Disusun Oleh :
1. Wida Rafika Rusli
P17420213037
P17420213039
Tingkat II A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Periode postpartum adalah interval antara kelahiran baru lahir dan kembalinya organ
reproduksi pada state non kehamilan normal. Periode ini kadang-kadang disebut sebagai
puerperium, atau ke empat trimester kehamilan. Meskipun puerpurium sudah dengan
tradisional dipertimbangkan paling akhir 6 minggu, waktu ini jenis kerangka diantara wanita.
Fisiologi yang jelas merubah yang terjadi sebagai proses kehamilan terbalik adalah normal.
Untuk menyediakanperawatan selama periode penyembuhan yang menguntungkan bagi ibu,
anaknya, dan keluarganya, perawat harus mensintesis pengetahuan tentang anatomi
maternitas dan fisiologi periode penyembuhan, fisik kelahiran baru dan karakteristik sifat,
kegiatan perawatan anak, dan keluarga merespon kelahiran anak (Lowdermilk, 2010).
Depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan melemahnya
kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan
kesulitan dalam berfikir. Lebih lanjut kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai
kecemasan, kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat
diri atau kecenderungan bunuh diri (Kartono, 2002).
Depresi postpartum merupakan salah satu masalah kesehatan mental khususnya bagi
para ibu yang baru saja melahirkan. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah dalam hubungan
ibu dan bayi, gangguan psikopatologis pada bayi dan keterlambatan perkembangan bayi
(Clark et al, 2003). Ragam gangguan tersebut terjadi karena perempuan yang mengalami
Depresi postpartum cenderung diliputi perasaan sedih sehingga kurang peka untuk
memberikan afek positif pada bayinya. Akibatnya, bayi juga tidak belajar mengembangkan
afek positif dan menimbulkan rasa kurang aman pada diri bayi dalam proses perkembangan
mereka kelak (Clark, et al, 2003). Bayi-bayi dari ibu yang mengalami Depresi postpartum
cenderung mengalami gangguan orientasi, afek depresi, gangguan tidur (irregular sleep), dan
beberapa jenis gangguan fisik lain di samping hambatan perkembangan verbal, gangguan
perilaku dan keterlambatan perkembangan skolastik (Clark et al, 2003).
Menurut (Lowdermilk, 2008), penyebab PPD mungkin karena factor biologis,
psikologis, situasional dan banyak factor lainnya. Itu mempengaruhi 13% wanita di seluruh
dunia.
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI TENTANG GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA IBU POST PARTUM
A. Post Partum Blues
1. Pengertian
Baby blues adalah gangguan kesehatan mental yang paling awal dominan pada periode
post partum, biasanya terjadi sampai 4 minggu kelahiran (Lowdermilk, 2008)
Baby blues syndrome merupakan sindroma gangguan afek ringan yang sering nampak
pada beberapa saat setelah persalinan sampai beberapa bulan kemudian, yang ditandai
dengan gejala depresi seperti cemas, menangis dan takut. Post partum blues adalah
keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau
kemurungan) / gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan
hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta
dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan
endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu (Suhandi, 2007).
2. Etiologi
Menurut (Bobak, 2004) penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
a) Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin dan estradiol.
b) Faktor demografi
Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang
perempuan untuk melahirkan pada usia antara 2030 tahun, dan hal ini mendukung
masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia
perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
Ibu
mengalami
ketakutan
pada
bayinya
tentang
adanya
beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale
(EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur
intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaanpertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues (Lowdermilk, 2008)
5. Penatalaksanaan
(Harry, 2010) Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues
ada dua cara yaitu :
a) Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan
dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
2) Dapat memahami dirinya
3) Dapat mendukung tindakan konstruktif.
4) Dengan cara peningkatan support mental
b) Peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya :
1) Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan
rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
2) Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi
kesibukan merawat bayi.
3) Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya.
4) Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir.
5) Memperbanyak dukungan dari suami.
6) Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan.
7) Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja
melahirkan.
8) Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu.
9) Mengganti suasana dengan bersosialisasi.
10) Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya.
c) Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada
diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
1) Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi.
ibu
psikopatologis pada
bayi dan
a) Mimpi buruk.
Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi mimpi yang menakutkan,
individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b) Insomnia.
Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti
kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c) Phobia.
Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat
dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional
adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan
mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan
merasakan emosi yang bermacammacam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan
syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah
mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk
kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan
operasi dan jarum.
d) Kecemasan
Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahuinya.
e) Meningkatnya sensitivitas
Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan
diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus
belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia
terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya
rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif
akan meningkatkan sensitivitas ibu
f) Perubahan mood.
Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan,
sedih murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia,
anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan
untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang
ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis
terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan
perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benarbenar
memusuhi bayinya.
4. Pemeriksaan Diagnostik
(Lowdermilk, 2008) Cara mendiagnosa depresi post partum adalah dengan
menggunakan teknik EPDS Edinburgh postnatal depression scale (EPDS) ialah salah
satu metode untuk mendeteksi depresi pasca persalinan. Walaupun tidak umum, EPDS
dapat dengan mudah digunakan selama 6 minggu pasca persalinan.EDPS berupa
kuisioner yang terdiri dari dari 10 pertanyaan mengenai bagaimana perasaan pasien
dalam satu minggu terakhir.
5. Penatalaksanaan
(Harry, 2010) Ada dua macam perawatan depresi :
a) Terapi bicara
Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja sosial untuk mengubah apa
yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat menderita depresi.
b) Obat medis
Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum mengkonsumsi obat anti
depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana yang tepat dan aman bagi bayi
untuk dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui.
Penatalaksanaan pada depresi post partum :
2. Etiologi
Adapun penyebab dari psikosa postpartum menurut (Herawati Mansur, 2010) adalah :
a) Perubahan hormonal .
Delusi
2)
Halusinasi
3)
4)
4. Diagnosis
Cara mendiagnosa depresi post partum menurut (Lowdermik, 2008) adalah dengan
menggunakan teknik EPDS Edinburgh postnatal depression scale (EPDS) ialah salah
satu metode untuk mendeteksi depresi pasca persalinan. Walaupun tidak umum,
EPDS
dapat
dengan
mudah
digunakan
selama
minggu
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih
murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan
perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien.
d. Riwayat Persalinan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri
dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad,
1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa
kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang
dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi
adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
e. Citra Diri Ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat
mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra
tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan
dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan
kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual
akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
f. Interaksi Orang Tua-Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua
dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat
ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan
untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas
keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan
anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah
ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses
untuk menegakkan hubungan mereka.
g. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social
yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif
ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang
diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya
melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya,
dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka.
Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik
untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,
dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara
berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan
untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya
sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
kelahiran).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari hari ke-3.
f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5
pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar
jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi
lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus
ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum
48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih
dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
1. Pemeriksaan Fisik
Untuk mengetahui keadaan setiap bagian tubuh dan pengaruhnya terhadap kehamilan
untuk diupayakan pencegahan dan penanggulangannya.
a) Pemeriksaan Keadaan Umum
Meliputi pemeriksaan tekanan darah,nadi,suhu dan pernafasan.ibu dengan
gangguan jiwa didapatkan tekanan darah,suhu,nadi dan pernafasan melebihi dari
normal.
b) Pemeriksaan khusus
Secara inspeksi
Yaitu pemeriksaan pandang yang di mulai dari kepala sampai kaki.yang di nilai
adalah kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit, rambut, muka,
konjungtiva, sclera, hidung dan telinga, mulut apakah ada karies stomatitis, karang
gigi, leher apakah ada pembesaran kelenjer gondok, payu dara apakah simetris kiri
dan kanan, keadaan putting susu menonjol atau tidak, colostrums ada atau tidak,
perut membesar sesuai dengan tua kehamilan, apakah ada bekas luka operasi,
vulva apakah bersih, ada varises atau tidak, oedema dan pengeluaran dari vagina.
Anus apakah ada hemoroid, extremitas atas dan bawah apakah ada kelainan.
c) Pemeriksaan penunjang
1) Dilakukan pemeriksaan Hb.
2) Tes kejiwaan dengan cara berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan,
psikiater dan psikologi.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan
pengetahuan
tentang
perawatan
bayi
berhubungan
dengan
INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan
Kekurangan pengetahuan tentang perawatan bayi berhubungan dengan kekurangan
pengalaman atau kekurangan dukungan
Hasil yang diharapkan
Orang tua menyediakan keamanan dan perawatan yang cukup dan bayi terlihat sehat.
Intervensi Keperawatan / Rasional
1. Observasi secara rutin perawatan bayi (mandi, BAB/BAK, makan, bermain) untuk
mengevaluasi ketenangan orang tua dengan perawatan dan kecukupan tehnik.
2. Observasi penampilan bayi (rasio tinggi dan berat badan, lingkar kepala, ubunubun, kesehatan dan turgor kulit), dan kaji tanda-tanda vital bayi, bunyi secara
keseluruhan, reflek, dan umur yang tepat mengembangkan kemampuan mental
untuk mengevaluasi untuk indikasi tanda-tanda perawatan yang tidak cukup.
3. Selidiki system dukungan yang tersedia untuk perawatan bayi untuk menentukan
kecukupan system yang ada.
4. Demonstrasikan secara rutin perawatan yang menyusahkan, dan sudah melibatkan
anggota keluarga kembali ke demonstrasi untuk memfasilitasi kemajuan dalam
perawatan.
5. Sediakan tindak lanjut secara terus menerus dan penyerahan sebagai kebutuhan
untuk meyakinkan bahwa mengidentifikasi dan kekurangan perawatan aktual
ditujukan dan dipecahkan.
Diagnosa Keperawatan
Pola tidur yang terganggu berhubungan dengan permintaan bayi dan interupsi
lingkungan
Hasil yang diharapkan
Wanita tidur untuk periode yang tidak menginterupsi dan keadaan yang dia rasakan
istirahat pada saat bangun.
Intervensi keperawatan / Rasional
1. Diskusikan rutinitas wanita, dan faktor-faktor yang spesifik yang mengganggu
dengan tidur untuk menentukan ruang lingkup masalah dan intervensi langsung.
2. Jelajahi cara wanita dan lain-lainyang signifikan dapat membuat lingkungan lebih
kondusif unttuk tidur (sebagai contoh privasi, kegelapan, kesunyian, rub balik,
susu hangat)
Diagnosa Keperawatan
Resiko pemeliharaan rumah yang terganggu berhubungnan dengan tambahan anggota
keluarga baru, sumber yang tidak mencukupi, atau system yang tidak mencukupi.
Hasil yang diharapkan
Rumah yang menunjukan tanda keamanan dan lingkungan yang fungsional
Intervensi Keperawatan / Rasional
1. Observasi lingkungan rumah (sebagai contoh ruang hidup yang memadai dan
pengaturan tidur; kecukupan fasilitas untuk persiapan makan dan penyimpanan;
higinitas, dan toileting; semua stase perbaikan; kebersihan; kehadiran resiko
keamanan) untuk menentukan kecukupan dan keefektifan penggunaan sumber.
Diagnosa keperawatan
Resiko proses keluarga yang terganggu berhubungan dengan pencantuman anggota
keluarga baru.
Hasil yang diharapkan
Bayi dengan sukses masuk kedalam struktur keluarga.
3. Implementasi
Lowdermilk (2008) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensiintervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Komponen dalam tahap
implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan
respon pasien terhadap asuhan keperawatan. Implementasi yang dikerjakan perawat
tentunya memiliki tujuan yaitu membantu menghilangkan masalah kesehatan yang
diderita oleh pasien.
4. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang
ditetapkan yaitu meliputi : kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu
dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga
akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin
bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat
dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif, dan
setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang
sehat (Lowdermilk, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta :
EGC.
Clark et al. 2003. National Mental Health Association.
Harry, 2010. Jurnal Keperawatan Maternitas : Pemeriksaan Diagnostik.
Kartono, K. 2002. Gangguan Psikis. Jakarta : Sinar Baru.
Mansur, Herawati. 2010. Psikologi Ibu Dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika.
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Maryunani , Anik. 2010. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas ( Postpartum ). Jakarta : Trans.
M. Wilkinson Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Suherni , dkk. 2010. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.
Yanita, A. dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan tentang Dukungan Suami dalam Usaha
Menanggulangi Gejala Depresi Pasca Persalian Vol. 3. No. 5 (35-36). Jakarta : Universitas
Tarumanegara.