Anda di halaman 1dari 14

HIRSCHSPRUNG

I. PENDAHULUAN
Penyakit hirschsprung merupakan penyakit kongenital yang kelainannya
terletak pada tidak adanya sel ganglion (aganglionosis) pada pleksus submukosa
(meissner) dan mienterikus (auerbach) dari bagian usus tertentu terutama colon
sehingga menyebabkan dilatasi bagian proksimal colon tersebut (megacolon).
Megacolon yang terjadi ini didefinisikan sebagai ukuran diameter regio
rectosigmoid atau colon descendence > 6.5 cm, atau colon ascendence > 8 cm,
atau caecum > 12 cm pada film X-ray.(1,2)
Deskripsi klinis penyakit kongenital megacolon ini pertama kali
dikemukaan di pertemuan Berlin Society of Pediatrics tahun 1886 oleh seorang
dokter bernama Hirschsprung. Judul presentasi yang dibawakannya saat itu adalah
konstipasi pada bayi baru lahir akibat dilatasi dan hipertrofi colon. Sejak saat
itu, kelainan kongenital megacolon ini juga disebut penyakit hirsrchsprung.(3)
Kelainan ini biasanya dimulai dari ujung anus, akan tetapi panjang segmen
proksimal yang mengalami aganglionosis bervariasi. Aganglionosis dapat terjadi
sampai di flexura coli sinistra atau di sepanjang colon (8% kasus) hingga dapat
melibatkan sedikit bagian ileum (sangat jarang) yang disebut dengan longsegment hirschsprungs disease, atau hanya terbatas pada rectum (30% kasus) atau
region rectosigmoid (44% kasus) yang disebut short-segment hirschsprungs
disease, atau hanya melibatkan beberapa sentimeter proksimal pectin analis
(dentate line) yang disebut ultra-short segment hirschsprungs disease.(1,4)

Gambar 1. a colon yang normal: sel saraf (nerve cells) ditemukan di sepanjang
colon; b penyakit hirschsprung: sel saraf tidak ada setelah flexura coli sinistra
(dikutip dari kepustakaan 5)

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI


Berdasarkan studi epidemiologi yang ada, insiden penyakit hirschsprung
ini bervariasi mulai dari 1 per 5.000 sampai 1 per 10.000 kelahiran hidup. Hal ini
sesuai pula dengan hasil studi epidemiologi yang dilakukan di Baltimore, Amerika
Serikat pada tahun 1969 sampai 1977, yakni 18,6 per 100.000 kelahiran hidup.
(1,4,6,7)

Banyak studi menunjukkan bahwa lebih dari 45% pasien dengan penyakit
hirschsprung didiagnosis pada periode neonatal. Hingga tahun 1955, rata-rata
umur pada diagnosis penyakit hirschsprung adalah 45 bulan, tetapi kemudian
akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan diagnostik sehingga rata-rata umur
diagnosis adalah 6 bulan pada tahun 19711975. Persentase pasien yang
didiagnosis pada usia 3 bulan meningkat dari 20% pada sebelum tahun 1955
menjadi 64% pada tahun 19711975. Demikian pula diagnosis pada bayi berusia
1 bulan meningkat dari 5% menjadi 50%. Diagnosis lebih dini penyakit
hirschsprung ini kemudian menjadi sangat penting sebab komplikasi yang
ditimbulkan dapat berakibat kematian bila tidak segera ditangani. Pada beberapa
kasus yang jarang, penyakit hirschsprung juga dapat terjadi pada orang dewasa
dengan usia diagnosis rata-rata 26 tahun. Hal ini dimungkinkan karena pada
populasi dewasa, tipe ultra-short segment hirschsprungs disease yang bisa terjadi
hanya bermanifestasi sebagai konstipasi kronik dan lama-kelamaan bila gejala
telah nyata, keluhan ini akan menjadi perhatian penderita untuk diperiksakan ke
dokter.(1,3,4)
Berdasarkan sebaran menurut jenis kelamin, kejadian penyakit ini lebih
banyak pada laki-laki daripada perempuan dengan rasio 4,32:1, atau dengan kata
lain bervariasi dari 3:1 hingga 5:1 terutama pada tipe short-segment, sementara
insiden pada tipe long-segment hampir sama pada kedua jenis kelamin meskipun
laki-laki tetap lebih banyak dengan rasio 2:1.(1,4,7)
Dari penelitian juga didapatkan bahwa 9% anak yang menderita penyakit
ini ternyata juga terdiagnosis menderita Sindrom Down. Hal ini membuktikan
bahwa etiologi penyakit hirschsprung sebagian besar melibatkan faktor genetik.
Bahkan penelitian yang ada menunjukkan bahwa penyakit hirschsprung dapat
terjadi pada lebih dari 1 anggota keluarga pada 4-8% kasus.(7,8)

III. ETIOLOGI
Penyakit hirschsprung disebabkan oleh kelainan kongenital dimana tidak
adanya sel ganglion pada pleksus meissner dan auerbach usus terutama kolon.
Pada banyak studi, ditemukan bahwa faktor mutasi genetik berkaitan erat dengan
kelainan tersebut. Gen-gen yang dapat mengalami mutasi tersebut antara lain RET
proto-oncogen, c-kit, SOX10, ZFHXIB, dan ErbB2.(1)
Gen yang telah bermutasi tersebut bisa mengakibatkan defek pada saat
terjadi embriogenesis. Suatu studi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa
colon yang normal memiliki banyak NCAM (neural cell adhesion molecules),
akan tetapi NCAM tidak ditemukan pada bagian yang aganglionik pada penyakit
hirschsprung. NCAM ini diperkirakan berperan penting dalam pembentukan sel
ganglion pada saat embriogenesis.(8)
IV. ANATOMI
Anatomi yang paling sering terlibat pada penyakit hirschsprung ini adalah
colon. Di bawah ini adalah anatomi kolon pada proyeksi dinding perut.(9)

Keterangan:
1. Appendix vermiformis
2. Caecum
3. Colon ascendens

6. Colon transversum
7. Flexura coli dextra
8. Flexura coli sinistra

4. Coloncolon
descendens
Gambar 2. Proyeksi
pada dinding9.abdomen
Ileum anterior, letak colon
sigmoideum dan colon transversum sangat bervariasi.
5. Colon sigmoideum
(dikutip dari kepustakaan
9)
10.Rectum

Bila dilihat lebih ke dalam, maka gambaran kolon adalah sebagai berikut.(10)

Gambar 3. Colon, tampak anterior


(dikutip dari kepustakaan 10)
Penyakit hirschsprung dimulai dari anus ke bagian proksimal tertentu dari kolon,
dan lebih sering sampai region rectosigmoid.(10)

Gambar 4. Rectum dan anus, tampak anterior


(dikutip dari kepustakaan 10)
4

Bila dilakukan pemeriksaan radiologi dengan menggunakan double contrast, maka


gambaran radiologi colon normal akan tampak sebagai berikut.(9)
6

8
4

Keterangan:
1. Appendix vermiformis
2. Caecum
3. Colon descendens
4. Colon sigmoideum
5. Colon transversum
6. Flexura coli dextra
7. Flexura coli sinistra
8. Haustra (sacculationes) coli
9. Rectum

Gambar 5. Gambaran radiologi colon dan rectum dengan double contrast, AP


(dikutip dari kepustakaan 9)
V. PATOFISIOLOGI
Motilitas usus diatur oleh sistem saraf otonom dan sistem saraf enterik.
Sistem saraf enterik ini merupakan sistem saraf tersendiri pada saluran cerna yang
terletak di seluruh dinding saluran cerna. Terdapat 2 pleksus utama pada sistem
saraf enterik yakni pleksus submukosa (meissner) yang terletak pada lapisan
submukosa dan pleksus mienterikus (auerbach) yang terletak di antara otot
longitudinal dan sirkuler organ pencernaan termasuk colon. Sistem persarafan
inilah yang kemudian akan mengatur berbagai fungsi usus termasuk sekresi,
absorbsi, dan kecepatan motilitas usus.(11)
Sewaktu gerakan massa di kolon mendorong isi kolon ke dalam rectum,
terjadi peregangan rectum yang kemudian merangsang reseptor regang di dinding
rectum dan memicul refleks defekasi. Refleks defekasi ini disebabkan oleh
relaksasi muskulus sfingter ani internus dan kontraksi rectum dan sigmoid yang
lebih kuat. Bila muskulus sfingter ani eksternus yang berada di bawah kontrol
kesadaran juga berelaksasi, maka terjadilah defekasi.(12)
5

Pada penyakit hirschsprung, pleksus mienterikus dan submukosa tidak


terdapat pada dinding kolon yang mengalami aganglionosis, atau dengan kata lain
terjadi malformasi dari kompleks dan sistem saraf enterik usus. Malformasi ini
memungkinkan terjadinya defek pada fungsi saraf parasimpatis (kolinergik),
sementara fungsi saraf simpatis (adrenergik) menjadi lebih dominan. Akibatnya
terjadi gangguan pengaturan fungsi motilitas usus termasuk refleks defekasi yang
dimediasi oleh parasimpatis. Abnormalitas fungsional yang paling khas adalah
kegagalan refleks muskulus sfingter ani internus untuk berelaksasi setelah terjadi
peregangan rectum. Akibatnya feses yang terbentuk tidak dapat dikeluarkan
secara keseluruhan. Obstruksi yang terjadi dapat parsial pada awalnya sehingga
memungkinkan pengeluaran feses dalam jumlah sedikit. Namun bila hal ini
berlangsung lama, akan terjadi penumpukan massa feses yang menyebabkan
dilatasi di bagian proksimal aganglionosis yang kemudian tampak sebagai
megacolon.(2,3,11,13)
VI. DIAGNOSIS
a. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pada penyakit hirschsprung antara lain:
1. Adanya gejala obstruksi usus yang merupakan gejala yang paling khas
seperti:(3,11)
- pengeluaran mekonium terlambat (>48 jam setelah lahir) pada bayi
yang baru lahir
- konstipasi lama
- muntah
- distensi abdomen, yang bila lama telah berlangsung lama tampak
sebagai drum like belly
2. Enterocolitis dengan gejala berupa diare (pada 10% kasus) akibat stasis
dan pertumbuhan bakteri, dan bila berlangsung lama akan terjadi
perforasi colon yang dapat mengakibatkan sepsis dengan gambaran
klinik syok, gagal napas progresif, dan temperatur tubuh yang tidak
stabil.(3)

3. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan dapat terjadi baik akibat


malnutrisi maupun kelainan pertumbuhan yang memang terkait genetik
seperti down syndrome.(2,8)

Gambar 6. Gambaran klinik khas suatu obstruksi usus pada bayi yang menderita
penyakit hirschsprung
(dikutip dari kepustakaan 11)
b. Gambaran Radiologi
Pemeriksaan radiologis pada seorang pasien yang dicurigai menderita
penyakit hirschsprung maupun obstruksi usus besar penting dilakukan
untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan
yakni foto polos abdomen, dan yang paling penting adalah colon in loop
(barium enema) dengan double contrast, dan bila memungkinkan maka
modalitas CT scan juga dapat digunakan.(14)
1. Foto polos abdomen (BNO)
Pemeriksaan foto polos abdomen untuk penyakit hirschsprung
akan menunjukkan gambaran obstruksi kolon tipikal. Akan tetapi,
kekurangan dari pemeriksaan ini adalah identifikasi usus halus dan usus
besar yang sering tidak dapat dilakukan, sehingga tidak begitu spesifik.
Massa feses pada kolon sigmoid (biasanya terletak pada kuadran kanan
bawah abdomen) kadang-kadang dapat terlihat dan hal ini meningkatkan

kecurigaan akan suatu obstruksi akibat penyakit hirschsprung, akan tetapi


pemeriksaan barium enema diperlukan untuk konfirmasi diagnosis.(6)

Gambar 7. Foto polos abdomen dari balita dengan aganglionosis


rectosigmoid; Tampak dilatasi usus tanpa perbedaan yang jelas antar
lumen usus besar dan usus halus
(dikutip dari kepustakaan 3)
2. Colon in loop (barium enema) dengan double contrast
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang paling sering
dilakukan untuk menegakkan diagnosis penyakit hirschsprung. Colon in
loop

sebaiknya

menggunakan

double

contrast

karena

mampu

menampilkan mukosa kolon secara lebih rinci.(6,15)


Pada dasarnya pemeriksaan barium enema untuk pasien yang
dicurigai menderita penyakit hirschsprung tidak memerlukan persiapan
khusus seperti yang biasa dilakukan. Diagnosis radiologi penyakit
hirschsprung sangat bergantung pada penampakan zona transisi dari colon
aganglionik yang berukuran normal atau menyempit hingga colon yang
memiliki inervasi yang normal tapi mengalami dilatasi. Bila feses
dikeluarkan sebelum pemeriksaan dilakukan, maka zona transisi akan
lebih sulit untuk dideteksi.(6)

Terdapat beberapa gambaran radiologis penyakit hirschsprung


dengan colon in loop. Yang paling spesifik adalah zona transisi antara
colon aganglionik distal dengan usus ganglionik proksimal. Colon yang
aganglionik berukuran normal atau cenderung mengalami penyempitan,
dan di bagian proksimal pada usus yang normal biasanya mengalami
dilatasi. Zona transisi yang paling sering ditemukan adalah pada
rectosigmoid junction.(6)

Gambar 8. Penyakit hirschsprung; Barium enema: tampak penyempitan


segmen rectum dan dilatasi sigmoid dan colon descendence
(dikutip dari kepustakaan 16)

Gambar 9. Penyakit hirschsprung; Barium enema: penyempitan segmen


rectum dan dilatasi sigmoid dengan zona transisi berbentuk corong
(dikutip dari kepustakaan 14)
9

Bila pemeriksaan awal barium enema tidak membuktikan adanya


suatu penyakit hirschsprung, akan tetapi gambaran klinis sangat sesuai
dengan penyakit tersebut, maka pengambilan rontgen kembali setelah 24
dan 48 jam juga dapat bernilai diagnostik meskipun tidak sespesifik
gambaran zona transisi. Normalnya, barium akan keluar setelah 24 jam,
akan tetapi pada pasien dengan penyakit hirschsprung akan terjadi retensi
kontras setelah 24 bahkan sampai 48 jam.(6,17)

a
b
Gambar 10. menunjukkan klirens kontras setelah 48 jam yang tidak
efisien; a. Foto 24 jam setelah barium enema pada bayi baru lahir dengan
penyakit hirshcsprung, barium tertinggal di sebagian kolon. b. Foto pada
bayi yang sama 48 jam setelah barium enema, barium masih terdistribusi
di sepanjang kolon. (dikutip dari kepustakaan 17)

a
b
Gambar 11 menunjukkan klirens kontras setelah 48 jam yang efisien;
a. Foto 24 jam setelah barium enema pada bayi baru lahir tanpa penyakit
hirshcsprung, barium terdistribusi di sepanjang kolon. b. Foto pada bayi
yang sama 48 jam setelah barium enema, barium telah bersih pada kolon
ascendence dan proksimal kolon transversum. (dikutip dari kepustakaan
17)
10

3. CT scan abdomen
Penegakan diagnosis penyakit hirschsprung dengan menggunakan
modalitas CT scan jarang dilakukan. Keunggulan dari modalitas ini adalah
dapat menentukan dengan tepat lokasi zona transisi dan tempat kelainan
aganglionik yang berkorelasi dengan gambaran histopatologi.(18)

a
b
Gambar 13. a. dilatasi bagian proksimal rectum dan recosigmoid junction
yang berisi feses; b. zona transisi dan penyempitan dan penebalan dinding
bagian distal rectum (dikutip dari kepustakaan 18)
c. Patologi Anatomi
Gambaran

patologi

anatomi

dari

penyakit

hirschsprung

secara

makroskopis akan tampak dilatasi proksimal segmen yang aganglionik.


Bila berlangsung lama, bagian kolon proksimal yang memiliki inervasi
yang normal ini akan lebih berdilatasi dan dapat mencapai hingga 15-20
cm. Keadaan dilatasi inilah yang dikenal dengan istilah megacolon.(19)
Gambar 14.
Megacolon proksimal
dari segmen
aganglionik yang
menyempit yakni pada
colon sigmoid
(dikutip dari
kepustakaan 20)

11

Gambar 15. Megacolon yang terjadi pada colon descendence


(dikutip dari kepustakaan 21)
Pada preparat histopatologi hasil dari biopsy, maka akan tampak
hilangnya pleksus meissner dan auerbach pada bagian kolon yang
mengalami aganglionik.(22)

Gambar 16. a. tidak tampak adanya sel saraf yang terwarnai dengan
calretinin immunohistochemistry, ini menunjukkan diagnosis penyakit
hirschsprung. b. colon normal yang memiliki sel saraf yang terwarnai
(dikutip dari kepustakaan 22)

VII. DIAGNOSIS BANDING


Penyakit hirschsprung didiagnosis banding dengan penyakit yang juga
dapat menyebabkan obstruksi kolon atau distal usus halus, antara lain:(1,2,3)
Obstruksi mekanik; seperti meconium plug syndrome, malrotasi dengan
volvulus, hernia incarserata, atresia jejunoileal, atresia kolon, atau intususepsi.

12

Obstruksi fungsional; seperti perdarahan intracranial, kelainan metabolik


(hipotiroidisme,

hipokalemia,

feokromasitoma),

kelainan

neurologik

(parkinson, neuropati diabetik, chagas disease), atau obat-obatan.


Penyakit-penyakit tersebut juga dapat memberikan gambaran radiologi
berupa megacolon, akan tetapi yang paling khas pada gambaran radiologi barium
enema penyakit hirschsprung adalah adanya zona transisi antara kolon yang
mengalami dilatasi di bagian proksimal dengan kolon yang mengalami
penyempitan di bagian distal. Penegakan diagnosis juga memperhatikan gejala
dan gambaran klinis yang didapatkan.(6)
VIII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada penyakit hirschsprung meliputi:
1. Rectal wash out, yaitu dengan memasukkan cairan NaCl hangat melalui rectal
tube untuk mengeluarkan massa feses.(4)
2. Colostomi, dapat dilakukan untuk dekompresi awal bila operasi definitif akan
ditunda atau dilakukan pada neonatus sebab operasi definitif berhasil baik bila
dilakukan untuk umur 3-5 bulan, keuntungan colostomi adalah dapat dilakukan
frozen section untuk menentukan batas aganglionosis sehingga dapat
memudahkan operasi definitif.(2,5)
3. Operasi Definitif, merupakan pilihan yang paling baik dan utama dalam
penatalaksanaan penyakit hirschsprung. Operasi definitif yang dilakukan
dikenal dengan istilah pull-through, dan terdapat 3 prosedur yang sering
digunakan yakni Swenson, Soave, dan Duhamel. Operasi definitif ini bertujuan
untuk membuang segmen usus yang mengalami aganglionosis, kemudian
menyambung kedua ujung segmen yang normal.(2,5,3)

Gambar 17. Operasi pull-through (dikutip dari kepustakaan 5)


13

IX. PROGNOSIS
a. Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit hirschsprung sangat
bergantung pada early diagnosis (diagnosis awal) dan prompt treatment
(terapi yang cepat) yang sesuai prosedur medis yang baku. Operasi
definitif biasanya cukup berhasil dalam mengembalikan fungsi colon yang
normal. Mortalitas penyakit ini lebih tinggi pada usia kurang dari 1 tahun,
terutama pada pasien yang telah disertai komplikasi seperti enterocolitis,
perforasi, atau sepsis.(3,23)
b. Kelangsungan Organ
Colon yang mengalami aganglionik tidak dapat lagi berfungsi
dengan baik, sehingga operasi definitif pull-through merupakan satusatunya cara yang paling baik hingga saat ini untuk memperoleh fungsi
organ usus yang normal. Operasi ini sebaiknya tidak ditunda kecuali atas
indikasi tertentu. Hal ini untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi.
(3)

Untuk penyakit hirschsprung tipe long-segment, operasi pullthrough tetap dapat dilakukan tetapi risiko infeksi dapat lebih tinggi.
Pasien yang telah menjalani operasi ini diharuskan banyak minum karena
sebagian besar ususnya yang aganglionik telah dihilangkan.(5)

14

Anda mungkin juga menyukai