Anda di halaman 1dari 28

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kodisi biologis
dan perubahan psikologis yang akan dialami wanita ketika hamil. Sebagian
besaar wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa yang harus
dilalui tetapi ada juga yang menganggap sebagai peristiwa khusus yang
sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan psikologi merupakan hal yang normal terjadi pada
seorang ibu yang baru melahirkan. Namun kadang-kadang terjadi
perubahan psikologis yang abnormal. Gangguan psikologis pasca partum
sering kita ebut postpartum blues dan post partum depresion.
Di indonesia 1 dari 10 wanita yang baru saja melahirkan memiliki
kecenderungan postpartum blues (Depkes, 2008 dalam jurnal JUMANTIK
Vol. 3 No. 2 November 2018)
Umur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian depresi
postpartum, namun sebagian besar ibu yang mengalami depresi postpartum
berusia 20-35 tahun, meskipun pada beberapa kasus depresi postpartum
umumnya terjadi pada ibu melahirkan yang usia muda < 20 tahun. Hal ini
kemungkinan karena kurangnya persiapan ibu untuk memiliki anak karena
jika ditinjau dari aspek psikis wanita pda usia 20-35 seharusnya memiliki
pemikiran yang matang misalnya dalam pengambilan keputusan. Selain itu,
usia tersebut merupakan usia yang aman untuk melakukan kehamilan dan
persalinan. Tingginya kejadian depresi postpertum pda usia tersebut
kemungkinan karena faktor lain seperti masalah sosial ekonomi.

B. Tujuan Penulisan
1. Mampu pengkajian pada pasien dengan post partum
2. Mengindentifikasi diagnosa keperawatan post partum
3. Meyusun intervensi keperawatan dengan post partum
4. Melaksanakan evaluasi pada dengan post partum
C. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya perawat
dalam hal penambah pengetahuan dan perkembangan tentang post partum
2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang informasi post
partum
3. Pasien dan keluarga mengetahui wawasan perawatan yang tepat setelah
post partum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Asuhan Keperawaatan Pasien


1. Pengertian
1. post partum blues
Post partum blues (PPB) sering juga disebut sebagai maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai sutu sindroma gangguan
efek ringan yang sering tampa dalam minggu pertama setelah
persalinan.
Post partum blues adalah perasaan sedih dan depes segera setelah
persalinan, dengan gejala dimulai 2 atau 3 hari pasca persalinan
dan biasanya hilang dalam waktu satu atau dua minggu (Gennaro,
dalam Bobak dkk.2004 dalam jurnal JUMANTIK vo.3 No.2
November 2018)
Post partum blues merupakan periode emosional stress yang
terjadi antara hari ketiga dan hari kesepuluh setelah persalinan
yang terjadi 80% pada ibu post partum. Post partum blues
merupakan bentuk depresi yang paling ringa yang biasanya timbu
antara hari kedua sampai dua minggu yang disebabkan oleh
perubahan hormonal pada pertengahan masa post partum.
Post artum blue adalah suatu tingkat keadaan depresi bersifat
sementara yang dialami oleh kebanyakan ibu yang baru
melahirkan karena perubahan tingkat hormon, tanggung jawab
baru akibat perluasan keluarga dan pengasuhan terhadap byi.
Keadaan ini biasanya muncul antara hari ke tiga hingga ke sepuluh
pasca persalinan, sering kali setelah pasien keluar dari rumah
sakit. Apabila gejala ini berlanjut lebih dari dua minggu. Maka
dapat menjadi tanda terjadinya gangguan depresi yang lebih berat
ataupun psikosis postpartum dan tidak boleh diabaikan. (novak
dan Broom, 2009)
Dapat disimpulkan bahwa postpartum blues adalah suatu keadaan
psikologis setelah melahirkan yang bersifat sementara dan dialami
oleh kebanyakan ibu baru, muncul pada hari ke-tiga atau ke-
empat dan biasanya berakhir dalam dua minggu pasca melahirkan,
ditunjukan dengan adanya perasaan sedih dan depresi, sebagai
bentuk depresi postpartum tingkat ringan sehinga memungkinkan
terjadinya gangguan yang lebih berat disebabkan karena
perubahan tingkat hormon, tanggung jawab baru akibat perluasan
keluarga dan pengasuhan terhadp bayi (Novak dan broom, 2009)

1. baby blues

Sindrom baby blues disebut pula third day blues. Sindrom ini muncul
karena adanya perubahan hormonal yang dialami wanita 3-4 hari setelah
melahirkan. Setelah melahirkan hormon estrogen dan progesteron menurun
drastis sehingga emosi menjadi tidak stabil. Wanita yang terkena baby blues
umumnya merasakan perasaan sedih dan senang silih berganti dalam waktu
singkat.

Baby blues adalah suatu gangguan psikologi sementara yang ditandai


dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama pasca persalinan.
Penderita akan merasakan suasana hati yang bahagia namun menjadi labil.
Geala yang sering menandai seseorang mengalami sulit tidur (insomnia),
sering menangis, cemas, konsentrasi menrun, serta mudah marah.

Pengertian depresi post partum


Depresi post partum merupakan depresi yang berat terjadi selama 7 hari
setelah melahirkan dan berlangsung selama 30 hari, bisa terjadi kapanpun dan
bahkan sampai 1 tahun kedepan.

Menurut Pitt pada tahun 1988 dalam Pitt (regina dkk, 2001) depresi post
partum merupakan depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukan
kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido (
kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).

Menurut Llewelly-jones (1994) yang mengatakan bahwa wanita yang di


diagnosa akan mengalami depresi selama 3 bulan pertama setelah melahirkan.
Wanita tersebut secara sosial dan emosional akan merasa terasingkan atau mudah
tegang dengan setiap kejadian hidupnya.

Post partum depression merupakan baby blues yang berkelamjutan dan


berlangsung lama merupakan tanda post partum depression. post partum
depression berhubungan dengan depresi yang dialami wanita selama
kehamilannya. Faktor yang mempengaruhi dapat berupa mengkonsumsi rokok
dan obat-obatan terlarang selama kehamilan, muntah-muntah hebat diwaktu
hamil, menderita penyakit, kelainan psikologis dan adanya riwayat post partum
depression sebelumnya. Wanita yang merasakan sakit luar biasa saat haid,
menjalani pernikahan yang kurang bahagia, kurang memiliki teman untuk berbagi
rasa juga bisa peluang mengalami post partum depression.

2. Etiologi
Beberapa penyebab post partum blues diantanya perubahan hormon, stress, asi
tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh, kelelahan
pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi, sua,i yang tidak membantu, tidak
mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, masalah
dengan orang tua dan mertua, takut kehilngan bayi, sendirian mengurus bayi,
tidak ada yang membantu, takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak
akan terganggu, bayi sakit ( kuning, dll), rasa bosan si ibu, problem dengan si
sulung.

Faktor-faktor yang mungkin disebabkan oleh post partum blues adalah :

a. pengalaman pada saat melahirkan, biasanya bagi para ibu yang melahirkan
kurang menyengkan bisa menyebabkan ibu merasa sedih.
b. Perasaan yang sangat down setelah melahirkan, biasanya terjadi pada
peningkatan emosi yang disertai dengan tangisan
c. Tingkah laku pada bayi, bayi yang rewel bisa menyebabkan ibu merasa
tidak mampu untuk merawat bayinya dengan baik
d. Kesulitan dalam memenuhi kewajiban setelah melahirkan, seperti
memberi makanan pada bayi, merawat bayi dan lainnya.
e. Adanya suatu konflik dengan staff, misalnya dengan keluarga dan suami.

Penyebab baby blues

Penyebab baby blues diduga karena perubahan hormonal di dalam tubuh


wanita setelah menalani kehamilan, berbagai hormon dalam tubuh ibu
meningkat seiring pertumbuhan janin. Setelah mmelalui tahap persalinan,
jumlah produsi berbagai hormon estrogen, progesteron, dan endorphin
mengalami perubahan yang dapat mempengaruhi kondisi emosional ibu.
Kelelahan fisi dan rasa sakit setelah persalinan, air susu yang belum keluar
sehingga bayi rewel dan payudara membengkak, serta dukungan moril yang
kurang dapat menjadi alasan lain timbulnya baby blues.

Munculnya baby blues dipengaruhi beberapaa faktor


1. dukungan sosial
Perhatian dri lingkungan terdekat seperti suami dan keluarga dapat
berpengaruh. Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan
emosional yang hangat sangat penting. Dengan adanya dukungan
keluarga maka sang ibu akan lebih memiliki raasa sayang terhadap
anaknya. Kasih sayang ibu terhadap anak akan berpengaruh terhadap
perkembangan anak kedepan terutam perkembangan fisik anak.
Kemampuan perilaku sosial juga perlu dimiliki setiap individu sejak
masa usia dininya, karena dapat dijadikan pondasi bagi perkembangan
kemmpuan aanak dalam berinteraksi dengan lingkungan secara lebih
luas (mutmainah 2012)
2. keadaan dan kualitas bayi
Kondisi bayi dapat menyebabkan munculnya baby blues misalnya
jenis kelamin bayi yang tidak sesuai harap, bayi dengan cacat bawaan
ataupun kesehatan bayi yang kurang baik
3. komplikasi kelahiran
Proses perssalinan juga dapat mempengaruhi munculnya baby bluess
missanya proses persalinan yang sulit, perdarahn, pecah ketuban, daan
bayi dengan posisi yang tidak norml. Penelitian yang dilakukan oleh
ibrahim dkk 2012 dalam lisna dkk 2005 menyampaikan sebagian bear
baby blues terdapat pada jenis peralinan secar yaitu sebanyak 14
ressponden ( 46,7%) sedangkan pada persalinan norma hanya satu
responden (2.2%)
4. persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu
Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil diluar nikah,
kehamilan akibat perkosaan, kehamilan yang tidak terencana sehingga
wanita tersebut belum siap menjadi ibu. Paritas juga mempengaruhi
terjadi baby blues dikarenakan pada ibu yang baru pertama kali
melahirkan akan meningkatkan stresor lebih tinggi dibandingkan
sudah beberapa kali melahirkan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
irawwati 2014 yang menjelaskan jika baby blues terjadi pada ibu yang
baru pertama melahirkan dengan angka 36,6%.
5. faktor psikososial
Faktor psikososial seperti umur, latar belakang sosial, ekonomi,
tingkat pendidikan dan respon pertahanan terhadap tresor juga dapat
mempengaruhi baby bblues. Pitt menyatakan bahwa depresi pasca
persalinan merupakan gangguan spesifik yang dibedakan dari
gangguan depresi klasik. Bliau menyebutkan dengan depresi yang
lebih merupakan respon respon terhadap stres non spesifik
dibandingkan dengan perubahan yang bersifat biologi yaitu perubahan
hormonal yang menyertai kelahiran anak ( Sari 2009)
6. pendidikan
Pendidikan juga sangat mempengaruhi teradinya baby blues karena
semakin tinggi tingkat pendidikannya resiko untuk terkena baby blues
semakin rendah. Dikarenakan pola pikir, pembawaan diri dan cara
menyikapi sebuah masalah lebih baik dibandingkan dengan yang
berpendidikan lebih rendah. Selain tingkat pendidikan pada ibu hamil,
pendidikan kesehatan juga sangat dibtuhkan untuk menunjang
penurunan resiko terjadinya baby blues.
7. riwayat depresi
Riwayat depresi atau problem emosional lain sebelum peralinan
dengan riwyat problem emosional menjadi faktor yang sangat rentan
untuk mengalami baby blues
8. hormonal
Perubahan kadar hormon progesteron yang menerun disertai
peningkatan hormon estrogen, prolaktin dan kortisol yang drastis
dapat mempengaruhi kondisi psikologis ibu
9. budaya
Pengaruh budaya sangat kuat menentukan muncul atau tidaknya baby
blues. Di eropa kecenderungan baby blues lebih tinggi dibandingkan
di asia karena budaya timur yang lebih dapat menerima dan
berkompromi dengan situasi yang sulit daripada budaya barat.
3. Tanda dan gejala
Gejala baby blues
Menurut mansyur 2009 meliputi
a. menangis
b. perubahan perasaan
c. cemas
d. khawatir mengenai sang bayi
e. kesepian
f. penurunan gairah seksual
menurut marni dalam lina wahyu 2016
a. reaksi depresi atau sedih
b. menangis
c. mudah tersinggung
d. cemas
e. perasaan labil
f. cenderung menyalahkan diri sendiri
g. gangguan pola tidur
h. gangguan nafsu makan
menurut marmi 2012
a. dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan
menangis tanpa sebab
b. mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran
c. tidak memiliki tenaga atau edikit saja
selin hormon, hadirnya si kecil yang harus betul-betul diawasi,
dipenuhi perhatiannya, diasuh siang dan malam, banyak menguras
tenaga ibu, sehingga ibu mangalami keletihan dan waktu istirhat.
d. cemas, merasa bersalah dan tidak berharga
selain itu kecemasan yang menghantui para ibu, kecemasan akan masa
depan anak, kecemasan apakah mampu atau tidaknya membesarkan
anak dengan baikdan kecemasan lainnya yang menghantui ibu juga
bisa memicu baby blues.
e. menjadi tidak tertarik dengan bayi atau menjadi terlalu
memprhatikan dan kuatir terhadap bayinya
f. tidak percaya diri karena adanya perubahan bentuk tubuh pasca
melahirkan
g. sulit beristirahat dengan tenang, bisa juga tidur lebih lama
meraat bayi memerlukan perhatian ekstra. Dibutuhkan tenaga dan
pikiran yang tidak sedikit yang dapat membuat ibu sangat letih.
Peningkatan beraat badan yang disertai dengan makan berlebihan.
h. penurunan barat badan yang disertai tidak mau makan
i. perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya
yusari dan risneni 2016 menjelaskan beberapa gejala baby blues yaitu
sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, tidak sabar,
penakut, tiadak mau makan, tidak mau bicara, sakit kepa, dan beganti
mood, merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan, tidak bergairah,
tidak percaya diri, tidak mau berkonsentrasi dan sangat sulit membuat
keputusan, merasa mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru
saja dilahirkan dan merasa tidak menyayangi bayinya, inssomnia yang
berlebihan.

Semua gejala tersebut akan hilang dalam jangka waktu beberapa jam
atau hari. Namun jika berlangsung untuk beberapa minggu dan bahkan
bulanmaka hal tersebut dapat dikatakan ibu mengalami depresi post
partum. Selain itu Ari Sulistyawati 2009 juga memaparkan baby blues
memiliki gejala meliputi menangis, rasa leti karena melahirkan,
gelisah, perubahan alam perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif
terhadap bayi dan keluarga.

gejala post partum blues ( Novak dan Broom, 2009 ) yaitu suatu
keadaan yang tidak dapat dijelaskan, meraka sedih, mudah
tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya
dengan kata lain, ciri-ciri post partum blues menurut young dan
Ehrhardt (dalam Strong dan Devaul, 2009)diantaranya perubahan
keadaan dan suasana hati ibu yang berganti dan sulit diprediksi
seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang
mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa, pola tidur yang
tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,
ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing
terhadap lingkungan tempat bersalin, merasa kesepian, jauh dari
keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana hati yng terus
berubah-ubah, kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena
ketergantungan bayi yang baru dilahirkannya.
Gennaro (dalam bobak dkk, 2004) menelaskan bahwa selama post
partum blues, ibu akan mengalami perasaan kecewa dan mudah
tersinggung, ditunjukan dengan perilaku mudah menangis,
kehilangan nafsu makan, mengalami gangguan tidur, dan merasa
cemas. Hansen, Jones ( dalam Bobak dkk, 2004) menjelaskan
bahwa post partum blues dpat menyebabkan serangan menangis,
perasaan kesepian atau ditolak, kecemasan, kebingungan,
kegelisahan, kelelahan, mudah lalai dn sulit tidur. Kennerley dan
Gath menggambarkan suatu instrumen yang reliable dan valid
yang mengukur tujuh gejalah post partum blues, yaitu perubahan
suasana hati yang tidak pati merasa “tidak mampu” kecemasan,
perasaan emosional yang berlebihan, mengalami kesedihan,
kelelahan, dan kebingungan atau fikiran yang kacau (dalam Bobak
dkk, 2004).
Tanda klinis dari deprei ini adalah seperti gejala gangguan depresi
pada umumnya, namun hal ini lebih berkaitan pada fungsi, peran, dan
tanggung jawab sebagai ibu, terutama dalam merawat dan mengurus
bayi. Gejala-gejala tersebut adalah seperti adanya perasaan sedih,
mudah marah, gelisa, hilangnya minat dan semangat dalam aktivitas
sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas mengurus
anaknya, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, nafsu makan
menurun atau sebaliknya meningkat hingga mengalami penurunan
atau pertambahan berat badan. Selain itu, ibu akan merasa cepat lelah
atau kehilangan energi, kemampuan berfikir atau kemampuan
konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna
hingga putus asa, dan bahkan ia akan mempunyai ide ingin bunuh diri
atau ingin membunuh bayinya
4. Penatalaksaan
Penanganan post partum blues
a. komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin
diungkapkan
b. bicarakan rasa cemas yang dialami
c. bersikap tulus iklas dalam menerima aktivitas dan peran baru
setelah melahirkan
d. bersikap fleksibel dan tidak terlalu ferfeksionis dalam mengurus
bayi atau rumah tangga
e. belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
f. kebutuhan istirahat yang cukup, tidurlah ketika bayi tidur
g. berolahraga ringan
h. bergabung dengan kelompok ibu-ibu bari
i. dukungan tenaga kesehatan, dukungan suami, keluarga, teman dan
sesama ibu.
j. konsultasikan kepada dokter atau orang yang profesional agar dapat
menimalisir faaktor resiko lainnya membantu melakukan pengawasan
Tips mencegah pospartum depression

1. Persiapan mental sebelum dan selama kehamilan sebaik-baiknya. Caranya


antara lain, memperluas wawasan tentang kehamilan dan persalinan
dengan banyak bertanya pada orang yng lebih tahu ( dokter, ibu yang
sudah pernah melahirkan, dan lain-lain.) serta membicarakan kecemasan
dan berbagi perasaan pada pasangan.
2. Siapkan suasana yang nyaman, yang mendukung ibu hamil untuk
menjalani kehamilan dan persalinan dengan tenang, pasca persalinan
orang-orang disekitar ibu harus banyak memberikan bantuan baik
misalnya menawarka bantuan untuk mengasuh bayi, mendengarkan
keluhan ibu, dan sebagainya.
3. Mencari informasi tentang gangguan psikologis yang mungkin terjadi pada
ibu hamil dan ibu pasca melahirkan sehingga geala dapat dikenali dan
ditangani segera
4. Menjaga kondisi fisik dengan mengkonsumsi makanan sehat, istirahat
cukup, dan olahraga ringan, seperti berjalan kaki 15-30 menit per hari
dapat menjaga suasana hati tetap baik
5. Hindari pengambilan keputusan yang berat dan beban psikologis selama
kehamilan
6. Jika beresiko tinggi mengalami gangguan psikologis, jlani pengobatan
proffleksis dan terapi psikologis selama kehamilan mencegah atau
menhilangkan depresi
7.

5. Pengkajian
Pengkajian post partum blues dan depresion

A. Biodata klien
Berisi tentang : nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, alamat,
nama suami, umur, pendidikan, suku, agama, alamat, tanggal pengkajian.
B. Keluhan utama
Hal-hal yang dikeluhkan saat ini dan yang dirasakan saat ini.
C. Riwayat Haid
Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal
partus.
D. Riwayat perkawinan
Kehamilan ini hasil dari pernikahan keberapa?
Apakah perkawinan sah atau tidak direstui orang tua?
E. Riwayat obstetri
1. Riwayat kehamilan
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboratorium USG,
darah, urin, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan
impresi, supaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang
diperoleh.
2. Riwayat persalinan
a. Riwayat persalinan lalu : jumlah gravida, jumlah partal, dan jumlah
abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong
persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
b. Riwayat nifas pada persalinan lalu : pernah mengalami demam,
keadaan lochia, kondisi perdrahan saat nifas, tingkat aktivitas
setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada
payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian asi, respon
dan suport keluarga.
c. Riwayat persalinan saat ini : kapan mulai timbulnya his,
pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama persalinan,
dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum, dan jaringan
sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat,
lama pengeluaran plasenta, kelengkapan plasenta, jumlah
perdarahan.
d. Riwayat new born : apakah bayi lahir sepontan atau dengan
induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir ( langsung
menangis atau tidak, apakah membutuhkan resusitasi, nilai
APGAR skor, jenis kelamin bayi, BB, panjang badan, kelainan
kognital, apakah dilakukan bonding attatchment secara dini dengan
ibunya, apakah langsung diberikan asi atau susu formula.
3. Riwayat KB dan perencanaan keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannnya tentang kontrasepsi, jenis
kontrasepsi yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan
datang atau rencana penambahan anggota keluarga di masa mendatang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani,dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita saat ini atau kambuh berulang-ulang.
5. Riwayat psikososial kultural
Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang
melahirkan, apakah ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola
koping, hubungan dengan suami, hubungan dengan bayi, hubungan
dengan anggota keluarga lain, dukungan sosial dan komunikasi
termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada klien.
Adakah masalah perkawinan, ketidakmampuan merawat bayi baru
lahir, krisi keluarga.
Blues : perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah
menangis.
Depresi : konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan,
berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna,
kecemasaan yang berlebihan pada dirinya atau bayinya, sering cemas
saat hamil, bayi rewel, perkawinan yang tidak bahagia, suasana hati
yang tidak bahagia, kehilangan kontrol, perasaan bersalah,
merenungkan tentang kematian, kesedihan yang berlebihan,
kehilangan nafsu makan, insomnia, sulit berkonsentrasi, budaya yang
dianut dan nilai termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan
budaya pada perawatan post partum, makanan atau minuman,
menyendiri bila menyusui, pola seksual, kepercayaaan dan keyakinan,
harapan dan cita-cita.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan
secara genetik,menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan
yang pernah diderita oleh keluarga.
7. Profil keluarga
Kebutuhan informasi pada keluarga, dukungan orang
terdekat,sibling,tipe rumah,community setting,penghasilan
keluarga,hubungan sosial dan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat.
8. Kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi : pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis
makanan (kalori,protein,vitamin,tinggi serat), freguensi, konsumsi
snack ( makanan ringan), nafsu makan, pola
minum,jumlah,frekuensi.
b. Pola istirahat dan tidur : lamanya kapan (malam,siang), rasa tidak
nyaman yang mengganggu istirahat,penggunaan selimut,lampu
atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan
suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum)
c. Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan,
adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin,
hilangnya kontrol kandung kemih terjadi over distensi kandung
kemih atau retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah
perlu bantuan saat BAK. Pola BAB , freguensi,konsistensi,rasa
takut BAB karena luka perineum,kebiasaan penggunaan toilet.
d. Personal hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,
tatarias rambut dan wajah
e. Aktifitas : kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan
kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan
bekerja dan meyusui.
f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks
9. Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi
freguensi koitus atau hubungan intim,pengetahuan pasangan tentang
seks , keyakinan kesulitan melakukan seks, kontinuitas hubungan
seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai hubungan intercourse
pasca partum ( dapat dilakukan setelah luka episiotomy membaik
lochia terhenti biasanya pada akhir minggu ke 3). Bagaiman cara
memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai yang
dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu,
berciuman , ketawa , gestures, mannerism , dress , suara. Pada saat
hubungan seks apakah menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan.
Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi penis. Perasaan ibu saat
menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor- faktor
pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu ,
gangguan tidur, frutasi yang disebabkan penurunan libido.
10. Konsep diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui,
persepsi ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama
kehamilan,perasaan klien bila operasi SC karena CPD atau bentuk
tubuh yang pendek.
11. Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orang tua dan
tugas-tugas perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan
involusiuterus, perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahuan tentang
keadaan umum bayi, tanda vital bayi, perubahan karakteristik faces
bayi, kebutuhan emosional dan kenyamanan , kebutuhan minum,
perubahan kulit. Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (
nutrisi , personal hyhiene, payudara ) dan kemampuan melakukan
perawatan bayi ( perawtan tali pusat, menyusui, memandikan dan
mengganti baju/popok bayi,membina hubungan tali kasih, cara
memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan
kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan
secret dan perawaran saat tersedak atau mengalami gangguan ringan,
pencegahan infeksi dan jadwal imunisasi.
12. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tingkat enerfi, self esteem, tingkat kesadaran.
b. BB, TB , LLA , tanda vital normal ( RR konsisten , nadi cenderung
bradi cardy, suhu 36,2-38, respirasi 16-24)
c. Kepala : Rambut, wajah, mata ( conjungtiva) ,hidung, mulut,
fungsi pengecapan ,pendengaran dan leher.
d. Breast : Pembesaran, simetris , pigmentasi , warna kulit, keadaan
areola dan puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau
pembengkakan , benjolan , nyeri produksi laktasi/kolostrum.
Perabaan kelenjar getah bening diketiak.
e. Abdomen : Teraba lembut, tekstur daughy (kenyal), musculus
rectus abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi,
striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi (keras,lunak, baggy)
,lokasi, kontraksi uterus, perabaan distensi blas.
f. Anogenital
Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina
(licin,kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum :
keadaan luka episiotomy , echimosis, edema, kemerahan, eritema,
drainage. Lochia (warna,jumlah,bau, bekuan darah atau
konsistensi, 1-3 hari rubra, 4-10 hari serosa, >10 hari alba ), Anus
hemoroid dan trombosis pada anus
g. Muskoloskeletal : Tanda hormon , edema , tekstur kulit , nyeri bila
dipalpasi, kekuaran otot.
13. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : hemoglobin dan hematrokrit 12-24 jam post partum (jika
hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit,leukosit trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan kultur urine.

6. Diagnosa Keperawatan

a. ketidakefektifan koping berhubungan dengan ketidak adekuatan


kesempatan untuk bersiap terhadap stresor
setelah dilakukan tindakan keperawatan peningkatan koping selama 3
x 45 menit diharapkan tingkat stres dari berat menjadi sedang dengan
kriteria hasil:
1. tingkat depresi pasien menurun
2. frekuensi marah pasien semakin menurun
3.
Intervensi:
Peningkatan koping
1. bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan jangka pendek dan
jangka panjang yang tepat
2. berikan penilaian ( kemampuan penyesuaian pasien terhadap
perubahan-peruban dalam citra tubuh sesuai dengan indikasi)
3. berikan penilian dan diskusi respon alternatif terhadap situasi yang
ada
4. dukung kemampuan mengatasi situasi secara berangsur-angsur
5. dukung sikap terkait dengan harapan yang realistis sebagai upaya
untuk mengatsi perasaan ketidkberdayaan
b. sindrom pasca trauma berhubungan dengan peilaku mencedarai diri
setelah dilakukan tindakaan keperawatan manajemen alam perasaan
selama 3 x 40 menit diharapkan masalah penahan diri dari bunuh diri
dapat teratasi dari sering menunjukan menjadi jarang menunjukan
dengan kriteria hasil:
1. pasien dapat menahan diri dari menimbulkan cedera serius
2. pasien dapat mengontrol dorongan diri
Intervensi
Manajemen alam perasaan:
1. tentukan apakah pasien menunjukan resiko keamanan pada diri
sendiri atau orang lain
2. pertimbangkan perawatan pada pasien yang mengalami gangguan
alam perasaan yang memiliki resio keamanan, yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya atau kurangnya dukungan
sosial
3. bantu pasien meningkatkan tanggung jawab diri untuk dapat
melakukan perawatan diri semampunya
4. bantu pasien untuk mengidentifikasi pikiran dan perasaan yang
mendasari alam perasaan yang disfungsional
5. berikan pengobatan stabilisasi alam perasaan (misalnya anti
depresan, lotoum, anti konfulsan hormon dan vitamin)
6. bantu dengan pemberian terapi cahaya/ foto terapi untuk
meningkatkan alam perasaan

c. gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak


menyehatkan (misal karena tanggung jawab menjadi orang tua)
setelah dilakukan tindakan keperawatan dukungan pengasuhan
(caregiver support) selama 3 x 60 menit diharapkan masalah tidur
dapat teratasi dari sangat terganggu menjadi cukup terganggu dengan
kriteria hasil:
1. pasien dapat meningkatan kualitas tidur
2. pasien dapat manambah jam tidur
Intervensi:
1. mengkaji lebih lanjut koping caregiver ( koping pengasuhan )
2. mengkaji tingkat penerimaan caregiver tarkait dengan perannya
2. mengajarkan pada caregiver mengenai cara untuk menjaga
kesehatan fisik dan mental
3. memberikan informai kepada caregiver mengenai dukungan
pelayanan kesehatan dan pelayanan komunitas yang bisa diakses
4. mengajarkan caregiver mengenai teknik manajemen stres
5. mendukung upaya caregiver untuk menjaga diri sendiri
6.
d. ansietas berhubungan dengan stresor
setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan kecemasan
selama 3 x 45 menit diharapkan masalah tingkat kecemasan dapat
teratasi dari berat menjadi sedang dengan kriteria hasil:
1. pasien mengatakan perasaan gelisah semakin berkurang
2. pasien dapat menyampaikan rasa cemas secara lisan
Intervensi:
Pengurangan kecemasan
1. kaji untuk tanda verbal dan nonverbal kecemasan
2. gunakan pendekatan yang tenang agar pasien percaya terhadap kita
2. berikan aktivitas pengganti yang bertujuan untuk mengurangi
tekanan
3. bantu klien mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
4. identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
5. berikan objek yang menunjukan perasaan nyaman
6. atur penggunaan obat-obatan untuk mengurangi kecemasan secara
tepat
e. gangguan penyesuaian individu berhubungan dengan gangguan
psikologis

f. ketegangan peran pemberi asuhan berhubungan dengan pemberi


asuhan belum siap secara perkembangan untuk mengemban peran
sebagai pemberi asuhan
g. defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

7. Perencanaan
8. Pelaksanaan
9. Evaluasi
B. Terapi
1. Terapi Thought Stopping terhadap penurunan Postpartum Blues
a. Pengertian
Terapi Thought Stopping (Penghentian Pikiran) merupakan
sebuah tehnik yang penghentian pikiran yang dipelajari sendiri oleh
ibu Postpartum yang dapat digunakan ketika ingin menghentikan
pikiran yang menganggu atau pikiran negatif dan pikiran yang tidak
diinginkan secara sadar (Townsend, 2009).
Penghentian Pikiran (ThoughtStopping) merupakan salah satu
contoh dari tehnik psikoterapeutik kognitif-behavior yang dapat
digunakan untuk membantu klien mengubah proses berpikir.
Mengubah proses berpikir merupakan hal penting bagi seorang
terapis mempertahankan perasaan klien dapat berpengaruh kuat
dengan pola dan proses berpikir (Tang &DeRubeis, 1999)
b. Jenis
1) Overt
Over merupakan cara menghentikan pikiran dengan
mengucapkan kata – kata (bersuara) “STOP” atau ”TIDAK”
2) Covert
Covert merupakan suatu cara menghentikan pikiran dengan
isyarat atau niatan batin saja, misalnya dengana menepuk atau
mencubit anggota tubuh tertentu.

c. Teknik prosedur
Pelaksanaan dilakukan dalam tiga sesi. Untuk keberhasilan
penguasaan, penghentian pikiran harus dipraktekkan secara teliti sepanjang
hari selama tiga hari sampai satu minggu.
1) Sesi I
Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
b) Klien dapat mengidentifikasi pikiran yang menegangkan
c) Klien dapat mengenal tentang penghentian pikiran: manfaat
dan cara yang dapat dilakukan
d) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih tehnik pemutusan
pikiran dengan menggunakan alarm
Waktu pertemuan : 45 – 60 menit
Setting : Klien duduk di kursi yang nyaman berhadapan dengan
perawat,
ruangan tenang dan nyaman
Langkah – langkah :
a) Ucapkan salam
b) Perkenalkan diri perawat dengan menyebutkan nama lengkap
dan panggilan yang disukai
c) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan dan tindakan yang akan
dilakukan.
e) Buat kontrak dan kesepakatan untuk 3 (tiga) kali pertemuan
f) Kaji dan buat daftar pikiran yang menegangkan. Kolom I
adalah nilai pikiran yang tidak menyenangkan, kolom II
adalah nilai gangguan untuk mengetahui seberapa jauh
mengganggu kehidupan. (lampiran )
g) Bantu klien mengenal tentang pikiran menegangkan yang
telah ditandai :
alasan pikiran muncul, apakah pikiran tersebut realistis atau
tidak, produktif atau tidak, mudah atau sulit dikendalikan,
bersifat netral atau mengalahkaan diri klien sendiri?
h) Minta klien memutuskan kesungguhan untuk mengurangi
pikiran yang menimbulkan stres yang telah dicatat.
i) Anjurkan klien memilih satu pikiran yang sangat ingin
dilenyapkan.
j) Minta klien memejamkan mata dan bayangkan situasi saat
pikiran yang
menegangkan seolah akan terjadi (konsentrasi hanya pada satu
pikiran per prosedur). Anjurkan klien berpikir baik secara
normal, dengan cara ini klien dapat memutus pikiran yang
menegangkan sambil meneruskan arus berpikir yang sehat.
k) Latih klien menggunakan tehnik pengaget :
a) Setel jam alarm untuk tiga menit.
b) Minta klien memandang jauh, memejamkan mata,
merenungkan pikiran pada keadaan yang menimbulkan
stres.
c) Ketika mendengar dering alarm anjurkan klien berteriak
STOP! Biarkan benak kosong kecuali pikiran yang netral
dan tidak mencemaskan.
d) Minta klien menyusun tujuan dalam waktu 30 detik
setelah stop pada saat yang bersamaan benak tetap
kosong. Bila pikiran negatif kembali muncul
e) teriak STOP lagi.
1) Minta klien melakukan latihan ini di rumah

a. Sesi II
Tujuan :
1) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih tehnik pemutusan pikiran
dengan menggunakan rekaman
2) Klien dapat mempraktekkantehnik pemutusan pikiran tanpa
menggunakan alarm.
Waktu pertemuan : 45 menit
Alat bantu : taperecorder
Setting : Klien duduk di kursi yang nyaman berhadapan dengan
perawat, ruangan tenang dan nyaman.
Langkah-langkah kegiatan :
1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melatih diri dengan
menggunakan alarm. Beri pujian atas usaha yang dilakukan
klien bila hal ini dilakukan.
2) Jelaskan rencana kegiatan dan tujuan pada sesi ini.
3) Rekam suara klien ketika mengucapkan STOP dengan interval
selang-seling (tiga menit, dua menit, tiga menit, satu menit).
Lakukan juga dengan interval tiap lima detik. Rekaman
tersebut akan membentuk dan menguatkan pengendalian
pikiran.
4) Latih mengendalikan pikiran tanpa menggunakan alarm atau
rekaman :
a) Minta klien merenungkan pikiran yang tidak diinginkan
(sesuai pilihan klien pada sesi pertama) dan segera
berteriak STOP! Ikuti ini dengan relaksasi otot yang
tenang dan pikiran yang menyenangkan.
b) Ulangi prosedur. Camkan dengan urutan : STOP - tenang
- relaksasi otot pikiran yang menyenangkan.
c) Lakukan beberapa kali dengan teriakan STOP!, hingga
berhasil
melenyapkan pikiran tersebut.
d) Jika telah berhasil menghentikan pikiran yang tidak
diinginkan dengan teriakan lanjutkan dengan melatih
pemutusan pikiran dengan mengucapkan STOP! dengan
nada normal.
e) Bila berhasil menghentikan pikiran dengan
menggunakan suara normal, mulai pemutusan pikiran
dengan bisikan STOP!
f) Jika bisikan berhasil memutuskan pikiran yang
menimbulkan stres, gunakan perintah sub-vokal STOP!
Minta klien membayangkan bahwa ia mendengar
teriakan STOP! di benaknya.
g) Bila klien berhasil menghentikan pikiran yang
menimbulkan stres dengan tanpa bersuara maka klien
dapat melakukan hal ini saat bersama orang lain/ orang
banyak tanpa menarik perhatian orang lain.
h) Bila klien tidak berhasil menghentikan pikiran yang
menimbulkan stres dengan tanpa bersuara maka klien
dapat menggantikan dengan salah satu tehnik berikut :
pasang karet gelang pada pergelangan tangan, jika
pikiran yang tidak diinginkan muncul, tarik karet gelang
tersebut; cubit diri sendiri saat timbul pikiran tersebut;
tekan kuku jari pada telapak tangan; gigit jari; atau
ketuk/ selentik lutut untuk menghentikan pikiran yang
tidak diinginkan.
5) Minta klien melakukan latihan ini di rumah
mempraktekkannya setiap pikiran negatif atau pikiran yang
menimbulkan stres atau pikiran yang tidak diinginkan timbul.

b. Sesi III
Tujuan :
1) Klien dapat mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif
2) Klien mengakhiri sesi dengan merasakan manfaat dari terapi
yang telah diberikan dan akan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Waktu pertemuan : 45 menit
Setting : Klien duduk di kursi yang nyaman nyaman berhadapan
dengan perawat, ruangan tenang dan nyaman.
Langkah-langkah kegiatan :
1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melakukan latihan ini di
rumah dan mempraktekkannya setiap pikiran negatif atau
pikiran yang menimbulkan stres timbul. Tanyakan hasil yang
dicapai. Beri pujian atas usaha klien.
2) Jelaskan tujuan kegiatan dan tindakan pada sesi 3.
3) Anjurkan klien membuat daftar pernyataan asertif dan positif
sesuai situasi, sebagai pengganti pikiran yang obsesif, misal:
jika klien takut naik pesawat terbang anjurkan untuk berkata
pada diri sendiri ”indah sekali panorama ini terlihat dari atas”.
4) Anjurkan klien melakukan prosedur yang sama secara mandiri
untuk setiap hal negatif yang ingin dihilangkan (sesuai daftar
yang telah dibuat pada sesi I

Terminasi akhir :
1) Tanyakan perasaan dan manfaat yang diperoleh klien setelah
mengikuti 3 sesi pertemuan.
2) Evaluasi kembali tindakan yang telah dilakukan
3) Beri pujian atas kemampuan yang telah dicapai klien.
4) Anjurkan klien menggunakan tehnik ini dalam situasi kehidupan
yang nyata

1. Komponen Utama
(Rooney, 2001) menyatakan bahwa berhenti berfikir (Thought
Stopping) memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah mudah
dikelola, biasanya gampang dimengerti oleh klien dan siap digunakan oleh
klien dalam pengaturan sikap diri sendiri. Strategi berhenti berfikir
(Thought Stopping) ini memiliki 6 (enam) komponen utama, diantaranya ;
a. Rasional
b. Berhenti pikiran yang diarahkan oleh konselor (Overt Interuption)
c. Berhenti pikiran yang diarahkan oleh klien (Overt Interuption)
d. Berhenti pikiran yang diarahkan oleh klien (Overt Interuption)
e. Pergantian kepada pikiran – pikiran yang asertif, positif (Netral)
f. Pekerjaan rumah dan tidak lanjut

2. KONSELING
a. pengertian konseling
menurut Rogers dalam Lubis,L.N.,2011, mengartikan konseling sebagai
hubungan membantu dimana salah satu pihak (konselor) bertujuan
meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat
menghadapi persoalan konflik yang dihadapi dengan lebih baik. Konseling
diartikan “bantun” adalah dengan menyediakan kondisi, sarana, ketrampilan,
yang membuat klien dapat membantu dirinya sendiri dalam memenuhi rasa
aman, cinta, harga diri, membuat keputusan dan aktualisasi diri. Memberikan
bantuan juga mencangkup kesediaan konselor untuk mendengarkan perjalanan
hidup klien baik masa lalunya, harapan-harapan, keinginan yang tidak
terpenuhi, kegagalan yang dialami, trauma, dan konflik yang sedang dihadapi
klien.
b. langkah konseling
proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis, ada tahapan-tahapan
yang mesti dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses.
Langkah konseling tersebut sebagai berikut:
1) membangun hubungan klien dan konselor harus saling mengenal dan
menjalin kedekatan emosional sebelum sampai pada pemecahan
masalahnya
2) identifikasi dan penilaian masalah apabila hubungan konseling telah
terjalin baik, maka langkah selanjutnya adalah mulai mendiskusikan
sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran
keberhasilan konseling
3) memfasilitasi perubahan konseling dalam hal ini, konselor harus
mengevaluasi terus-menerus apakah ada kemajuan dalam proses
konseling, atau intervensi yang digunakan tidak tepat sehingga harus dicari
kembali alternatif dan strategi yang baru.
4) evaluasi dan terminasi
Langkah terakhir dalam proses konseling adalah evaluasi terhadap
konseling akan dilakukan secara keseluruhan yang menjadi ukuran
keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien
yang berkembang kearah yang lebih positif.
c. tekhnik konseling
teknik konseling disebut juga strategi konseling atau ketrampilan konseling yakni
cara yang digunakan seorang konselor dalam hubungan konseling untuk
membantu klien agar berkembang potensinya serta mampumengatasi masalah
yang dihadapi dengan pertimbangan kondisi lingkungan yakni nialai sosial,
budaya, dan agama.

C. PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran

Anda mungkin juga menyukai