoxide.
Hindarkan : B-antagonist, Methyidopa, Clonidine.
2. Cerebral infark :
Anjuran : Sodium nitropsside, Labetalol,
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonidine.
3. Perdarahan intacerebral, perdarahan subarakhnoid :
Anjuran : Sodiun nitroprusside Labetalol
Hindarkan : B-antagonist, Methydopa, Clonodine.
4. Miokard iskemi, miokrad infark :
Anjuran : Nitroglycerine, Labetalol, Caantagonist, Sodium Nitroprusside
dan loop diuretuk.
Hindarkan : Hyralazine, Diazoxide, Minoxidil.
5. Oedem paru akut :
Anjuran : Sodium nitroroprusside dan loopdiuretik.
Hindarkan : Hydralacine, Diazoxide, B-antagonist, Labetalol.
6. Aorta disseksi :
Anjuran : Sodium nitroprussidedan B-antagonist, Trimethaohaan dan B-
antagonist, labetalol.
Hindarkan : Hydralazine, Diaozoxide, Minoxidil
7. Eklampsi :
Anjuran : Hydralazine, Diazoxide, labetalol, Ca antagonist, sodium
nitroprusside. Hindarkan: Trimethaphan, Diuretik, B-antagonist
8. Renal insufisiensi akut :
Anjuran : Sodium nitroprusside, labetalol, Ca-antagonist
Hindarkan : B- antagonist, Trimethaphan
9. KW III-IV :
Anjuran : Sodium nitroprusside, Labetalol, Ca – antagonist.
Hindarkan : B-antagonist, Clonidine, Methyldopa.
10.Mikroaangiopati hemolitik anemia :
22
Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10 menit). Buccal (onset 5
–10 menit), oral (onset 15-20 menit), duration 5 – 15 menit secara sublingual/
buccal).
Efek samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
Clondine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit Duration of Action
8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg.
Efek samping : sedasi,mulut kering.Hindari pemakaian pada 2
nd
degree atau 3
rd
degree, heart block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati dengan
tolazoline.
Captopril : pemberian secara oral/sublingual.
Dosis 25mg dan dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan.
Efek samping : angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri sinosis.
Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang perjam bila
perlu.
Efek samping : first dosyncope, hiponsi orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit
kepala.
Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan
MAP sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine. Perlu diingat bahwa pemberian obat anti hipertensi oral/sublingual
24
36
37
DAFTAR PUSTAKA