DIABETIC FOOT
Disusun Oleh:
Dokter Pendamping:
KABUPATEN KUNINGAN
TAHUN 2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karuania-Nya, sehingga saya dapt menyusun laporan presentasi kasus ini
sebagai salah satu tugas Dokter Internship di RSUD 45 Kuningan periode
November 2019-November 2020.
Saya menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu. Oleh karena itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan proses penyelesaian tugas
ini dan mohon maaf atas segala kekurangannya.
Akhirnya saya berharap semoga laporan presentasi kasus ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi semua pihak yang membacanya.
2
BAB I
PENDAHULUAN
sebagai salah satu masalah nasional yang harus mendapat perhatian, selain itu
sampai saat ini masalah kaki diabetik kurang mendapat perhatian sehingga masih
muncul konsep dasar yang kurang tepat bagi pengelolaan penyakit ini.
penderita osteomielitis dan amputasi pada kakinya. Pada negara maju kaki
kemajuan cara pengelolaan dan adanya klinik kaki diabetik yang aktif maka nasib
penyandang kaki diabetic menjadi lebih baik sehingga angka kematian dan
didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali lebih sering pada
diabetik juga menyebabkan lama rawat penderita diabetes melitus menjadi lebih
Amerika Serikat sebesar 15-20%, risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi
jauh lebih besar dibandingkan dengan negara maju, yaitu antara 0-40%.
3
Prevalensi penderita diabetes melitus dengan kaki diabetik di
kematian 1 tahun pasca amputasi sebesar 14,8%. Jumlah itu meningkat pada tahun
ketiga menjadi 37%, ratarata umur pasien hanya 23,8 bulan pasca amputasi.
4
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. H
Med.Rec/Reg : 048369
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Asuransi : BPJS
2.2 ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
5
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
sembuh sejak ±1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Luka pada kaki
tabur luka. Pasien tidak tahu pasti obat apa itu. Pasien juga diberikan
Star Ag dan obat gula glibenclamid yang diminum pagi sehari sekali
dan metformin malam nya sehari sekali. Namun pasien masih tidak
Demam dan sesak nafas disangkal pasien. Makan dan minum dalam
6
Setahun yang lalu pasien mengaku pernah mengalami keluhan
yang sama di kaki kiri nya. Akibat terkena serpihan aspal jalan. Pasien
Luka membaik.
dan haus, serta penurunan berat badan. Pasien tidak rutin kontrol gula
Pengobatan tuntas
7
4. Riwayat Penyakit Keluarga
5. Riwayat Kebiasaan
ditanggung BPJS.
7. Riwayat Gizi
Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur lebih dari 3 tiga kali
Cirebon.
8
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN UMUM
3. Tanda Vital
Pernafasan : 20x/mnt
5. Berat Badan : 60 kg
STATUS GENERALISATA
1. Kepala
dicabut
9
Hidung : Simetris, Pernafasan cuping hidung (-), Sekret (-), Septum
2. Leher
JVP : 5+2 cm
3. Toraks
Paru-paru
Perkusi : Sonor pada kedua hemithorax, batas paru hepar sela iga
VI
10
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
medial
II
4. Abdomen
Palpasi : Supel, hepar / lien tidak teraba, nyeri tekan (-) nyeri ketok
11
STATUS LOKALIS
Inspeksi:
a. Tampak ulkus pada inferior digiti I pedis dextra ukuran 3x3x1 cm,
edema, hiperemis, berbau, dasar otot, debris (+), jaringan nekrotik
(+), pus (+).
b. Tampak ulkus pada sela-sela jari digiti II – III dan III –IV pedis
dextra ukuran 1x3x1 cm, edema, hiperemis, berbau, dasar otot
sebagian tulang, debris (+), jaringan nekrotik (+), pus (+).
Palpasi
Perabaan hangat pada kedua ekstremitas, sensasi raba pedis dextra menurun
(+), nyeri tekan (+/+). Pulsasi arteri dorsalis pedis dextra menurun (+)
12
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Interprestasi:
13
Rontgen Thorax: 14/05/20
Ekspertise:
Pulmo:
Kesan:
14
Rontgen Pedis Dextra: 14/05/20
Ekspertise:
Tampak lesi litik dan destruktif pada os phalang proximal sampai distal digiti IV
serta lesi litik pada os phalangs proximal dan distal digiti I pedis dextra
disekitarnya.
V. RESUME
Pasien laki-laki, 32 tahun keluhan luka di kaki kanan yang tidak kunjung
sembuh sejak ±1 bulan sebelum masuk rumah sakit akibat terkena panas mesin
motor. Luka terjadi secara perlahan-lahan dan semakin meluas, berbau, bernanah
dan berwarna hitam. Pasien tidak merasakan nyeri pada kakinya. Rasa kebas (+),
kesemutan (+). Pasien sudah memeriksakan dirinya ke Bidan dan dokter. Namun
tidak ada perubahan. Pasien sedang konsumsi obat metformin, glibenclamide dan
obat oles Star Ag. Pasien pernah mengalami hal serupa setahun lalu pada kaki
kirinya, dilakukan operasi dan kaki membaik. Pasien sudah 5 tahun mempunyai
penyakit kencing manis. 5 tahun yang lalu pasien pernah di rawat di RS karena
15
TB dan melakukan pengobatan TB 6 bulan di Puskesmas secara tuntas. Ibu pasien
mempunyai riwayat penyakit kencing manis. Pasien tidak rutin kontrol
memeriksakan penyakitnya. Pasien juga tidak menjaga asupan makanannya,
pasien sering mengkonsumsi minuman manis seperti teh pucuk.
Pasien dalam kondisi sadar, tampak sakit sedang. Pemeriksaan vital sign
dalambatas normal. IMT 22.05 normoweight. Status generalisata konjungtiva
anemis (+/+), perkusi jantung tampak pembesaran batas jantung kiri, ekstremitas
pucat dengan edema pada kaki kanan. Status lokalis tampak ulkus pada inferior
digiti I pedis dextra ukuran 3x3x1 cm, edema, hiperemis, berbau, dasar otot,
debris (+), jaringan nekrotik (+), pus (+). Tampak ulkus pada sela-sela jari digiti II
– III dan III –IV pedis dextra ukuran 1x3x1 cm, edema, hiperemis, berbau, dasar
otot sebagian tulang, debris (+), jaringan nekrotik (+), pus (+). Perabaan hangat
pada kedua ekstremitas, sensasi raba pedis dextra menurun (+), nyeri tekan (+/+).
Pulsasi arteri dorsalis pedis dextra menurun (+), Klasifikasi Wagner derajat 3.
b. Diabetes Tipe 2
d. Hipoalbumin
16
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
d. GV setiap hari
e. Diet diabetes
Medikamentosa
e. Novorapid 3x8 iu
IX. PROGNOSIS
17
X. ANJURAN PEMERIKSAAN
Pemeriksaan HbA1C
Profil Lipid
Echocardiografi
18
Tanggal Jam Hasil Pemeriksaan Insulin (IU)
Gula Darah (mg/dl)
14/05/20 18.00 444 mg/dl 15 IU
Kamis 24.00 356 mg/dl 15 IU
19
Protein Total 6.4 g/dl 6.4-8.3
Albumin 2.5 g/dl 3.2-5.0
Globulin 3.9 g/dl 2.30-3.40
20
15/05/20 06.00 164 mg/dl
Jumat 12.00 226 mg/dl 5 IU
18.00 272 mg/dl 5 IU
24.00 275 mg/dl 5 IU
Pemeriksaan Laboratorium 15 Mei 2020
Status Generalis:
Mata: Konjungtiva anemis -/-
Ekstremitas: akral pucat (-), edema +/-
21
Status Lokalis:
At regio pedis dextra: tampak ulkus tertutup
kassa, rembes (+), edema (+), gangrene (+),
pus (+), darah (+), bau (+)
22
17/05/2020 S: Pasien mengeluh sedikit baal pada kaki
sebelah kanan, nyeri pada luka (-). Mual (-) o IVFD NaCl 0,9% /24 jam
muntah (-), demam (-), BAB dan BAK o Inj.Ceftriaxone 2x1gr
dalam batas normal o Inf. Metronidazol 3x500mg
o Novorapid 3x8iu (STOP)
O: TD: 130/80mmhg o Chana Sachet 2x1
N: 88x/m o GV setiap hari
R: 20x/m
o Rencana OP Senin 18/04/20
S: 36oC
SpO2: 98%
Konsul dr. Rio Sp,PD via
dr. Eka
Status Generalis: o Insulin SC Stop
Mata: Konjungtiva anemis -/- o Drip Insulin 50 iu dalam
Ekstremitas: akral pucat (-), edema +/-
NaCl 0.9% 500 cc selama
24 jam (insulin 2 unit /jam)
Status Lokalis:
o Sliding Scale /6jam
At regio pedis dextra: tampak ulkus tertutup
kassa, rembes (+), edema (+), gangrene (+), Konsul dr. Taufik Sp.An via
pus (+), darah (+), bau (+) dr. Ike Acc OP
Debridement besok
GDS: 302 mg/dl o Puasa dimulai jam 00.00
GD2PP: 310 mg/dl
23
kaki sebelah kanan, mual (-) muntah (-), Advice dr. Reja, Sp.B
demam (-), BAB dan BAK dalam batas o IVFD RL 20tpm /8jam
normal o Inj.Cefotaxim 2x1gr
o Inf. Metronidazol 3x500mg
O: TD: 120/80mmhg o Inj. Ketorolac 2x1
N: 90x/m o Inj. Omeprazole 1x1
R: 20x/m o GV
S: 36oC
SpO2: 98%
Advice dr. Rio, Sp.PD
o Insulin drip Stop
Status Generalis:
o Sliding Scale tinggi post
Mata: Konjungtiva anemis -/-
op /6jam
Ekstremitas: akral pucat, edema +/-
Status Lokalis:
At regio pedis dextra: tampak luka post op
tertutup kassa.
A:
o Nekrotomi debridement a/r pedis
dextra ec. Diabetic Foot
o DM Tipe II
o Anemia Kronis
o Hipoalbumin
Laporan Operasi
a. At Regio Pedis Dextra, temukan beberapa luka bentuk tidak beraturan, batas
tegas, jaringan nekrotik (+), pus (+), dilakukan nekrotomi dan debridement
24
b. Ditemukan auto amputasi digiti IV pedis sinistra
Status Lokalis:
At regio pedis dextra: tampak luka post op
tertutup kassa.
A:
o Nekrotomi debridement a/r pedis
dextra ec. Diabetic Foot
o DM Tipe II
25
o Anemia Kronis
o Hipoalbumin
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
26
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis metabolik yang
ditegakkan atas dasar ada tidaknya gejala khas DM (poliuria, polidipsia, polifagia)
dan pemeriksaan kadar glukosa darah secara enzimatik dengan bahan darah
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). TTGO
27
Gambar 3.1 Alur Diagnosis DM
terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) berupa kelainan pada
retina mata, glomerulus ginjal, saraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada
terjadi pada pembuluh darah serebral, jantung (penyakit jantung kororner ) dan
28
saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.
Salah satu komplikasi menahun dan paling ditakuti dari DM adalah kelainan
pada kaki yang disebut sebagai kaki diabetik. Hasil pengelolaan kaki diabetik
Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan masalah yang rumit
dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat untuk
pengobatan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya
dibanding dengan negara maju yaitu kira-kira 2-4%. Data dari beberapa negara
29
akibat problem kaki diabetik. Di Amerika Serikat, persoalan kaki diabetik
merupakan sebab utama perawatan bagi pasien DM. Pada penelitian selama 2
tahun 16% perawatan akibat kaki diabetik. Diperkirakan sebanyak 15% pasien
sampai memerlukan amputasi tungkai bawah sebanyak 15-19% pada pasien DM.
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara
Faktor Predisposisi
Faktor Presipitasi
- Perlukaan dikulit
- Trauma
30
Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
- Derajat luka
- Perawatan luka
akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang kemudian
menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut
1. Neuropati
pathogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan semakin panjang saraf maka semakin rentan
aliran darah dan hantaran oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan
31
proses jalur sorbitol dan mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga
akan menurunkan aliran darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan
Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa serta penurunan
jaringan saraf akan mengganggu kerja metabolik sel Schwann dan menyebabkan
hilangnya akson.
tendon dalam, kelemahan otot dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri, pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
2. Neuropati sensorik
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi
dari kaki ditemukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada
32
keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan reflex untuk meningkatkan
dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah
kemudian respons dikirim melalui saraf motorik. Pada penderita DM yang telah
impuls), pasien tidak merasakan dan tidak menyadari adanya trauma kecil namun
sering pasien tidak merasakan adanya tekanan besar pada telapak kaki. Semuanya
baru diketahui setelah timbul infeksi, nekrosis atau ulkus yang sudah tahap lanjut
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:
3. Neuropati otonom
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
33
selanjutnya timbul selulitis, ulkus maupun gangrene. Selain itu neuropati otonom
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
4. Neuropati Motorik
menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat akumulasi
keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan menimbulkan titik
tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya terbentuk kalus yang
tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di bagian dalam kalus
tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah menjadi ulkus dan
akhirnya gangren.2,4
bengkak.
tarsometatarsal.
34
5. Fokus Infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
pada kaki maupun pada tungkai sehingga terjadi sellulitis. Kaki diabetik klasik
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
patogen. Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius.
Hal ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin
menyebabkan meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga
insulin yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai
sumber energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang
6. Angiopati
35
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan
permukaan dalam lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi
turbulen yang berakibat pada mudahnya terbentuk thrombus. Pada stadium lanjut
seluruh lumen arteri akan tersumbat dan manakala aliran kollateral tidak cukup,
akan terjadi iskemia dan bahkan gangrene yang luas. Manifestasi angiopati pada
pembuluh darah perifer yang terutama sering terjadi pada tungkai bawah. Pada
penderita muda, pembuluh darah yang paling awal mengalami angiopati adalah
arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering mengenai bagian distal
dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis dan arteri digitalis
pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi kurang baik dan
sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi. Perubahan viskositas
perubahan sifat antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan
36
menyebabkan perubahan tekanan intravaskular akibat gangguan
terjadinya vasokonstriksi.
37
dapat menyebabkan stimulasi yang berlebihan dari sel-sel endotel
3) Paraesthesia (kesemutan)
5) Radicular pain
6) Anhydrosis
38
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat
istirahat, ulkus yang tidak sembuh, rasa kram atau kelelahan pada otot-otot besar
pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan
nyeri pada saat beraktivitas dan membaik pada saat istirahat. Onset dari
klaudikasio dapat terjadi lebih dini apabila pasien sering berjalan cepat atau
menaiki tangga.Rasa tidak nyaman, kram atau kelemahan pada betis atau kaki
sering terjadi pada penderita kaki diabetik, karena cenderung terjadi oklusi
gejala yang timbul pada paha, mengindikasikan adanya oklusi aorta iliaca.
beberapa kasus, fissure, ulkus atau kulit pecah-pecah merupakan tanda awal telah
hal
39
Gambar 3.3 Diabetic Foot
40
Tabel 3.2 Kriteria PEDIS
Interprestasi
<0,9 tetapi sistolic ankle blood pressure >50mmhg, Toe Brachial Index <0,6
Kriteria CLI: sistolic ankle blood pressure <50mmhg, sytolic toe blood
Kriteria SIRS: temperature >38C atau <36C, HR: >90x/m, RR: >20x/m,
41
Diagnosis kaki diabetik meliputi 1) pemeriksaan ulkus dan keadaan umum
tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang menonjol (jari pertama dan
kedua). Ulkus di malleolus terjadi karena sering mendapat trauma. Kelainan lain
yang dapat ditemukan seperti callus hipertropik, kuku rapuh/pecah, kulit kering,
arteri iliaka dan femoralis, atrofi kulit, hilangnya rambut kaki, sianosis jari kaki,
ulserasi dan nekrosis iskemik, serta pengisian arteri tepi (capillary refill test) lebih
dari 2 detik.
sistolik jari kaki (Toe Brachial Index). ABI dilakukan dengan alat Doppler. Cuff
dipasang di lengan atas dan dipompa sampai nadi brachialis tidak dapat dideteksi
kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama dilakukan pada tungkai, cuff
dipasang di bagian distal dan Doppler dipasang di arteri dorsalis pedis atau arteri
42
tibialis posterior. ABI didapat dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachialis.
Kriteria ABI
≥1 : Normal
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,
hilangnya refleks tendon dalam, ulserasi trofik, foot drop, atrofi otot, dan
pemeriksaan lain adalah garputala 128 Hz untuk sensasi getar di pergelangan kaki
43
dan sendi metatarsofalangeal pertama. Pada neuropati metabolik intensitas paling
parah di daerah distal. Pada umumnya, seseorang tidak merasakan getaran garpu
tala di jari tangan lebih dari 10 detik setelah pasien tidak dapat merasakan getaran
di ibu jari kaki. Beberapa penderita normal menunjukkan perbedaan antara sensasi
4. Pemeriksaan Penujang
HbA1c, kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian,
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada penyandang
DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk
44
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
yang insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
2. Pencegahan Sekunder
diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
2. Wound control
45
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal
yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
gram positif dan gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang
dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik
4. Vascular control
46
perifer dapat dikenali melalui berbagai cara sederhana seperti warna
dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior,
hipertensi, dislipidemia)
DM, tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup untuk
47
endovascular (PTCA). Pada keadaan sumbatan akut dapat pula
dilakukan tromboarterektomi.
5. Metabolic control
48
Tabel 3.3 Konversi Gula Darah Rerata Perkiraan HbA1C
6. Educational control
Ada 3 faktor yang berperan dalam kaki diabetik yaitu neuropati, iskemia,
dan infeksi. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilangnya sensori pada kaki
49
mengakibatkan iskemia jaringan dan infeksi. Neuropati, iskemia, dan infeksi bisa
gelembung-gelembung pada kulit yang pucat yang berubah warna menjadi abu-
abu atau merah keunguan. Hal ini disebabkan oleh bakteri Clostridium
dari antara semua gangrene dan intervensi medis dini diperlukan untuk
Ada 3 faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif. Faktor
kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri
pathogen, dan faktor ketiga adalah karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis
Selain ketiga faktor diatas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh
50
Adapun prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemantauan
Pemeriksaan mata
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien
sendiri)
Imunisasi influenza/pneumococcus
Terapi insulin untuk pasien yang menjalani rawat inap tidak saja ditujukan
untuk pasien yang telah diketahui menderita diabetes, tetapi juga pasien dengan
1. Indikasi
pemantauannya, terapi insulin pada pasien diabetes yang menjalani rawat inap
51
dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu pasien DM dengan penyakit kritis dan pasien
2. Sasaran Glikemik
komplikasi akibat insulin, dengan cara melakukan penurunan kadar gula darah
secara hati-hati. Adapun sasaran kendali glikemik pada rawat inap adalah sebegai
berikut:
52
Dalam keadaan yang memerlukan regulasi glukosa darah yang relatif cepat
dan tepat, insulin adalah yang terbaik karena kerjanya cepat dan dosisnya dapat
disesuaikan dengan hasil kadar glukosa darah. Prinsip terapi insulin untuk pasien
yang dirawat inap adalah sama, yaitu memulai dari dosis kecil yang kemudian
subkutan, secara terprogram atau terjadwal (insulin prandial, 1-2 kali insulin
basal, dan kalau diperlukan ditambah insulin koreksi atau suplemen). Kebutuhan
insulin harian total (IHT) dapat didasarkan pada dosis insulin sebelum perawatan
atau dihitung sebagai 0,5-1 unit/kg BB/hari. Untuk lanjut usia atau pasien dengan
gangguan fungsi ginjal, hendaknya diberikan dosis yang lebih rendah, misalnya
1. Insulin basal
2. Insulin prandial
sesudah makan.
3. Insulin koreksional
53
Kebutuhan insulin koreksional merupakan jumlah insulin yang diperlukan
dari kebutuhan harian pasien sebelum dirawat, tergantung dari beratnya stres
Sesuai indikasi
54
Bagan 3.2 Insulin IV Kontinyu Pasien Rawat Inap
Jika terdapat syringe pump, siapkan 50 unit insulin regular (RI) dalam
spuit 50 cc, kemudian encerkan dengan NaCl 0,9 % 50 cc (1 cc NaCl = 1 Unit RI.
Atur kecepatan tetesan, misal: 1,5 unit RI dibutuhkan dalam 1 jam, petugas
tinggal mengatur kecepatan tetesan 1,5 cc per jam. Jika tidak terdapat syringe
55
b. Regimen Subkutan Dosis Terbagi
56
Tabel 3.4 Regimen Terapi Dosis Insulin Terbagi Pada Pasien Rawat Inap
Pola kadar glukosa darah yang terekam pada catatan pemantauan pasien
Asupan makanan dan kegiatan fisik pasien yang akan diberikan selama
short-acting sejumlah 1-2 unit, atau bisa juga dengan menaikkan sejumlah 3% dari
57
Tabel 3.5 Regimen Terapi Dosis Insulin Koreksional Rawat Inap
Hal ini disesuaikan tidak hanya atas indikasi klinis tetapi juga berdasarkan
makanan biasa atau akan pindah ke ruang rawat biasa. Biasanya, dosis insulin
subkutan diberikan antara 75-80% dari dosis harian total insulin IV kontinyu,
58
yang kemudian dibagi secara proporsional menjadi komponen basal dan prandial.
Perlu dicatat, bahwa insulin SK harus diberikan 2 jam sebelum infus insulin IV
terakhir, berarti dosis insulin harian total adalah 48 unit. Kebutuhan insulin
subkutan adalah 80-100% dari insulin harian total yang diberikan secara IV
kontinyu: 80% x 48 unit = 38 unit. Dosis insulin basal subkutan: 50% dari 38 unit
= 19 unit. Dosis insulin prandial: 50% dari 38 unit = 19 unit; dibagi tiga masing-
masing 6 unit setiap kali sebelum makan (makan pagi, siang dan malam).
sebelum makan atau malam hari dinaikkan secara progresif, berdasarkan kisaran
fasilitas terbatas, insulin sliding scale SK masih dapat diberikan, disertai dengan
pemeriksaan glukosa darah setiap 6 jam atau mendekati waktu makan. Namun
regimen ini tidak dianjurkan untuk jangka panjang, dan secepatnya segera beralih
ke fixed dose. Selain itu sliding scale juga tidak disarankan digunakan untuk
menentukan dosis harian. Biasanya regimen yang digunakan adalah insulin kerja
59
Insulin bolus berdasarkan kadar glukosa darah sebelum makan atau malam
sebelum tidur
BAB IV
ANALISIS KASUS
4.1 Anamnesis
60
Pada pasien ini di diagnosis Diabetic Foot regio pedis dextra dengan DM
sejak 5 tahun yang lalu tetapi tidak rutin kontrol dan minum obat.
sering berkemih, selalu merasa haus dan lapar serta penurunan berat badan,
pasien juga merasa lemas. Pertama kali diketahui menderita DM, gula darah
pasien mencapai ±500 mg/dl dan sekarang GDS pasien mencapai 291 mg/dl. Hal
ini sesuai dengan kriteria diagnosis DM, bahwa terdapat gejala klasik DM disertai
nilai ambang glukosa di ginjal 180mg/dl maka jika glukosa melebihi nilai ambang
akan dikeluarkan bersama urin. Hal ini mengakibatkan pasien menjadi lebih
lemak tubuh. Hal ini mengakibatkan pasien mudah merasa lapar, badan lemas,
Selain itu pasien juga mempunyai keluhan lainnya seperti kesemutan dan
kebas pada kaki. Dikarenakan kurang nya pengendalian gula darah, pasien
mengalami komplikasi kronis DM yaitu terdapat luka dibagian kaki kanan yang
di alami sejak ±1 bulan yang lalu yang tidak kunjung sembuh dan
bertambah berat serta tidak nyeri. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau
61
berkurangnya rasa nyeri dikaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan
sedikit atau tidak merasakan nyeri sehingga mendapatkan luka pada kaki.
Pada pemeriksaan fisik pasien dalam kondisi sadar, tampak sakit sedang.
anemis (+/+), akral pucat, dan ditandai dengan penurunan jumlah Hb (6,6
citokin (IL-6, TNF-α, dan NFkB). Dengan peningkatan IL-6 terjadi efek
eritrosit immature, dua hal ini menyebabkan penurunan kosentrasi eritrosit dan
hemoglobin di sirkulasi.
mengidentifikasi bahwa terdapat komplikasi kronis lain yang terjadi akibat dari
62
hiperglikemia, hiperlipidemia, dan inflamasi, semuanya menstimulasi reactive
gangguan metabolic yang berujung perubahan fungsi cardiac dan gagal jantung.
Pemeriksaan status lokalis tampak ulkus pada inferior digiti I pedis dextra
ukuran 3x3x1cm, edema, hiperemis, berbau, dasar otot, debris (+), jaringan
nekrotik (+), pus (+). Tampak ulkus pada sela-sela jari digiti II – III dan III –IV
pedis dextra ukuran 1x3x1 cm, edema, hiperemis, berbau, dasar otot sebagian
tulang, debris (+), jaringan nekrotik (+), pus (+). Perabaan hangat pada kedua
ekstremitas, sensasi raba pedis dextra menurun (+), nyeri tekan (+/+). Berdasarkan
klasifikasi Wagner pada pasien ini termasuk kedalam klasifikasi Wagner derajat
III. Luka yang tak kunjung sembuh pada kaki pasien ini merupakan salah satu
permukaan lapisan dalam arteri sehingga aliran lamellar berubah menjadi turbulen
yang berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh
lumen arteri akan tersumbat dan mana kala aliran kolateral tidak cukup, akan
terjadi iskemia dan bahkan gangren yang luas. Pada awal muncul luka, pasien
tidak merasa ada gangguan sampai pasien tersebut melihatnya, hal ini
menunjukkan adanya gejala neuropati yang biasanya terjadi pada penderita DM.
jalur poliol (glukosa >> sorbitol >> fruktosa) yang selanjutnya akan menimbulkan
gangguan pada sel saraf dan menyebabkan hilangnya akson sehingga kecepatan
63
Pada pemeriksaan palpasi, pulsasi arteri dorsalis dextra menurun, hal ini
untuk menilai ada tidak nya gangguan arteri perifer seharusnya dilakukan, namun
karena ketidak tersediaan alat, pemeriksaan tidak dilakukan. Hal ini menjadi
18.6%, trombosit 677 ribu, eritrosit 2.37, hitung jenis leukosit Shift To The Right,
GDS 291 mg/dl, ion Na 132 mmol/L, Albumin 2.5. Penurunan nilai Hb,
hematokrit dan eritrosit menunjukan adanya anemia. Hal ini sesuai dengan
kondisi pasien dimana pasien mengeluh badan lemas, konjungtiva anemis, dan
akral pucat. Anemia adalah suatu kondisi ketika terjadi penurunan jumlah massa
jaringan perifer. Anemia gravis ditandai dengan nilai Hb <8 mg/dl pada pria.
Pemberian terapi tranfusi darah diberikan kepada pasien dengan anemia gravis
sampai mencapai target Hb (10 mg/dl). Pada pasien ini diberikan tranfusi PRC 4
pada pasien, hal ini ditandai dengan adanya tanda-tanda inflamasi lokal, ulkus
dengan pus dan nekrosis jaringan di kaki kanan pasien. Hitung jenis menunjukan
adanya pergeseran ke kanan pada neutrofil, hal ini menunjukan adanya infeksi
64
golongan anaerob sudah sesuai dengan teori, dimana pada diabetic foot
didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran gram positif dan gram
negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk
yang di duga terjadi karena trombosit teraktivasi akibat dari kadar gula darah yang
darah tersebut akan mengganggu fungsi pembuluh darah dan sel saraf, rusaknya
Trombositosis dapat berbahaya jika trombus terbawa aliran darah yang kemudian
dapat menyumbat pada pembuluh darah perifer, hal ini dapat mengakibatkan
berbagai macam komplikasi terkait iskemik jaringan. Pada pasien ini tidak
Pada pasien ini didapatkan peningkatan gula darah sewaktu 291 mg/dl.
65
pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis (tissue debridement). Adapun untuk
kontrol gula darah pasien, pengobatan yang dilakukan adalah dengan pemberian
terapi insulin karena sudah ada idikasi pemakaian insulin yaitu perkiraan HbA1C
Pada pasien ini prinsip pengendalian gula darah sesuai dengan prinsip
pengendalian gula darah pasien rawat inap. Gula darah pasien saat masuk ruangan
yaitu 291 mg/dl, pasien dalam kondisi hiperglikemia, namun bukan termasuk
kedalam pasien kritis, pasien direncanakan untuk operasi sehingga terapi insulin
dapat diberikan secara IV kontinyu atau Sliding Scale Subkutan. Pada pasien ini
diberikan Sliding Scale Subkutan sesuai dengan protap dari tanggal 14 sampai
dengan 15 mei dengan target glukosa <200 mg/dl. Regimen ini tidak dianjurkan
untuk jangka panjang, sehingga pada tanggal 16 mei terapi insulin berpindah ke
Fixed dose subkutan Novorapid 3x8 iu. Berdasarkan teori, kebutuhan total insulin
pasien dalam 24 jam yang kemudian diambil 80% dari kebutuhan insulin dalam
24 jam, yaitu 32 iu. Dosis insulin prandial yaitu 50% dari 32 iu = 16 iu.
Pemberian diberikan sehari 3x yaitu pagi, siang, dan sore sebanyak 5 unit (16:3).
Pada pasien ini setelah pemberian fixed dose selama 24 jam, kadar glukosa darah
tidak terkoreksi dengan baik, didapatkan GDS 302 mg/dl dan GD2PP 310 mg/dl
dan pasien direncanakan operasi esok hari, terapi fixed dose diberhentikan dan
dilanjut dengan terapi IV kontinyu sebanyak 50 iu insulin kerja cepat dalam 500
cc NaCl 0,9 % (2 iu/jam) habis dalam 24 jam (7 tetes/menit). Gula darah pasien
66
kembali diatas 200 mg/dl, akhirnya pasien diberikan kembali terapi Sliding Scale /
6 jam. Esok nya pasien dipulangkan dengan dosis insulin kerja lama sansulin
1x14 iu dan OHO glimepirid 1x2mg, hal ini sesuai dengan protap kebutuhan
jam sebesar 40 iu, dengan kebutuhan insulin basal 50% dari 40 iu sebesar 20 iu.
Namun pasien tidak hanya diberikan insulin tapi pasien juga diberikan OHO,
Pada pasien ini didapatkan nilai albumin 2.5 mg/dl, dengan pemeriksan
RO Thorax tampak adanya efusi pleura kanan. Pasien ini diberikan terapi Chana
2x1. Pada infeksi ulkus kaki diabetik terjadi proses inflamasi melibatkan banyak
mediator inflamasi yang kan mempengaruhi kadar albumin serum. Faktor yang
mempengaruhi kadar albumin serum adalah dalamnya luka, luas luka, adanya
infeksi, dan IL-6. Pada kondisi ini terjadi perubahan distribusi albumin antara
antara konsentrasi serum albumin dengan perbaikan klinis infeksi ulkus kaki
diabetik. Hipoalbuminemia < 2.8 mg/dl merupakan faktor risiko amputasi pada
pasien yang di rawat dengan ulkus kaki diabetik terinfeksi. Albumin memiliki
dan efek antikoagulan. Setiap penurunan albumin 0,25 g/dl berhubungan dengan
67
Hipoalbuminemia dianggap dapat mempengaruhi proses terapi (berkaitan dengan
perannya sebagai tempat berikatan obat), pada obat yang terikat dengan albumin
secara cepat. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa tidak ada bukti bahwa
kontroversial, pemberian lebih di dasarkan pada tradisi dan kriteria <2.5 g/dl
Albumin) atau ikan gabus (Chana striata). Terdapat penelitian yang menjelaskan
namun mempunya efek samping yaitu mual dan muntah. penelitian lain
menjelaskan bahwa putih telur dan ikan gabus gagal menaikan albumin serum
ekstrak Chana striata setara dengan koreksi albumin manusia IV pada pasien
emergensi selama 3 hari. Pemberian oral suplemen lebih aman, efektif dan murah.
Kadar ion Natrium pasien mencapai 132 mmol/L hal ini terdapat gangguan
glukosa akan menurunkan kadar natrium 1,6 meq/L, hal ini dikarenakan
68
cairannya. Pada pasien ini diberikan terapi cairan 500 cc NaCl 0,9 % / 24 jam
untuk terapi hiponatremia nya. Berdasarkan teori, pasien ini membutuhkan sekitar
690 cc NaCl 0,9 % dalam waktu 30 jam (koreksi lambat), atau sekitar 23 cc NaCl
Pemeriksaan EKG tampak adanya sinus takikardi, hal ini dapat terjadi
akibat proses infeksi yang terjadi, serta kebutuhan oksigen pada jaringan yang
peningkatan denyut jantung. Hal ini dapat membaik apabila faktor risiko di
tangani. Hal ini sesuai dengan pasien bahwa setiap hari perawatan terjadi
Rontgen Pedis Dextra tampak lesi litik dan detruktif pada os phalang
proksimal sampai distal digiti IV dan lesi litik pada os phalang proksimal dan
distal digiti I pedis dextra, kesan Charcot’s disease DD/ osteomyelitis, disertai gas
gangrene di jaringan lunak. Hal ini sesuai dengan pasien ini bahwa pasien
yaitu suatu kondisi yang mengenai tulang, sendi, dan jaringan lunak pada kaki
atau pergelangan kaki. Hal ini diakibatkan oleh neuropati otonom menyebabkan
gangguan aliran darah. Peningkatan sitokin inflamasi akan memicu resorpsi sel
69
ditandai dengan inlamasi akut, fragmentasi osteolondral, subluksasi sendi, atau
dislokasi sendi dan desruksi tulang. Adanya gas gangren disebabkan oleh infeksi
merupakan bentuk paling fatal dari antara semua gangrene dan intervensi medis
septik.
Pemberian injeksi ketorolak 2x1 post operasi adalah untuk penahan rasa
mengiritsi lambung, hal ini dapat dicegah dengan pemberian obat ijeksi
DAFTAR PUSTAKA
70
4. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Price
SA & Wilson LM (eds). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta:EGC, 2006: h.1259-74
5. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online]. 2011, april 01[citied on 2014, Maret
15th]. Available from: http://emedicine.medscape.com/
6. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrison’s Manual of Medicine 17 th
Edition. New York: McGraw-Hill, 2009; h.942-7
7. Sera M. Medical Condition Diseases [online].2013, maret 27[citied on 2014,
April 5th]. Available from: http://persify/medical-condition-diseases.com/
71