DISUSUN OLEH:
Mirsha Hijriana
C014182057
RESIDEN PEMBIMBING:
SUPERVISOR PEMBIMBING:
1
DAFTAR ISI
2.6 Patofisiologi.................................................................................................. 9
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Kematian dan kesakitan pada ibu hamil sejak lama telah menjadi masalah,
khususnya ditemui di negara-negara berkembang. Sekitar 25%-50% kematian
perempuan usia subur disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan.
WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 210 juta kehamilan di seluruh dunia.
Dari jumlah ini, 20 juta perempuan mengalami kesakitan sebagai akibat
kehamilan, sekitar 8 juta mengalami komplikasi yang mengancam jiwa, dan lebih
dari 500.000 meninggal.1
Secara psikologis, ibu hamil mengalami ketakutan, kecemasan, dan
berbagai emosi lain yang muncul secara mendadak. Perubahan psikologis yang
labil terjadi pada trimester pertama dan biasanya disebabkan oleh
ketidaknyamanan fisik, misalnya tubuh yang dulunya langsing kini membesar,
sehingga dapat menurunkan rasa percaya diri pada ibu hamil. Pada saat trimester
akhir, ibu hamil tidak lagi dapat dengan leluasa bergerak. Kondisi psikologis yang
labil dapat berpengaruh terhadap pola tidur ibu hamil.2
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang
berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau setelah persalinan sampai 42 hari
persalinan merupakan periode penting bagi ibu dan bayi baru. Masa Nifas adalah
masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6 minggu setelah
melahirkan. Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya
placenta sampai dengan 6 minggu (42 hari).3
Pasca melahirkan adalah periode dimana ibu menjalani hari yang
melelahkan. Kelelahan ini terkait dengan keadaan sang bayi maupun perubahan
kondisi fisik dan psikis ibu, dan hal ini dapat memicu perasaan tertekan (stres).
Banyak ibu baru melahirkan mengalami depresi pasca persalinan atau lebih
dikenal sebagai sindrome Baby Blues. Sindrome Baby Blues adalah perasaan sedih
dan gundah yang dialami oleh sekitar 50-80% wanita setelah melahirkan bayinya.
Umumnya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih
buruk sekitar hari ke tiga atau empat setelah persalinan.4
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom baby blues yaitu suatu keadaan yang sifatnya sementara, dialami
sebagian besar ibu yang terjadi sebagai akibat perubahan-perubahan baik
fisiologis, hormonal, maupun psikologis. Gangguan ini terjadi 14 hari pertama
pasca melahirkan dan terjadi puncak reaksi gangguan pada 3 atau 4 hari pasca
melahirkan. Sindrom baby blues ini sering terjadi pada hampir setiap wanita pasca
melahirkan. Periode sindrom baby menjadi satu hal yang penting untuk digunakan
sebagai tanda paling awal apakah ibu mengalami sindrom baby blues atau tidak.
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase- fase
sebagai berikut :4,6
a. Fase taking in. Merupakan periode ktergantungan yang berkelanjutan
dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Fokus
perhatian pada dirinya sendiri, nafsu makan meningkat, cenderung
pasif pada lingkungannya.
b. Fase taking hold. Berlangsung antara hari ke 3 – 10 post partum. Ibu
merasa khawatir akan ketidak mampuannnya dalam merawat bayi serta
mudah tersinggung. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistem pendukung
terutama bagi ibu muda atau primipara karena pada fase ini seiring
dengan terjadinnya post partum blues. Pada fase ini merupakan
kesempatan yang baik untuk memberi penyuluhan.
c. Letting go. Berlangsung setelah 10 hari melahirkan. Fase ini
merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran baru sebagai
seorang ibu.
Sindrome Baby Blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek
ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan dan
memuncak pada hari ke tiga sampai kelima dan menyerang dalam rentang waktu
14 hari terhitung setelah persalinan.7
4
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian Baby blues atau sindrom baby blues di Asia cukup tinggi
dan bervariasi antara 26-85%, sedangkan di Indonesia angka kejadian Baby Blues
atau sindrom baby blues antara 50-70% dari wanita pasca persalinan Di Indonesia
kurangnya perhatian terhadap masalah sindrom baby blues ini semakin diperparah
oleh anggapan awam yang keliru. Tidak sedikit orang yang menganggap sindrome
Baby Blues hanya dialami orang wanita-wanita di luar Indonesia, Sindrome Baby
Blues ini dianggap tidak terlalu penting. Kalaupun banyak yang mengalaminya,
sering hanya dianggap sebagai efek samping dari keletihan setelah melahirkan. 3
Angka kejadian syndrome baby blues pada ibu primipara 17,4% lebih
tinggi dibandingkan dengan ibu multipara. Hal ini diperkuat oleh beberapa studi
yang menunjukkan wanita primipara mempunyai risiko lebih besar terhadap
syndrome baby blues. Sejalan dengan studi diatas, Machmudah (2010)
menyatakan bahwa ibu yang sudah pernah melahirkan dan berpengalaman dalam
merawat bayinya dibandingkan primipara, primipara akan cenderung mengalami
gangguan mood ringan postpartum. Sehingga dalam penelitiannya bahwa terdapat
pengaruh antara paritas dengan kemungkinan terjadinya sindrom baby blues.4
2.3 Etiologi
Penyebab sindrom baby blues tidak diketahui secara pasti, tapi diduga
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang
memengaruhi terjadinya sindrom baby blues antara lain fluktuasi hormonal, faktor
psikologis dan kepribadian, adanya riwayat depresi sebelumnya, riwayat
kehamilan dan persalinan dengan komplikasi, persalinan section caesarea,
kehamilan yang tidak direncanakan, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), dan
pada ibu yang menyusui dan mengalami kesulitan dalam menyusui serta ibu yang
tidak mempunyai pengalaman merawat bayi. Faktor internal lainnya yang dapat
mendukung terjadinya sindrom baby blues adalah kondisi kesehatan ibu selama
periode perinatal, penyakit yang menyertai ibu sebelum dan sesudah kehamilan
dapat membuat ibu merasa takut, cemas dan penuh ketegangan dan kekhawatiran
sehingga dapat memicu peningkatan hormon-hormon kortikosteroid. Perubahan
5
hormone kortikosteroid dapat memunculkan gejala perubahan denyut jantung,
nadi, pusing dan mudah lelah.5
Faktor psikologis dan kepribadian juga dapat mempengaruhi terjadinya
sindrom baby blues. Karakteristik ibu, kondisi bayi dan dukungan suami
merupakan faktor resiko terjadinya sindrom baby blues. Individu dengan
kepribadian terbuka dan positif, mempunyai resiko yang rendah untuk mengalami
sindrom baby blues selain itu adanya riwayat gangguan psikiatri dalam keluarga
juga mendukung terjadinya sindrom baby blues. Kondisi lain yang mendukung
terjadinya sindrom baby blues selain yang telah disebutkan diatas adalah respon
dari ketergantungan karena kelemahan fisik, harga diri rendah karena kelelahan,
jauh dari keluarga, ketidaknyamanan fisik dan ketegangan dengan peran baru
terutama pada perempuan yang tidak mendapat dukungan dari pasangannya.
Riwayat kehamilan dan persalinan dengan komplikasi juga dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya sindrom baby blues. Salah satu kasus persalinan dengan
komplikasi adalah persalinan lama. Persalinan lama dan persalinan dengan seksio
saesarea mempunyai hubungan yang signifikan dengan kemungkinan terjadinya
sindrom baby blues. Dukungan suami berupa perhatian, komunikasi dan
hubungan emosional yang intim, merupakan faktor yang paling bermakna menjadi
pemicu terjadinya sindrom baby blues dan postpartum depresi. Buruknya
hubungan perkawinan dan tidak adekuatnya dukungan social mempengaruhi
kejadian sindrom baby blues.5
Namun, ada yang menyebutkan terdapat empat faktor utama yang
berpengaruh terhadap proses persalinan pada wanita, yaitu faktor jalan lahir
(passage), faktor janin (passanger), faktor tenaga atau kekuatan (power), dan
faktor psikologis. Wanita yang hamil dan akan melahirkan perlu memiliki
kondisi-kondisi psikologis yang stabil untuk membantunya dalam persalinan.
Sebaliknya perasaan cemas, takut, tegang, dan khawatir akan menyebabkan stress
pada ibu yang akan melahirkan sehingga proses persalinan tidak berjalan lancar.
Kondisi-kondisi psikologis seperti cemas dan stress ini bisa berlanjut pada ibu
setelah melahirkan, yang mana kondisi ini sebagai bentuk pengembangan
reaksireaksi ketakutan yang dirasakan sejak hamil sampai masa persalinan. Stress
pasca melahirkan cenderung dialami oleh sebagian besar ibu yang baru pertama
6
kali melahirkan. Kondisi stress ini menunjukkan bahwa sebagian ibu baru
mengalami perubahan emosional yaitu terkadang merasa bahagia dan di waktu
yang hampir bersamaan merasakan kesedihan tanpa sebab. Perubahan emosional
ini ditandai oleh adanya kekhawatiran akan perhatian dari suami atau keluarga
dekat yang teralihkan karena kehadiran bayi, ketakutan tubuhnya tidak lagi ideal,
kekhawatiran tidak bisa memberikan ASI kepada buah hati, gelisah dan hilangnya
minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang sebelumnya disukai dan
dilakukan, merasa terabaikan oleh suami dan keluarga dekat, merasa lelah dan
kehilangan energi.4,7
7
Gejala sindrom baby blues juga muncul sebagai reaksi yang dipicu oleh
situasi stres karena adanya ketidaksesuaian antara harapan dan kenyataan, atau
peristiwa-peristiwa lain yang dinilai sebagai potensial stres bagi seorang ibu
setelah melahirkan. Situasi stres tersebut diantaranya berkaitan dengan:
a. Proses persalinan, yaitu harapan persalinan yang tidak sesuai dengan
kenyataan atau adanya perasaan kecewa dengan keadaan fisik bayinya.
Proses persalinan seperti sectio caesarea (khususnya karena alasan medis
yang diputuskan di luar perkiraan menjelang persalinan), partus prematur,
atau proses persalinan lama merupakan peristiwa yang harus dihadapi oleh
seorang ibu karena menjadi stresor dan menimbulkan sejumlah
konsekuensi.
b. Persepsi terhadap pelayanan petugas, yaitu interpretasi terhadap hasil
interaksi antara ibu yang akan, sedang, atau setelah melahirkan dengan
petugas kesehatan sebagai situasi mengancam dan menimbulkan
ketidaknyamanan.
c. Citra tubuh, yaitu aspek kehamilan lainnya yang memerlukan waktu
sebelum seorang wanita dapat beradaptasi. Perubahan pada ukuran tubuh
dan bentuk payudara, abdomen, penimbunan lemak, pigmentasi kulit serta
tanda regangan pada kulit yang secara keseluruhan membuat tubuh wanita
tersebut munkin tampak jelek, memberikan pengaruh yang berarti bagi
seorang wanita yang selalu ingin tampak rapi, ideal, dan menjaga
tubuhnya. Barangkali ia juga merasa khawatir jika dirinya sudah tidak
menarik lagi bagi suaminya.
d. Penambahan peran dan tanggung jawab baru sebagai ibu, yaitu kesadaran
wanita tentang peningkatan tanggung jawab karena menjadi ibu dan
merupakan respon psikologis normal yang muncul karena meningkatnya
naluri keibuan dan perlindungan terhadap bayi. Terbentuknya ikatan
merupakan langkah awal proses terjadinya saling ketertarikan dan saling
mereaksi antara orang tua dan bayi yang baru lahir. Munculnya respon
tersebut tidak lepas dari adanya peran mitos motherhood yang menyatakan
bahwa hanya dengan memiliki anak, maka seorang wanita dapat
8
mengaktualisasikan kemampuannya secara penuh dan mencapai puncak
makna dalam kehidupannya
e. Konsekuensi perluasan keluarga, yaitu munculnya harapan-harapan
pribadi dalam membina rumah tangga atau harapan-harapan dari orangtua
dan keluarga suami setelah kelahiran bayi. Mulai membina keluarga dan
membina rumah tangga sendiri sebagai tugas perkembangan yang harus
dijalani semakin diperkuat karena kehadiran buah hati. Selain itu,
hubungan dengan orang lain akan mengalami perubahan yang tidak
terelakkan. Seorang ibu mungkin merasakan adanya perbedaan pendapat
dengan mertua tentang perawatan bayi setelah melahirkan. Konsekuensi
lain dari perluasan keluarga dan juga penting adalah keadaan sosial ketika
bayi dilahirkan, terutama jika bayi mengakibatkan beban finansial atau
emosional bagi keluarga.
f. Pilihan karir atau tanggung jawab finansial. Meninggalkan pekerjaan
mungkin mulamula dapat diterima, tetapi seringkali tindakan ini
menimbulkan suatu kesenjangan dalam kehidupan seorang wanita yang
hamil. Hal ini terjadi karena ia akan merasa kehilangan teman-teman
sekerja, disiplin yang rutin dalam pekerjaan sehari-hari dan kemungkinan
pula perasaan bahwa dirinya tidak berguna. Keadaan ibu yang harus
kembali bekerja setelah melahirkan atau kesibukan dan tanggung jawab
dalam pekerjaannya berperan serta dalam munculnya sindrom baby blues.
g. Kelelahan fisik, yaitu kelelahan fisik akibat proses persalinan yang baru
dilaluinya berperan serta dalam munculnya sindrom baby blues. Tekanan
fisiologis yang terjadi sebagai akibat adanya penurunan tingkat hormon
tertentu secara tiba-tiba dalam jumlah yang besar, dehidrasi, kehilangan
banyak darah, dan faktor fisik lain yang dapat menurunkan stamina ibu
ikut memicu labilitas emosi setelah bersalin.
h. Kurang merasakan dukungan sosial, yaitu kurangnya dukungan dari suami
dan orangorang sekitar, ketegangan dalam hubungan pernikahan dan
keluarga atau wanita yang tidak memiliki banyak teman atau anggota
keluarga untuk diajak berbagi dan memberikan perhatian terhadapnya.7
9
2.6 Patofisiologi
Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin,
dan estrol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun secara
bermakna setelah melahirkan. Ternyata estrogen memiliki efek supresi terhadap
aktivasi enzim monoamine oksidase, yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktivasi, baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan dalam suasana
hati dan kejadian depresi. Ketika bayi lahir, terjadi perubahan level hormon yang
sangat mendadak pada ibu. Hormon kehamilan (estrogen dan progesteron) secara
mendadak mengalami penurunan 72 jam setelah melahirkan dan juga disertai
penurunan kadar hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid yang menyebabkan
mudah lelah, penurunan mood, dan perasaan tertekan serta di lain sisi terjadi
peningkatan dari hormon menyusui. Perubahan hormon yang cepat inilah bisa
mencetuskan terjadinya sindrome Baby Blues. Level neurosteroid berasal dari
hormon progesteron yang mengalami fluktuasi selama siklus menstruasi dan
memuncak saat kehamilan. Hormon sex yang dinamakan neurosteroid berikatan
dengan beberapa tipe reseptor termasuk reseptor gabaa untuk memodulasi
eksitabilitas dari sel otak. Kekurangan delta subunit reseptor gabaa pada wanita
menunjukkan sikap depresi dan gangguan cemas setelah melahirkan.10
10
2.9. Diagnosis Banding
Waktu (sindrom Onset dapat terjadi minimal Onset dapat terjadi Onset
baby) 1 hari post partum dan paling cepat dalam memuncak
kurang dari 1 bulan sindrom 24 jam dan paling pada 3-5 hari
baby, puncaknya pada lambat beberapa dan
minggu kedua bulan setelah menghilang
kelahiran setelah 2
minggu
11
2.10. Penatalaksanaan
Sindrome Baby Blues biasanya ringan dalam keparahan dan akan selesai
secara spontan. Tidak ada pengobatan khusus diperlukan, selain dukungan dan
jaminan. Evaluasi lebih lanjut diperlukan jika gejala berlangsung lebih dari 2
minggu.8
Terdapat masing-masing satu faktor yang paling menonjol dalam membantu
penanggulangan sindrom baby blues diantara faktor-faktor internal dan eksternal
lain. Faktor internal yaitu sikap hati yang terbuka yang ditemukan pada
keseluruhan subjek, ditunjukkan dengan adanya penerimaan, penerimaan diri,
jaminan rasa aman/ perlindungan, pengungkapan diri, kepercayaan, dan proses
belajar. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor dukungan sosial yang muncul
pada keseluruhan subjek. Bentuk dukungan sosial yang diterima bisa beragam dan
mengarah pada ranah lingkungan yang lebih sempit, yaitu keluarga seperti
orangtua, suami, anak-anak dan saudara. Dukungan dapat berupa dukungan
emosional, penghargaan, informasi, dan instrumental.8
Macam-macam strategi penanggulangan yang digunakan dalam mengatasi
syndrome baby blues diantaranya adalah:7,8
1. Strategi penanggulangan yang berfokus pada masalah
a. Tindakan langsung, yaitu memberi rangsangan, mengkonsumsi obat,
mencoba, mengatur jadwal, atau tindakan spesifik lain yang dilakukan
oleh subjek dan langsung mengarah pada penyelesaian masalah.
b. Mencari informasi, yaitu bertanya kepada orang-orang yang dianggap
berkompeten dan berpengalaman, seperti petugas kesehatan, ibu, atau
tetangga. Informasi yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
membantu penyelesaian masalah.
c. Mencari dukungan dari orang lain untuk mendapatkan bantuan
langsung, yaitu mencari dukungan finansial atau tenaga dari anggota
keluarga lain, saudara atau petugas kesehatan.
d. Menunggu kesempatan yang paling tepat untuk mengatasinya, yaitu
menunda perawatan hingga bayi sedikit lebih besar, atau menunda
memikirkan masalah pekerjaan hingga bayi sehat berdasarkan
12
pertimbangan-pertimbangan dan pengenalan terhadap kelebihan atau
keterbatasan kemampuannya.
13
BAB 3
KESIMPULAN
a. Sindrome Baby Blues atau sering disebut juga dengan istilah maternity blues
atau post partum blues adalah gangguan emosi ringan yang biasanya terjadi
dalam kurun waktu 2 minggu atau 14 hari setelah ibu melahirkan.
b. Banyak faktor yang bisa menyebabkan sindrome Baby Blues, yaitu : dari ibu,
bayi yang di lahirkan dan lingkungan sekitar. Ketidakseimbangan hormonal,
hormone thyroid, perubahan gaya hidup juga dilaporkan sebagai faktor yang
menyebabkan sindrome Baby Blues. Ditandai perasaan sedih, seperti
menangis, perasaan kesepian atu menolak bayi, cemas, bingung, lelah, merasa
gagal dan tidak bisa tidur. Sindrome Baby Blues relatif ringan dan biasanya
berlangsung 2 minggu.
c. Perbedaan dengan syndrome of sindrom baby distress adalah pada frekuensi,
intensitas dan lamanya durasi gejala. Dalam sindrom baby depression, gejala
yang lebih sering, lebih intens dan lebih lama. Seseorang terdiagnosis
sindrome Baby Blues apabila terlihat secara psikologis kejiwaannya seperti di
bawah ini. Perasaan cemas, khawatir ataupun was was yang berlebihan, sedih,
murung, dan sering menangis tanpa ada sebab (tidak jelas penyebabnya).
Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering
migrain. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus anak. Adanya
perasaan putus asa Jika pasien mengalaminya lebih dari 2 minggu, bisa jadi
pasien mengalami Post partum Depression. Apabila gejala diatas tidak
disadari dan lama kelamaan tekanan atau stres yang dirasakan semakin kuat
atau semakin besar maka penderita akan mengalami depresi pasca melahirkan
yang berat. Meskipun gejalanya cukup ringan bila dibandingkan dengan
sindrom baby depression, bukan berarti sindrom ini bisa di abaikan begitu
saja. Penanganan yang bisa dilakukan antara lain : istirahat yang cukup,
berolahraga teratur, mengkonsumsi makanan yang bergizi, dan yang paling
penting adalah melakukan relaksasi agar emosi tetap terjaga.
14
DAFTAR PUSTAKA
15