Anda di halaman 1dari 15

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN APRIL 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFARAT: BABY BLUE SYNDROME

DISUSUN OLEH:
Mirsha Hijriana
C014182057

RESIDEN PEMBIMBING:

dr. Mirna M. Zain

SUPERVISOR PEMBIMBING:

Dr. dr. Saidah Syamsuddin, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

1
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. 1

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 4

2.1 Definisi ......................................................................................................... 4

2.2 Epidemiologi ................................................................................................ 5

2.3 Etiologi ......................................................................................................... 5

2.4 Faktor Resiko ............................................................................................... 6

2.5 Gejala sindrome Baby Blues .......................................................................... 6

2.6 Patofisiologi.................................................................................................. 9

2.7. Penegakan Diagnosis .................................................................................... 9

2.8. Diagnosis Banding ..................................................................................... 10

2.9. Penatalaksanaan .......................................................................................... 12

BAB 3 KESIMPULAN ......................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 15

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Kematian dan kesakitan pada ibu hamil sejak lama telah menjadi masalah,
khususnya ditemui di negara-negara berkembang. Sekitar 25%-50% kematian
perempuan usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan.
WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan di seluruh dunia.
Dari jumlah ini, 20 juta perempuan mengalami kesakitan sebagai akibat
kehamilan, sekitar 8 juta mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih
dari 500.000 meninggal.1
Secara psikologis, ibu hamil mengalami ketakutan, kecemasan, dan
berbagai emosi lain yang muncul secara mendadak. Perubahan psikologis yang
labil terjadi pada trimester pertama dan biasanya disebabkan oleh
ketidaknyamanan fisik, misalnya tubuh yang dulunya langsing kini membesar,
sehingga dapat menurunkan rasa percaya diri pada ibu hamil. Pada saat trimester
akhir, ibu hamil tidak lagi dapat dengan leluasa bergerak. Kondisi psikologis yang
labil dapat berpengaruh terhadap pola tidur ibu hamil.2
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau setelah persalinan sampai 42 hari
persalinan merupakan periode penting bagi ibu dan bayi baru. Masa Nifas adalah
masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah
melahirkan. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari).3
Pasca melahirkan adalah periode dimana ibu menjalani hari yang
melelahkan. Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan
kondisi fisik dan psikis ibu, dan hal ini dapat memicu perasaan tertekan (stres).
Banyak ibu baru melahirkan mengalami depresi pasca persalinan atau lebih
dikenal sebagai sindrome Baby Blues. Sindrome Baby Blues adalah perasaan sedih
dan gundah yang dialami oleh sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan bayinya.
Umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih
buruk sekitar hari ke tiga atau empat setelah persalinan.4

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom baby blues yaitu suatu keadaan yang sifatnya sementara, dialami
sebagian besar ibu yang terjadi sebagai akibat perubahan-perubahan baik
fisiologis, hormonal, maupun psikologis. Gangguan ini terjadi 14 hari pertama
pasca melahirkan dan terjadi puncak reaksi gangguan pada 3 atau 4 hari pasca
melahirkan. Sindrom baby blues ini sering terjadi pada hampir setiap wanita pasca
melahirkan. Periode sindrom baby menjadi satu hal yang penting untuk digunakan
sebagai tanda paling awal apakah ibu mengalami sindrom baby blues atau tidak.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase- fase
sebagai berikut :4,6
a. Fase taking in. Merupakan periode ktergantungan yang berkelanjutan
dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Fokus
perhatian pada dirinya sendiri, nafsu makan meningkat, cenderung
pasif pada lingkungannya.
b. Fase taking hold. Berlangsung antara hari ke 3 – 10 post partum. Ibu
merasa khawatir akan ketidak mampuannnya dalam merawat bayi serta
mudah tersinggung. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung
terutama bagi ibu muda atau primipara karena pada fase ini seiring
dengan terjadinnya post partum blues. Pada fase ini merupakan
kesempatan yang baik untuk memberi penyuluhan.
c. Letting go. Berlangsung setelah 10 hari melahirkan. Fase ini
merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran baru sebagai
seorang ibu.
Sindrome Baby Blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek
ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan dan
memuncak pada hari ke tiga sampai kelima dan menyerang dalam rentang waktu
14 hari terhitung setelah persalinan.7

4
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian Baby blues atau sindrom baby blues di Asia cukup tinggi
dan bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian Baby Blues
atau sindrom baby blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan Di Indonesia
kurangnya perhatian terhadap masalah sindrom baby blues ini semakin diperparah
oleh anggapan awam yang keliru. Tidak sedikit orang yang menganggap sindrome
Baby Blues hanya dialami orang wanita-wanita di luar Indonesia, Sindrome Baby
Blues ini dianggap tidak terlalu penting. Kalaupun banyak yang mengalaminya,
sering hanya dianggap sebagai efek samping dari keletihan setelah melahirkan. 3
Angka kejadian syndrome baby blues pada ibu primipara 17,4% lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu multipara. Hal ini diperkuat oleh beberapa studi
yang menunjukkan wanita primipara mempunyai risiko lebih besar terhadap
syndrome baby blues. Sejalan dengan studi diatas, Machmudah (2010)
menyatakan bahwa ibu yang sudah pernah melahirkan dan berpengalaman dalam
merawat bayinya dibandingkan primipara, primipara akan cenderung mengalami
gangguan mood ringan postpartum. Sehingga dalam penelitiannya bahwa terdapat
pengaruh antara paritas dengan kemungkinan terjadinya sindrom baby blues.4

2.3 Etiologi
Penyebab sindrom baby blues tidak diketahui secara pasti, tapi diduga
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
memengaruhi terjadinya sindrom baby blues antara lain fluktuasi hormonal, faktor
psikologis dan kepribadian, adanya riwayat depresi sebelumnya, riwayat
kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, persalinan section caesarea,
kehamilan yang tidak direncanakan, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan
pada ibu yang menyusui dan mengalami kesulitan dalam menyusui serta ibu yang
tidak mempunyai pengalaman merawat bayi. Faktor internal lainnya yang dapat
mendukung terjadinya sindrom baby blues adalah kondisi kesehatan ibu selama
periode perinatal, penyakit yang menyertai ibu sebelum dan sesudah kehamilan
dapat membuat ibu merasa takut, cemas dan penuh ketegangan dan kekhawatiran
sehingga dapat memicu peningkatan hormon-hormon kortikosteroid. Perubahan

5
hormone kortikosteroid dapat memunculkan gejala perubahan denyut jantung,
nadi, pusing dan mudah lelah.5
Faktor psikologis dan kepribadian juga dapat mempengaruhi terjadinya
sindrom baby blues. Karakteristik ibu, kondisi bayi dan dukungan suami
merupakan faktor resiko terjadinya sindrom baby blues. Individu dengan
kepribadian terbuka dan positif, mempunyai resiko yang rendah untuk mengalami
sindrom baby blues selain itu adanya riwayat gangguan psikiatri dalam keluarga
juga mendukung terjadinya sindrom baby blues. Kondisi lain yang mendukung
terjadinya sindrom baby blues selain yang telah disebutkan diatas adalah respon
dari ketergantungan karena kelemahan fisik, harga diri rendah karena kelelahan,
jauh dari keluarga, ketidaknyamanan fisik dan ketegangan dengan peran baru
terutama pada perempuan yang tidak mendapat dukungan dari pasangannya.
Riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi juga dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya sindrom baby blues. Salah satu kasus persalinan dengan
komplikasi adalah persalinan lama. Persalinan lama dan persalinan dengan seksio
saesarea mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemungkinan terjadinya
sindrom baby blues. Dukungan suami berupa perhatian, komunikasi dan
hubungan emosional yang intim, merupakan faktor yang paling bermakna menjadi
pemicu terjadinya sindrom baby blues dan postpartum depresi. Buruknya
hubungan perkawinan dan tidak adekuatnya dukungan social mempengaruhi
kejadian sindrom baby blues.5
Namun, ada yang menyebutkan terdapat empat faktor utama yang
berpengaruh terhadap proses persalinan pada wanita, yaitu faktor jalan lahir
(passage), faktor janin (passanger), faktor tenaga atau kekuatan (power), dan
faktor psikologis. Wanita yang hamil dan akan melahirkan perlu memiliki
kondisi-kondisi psikologis yang stabil untuk membantunya dalam persalinan.
Sebaliknya perasaan cemas, takut, tegang, dan khawatir akan menyebabkan stress
pada ibu yang akan melahirkan sehingga proses persalinan tidak berjalan lancar.
Kondisi-kondisi psikologis seperti cemas dan stress ini bisa berlanjut pada ibu
setelah melahirkan, yang mana kondisi ini sebagai bentuk pengembangan
reaksireaksi ketakutan yang dirasakan sejak hamil sampai masa persalinan. Stress
pasca melahirkan cenderung dialami oleh sebagian besar ibu yang baru pertama

6
kali melahirkan. Kondisi stress ini menunjukkan bahwa sebagian ibu baru
mengalami perubahan emosional yaitu terkadang merasa bahagia dan di waktu
yang hampir bersamaan merasakan kesedihan tanpa sebab. Perubahan emosional
ini ditandai oleh adanya kekhawatiran akan perhatian dari suami atau keluarga
dekat yang teralihkan karena kehadiran bayi, ketakutan tubuhnya tidak lagi ideal,
kekhawatiran tidak bisa memberikan ASI kepada buah hati, gelisah dan hilangnya
minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai dan
dilakukan, merasa terabaikan oleh suami dan keluarga dekat, merasa lelah dan
kehilangan energi.4,7

2.4.1 Faktor Resiko


Dukungan sosial yang buruk, yang berarti tidak mempunyai seseorang
yang dipercaya untuk membantu atau mencurahkan pikiran dan perasaan dengan
teman karib. Selain itu, peristiwa kehidupan yang serius dan multipel, seperti
misalnya hubungan dengan keluarga atau rekan kerja yang sulit, perpindahan,
pekerjaan baru atau perubahan besar, kematian orang yang dicintai, masalah
keuangan yang serius. Riwayat premenstrual syndrome (PMS) sebelumnya,
gangguan menstruasi, dan atau kesulitan untuk hamil. Riwayat kekerasan waktu
kecil, termasuk kekerasan emosional, fisik dan seksual. Gangguan tiroid atau
riwayat keluarga dengan gangguan tiroid. Hal lainnya seperti hubungan dengan
ibu yang tidak harmonis, memiliki ibu yang mengalami depresi pasca persalinan,
peningkatan berat badan selama hamil dan penurunan berat yang sedikit setelah
melahirkan, pengalaman melahirkan yang traumatis, termasuk operasi caesar yang
tidak diharapkan atau premature, perselisihan perkawinan (marital discord) dan
kehamilan yang tidak diinginkan.8,9

2.5 Gejala Sindrome Baby Blues


Gambaran Klinis sindrome Baby Blues ditandai perasaan sedih, seperti
menangis, perasaan kesepian atu menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa
gagal dan tidak bisa tidur. Sindrome Baby Blues relatif ringan dan biasanya
berlangsung 2 minggu. Perbedaan dengan Post partum Depression adalah pada
frekuensi, intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam Post partum Depression,
gejala yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama.4

7
Gejala sindrom baby blues juga muncul sebagai reaksi yang dipicu oleh
situasi stres karena adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, atau
peristiwa-peristiwa lain yang dinilai sebagai potensial stres bagi seorang ibu
setelah melahirkan. Situasi stres tersebut diantaranya berkaitan dengan:
a. Proses persalinan, yaitu harapan persalinan yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau adanya perasaan kecewa dengan keadaan fisik bayinya.
Proses persalinan seperti sectio caesarea (khususnya karena alasan medis
yang diputuskan di luar perkiraan menjelang persalinan), partus prematur,
atau proses persalinan lama merupakan peristiwa yang harus dihadapi oleh
seorang ibu karena menjadi stresor dan menimbulkan sejumlah
konsekuensi.
b. Persepsi terhadap pelayanan petugas, yaitu interpretasi terhadap hasil
interaksi antara ibu yang akan, sedang, atau setelah melahirkan dengan
petugas kesehatan sebagai situasi mengancam dan menimbulkan
ketidaknyamanan.
c. Citra tubuh, yaitu aspek kehamilan lainnya yang memerlukan waktu
sebelum seorang wanita dapat beradaptasi. Perubahan pada ukuran tubuh
dan bentuk payudara, abdomen, penimbunan lemak, pigmentasi kulit serta
tanda regangan pada kulit yang secara keseluruhan membuat tubuh wanita
tersebut munkin tampak jelek, memberikan pengaruh yang berarti bagi
seorang wanita yang selalu ingin tampak rapi, ideal, dan menjaga
tubuhnya. Barangkali ia juga merasa khawatir jika dirinya sudah tidak
menarik lagi bagi suaminya.
d. Penambahan peran dan tanggung jawab baru sebagai ibu, yaitu kesadaran
wanita tentang peningkatan tanggung jawab karena menjadi ibu dan
merupakan respon psikologis normal yang muncul karena meningkatnya
naluri keibuan dan perlindungan terhadap bayi. Terbentuknya ikatan
merupakan langkah awal proses terjadinya saling ketertarikan dan saling
mereaksi antara orang tua dan bayi yang baru lahir. Munculnya respon
tersebut tidak lepas dari adanya peran mitos motherhood yang menyatakan
bahwa hanya dengan memiliki anak, maka seorang wanita dapat

8
mengaktualisasikan kemampuannya secara penuh dan mencapai puncak
makna dalam kehidupannya
e. Konsekuensi perluasan keluarga, yaitu munculnya harapan-harapan
pribadi dalam membina rumah tangga atau harapan-harapan dari orangtua
dan keluarga suami setelah kelahiran bayi. Mulai membina keluarga dan
membina rumah tangga sendiri sebagai tugas perkembangan yang harus
dijalani semakin diperkuat karena kehadiran buah hati. Selain itu,
hubungan dengan orang lain akan mengalami perubahan yang tidak
terelakkan. Seorang ibu mungkin merasakan adanya perbedaan pendapat
dengan mertua tentang perawatan bayi setelah melahirkan. Konsekuensi
lain dari perluasan keluarga dan juga penting adalah keadaan sosial ketika
bayi dilahirkan, terutama jika bayi mengakibatkan beban finansial atau
emosional bagi keluarga.
f. Pilihan karir atau tanggung jawab finansial. Meninggalkan pekerjaan
mungkin mulamula dapat diterima, tetapi seringkali tindakan ini
menimbulkan suatu kesenjangan dalam kehidupan seorang wanita yang
hamil. Hal ini terjadi karena ia akan merasa kehilangan teman-teman
sekerja, disiplin yang rutin dalam pekerjaan sehari-hari dan kemungkinan
pula perasaan bahwa dirinya tidak berguna. Keadaan ibu yang harus
kembali bekerja setelah melahirkan atau kesibukan dan tanggung jawab
dalam pekerjaannya berperan serta dalam munculnya sindrom baby blues.
g. Kelelahan fisik, yaitu kelelahan fisik akibat proses persalinan yang baru
dilaluinya berperan serta dalam munculnya sindrom baby blues. Tekanan
fisiologis yang terjadi sebagai akibat adanya penurunan tingkat hormon
tertentu secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar, dehidrasi, kehilangan
banyak darah, dan faktor fisik lain yang dapat menurunkan stamina ibu
ikut memicu labilitas emosi setelah bersalin.
h. Kurang merasakan dukungan sosial, yaitu kurangnya dukungan dari suami
dan orangorang sekitar, ketegangan dalam hubungan pernikahan dan
keluarga atau wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota
keluarga untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya.7

9
2.6 Patofisiologi
Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin,
dan estrol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara
bermakna setelah melahirkan. Ternyata estrogen memiliki efek supresi terhadap
aktivasi enzim monoamine oksidase, yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktivasi, baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana
hati dan kejadian depresi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang
sangat mendadak pada ibu. Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara
mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah melahirkan dan juga disertai
penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan
mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan serta di lain sisi terjadi
peningkatan dari hormon menyusui. Perubahan hormon yang cepat inilah bisa
mencetuskan terjadinya sindrome Baby Blues. Level neurosteroid berasal dari
hormon progesteron yang mengalami fluktuasi selama siklus menstruasi dan
memuncak saat kehamilan. Hormon sex yang dinamakan neurosteroid berikatan
dengan beberapa tipe reseptor termasuk reseptor gabaa untuk memodulasi
eksitabilitas dari sel otak. Kekurangan delta subunit reseptor gabaa pada wanita
menunjukkan sikap depresi dan gangguan cemas setelah melahirkan.10

2.8. Penegakan Diagnosis


Di luar negeri, skrining untuk mendeteksi gangguan mood/ depresi sudah
merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini
dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Edinburgh
Postnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang
teruji yang dapat mengukur intenstas perubahan perasaan depresi selama 7 hari
pasca persalinan. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan labilitas
perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain yang terdapat
pada sindrome Baby Blues.4

10
2.9. Diagnosis Banding

Psikosis Sindrom baby Depresi sindrom Sindrom


baby babyblues
Gejala Waham pikiran Memenuhi gejala gejala
membahayakan diri sendiri depresi, takut psikologis
atau bayinya. Ide bunuh diri melukai bayinya berupa sedih,
atau pembunuhan terhadap cemas dan
bayi emosi labil
Diagnosis  DSM V brief • DSM V : Sindrom
psychotic disorder MDD babyblues
with sindrom baby spesifik
onset dengan onset
 PPDGJ III F 53.1) peripartum
Gangguan mental • PPDGJ III : F
dan perilaku berat 53.0 :
yang berhubungan Gangguan
dengan masa nifas Mental dan
YTK perilaku
ringan yang
berhubungan
dengan masa
nifas YTK

Penatalaksanaan  Psychoeducation  Konseling Terapi


dan psychotherapy  Support suportif :
 Antispikotik atipikal groups reassurance
 ECT  SSRI

Waktu (sindrom Onset dapat terjadi minimal Onset dapat terjadi Onset
baby) 1 hari post partum dan paling cepat dalam memuncak
kurang dari 1 bulan sindrom 24 jam dan paling pada 3-5 hari
baby, puncaknya pada lambat beberapa dan
minggu kedua bulan setelah menghilang
kelahiran setelah 2
minggu

11
2.10. Penatalaksanaan
Sindrome Baby Blues biasanya ringan dalam keparahan dan akan selesai
secara spontan. Tidak ada pengobatan khusus diperlukan, selain dukungan dan
jaminan. Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala berlangsung lebih dari 2
minggu.8
Terdapat masing-masing satu faktor yang paling menonjol dalam membantu
penanggulangan sindrom baby blues diantara faktor-faktor internal dan eksternal
lain. Faktor internal yaitu sikap hati yang terbuka yang ditemukan pada
keseluruhan subjek, ditunjukkan dengan adanya penerimaan, penerimaan diri,
jaminan rasa aman/ perlindungan, pengungkapan diri, kepercayaan, dan proses
belajar. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor dukungan sosial yang muncul
pada keseluruhan subjek. Bentuk dukungan sosial yang diterima bisa beragam dan
mengarah pada ranah lingkungan yang lebih sempit, yaitu keluarga seperti
orangtua, suami, anak-anak dan saudara. Dukungan dapat berupa dukungan
emosional, penghargaan, informasi, dan instrumental.8
Macam-macam strategi penanggulangan yang digunakan dalam mengatasi
syndrome baby blues diantaranya adalah:7,8
1. Strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah
a. Tindakan langsung, yaitu memberi rangsangan, mengkonsumsi obat,
mencoba, mengatur jadwal, atau tindakan spesifik lain yang dilakukan
oleh subjek dan langsung mengarah pada penyelesaian masalah.
b. Mencari informasi, yaitu bertanya kepada orang-orang yang dianggap
berkompeten dan berpengalaman, seperti petugas kesehatan, ibu, atau
tetangga. Informasi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
membantu penyelesaian masalah.
c. Mencari dukungan dari orang lain untuk mendapatkan bantuan
langsung, yaitu mencari dukungan finansial atau tenaga dari anggota
keluarga lain, saudara atau petugas kesehatan.
d. Menunggu kesempatan yang paling tepat untuk mengatasinya, yaitu
menunda perawatan hingga bayi sedikit lebih besar, atau menunda
memikirkan masalah pekerjaan hingga bayi sehat berdasarkan

12
pertimbangan-pertimbangan dan pengenalan terhadap kelebihan atau
keterbatasan kemampuannya.

2. Strategi penanggulangan yang berfokus pada emosi


a. Strategi dengan pendekatan tingkahlaku - Tindakan langsung, yaitu
menegur, menolak, menghindar, mengalihkan pada bentuk perilaku
lain yang memiliki reriko lebih kecil, atau cara-cara yang spesifik
yang berhubungan langsung dengan situasi stressfull meski individu
menyadari bahwa keadaan tersebut tidak dapat menyelesaikan
masalahnya, namun dapat mengontrol respon emosionalnya. -
Mencari informasi, yaitu bertanya kepada petugas kesehatan. -
Mencari dukungan dari orang lain untuk mendapatkan dukungan
emosional atau penghargaan, yaitu mengeluh atau bercerita untuk
mendapatkan dukungan emosional atau penghargaan. - Mencari
ketenangan dan bantuan dari Tuhan dengan beribadah, yaitu berdoa
atau bersembahyang. - Pelepasan emosional, yaitu mengeluh agar
lega, bercanda, tertawa, bermain keluar, mencari kesibukan,
menangis, memaki, menasehati, atau menggoda.
b. Strategi dengan pendekatan kognitif - Menerima apa adanya dan
belajar menunda kepuasan. - Mendefinisikan kembali secara positif,
yaitu melihat dampak positif, berfikir realistis, menfokuskan pada
kebaikan yang diterima atau dirasakan, membuat pembandingan
dengan keadaan lain, memikirkan dampak yang lebih buruk,
menerima peristiwa sebagai cobaan. - Proses intrapsikis mekanisme
pertahanan diri, yaitu supresi, regresi, rasionalisasi, proyeksi, dan
penyangkalan. - Membiarkan diri larut dalam perasaan tidak
berdaya. Strategi penanggulangan maladaptif ini biasa dilakukan
subjek sebagai bentuk respon penanggulangan awal setelah
menyadari pengaruh situasi stressfull, sebelum melakukan penilaian
kembali dan menggunakan strategi penanggulangan lain yang lebih
tepat.7

13
BAB 3
KESIMPULAN
a. Sindrome Baby Blues atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues
atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi
dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan.
b. Banyak faktor yang bisa menyebabkan sindrome Baby Blues, yaitu : dari ibu,
bayi yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal,
hormone thyroid, perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang
menyebabkan sindrome Baby Blues. Ditandai perasaan sedih, seperti
menangis, perasaan kesepian atu menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa
gagal dan tidak bisa tidur. Sindrome Baby Blues relatif ringan dan biasanya
berlangsung 2 minggu.
c. Perbedaan dengan syndrome of sindrom baby distress adalah pada frekuensi,
intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam sindrom baby depression, gejala
yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Seseorang terdiagnosis
sindrome Baby Blues apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di
bawah ini. Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih,
murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya).
Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering
migrain. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak. Adanya
perasaan putus asa Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi
pasien mengalami Post partum Depression. Apabila gejala diatas tidak
disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat
atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan
yang berat. Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan
sindrom baby depression, bukan berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu
saja. Penanganan yang bisa dilakukan antara lain : istirahat yang cukup,
berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang paling
penting adalah melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Suryati. 2008. The Baby Blues and Postnatal Depression. Jurnal


Kesehatan Masyarakat. Vol. 2[2]: 191-193
2. Rustikayanti RN, et al. 2016. Korelasi Perubahan Psikologis Ibu Hamil
dengan Tingkat Kepuasan Seksual Suami. Bandung. Vol. 2[1]: 62-68
3. Yuliawan D, et al. 2010. Effect of Husband Support On The Quality Life
Sindrom baby Women at Working In The Public Health Miri District
Regency of Sragen. Surakarta.
4. Ningrum, SP. 2017. Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi
Sindrom baby Blues. Psympathic: Jurnal Ilmiah. Vol 4[2]: 205-210
5. Kurniasari D, et al. 2015. Hubungan Antara Karakteristik Ibu, Kondisi
Bayi Dan Dukungan Sosial Suami Dengan Sindrom baby blues Pada Ibu
Dengan Persalinan SC di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro
Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Holistik. Vol. 9[3]: 115-125
6. Kirana Y. 2015. Hubungan Tingkat Kecemasan Post Partum dengan
Kejadian Post Partum Blues di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Vol. 3[1]:
25-35
7. Koschchavtsev AG, et al. 2008. Baby Blues Syndrome as an Adaptation
Disorder in th Early Stages of Formation of the Mother-Child System.
Neuroscience and Behavioral Physiology. Vol. 38[4]: 439-440
8. Rahmandani A, et al. 2013. Strategi Penanggulangan (Coping) Pada Ibu
yang Mengalami Sindrom baby Blues di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Semarang.
9. Wijayanti K, et al. 2013. Gambaran Faktor-Faktor Risiko Sindrom baby
blues di Wilayah Kerja Puskesmas Blora. Vol. 2[5]: 57-64
10. Jayasima AM, et al. 2014. Sindrom baby blues Syndrom Pada Kelahiran
Anak Pertama. Development and clinical psychology. Vol. 3[1]:1-4

15

Anda mungkin juga menyukai