Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN


GANGGUAN PSIKOLOGIS
Makalah Ini Disusun Demi Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas
Dosen Pengampu : Siti Mulidah, S. Pd, S. Kep, M. Kes.

Disusun Oleh :
1. Wida Rafika Rusli

P17420213037

2. Yoga Trilintang Pamungkas P17420213038


3. Yunita Wigatiningsih

P17420213039

Tingkat II A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015

BAB I
PENDAHULUAN
Periode postpartum adalah interval antara kelahiran baru lahir dan kembalinya organ
reproduksi pada state non kehamilan normal. Periode ini kadang-kadang disebut sebagai
puerperium, atau ke empat trimester kehamilan. Meskipun puerpurium sudah dengan
tradisional dipertimbangkan paling akhir 6 minggu, waktu ini jenis kerangka diantara wanita.
Fisiologi yang jelas merubah yang terjadi sebagai proses kehamilan terbalik adalah normal.
Untuk menyediakanperawatan selama periode penyembuhan yang menguntungkan bagi ibu,
anaknya, dan keluarganya, perawat harus mensintesis pengetahuan tentang anatomi
maternitas dan fisiologi periode penyembuhan, fisik kelahiran baru dan karakteristik sifat,
kegiatan perawatan anak, dan keluarga merespon kelahiran anak (Lowdermilk, 2010).
Depresi adalah keadaan patah hati atau putus asa yang disertai dengan melemahnya
kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan
kesulitan dalam berfikir. Lebih lanjut kartono menjelaskan bahwa gangguan depresi disertai
kecemasan, kegelisahan dan keresahan, perasaan bersalah, perasaan menurunnya martabat
diri atau kecenderungan bunuh diri (Kartono, 2002).
Depresi postpartum merupakan salah satu masalah kesehatan mental khususnya bagi
para ibu yang baru saja melahirkan. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah dalam hubungan
ibu dan bayi, gangguan psikopatologis pada bayi dan keterlambatan perkembangan bayi
(Clark et al, 2003). Ragam gangguan tersebut terjadi karena perempuan yang mengalami
Depresi postpartum cenderung diliputi perasaan sedih sehingga kurang peka untuk
memberikan afek positif pada bayinya. Akibatnya, bayi juga tidak belajar mengembangkan
afek positif dan menimbulkan rasa kurang aman pada diri bayi dalam proses perkembangan
mereka kelak (Clark, et al, 2003). Bayi-bayi dari ibu yang mengalami Depresi postpartum
cenderung mengalami gangguan orientasi, afek depresi, gangguan tidur (irregular sleep), dan
beberapa jenis gangguan fisik lain di samping hambatan perkembangan verbal, gangguan
perilaku dan keterlambatan perkembangan skolastik (Clark et al, 2003).
Menurut (Lowdermilk, 2008), penyebab PPD mungkin karena factor biologis,
psikologis, situasional dan banyak factor lainnya. Itu mempengaruhi 13% wanita di seluruh
dunia.

BAB II
PEMBAHASAN
TEORI TENTANG GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA IBU POST PARTUM
A. Post Partum Blues
1. Pengertian
Baby blues adalah gangguan kesehatan mental yang paling awal dominan pada periode
post partum, biasanya terjadi sampai 4 minggu kelahiran (Lowdermilk, 2008)
Baby blues syndrome merupakan sindroma gangguan afek ringan yang sering nampak
pada beberapa saat setelah persalinan sampai beberapa bulan kemudian, yang ditandai
dengan gejala depresi seperti cemas, menangis dan takut. Post partum blues adalah
keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak nyaman (kesedihan atau
kemurungan) / gangguan suasana hati setelah persalinan, yang berkaitan dengan
hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta
dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan
endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu (Suhandi, 2007).
2. Etiologi
Menurut (Bobak, 2004) penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
a) Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron,
prolaktin dan estradiol.
b) Faktor demografi
Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang
perempuan untuk melahirkan pada usia antara 2030 tahun, dan hal ini mendukung
masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia
perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.

c) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.


Semakin sedikit pengalaman ibu tentang persalinan atau kehamilan, maka semakin
rentan ibu terkena gangguan psikologis pada masa post partum
d) Latar belakang psikososial ibu
Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial
ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga
dan teman).
e) Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi
secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang
menakan.

Ibu

mengalami

ketakutan

pada

bayinya

tentang

adanya

ketidaksempurnaan pada bayinya.


3. Gejala Klinis Postpartum Blues
Menurut (Bobak, 2004) gejala post partum blues antara lain tangisan singkat, perasaan
kesepian atau ditolak, cemas, bingung, gelisah, letih, pelupa dan tidak dapat tidur.
Reaksi ini dapat terjadi setiap waktu, setiap wanita melahirkan tetapi sering terjadi pada
hari ke 3 atau ke empat pasca partum dan memuncak pada hari ke lima sampi 14 pasca
partum
Gejala - gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika masih
berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut postpartum
depression. Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi
perhatian khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca salin, dan
telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga mempunyai
kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post-partum blues di luar
negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat bervariasi antara 2685%, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria
diagnosis yang digunakan
4. Pemeriksaan Diagnostik
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah merupakan acuan
pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining ini dapat dipergunakan

beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale
(EPDS) merupakan kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur
intensitas perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaanpertanyaannya berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah
serta mencakup hal-hal lain yang terdapat pada post-partum blues (Lowdermilk, 2008)
5. Penatalaksanaan
(Harry, 2010) Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues
ada dua cara yaitu :
a) Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan
dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1) Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
2) Dapat memahami dirinya
3) Dapat mendukung tindakan konstruktif.
4) Dengan cara peningkatan support mental
b) Peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya :
1) Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan
rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
2) Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi
kesibukan merawat bayi.
3) Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya.
4) Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir.
5) Memperbanyak dukungan dari suami.
6) Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan.
7) Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja
melahirkan.
8) Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu.
9) Mengganti suasana dengan bersosialisasi.
10) Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya.
c) Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada
diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
1) Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi.

2) Tidurlah ketika bayi tidur.


3) Berolahraga ringan.
4) Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu.
5) Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi.
6) Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan.
7) Bersikap fleksibel.
8) Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x.
9) Bergabung dengan kelompok ibu.
B. Depresi Post Partum
1. Pengertian
PPD adalah kesedihan yang hebat dan sering dengan keadaan jiwa yang berat, labil dan
lebih serius serta menetap daripada post partum blues. Ketakutan yang sering, marah,
cemas, dan kemurungan yang menetap sampai beebrapa minggu kelahiran bayi pertama
adalah bukan bagian normal dari post partum blues. Terjadi pada kuranglebihnya 1015% ibu baru, gejala ini jarang menghilang tanpa pertolongan dari luar (Lowdermilk,
2008)
Depresi postpartum merupakan salah masalah kesehatan mental khususnya bagi para
ibu yang baru saja melahirkan. Kondisi ini dapat menimbulkan masalah dalam
hubungan

ibu

dan bayi, gangguan

psikopatologis pada

bayi dan

keterlambatan perkembangan bayi (Clark, et al : 2003)


2. Etiologi
Penurunan cepat tingkat reproduksi hormon yang terjadi setelah melahirkan dikatakan
dapat berkembang menjadi depresi pada wanita dengan depresi postpartum. Penurunan
hormon progesteron signifikan berhubungan dengan perubahan suasana hati dengan
sebuah pengaruh tambahan pada pola makan.
Walaupun penyebab depresi cenderung pada tingkat penurunan hormon, beberapa
faktor lain mungkin menjadi penyebab terjadinya depresi post partum. Kejadian stress
dalam hidup, riwayat depresi sebelumnya, dan riwayat keluarga yang mengalami
gangguan mood, semua dikenal sebagai prediktor depresi mayor pada wanita. (Clark, et
al : 2003)

Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi


pascasalin dipengaruhi oleh faktor :
a) Faktor umur.
Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang
perempuan untuk melahirkan pada usia antara 2030 tahun, dan hal ini mendukung
masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia
perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan
dengan kesiapan mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
b) Faktor pengalaman.
Beberapa penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan
Inwood mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak ditemukan pada
perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang
berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi dirinya dan
dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Le Masters yang
melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah mengajukan hipotesis
bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran bayi pertama.
c) Faktor pendidikan.
Perempuan yang berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran,
antara tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau
melakukan aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah
tangga dan orang tua dari anakanak mereka (Kartono, 2002).
d) Faktor selama proses persalinan.
Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan
selama proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada
saat persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.

e) Faktor dukungan sosial.


Banyaknya kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin,
beban seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab depresi
postpartum adalah faktor konstitusional, faktor fisik yang terjadi karena adanya
ketidakseimbangan hormonal, faktor psikologi, faktor sosial dan karakteristik ibu.
3. Gambaran Klinis Depresi Postpartum
(Kartono, 2002) Depresi postpartum mempunyai karakteristik yang spesifik antara lain :

a) Mimpi buruk.
Biasanya terjadi sewaktu tidur REM. Karena mimpi mimpi yang menakutkan,
individu itu sering terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b) Insomnia.
Biasanya timbul sebagai gejala suatu gangguan lain yang mendasarinya seperti
kecemasan dan depresi atau gangguan emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c) Phobia.
Rasa takut yang irasional terhadap sesuatu benda atau keadaan yang tidak dapat
dihilangkan atau ditekan oleh pasien, biarpun diketahuinya bahwa hal itu irasional
adanya. Ibu yang melahirkan dengan bedah Caesar sering merasakan kembali dan
mengingat kelahiran yang dijalaninya. Ibu yang menjalani bedah Caesar akan
merasakan emosi yang bermacammacam. Keadaan ini dimulai dengan perasaan
syok dan tidak percaya terhadap apa yang telah terjadi. Wanita yang pernah
mengalami bedah Caesar akan melahirkan dengan bedah Caesar pula untuk
kehamilan berikutnya. Hal ini bisa membuat rasa takut terhadap peralatan peralatan
operasi dan jarum.
d) Kecemasan
Ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan akan
terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, tetapi sumbernya sebagian besar tidak
diketahuinya.
e) Meningkatnya sensitivitas
Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan
diri. Bayi harus diurus, ibu harus pulih kembali dari persalinan anak, ibu harus
belajar bagaimana merawat bayi, ibu perlu belajar merasa puas atau bahagia

terhadap dirinya sendiri sebagai seorang ibu. Kurangnya pengalaman atau kurangnya
rasa percaya diri dengan bayi yang lahir, atau waktu dan tuntutan yang ekstensif
akan meningkatkan sensitivitas ibu
f) Perubahan mood.
Depresi postpartum muncul dengan gejala sebagai berikut : kurang nafsu makan,
sedih murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan, insomnia,
anorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri,
anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak, tidak mempunyai harapan
untuk masa depan, tidak mau berhubungan dengan orang lain. Di sisi lain kadang
ibu jengkel dan sulit untuk mencintai bayinya yang tidak mau tidur dan menangis
terus serta mengotori kain yang baru diganti. Hal ini menimbulkan kecemasan dan
perasaan bersalah pada diri ibu walau jarang ditemui ibu yang benarbenar
memusuhi bayinya.
4. Pemeriksaan Diagnostik
(Lowdermilk, 2008) Cara mendiagnosa depresi post partum adalah dengan
menggunakan teknik EPDS Edinburgh postnatal depression scale (EPDS) ialah salah
satu metode untuk mendeteksi depresi pasca persalinan. Walaupun tidak umum, EPDS
dapat dengan mudah digunakan selama 6 minggu pasca persalinan.EDPS berupa
kuisioner yang terdiri dari dari 10 pertanyaan mengenai bagaimana perasaan pasien
dalam satu minggu terakhir.

5. Penatalaksanaan
(Harry, 2010) Ada dua macam perawatan depresi :
a) Terapi bicara
Adalah sesi bicara dengan terapi, psikologi atau pekerja sosial untuk mengubah apa
yang difikir, rasa dan lakukan oleh penderita akibat menderita depresi.
b) Obat medis
Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter, sebelum mengkonsumsi obat anti
depresi, sebaiknya didiskusikan benar obat mana yang tepat dan aman bagi bayi
untuk dikonsumsi oleh ibu hamil atau ibu menyusui.
Penatalaksanaan pada depresi post partum :

1) Dapat riwayat kesehatan selama priode antepartum untuk mengidentifikasi


resik potensial terjadi depresi postpartum
2) Atur konseling selama periode antepartum pada klien yang beresiko
3) Bantuan klien untuk mengatur mekanisme dukungan yang baik selama periode
antepartum jika dia ditanyakan beresiko terhadap depresi post partum
4) Dapatkan riwayat kesehatan post partum yang akurat termasuk demografi,
informasi mengenai dukungan dan bantuan dirumah
5) Kaji proses hubungan ibu dan anak
6) Tawarkan dukungan, dorongan dan bantuan kepada klien untuk memahami
bahwa perasaan depresi dalam beberapa hari setelah melahirkan adalah normal
7) Peningkatan klien bahwa jika depresinya berlanjut lebih dari beberapa hari dia
harus berkonsultasi
8) Atur konseling selanjutnya jika klien yang memperlihatkan tanda depresi
berlanjut.
C. Psikosis Post Partum
1. Pengertian
Psikosis post partum adalah sindrom yang paling sering muncul yang disebabkan oleh
depresi, delusi dan lebih dulu oleh ibu yang dirinya. Gangguan suasana hati pada
masa post partum dengan keutamaan psikosis terjadi pada 1-2 per 1000 kelahiran dan
mungkin terjadi lebih sering pada primiparitas. Sesekali seorang wanita sudah
mempunyai satu episode post partum dengan keistimewaan psikotik, 30-50%
kemungkinan terulang kembali kelahiran berikutnya (Lowdermilk,2008).
Psikosis post partum adalah : masalah kejiwaan serius yang dialami ibu selesai
bersalin dan ditandai dengan agitasi yang hebat, rugi baik anak maupun pergantian
perasaan yang cepat, depresi dan delusi (Herawati mansur, 2010).

2. Etiologi
Adapun penyebab dari psikosa postpartum menurut (Herawati Mansur, 2010) adalah :
a) Perubahan hormonal .

b) Kurangnya dukungan sosial dan emosional.


c) Merasa rendah diri.
d) Mengalami masalah keuangan.
e) Terjadi masalah besar dalam kehidupan.

3. Tanda dan Gejala


Psikosis pasca persalinan merupakan bentuk terburuk dari kelainan psikiatri pasca
persalinan. Onset terjadi pada minggu ke 2 hingga 4 pasca persalinan. Psikosis. Gejala
klinis psikosis postpartum terdiri dari kebingungan, mood swing, delusi, halusinasi,
paranoid, perilaku tidak terorganisir, gangguan penilaian, dan gangguan fungsi.
Psikosis pasca persalinan pada umumnya merupakan gangguan bipolar namun bisa
merupakan perburukan dari gangguan depresi mayor (Lowdermilk, 2008).

Tanda dan gejala menurut (Anik Maryunani, 2010) adalah:


a) Gejala awal :
1) Perasaan sedih, kecewa dan putus asa
2) Sulit tidur atau imsomnia
3) Sering menangis
4) Gelisah, cemas dan iritable yang berlebihan
5) Merasa Letih dan lelah
6) Semangat menurun ataupun kehilangan sensasi menyenangkan

7) Mudah tersinggung / labil


8) Sakit kepala
9) Peningkatan ataupun penurunan berat badan secara tiba-tiba
10) Memperlihatkan penurunan minat pada bayinya
11) Menolak makan dan minum
b) Gejala lanjutan :
1) Curiga berlebihan
2) Kebingungan
3) Sulit konsentrasi
4) Bicara meracau atau inkoheren
5) Irasional
6) Pikiran obsesif ( pkiran yang menyimpang dan berulang-ulang )
7) Agresif
8) Impulsif ( bertindak diluar kesadaran )
c) Gejala Klinik
Gejala yang sering terjadi adalah:
1)

Delusi

2)

Halusinasi

3)

Gangguan saat tidur

4)

Obsesi mengenai bayi

4. Diagnosis
Cara mendiagnosa depresi post partum menurut (Lowdermik, 2008) adalah dengan
menggunakan teknik EPDS Edinburgh postnatal depression scale (EPDS) ialah salah
satu metode untuk mendeteksi depresi pasca persalinan. Walaupun tidak umum,
EPDS

dapat

dengan

mudah

digunakan

selama

minggu

pasca persalinan.EDPS berupa kuisioner yang terdiri dari dari 10 pertanyaan


mengenai bagaimana perasaan pasien dalam satu minggu terakhir.
5. Penatalaksanaan
Pengobatan tergantung pada penyebab psikosis.perawatan dirumah sakit sering kali
diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien (Herawati, 2010). Penatalaksannan
yang dilakukan:
a) Konsultasikan dengan dokter, psikiater, psikolog, dan dengan tenaga kesehatan
lainnya.
b) Sejak pemeriksaan kehamilan pertama kali dengan tenaga medis haus dengan
kesabaran meyakinkan calon ibu bahwa peristiwa kehamilan dan persalinan
merupakan hal yang normal dan wajar.
c) Ajarkan dan berikan latihan latihan untuk dapat menguasai otot otot istirahat dan
pernafasan
d) Hindari kata kata dan komentar yang dapat mematahkan semangat si ibu.
e) Hindari komentar suatu kasus dan gelak tawa

Pengobatan psikosa sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengobatan pada


depressi. Jika diperkirakan menimbulkan ancaman bagi diri sendiri atau orang lain
sebaiknya dirawat di rumah sakit. Menggunakan obat obatan bisa dengan anti
psikotik, antidepressan dan anti ansietas.

KONSEP TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM DENGAN


GANGGUAN PSIKOLOGIS
PENGKAJIAN
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk dilakukan oleh perawat perinatal.
Rencana keperawatan harus merefleksikan respons perilaku yang diharapkan dari gangguan
tertentu. Rencan individu didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik.
Suami atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional akibat
perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada pasien post partum blues menurut ( Lowdermilk, 2008 ) dapat dilakukan
pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru. Pengkajiannya meliputi ;
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan
lain-lain
b. Keluhan Utama
Ditanyakan untuk mengetahui perihal yang mendorong pasien/klien datang kepada
perawat. Untuk mengetahui keluhan utama tersebut pertanyaan yang diajukan oleh
perawat adalah sebagai berikut: Apa yang ibu rasakan.
Setelah pasien menjawab pertanyaan yang diajukan diatas maka pertanyaan selanjutnya
adalah sebagai berikut :
1. Sejak kapan timbulnya gangguan dirasakan?
2. Ceritakan secara kronologis timbulnya gangguan tersebut?

3. Apakah gangguan tersebut hilang timbul? Bagaimana frekuensinya?


4. Dimana letak rasa sakit yang dirasakan?
5. Bagaimana intensitas dan tingkat perawatannya?
6. Apakah ada keluhan lain?
7. Apakah gangguan tersebutmenghalangi kegiatan sehari-hari?
8. Apa yang telah dilakukan untuk mengatasi gangguan kesehatan tersebut? Apakah
efektif?

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada Ibu dengan depresi postpartum biasanya terjadi kurang nafsu makan, sedih
murung, mudah marah, kelelahan, insomnia, anorexia, merasa terganggu dengan
perubahan fisik, sulit konsentrasi, melukai diri.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Berhubungan dengan kejadian pada persalinan masa lalu serta kesehatan pasien.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Berhubungan dengan dukungan keluarga terhadap keadaan pasien.
d. Riwayat Persalinan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri
dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri (Konrad,
1987). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu
tentang kelahiran anak mereka, hal-hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa
intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan (misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar), orang tua bisa merasa
kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang
dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi
adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
e. Citra Diri Ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu.
Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat

mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra
tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan-perasaan yang berkaitan
dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan
kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk
memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual
akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
f. Interaksi Orang Tua-Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua
dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan
perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat
ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru mengalami kesulitan
untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas
keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan
anak. Tanda-tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah
ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses
untuk menegakkan hubungan mereka.
g. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap
kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social
yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif
ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena tugas-tugas yang
diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka memahami yang dikatakan bayinya
melalui ekspresi emosi yang diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya,
dan ketika mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan bayi.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan
bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka.
Bayi-bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik
untuk melihat anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti pakaian,
dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak mampu membedakan cara
berespon terhadap tanda yang disampaikan oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan
untuk berbicara dan kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya
sukar bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan gembira.

h. Interpretasi perilaku bayi


Pandnagan orang tua dan respon terhadap bayi mereka sangat dipengaruhi oleh interpretasi
mereka terhadap perilaku anak mereka. Ibu dan ayah sering mengkaji perilaku anaknya
dan berespon sesuai dengan reaksi bayi mereka. Mereka merasa bayinya baik dan mereka
sendiri juga baik. Jika bayi tidur mereka merasa bayinya baik dan mereka sendiri juga baik
jika bayi tidur dan makan dengan baik, menangis sedikit, dan mudah diterangkan. Dipihak
lain, orang tua bayi yang banyak menangis dan sulit diberi makan menunjukkan afek yang
apatis atau tubuh bayi kaku saat digendong. Orang tua juga bisa menjaga bayi mereka
nakal dan menilai diri mereka gagal. Apabila orang tua dapat dibantu dalam melihat
perilaku bayi baru lahir tersebut sebagai cara unik bayi menyatakan kebutuhan dan
keinginan pribadi, mereka akan dapat mengembangkan hubungan antara orangtua-anak
dengan lebih sehat.
i. Struktur dan Fungsi Keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat
komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu
sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain,
dan anak-anak lain. Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan
pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga
dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum
keluar dari rumah sakit
j. Dampak keragaman budaya
Komponen terahir pengkajian psikososial yang lengkap ialah keyakinan dan nilai-nilai
budaya yang dimiliki pasien. Banyak perilaku ibu selama periode post partum sangat
dipengaruhi oleh latar belakang budaya ibu tersebut. Dewasa ini, dimana bepergian
merupakan hal yang umum, perawat memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
berjumpa dengan ibu dari berbagai negara dan budaya. Perawat harus ingat bahwa semua
budaya mengambangkan metode pengamanan dan pencapaian kepuasan sendiri dalam
perawatan ibu dan bayi. Hanya dengan memahami dan menghargai nilai dan keyakinan
setiap wanita, perawat dapat merancang rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan
pribadinya.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) adalah :
a. Aktivitas / istirahat Insomnia mungkin teramati.

b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis (" Post partum blues " sering terlihat kira-kira 3 hari setelah
kelahiran).
d. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
e. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari hari ke-3.

f. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5
pascapartum.
g. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar
jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi
lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus
ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya ; menyusui). Payudara : Produksi kolostrum
48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih
dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
1. Pemeriksaan Fisik
Untuk mengetahui keadaan setiap bagian tubuh dan pengaruhnya terhadap kehamilan
untuk diupayakan pencegahan dan penanggulangannya.
a) Pemeriksaan Keadaan Umum
Meliputi pemeriksaan tekanan darah,nadi,suhu dan pernafasan.ibu dengan
gangguan jiwa didapatkan tekanan darah,suhu,nadi dan pernafasan melebihi dari
normal.
b) Pemeriksaan khusus
Secara inspeksi

Yaitu pemeriksaan pandang yang di mulai dari kepala sampai kaki.yang di nilai
adalah kemungkinan bentuk tubuh yang normal, kebersihan kulit, rambut, muka,
konjungtiva, sclera, hidung dan telinga, mulut apakah ada karies stomatitis, karang
gigi, leher apakah ada pembesaran kelenjer gondok, payu dara apakah simetris kiri
dan kanan, keadaan putting susu menonjol atau tidak, colostrums ada atau tidak,
perut membesar sesuai dengan tua kehamilan, apakah ada bekas luka operasi,
vulva apakah bersih, ada varises atau tidak, oedema dan pengeluaran dari vagina.
Anus apakah ada hemoroid, extremitas atas dan bawah apakah ada kelainan.
c) Pemeriksaan penunjang
1) Dilakukan pemeriksaan Hb.
2) Tes kejiwaan dengan cara berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan,
psikiater dan psikologi.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan

pengetahuan

tentang

perawatan

bayi

berhubungan

dengan

kekurangan pengalaman atau kekurangan dukungan


b) Pola tidur yang terganggu berhubungan dengan permintaan bayi dan interupsi
lingkungan
c) Resiko pemeliharaan rumah yang terganggu berhubungnan dengan tambahan
anggota keluarga baru, sumber yang tidak mencukupi, atau system yang tidak
mencukupi.
d) Resiko proses keluarga yang terganggu berhubungan dengan pencantuman
anggota keluarga baru.
III.

INTERVENSI
Diagnosa Keperawatan
Kekurangan pengetahuan tentang perawatan bayi berhubungan dengan kekurangan
pengalaman atau kekurangan dukungan
Hasil yang diharapkan

Orang tua menyediakan keamanan dan perawatan yang cukup dan bayi terlihat sehat.
Intervensi Keperawatan / Rasional
1. Observasi secara rutin perawatan bayi (mandi, BAB/BAK, makan, bermain) untuk
mengevaluasi ketenangan orang tua dengan perawatan dan kecukupan tehnik.
2. Observasi penampilan bayi (rasio tinggi dan berat badan, lingkar kepala, ubunubun, kesehatan dan turgor kulit), dan kaji tanda-tanda vital bayi, bunyi secara
keseluruhan, reflek, dan umur yang tepat mengembangkan kemampuan mental
untuk mengevaluasi untuk indikasi tanda-tanda perawatan yang tidak cukup.
3. Selidiki system dukungan yang tersedia untuk perawatan bayi untuk menentukan
kecukupan system yang ada.
4. Demonstrasikan secara rutin perawatan yang menyusahkan, dan sudah melibatkan
anggota keluarga kembali ke demonstrasi untuk memfasilitasi kemajuan dalam
perawatan.
5. Sediakan tindak lanjut secara terus menerus dan penyerahan sebagai kebutuhan
untuk meyakinkan bahwa mengidentifikasi dan kekurangan perawatan aktual
ditujukan dan dipecahkan.
Diagnosa Keperawatan
Pola tidur yang terganggu berhubungan dengan permintaan bayi dan interupsi
lingkungan
Hasil yang diharapkan
Wanita tidur untuk periode yang tidak menginterupsi dan keadaan yang dia rasakan
istirahat pada saat bangun.
Intervensi keperawatan / Rasional
1. Diskusikan rutinitas wanita, dan faktor-faktor yang spesifik yang mengganggu
dengan tidur untuk menentukan ruang lingkup masalah dan intervensi langsung.
2. Jelajahi cara wanita dan lain-lainyang signifikan dapat membuat lingkungan lebih
kondusif unttuk tidur (sebagai contoh privasi, kegelapan, kesunyian, rub balik,
susu hangat)

3. Dan ajarkan pengguaan imajinasi yang terbimbing dan tehnik relaksasiuntuk


mempromosikan kondisi optimal untuk tidur).
4. Eliminasi faktor-faktor atau rutinitas (contohnya kafein, makanan-makanan yang
menginduksi kebakaran hati, mental strenus atau aktivitas fisik) yang mungkin
menginterfer dengan tidur.
5. Nasehati keluarga untuk pengunjung yang sedikit dan aktivitas untuk menunjukan
pencegahan stres yang lebih jauh dan lemas.
6. Mempunyai keluarga yang merencanakan waktu spesifik untuk merawat kelahran
baru untuk membiarkan ibu waktu untuk tidur; mempunyai ibu belajar untuk
menggunakan waktu tidur bayi sebagai waktu untuk dia untuk tidur sebaik untuk
memperbaharui energy dan mengurangi kelemahan.
7. Dampingi keluarga untuk mengidentifikasi orang-orang seperti anggota keluarga
atau teman-teman yang dapat menyediakan pertolongan dengan tugas rumah
tangga, perawatan bayi, dan perawatan kepada bayi-bayi lainnya untuk
membiarkan ibu lebih waktu untuk istirahat.

Diagnosa Keperawatan
Resiko pemeliharaan rumah yang terganggu berhubungnan dengan tambahan anggota
keluarga baru, sumber yang tidak mencukupi, atau system yang tidak mencukupi.
Hasil yang diharapkan
Rumah yang menunjukan tanda keamanan dan lingkungan yang fungsional
Intervensi Keperawatan / Rasional
1. Observasi lingkungan rumah (sebagai contoh ruang hidup yang memadai dan
pengaturan tidur; kecukupan fasilitas untuk persiapan makan dan penyimpanan;
higinitas, dan toileting; semua stase perbaikan; kebersihan; kehadiran resiko
keamanan) untuk menentukan kecukupan dan keefektifan penggunaan sumber.

2. Observasi pengaturan kelahiran baru, seperti misalnya ruang tidur, perlengkapam


perawatan, dan persediaan(mandi, perubahan, makan, dan transportasi) untuk
menentukan kecukupan sumber.
3. Selidiki siapa yang bertanggungjawab untuk memasak, bersih-bersih, perawatan
bayi, dan perawatan kelahiran baru, dan menentukan apakah ibu terlihat istirahat
dengan cukup untuk menentukan kecukupan system pendukung.
4. Identifikasi dan susun penyerahan untuk kebutuhan agen social (sebagai
contohnya pendampingan sementara untuk keluarga dengan kebutuhan [PSKB]);
Program nutrisi suplemen special untuk wanita, bayi, dan bayi [WIC] program;
dapur makanan) untuk kekurangan sumber yang dituju (keuangan, persediaan,
perlengkapan).

Diagnosa keperawatan
Resiko proses keluarga yang terganggu berhubungan dengan pencantuman anggota
keluarga baru.
Hasil yang diharapkan
Bayi dengan sukses masuk kedalam struktur keluarga.

Intervensi Keperawatan /Rasional


1. Selidiki dengan keluarga jalan bahwa kelahiran dan neonatus sudah mengubah
struktur keluarga dan fungsinya untuk mengevaluasi fungsional dan pengaturan
peran.
2. Observasi Interaksi keluarga dengan kelahiran baru, dan catat derajat ikatan, bukti
persaingan kakak beradik, dan keterlibatan dalam perawatan kelahiran baru untuk
mengevaluasi penerimaan anggota keluarga baru.
3. Klarifikasi dan identifikasi informasi yang tidak tepat dan pandangan yang tidak
tepat untuk mempromosikan komunikasi yang jelas.

4. Bantu keluarga dalam menyelidiki pilihan untuk solusi untuk mengidentifikasi


masalah yang mempromosikan resolusi masalah secara efektif.
5. Dukung usaha keluarga seperti mereka bergerak menuju penyesuaian dan
menemani anggota baru untuk memperkuat fungsi dan peran baru.
6. Jika dibutuhkan, buat penyerahan untuk pelayanan sosial yang cocok atau agen
komunitas untuk meyakinkan dukungan dan perawatan secara terus-menerus.

3. Implementasi
Lowdermilk (2008) implementasi adalah perawat mengimplementasikan intervensiintervensi yang terdapat dalam rencana perawatan. Komponen dalam tahap
implementasi meliputi tindakan keperawatann mandiri, kolaboratif, dokumentasi, dan
respon pasien terhadap asuhan keperawatan. Implementasi yang dikerjakan perawat
tentunya memiliki tujuan yaitu membantu menghilangkan masalah kesehatan yang
diderita oleh pasien.
4. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada kemajuan pasien dalam mencapai hasil akhir yang
ditetapkan yaitu meliputi : kesejahteraan fisik ibu dan bayi akan dipertahankan. Ibu
dan keluarga akan mengembangkan koping yang efektif. Setiap anggota keluarga
akan melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang sehat. Perawat dapat yakin
bahwa perawatan berlangsung efektif jika kesejahteraan fisik ibu dan bayi dapat
dipertahankan, ibu dan keluarganya dapat mengatasi masalahnya secara efektif, dan
setiap anggota keluarga dapat meneruskan pola pertumbuhan dan perkembangan yang
sehat (Lowdermilk, 2008).

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar: Keperawatan Maternitas edisi-4. Jakarta :
EGC.
Clark et al. 2003. National Mental Health Association.
Harry, 2010. Jurnal Keperawatan Maternitas : Pemeriksaan Diagnostik.
Kartono, K. 2002. Gangguan Psikis. Jakarta : Sinar Baru.
Mansur, Herawati. 2010. Psikologi Ibu Dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta : Salemba
Medika.
Marilyn E. Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.
Maryunani , Anik. 2010. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas ( Postpartum ). Jakarta : Trans.
M. Wilkinson Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Suherni , dkk. 2010. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.
Yanita, A. dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan tentang Dukungan Suami dalam Usaha
Menanggulangi Gejala Depresi Pasca Persalian Vol. 3. No. 5 (35-36). Jakarta : Universitas
Tarumanegara.

Anda mungkin juga menyukai