A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kodisi biologis
dan perubahan psikologis yang akan dialami wanita ketika hamil. Sebagian
besaar wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa yang harus
dilalui tetapi ada juga yang menganggap sebagai peristiwa khusus yang
sangat menentukan kehidupan selanjutnya.
Perubahan psikologi merupakan hal yang normal terjadi pada
seorang ibu yang baru melahirkan. Namun kadang-kadang terjadi
perubahan psikologis yang abnormal. Gangguan psikologis pasca partum
sering kita ebut postpartum blues dan post partum depresion.
Di indonesia 1 dari 10 wanita yang baru saja melahirkan memiliki
kecenderungan postpartum blues (Depkes, 2008 dalam jurnal JUMANTIK
Vol. 3 No. 2 November 2018)
Umur tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian depresi
postpartum, namun sebagian besar ibu yang mengalami depresi postpartum
berusia 20-35 tahun, meskipun pada beberapa kasus depresi postpartum
umumnya terjadi pada ibu melahirkan yang usia muda < 20 tahun. Hal ini
kemungkinan karena kurangnya persiapan ibu untuk memiliki anak karena
jika ditinjau dari aspek psikis wanita pda usia 20-35 seharusnya memiliki
pemikiran yang matang misalnya dalam pengambilan keputusan. Selain itu,
usia tersebut merupakan usia yang aman untuk melakukan kehamilan dan
persalinan. Tingginya kejadian depresi postpertum pda usia tersebut
kemungkinan karena faktor lain seperti masalah sosial ekonomi.
B. Tujuan Penulisan
1. Mampu pengkajian pada pasien dengan post partum
2. Mengindentifikasi diagnosa keperawatan post partum
3. Meyusun intervensi keperawatan dengan post partum
4. Melaksanakan evaluasi pada dengan post partum
C. Manfaat Penulisan
1. Menambah wawasan bagi mahasiswa kesehatan khususnya perawat
dalam hal penambah pengetahuan dan perkembangan tentang post partum
2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang informasi post
partum
3. Pasien dan keluarga mengetahui wawasan perawatan yang tepat setelah
post partum
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. baby blues
Sindrom baby blues disebut pula third day blues. Sindrom ini muncul
karena adanya perubahan hormonal yang dialami wanita 3-4 hari setelah
melahirkan. Setelah melahirkan hormon estrogen dan progesteron menurun
drastis sehingga emosi menjadi tidak stabil. Wanita yang terkena baby blues
umumnya merasakan perasaan sedih dan senang silih berganti dalam waktu
singkat.
Menurut Pitt pada tahun 1988 dalam Pitt (regina dkk, 2001) depresi post
partum merupakan depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukan
kelelahan, mudah marah, gangguan nafsu makan dan kehilangan libido (
kehilangan selera untuk berhubungan intim dengan suami).
2. Etiologi
Beberapa penyebab post partum blues diantanya perubahan hormon, stress, asi
tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh, kelelahan
pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi, sua,i yang tidak membantu, tidak
mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, masalah
dengan orang tua dan mertua, takut kehilngan bayi, sendirian mengurus bayi,
tidak ada yang membantu, takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak
akan terganggu, bayi sakit ( kuning, dll), rasa bosan si ibu, problem dengan si
sulung.
a. pengalaman pada saat melahirkan, biasanya bagi para ibu yang melahirkan
kurang menyengkan bisa menyebabkan ibu merasa sedih.
b. Perasaan yang sangat down setelah melahirkan, biasanya terjadi pada
peningkatan emosi yang disertai dengan tangisan
c. Tingkah laku pada bayi, bayi yang rewel bisa menyebabkan ibu merasa
tidak mampu untuk merawat bayinya dengan baik
d. Kesulitan dalam memenuhi kewajiban setelah melahirkan, seperti
memberi makanan pada bayi, merawat bayi dan lainnya.
e. Adanya suatu konflik dengan staff, misalnya dengan keluarga dan suami.
Semua gejala tersebut akan hilang dalam jangka waktu beberapa jam
atau hari. Namun jika berlangsung untuk beberapa minggu dan bahkan
bulanmaka hal tersebut dapat dikatakan ibu mengalami depresi post
partum. Selain itu Ari Sulistyawati 2009 juga memaparkan baby blues
memiliki gejala meliputi menangis, rasa leti karena melahirkan,
gelisah, perubahan alam perasaan, menarik diri, serta reaksi negatif
terhadap bayi dan keluarga.
gejala post partum blues ( Novak dan Broom, 2009 ) yaitu suatu
keadaan yang tidak dapat dijelaskan, meraka sedih, mudah
tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya
dengan kata lain, ciri-ciri post partum blues menurut young dan
Ehrhardt (dalam Strong dan Devaul, 2009)diantaranya perubahan
keadaan dan suasana hati ibu yang berganti dan sulit diprediksi
seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang
mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa, pola tidur yang
tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya,
ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing
terhadap lingkungan tempat bersalin, merasa kesepian, jauh dari
keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana hati yng terus
berubah-ubah, kehilangan kontrol terhadap kehidupannya karena
ketergantungan bayi yang baru dilahirkannya.
Gennaro (dalam bobak dkk, 2004) menelaskan bahwa selama post
partum blues, ibu akan mengalami perasaan kecewa dan mudah
tersinggung, ditunjukan dengan perilaku mudah menangis,
kehilangan nafsu makan, mengalami gangguan tidur, dan merasa
cemas. Hansen, Jones ( dalam Bobak dkk, 2004) menjelaskan
bahwa post partum blues dpat menyebabkan serangan menangis,
perasaan kesepian atau ditolak, kecemasan, kebingungan,
kegelisahan, kelelahan, mudah lalai dn sulit tidur. Kennerley dan
Gath menggambarkan suatu instrumen yang reliable dan valid
yang mengukur tujuh gejalah post partum blues, yaitu perubahan
suasana hati yang tidak pati merasa “tidak mampu” kecemasan,
perasaan emosional yang berlebihan, mengalami kesedihan,
kelelahan, dan kebingungan atau fikiran yang kacau (dalam Bobak
dkk, 2004).
Tanda klinis dari deprei ini adalah seperti gejala gangguan depresi
pada umumnya, namun hal ini lebih berkaitan pada fungsi, peran, dan
tanggung jawab sebagai ibu, terutama dalam merawat dan mengurus
bayi. Gejala-gejala tersebut adalah seperti adanya perasaan sedih,
mudah marah, gelisa, hilangnya minat dan semangat dalam aktivitas
sehari-hari yang sebelumnya disukai, enggan dan malas mengurus
anaknya, sulit tidur atau justru terlalu banyak tidur, nafsu makan
menurun atau sebaliknya meningkat hingga mengalami penurunan
atau pertambahan berat badan. Selain itu, ibu akan merasa cepat lelah
atau kehilangan energi, kemampuan berfikir atau kemampuan
konsentrasinya menurun, merasa bersalah, merasa tidak berguna
hingga putus asa, dan bahkan ia akan mempunyai ide ingin bunuh diri
atau ingin membunuh bayinya
4. Penatalaksaan
Penanganan post partum blues
a. komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin
diungkapkan
b. bicarakan rasa cemas yang dialami
c. bersikap tulus iklas dalam menerima aktivitas dan peran baru
setelah melahirkan
d. bersikap fleksibel dan tidak terlalu ferfeksionis dalam mengurus
bayi atau rumah tangga
e. belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
f. kebutuhan istirahat yang cukup, tidurlah ketika bayi tidur
g. berolahraga ringan
h. bergabung dengan kelompok ibu-ibu bari
i. dukungan tenaga kesehatan, dukungan suami, keluarga, teman dan
sesama ibu.
j. konsultasikan kepada dokter atau orang yang profesional agar dapat
menimalisir faaktor resiko lainnya membantu melakukan pengawasan
Tips mencegah pospartum depression
5. Pengkajian
Pengkajian post partum blues dan depresion
A. Biodata klien
Berisi tentang : nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku, agama, alamat,
nama suami, umur, pendidikan, suku, agama, alamat, tanggal pengkajian.
B. Keluhan utama
Hal-hal yang dikeluhkan saat ini dan yang dirasakan saat ini.
C. Riwayat Haid
Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah yang keluar,
konsistensi, siklus haid, hari pertama haid terakhir, perkiraan tanggal
partus.
D. Riwayat perkawinan
Kehamilan ini hasil dari pernikahan keberapa?
Apakah perkawinan sah atau tidak direstui orang tua?
E. Riwayat obstetri
1. Riwayat kehamilan
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil laboratorium USG,
darah, urin, keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan
impresi, supaya mengatasi keluhan, tindakan dan pengobatan yang
diperoleh.
2. Riwayat persalinan
a. Riwayat persalinan lalu : jumlah gravida, jumlah partal, dan jumlah
abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan, penolong
persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
b. Riwayat nifas pada persalinan lalu : pernah mengalami demam,
keadaan lochia, kondisi perdrahan saat nifas, tingkat aktivitas
setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada
payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian asi, respon
dan suport keluarga.
c. Riwayat persalinan saat ini : kapan mulai timbulnya his,
pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama persalinan,
dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum, dan jaringan
sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat,
lama pengeluaran plasenta, kelengkapan plasenta, jumlah
perdarahan.
d. Riwayat new born : apakah bayi lahir sepontan atau dengan
induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir ( langsung
menangis atau tidak, apakah membutuhkan resusitasi, nilai
APGAR skor, jenis kelamin bayi, BB, panjang badan, kelainan
kognital, apakah dilakukan bonding attatchment secara dini dengan
ibunya, apakah langsung diberikan asi atau susu formula.
3. Riwayat KB dan perencanaan keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannnya tentang kontrasepsi, jenis
kontrasepsi yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan
datang atau rencana penambahan anggota keluarga di masa mendatang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang diderita masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang
dijalani,dimana mendapat pertolongan, apakah penyakit tersebut
diderita saat ini atau kambuh berulang-ulang.
5. Riwayat psikososial kultural
Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang
melahirkan, apakah ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola
koping, hubungan dengan suami, hubungan dengan bayi, hubungan
dengan anggota keluarga lain, dukungan sosial dan komunikasi
termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada klien.
Adakah masalah perkawinan, ketidakmampuan merawat bayi baru
lahir, krisi keluarga.
Blues : perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah
menangis.
Depresi : konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan,
berpikir obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna,
kecemasaan yang berlebihan pada dirinya atau bayinya, sering cemas
saat hamil, bayi rewel, perkawinan yang tidak bahagia, suasana hati
yang tidak bahagia, kehilangan kontrol, perasaan bersalah,
merenungkan tentang kematian, kesedihan yang berlebihan,
kehilangan nafsu makan, insomnia, sulit berkonsentrasi, budaya yang
dianut dan nilai termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan
budaya pada perawatan post partum, makanan atau minuman,
menyendiri bila menyusui, pola seksual, kepercayaaan dan keyakinan,
harapan dan cita-cita.
6. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan
secara genetik,menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan
yang pernah diderita oleh keluarga.
7. Profil keluarga
Kebutuhan informasi pada keluarga, dukungan orang
terdekat,sibling,tipe rumah,community setting,penghasilan
keluarga,hubungan sosial dan keterlibatan dalam kegiatan masyarakat.
8. Kebiasaan sehari-hari
a. Pola nutrisi : pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis
makanan (kalori,protein,vitamin,tinggi serat), freguensi, konsumsi
snack ( makanan ringan), nafsu makan, pola
minum,jumlah,frekuensi.
b. Pola istirahat dan tidur : lamanya kapan (malam,siang), rasa tidak
nyaman yang mengganggu istirahat,penggunaan selimut,lampu
atau remang-remang atau gelap, apakah mudah terganggu dengan
suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada perineum)
c. Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan,
adakah inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin,
hilangnya kontrol kandung kemih terjadi over distensi kandung
kemih atau retensi urine karena rasa takut luka episiotomi, apakah
perlu bantuan saat BAK. Pola BAB , freguensi,konsistensi,rasa
takut BAB karena luka perineum,kebiasaan penggunaan toilet.
d. Personal hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian,
tatarias rambut dan wajah
e. Aktifitas : kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan
kemampuan merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan
bekerja dan meyusui.
f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks
9. Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi
freguensi koitus atau hubungan intim,pengetahuan pasangan tentang
seks , keyakinan kesulitan melakukan seks, kontinuitas hubungan
seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai hubungan intercourse
pasca partum ( dapat dilakukan setelah luka episiotomy membaik
lochia terhenti biasanya pada akhir minggu ke 3). Bagaiman cara
memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai yang
dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu,
berciuman , ketawa , gestures, mannerism , dress , suara. Pada saat
hubungan seks apakah menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan.
Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi penis. Perasaan ibu saat
menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor- faktor
pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu ,
gangguan tidur, frutasi yang disebabkan penurunan libido.
10. Konsep diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui,
persepsi ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama
kehamilan,perasaan klien bila operasi SC karena CPD atau bentuk
tubuh yang pendek.
11. Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orang tua dan
tugas-tugas perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan
involusiuterus, perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahuan tentang
keadaan umum bayi, tanda vital bayi, perubahan karakteristik faces
bayi, kebutuhan emosional dan kenyamanan , kebutuhan minum,
perubahan kulit. Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (
nutrisi , personal hyhiene, payudara ) dan kemampuan melakukan
perawatan bayi ( perawtan tali pusat, menyusui, memandikan dan
mengganti baju/popok bayi,membina hubungan tali kasih, cara
memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan
kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan
secret dan perawaran saat tersedak atau mengalami gangguan ringan,
pencegahan infeksi dan jadwal imunisasi.
12. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum tingkat enerfi, self esteem, tingkat kesadaran.
b. BB, TB , LLA , tanda vital normal ( RR konsisten , nadi cenderung
bradi cardy, suhu 36,2-38, respirasi 16-24)
c. Kepala : Rambut, wajah, mata ( conjungtiva) ,hidung, mulut,
fungsi pengecapan ,pendengaran dan leher.
d. Breast : Pembesaran, simetris , pigmentasi , warna kulit, keadaan
areola dan puting susu, stimulation nepple erexi. Kepenuhan atau
pembengkakan , benjolan , nyeri produksi laktasi/kolostrum.
Perabaan kelenjar getah bening diketiak.
e. Abdomen : Teraba lembut, tekstur daughy (kenyal), musculus
rectus abdominal utuh (intact) atau terdapat diastasis, distensi,
striae. Tinggi fundus uterus, konsistensi (keras,lunak, baggy)
,lokasi, kontraksi uterus, perabaan distensi blas.
f. Anogenital
Lihat struktur, regangan, udema vagina, keadaan liang vagina
(licin,kendur/lemah) adakah hematom, nyeri, tegang. Perineum :
keadaan luka episiotomy , echimosis, edema, kemerahan, eritema,
drainage. Lochia (warna,jumlah,bau, bekuan darah atau
konsistensi, 1-3 hari rubra, 4-10 hari serosa, >10 hari alba ), Anus
hemoroid dan trombosis pada anus
g. Muskoloskeletal : Tanda hormon , edema , tekstur kulit , nyeri bila
dipalpasi, kekuaran otot.
13. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah : hemoglobin dan hematrokrit 12-24 jam post partum (jika
hb < 10 g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit,leukosit trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan kultur urine.
6. Diagnosa Keperawatan
7. Perencanaan
8. Pelaksanaan
9. Evaluasi
B. Terapi
1. Terapi Thought Stopping terhadap penurunan Postpartum Blues
a. Pengertian
Terapi Thought Stopping (Penghentian Pikiran) merupakan
sebuah tehnik yang penghentian pikiran yang dipelajari sendiri oleh
ibu Postpartum yang dapat digunakan ketika ingin menghentikan
pikiran yang menganggu atau pikiran negatif dan pikiran yang tidak
diinginkan secara sadar (Townsend, 2009).
Penghentian Pikiran (ThoughtStopping) merupakan salah satu
contoh dari tehnik psikoterapeutik kognitif-behavior yang dapat
digunakan untuk membantu klien mengubah proses berpikir.
Mengubah proses berpikir merupakan hal penting bagi seorang
terapis mempertahankan perasaan klien dapat berpengaruh kuat
dengan pola dan proses berpikir (Tang &DeRubeis, 1999)
b. Jenis
1) Overt
Over merupakan cara menghentikan pikiran dengan
mengucapkan kata – kata (bersuara) “STOP” atau ”TIDAK”
2) Covert
Covert merupakan suatu cara menghentikan pikiran dengan
isyarat atau niatan batin saja, misalnya dengana menepuk atau
mencubit anggota tubuh tertentu.
c. Teknik prosedur
Pelaksanaan dilakukan dalam tiga sesi. Untuk keberhasilan
penguasaan, penghentian pikiran harus dipraktekkan secara teliti sepanjang
hari selama tiga hari sampai satu minggu.
1) Sesi I
Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
b) Klien dapat mengidentifikasi pikiran yang menegangkan
c) Klien dapat mengenal tentang penghentian pikiran: manfaat
dan cara yang dapat dilakukan
d) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih tehnik pemutusan
pikiran dengan menggunakan alarm
Waktu pertemuan : 45 – 60 menit
Setting : Klien duduk di kursi yang nyaman berhadapan dengan
perawat,
ruangan tenang dan nyaman
Langkah – langkah :
a) Ucapkan salam
b) Perkenalkan diri perawat dengan menyebutkan nama lengkap
dan panggilan yang disukai
c) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan dan tindakan yang akan
dilakukan.
e) Buat kontrak dan kesepakatan untuk 3 (tiga) kali pertemuan
f) Kaji dan buat daftar pikiran yang menegangkan. Kolom I
adalah nilai pikiran yang tidak menyenangkan, kolom II
adalah nilai gangguan untuk mengetahui seberapa jauh
mengganggu kehidupan. (lampiran )
g) Bantu klien mengenal tentang pikiran menegangkan yang
telah ditandai :
alasan pikiran muncul, apakah pikiran tersebut realistis atau
tidak, produktif atau tidak, mudah atau sulit dikendalikan,
bersifat netral atau mengalahkaan diri klien sendiri?
h) Minta klien memutuskan kesungguhan untuk mengurangi
pikiran yang menimbulkan stres yang telah dicatat.
i) Anjurkan klien memilih satu pikiran yang sangat ingin
dilenyapkan.
j) Minta klien memejamkan mata dan bayangkan situasi saat
pikiran yang
menegangkan seolah akan terjadi (konsentrasi hanya pada satu
pikiran per prosedur). Anjurkan klien berpikir baik secara
normal, dengan cara ini klien dapat memutus pikiran yang
menegangkan sambil meneruskan arus berpikir yang sehat.
k) Latih klien menggunakan tehnik pengaget :
a) Setel jam alarm untuk tiga menit.
b) Minta klien memandang jauh, memejamkan mata,
merenungkan pikiran pada keadaan yang menimbulkan
stres.
c) Ketika mendengar dering alarm anjurkan klien berteriak
STOP! Biarkan benak kosong kecuali pikiran yang netral
dan tidak mencemaskan.
d) Minta klien menyusun tujuan dalam waktu 30 detik
setelah stop pada saat yang bersamaan benak tetap
kosong. Bila pikiran negatif kembali muncul
e) teriak STOP lagi.
1) Minta klien melakukan latihan ini di rumah
a. Sesi II
Tujuan :
1) Klien dapat mempraktekkan/ berlatih tehnik pemutusan pikiran
dengan menggunakan rekaman
2) Klien dapat mempraktekkantehnik pemutusan pikiran tanpa
menggunakan alarm.
Waktu pertemuan : 45 menit
Alat bantu : taperecorder
Setting : Klien duduk di kursi yang nyaman berhadapan dengan
perawat, ruangan tenang dan nyaman.
Langkah-langkah kegiatan :
1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melatih diri dengan
menggunakan alarm. Beri pujian atas usaha yang dilakukan
klien bila hal ini dilakukan.
2) Jelaskan rencana kegiatan dan tujuan pada sesi ini.
3) Rekam suara klien ketika mengucapkan STOP dengan interval
selang-seling (tiga menit, dua menit, tiga menit, satu menit).
Lakukan juga dengan interval tiap lima detik. Rekaman
tersebut akan membentuk dan menguatkan pengendalian
pikiran.
4) Latih mengendalikan pikiran tanpa menggunakan alarm atau
rekaman :
a) Minta klien merenungkan pikiran yang tidak diinginkan
(sesuai pilihan klien pada sesi pertama) dan segera
berteriak STOP! Ikuti ini dengan relaksasi otot yang
tenang dan pikiran yang menyenangkan.
b) Ulangi prosedur. Camkan dengan urutan : STOP - tenang
- relaksasi otot pikiran yang menyenangkan.
c) Lakukan beberapa kali dengan teriakan STOP!, hingga
berhasil
melenyapkan pikiran tersebut.
d) Jika telah berhasil menghentikan pikiran yang tidak
diinginkan dengan teriakan lanjutkan dengan melatih
pemutusan pikiran dengan mengucapkan STOP! dengan
nada normal.
e) Bila berhasil menghentikan pikiran dengan
menggunakan suara normal, mulai pemutusan pikiran
dengan bisikan STOP!
f) Jika bisikan berhasil memutuskan pikiran yang
menimbulkan stres, gunakan perintah sub-vokal STOP!
Minta klien membayangkan bahwa ia mendengar
teriakan STOP! di benaknya.
g) Bila klien berhasil menghentikan pikiran yang
menimbulkan stres dengan tanpa bersuara maka klien
dapat melakukan hal ini saat bersama orang lain/ orang
banyak tanpa menarik perhatian orang lain.
h) Bila klien tidak berhasil menghentikan pikiran yang
menimbulkan stres dengan tanpa bersuara maka klien
dapat menggantikan dengan salah satu tehnik berikut :
pasang karet gelang pada pergelangan tangan, jika
pikiran yang tidak diinginkan muncul, tarik karet gelang
tersebut; cubit diri sendiri saat timbul pikiran tersebut;
tekan kuku jari pada telapak tangan; gigit jari; atau
ketuk/ selentik lutut untuk menghentikan pikiran yang
tidak diinginkan.
5) Minta klien melakukan latihan ini di rumah
mempraktekkannya setiap pikiran negatif atau pikiran yang
menimbulkan stres atau pikiran yang tidak diinginkan timbul.
b. Sesi III
Tujuan :
1) Klien dapat mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif
2) Klien mengakhiri sesi dengan merasakan manfaat dari terapi
yang telah diberikan dan akan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Waktu pertemuan : 45 menit
Setting : Klien duduk di kursi yang nyaman nyaman berhadapan
dengan perawat, ruangan tenang dan nyaman.
Langkah-langkah kegiatan :
1) Lakukan evaluasi apakah klien telah melakukan latihan ini di
rumah dan mempraktekkannya setiap pikiran negatif atau
pikiran yang menimbulkan stres timbul. Tanyakan hasil yang
dicapai. Beri pujian atas usaha klien.
2) Jelaskan tujuan kegiatan dan tindakan pada sesi 3.
3) Anjurkan klien membuat daftar pernyataan asertif dan positif
sesuai situasi, sebagai pengganti pikiran yang obsesif, misal:
jika klien takut naik pesawat terbang anjurkan untuk berkata
pada diri sendiri ”indah sekali panorama ini terlihat dari atas”.
4) Anjurkan klien melakukan prosedur yang sama secara mandiri
untuk setiap hal negatif yang ingin dihilangkan (sesuai daftar
yang telah dibuat pada sesi I
Terminasi akhir :
1) Tanyakan perasaan dan manfaat yang diperoleh klien setelah
mengikuti 3 sesi pertemuan.
2) Evaluasi kembali tindakan yang telah dilakukan
3) Beri pujian atas kemampuan yang telah dicapai klien.
4) Anjurkan klien menggunakan tehnik ini dalam situasi kehidupan
yang nyata
1. Komponen Utama
(Rooney, 2001) menyatakan bahwa berhenti berfikir (Thought
Stopping) memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah mudah
dikelola, biasanya gampang dimengerti oleh klien dan siap digunakan oleh
klien dalam pengaturan sikap diri sendiri. Strategi berhenti berfikir
(Thought Stopping) ini memiliki 6 (enam) komponen utama, diantaranya ;
a. Rasional
b. Berhenti pikiran yang diarahkan oleh konselor (Overt Interuption)
c. Berhenti pikiran yang diarahkan oleh klien (Overt Interuption)
d. Berhenti pikiran yang diarahkan oleh klien (Overt Interuption)
e. Pergantian kepada pikiran – pikiran yang asertif, positif (Netral)
f. Pekerjaan rumah dan tidak lanjut
2. KONSELING
a. pengertian konseling
menurut Rogers dalam Lubis,L.N.,2011, mengartikan konseling sebagai
hubungan membantu dimana salah satu pihak (konselor) bertujuan
meningkatkan kemampuan dan fungsi mental pihak lain (klien), agar dapat
menghadapi persoalan konflik yang dihadapi dengan lebih baik. Konseling
diartikan “bantun” adalah dengan menyediakan kondisi, sarana, ketrampilan,
yang membuat klien dapat membantu dirinya sendiri dalam memenuhi rasa
aman, cinta, harga diri, membuat keputusan dan aktualisasi diri. Memberikan
bantuan juga mencangkup kesediaan konselor untuk mendengarkan perjalanan
hidup klien baik masa lalunya, harapan-harapan, keinginan yang tidak
terpenuhi, kegagalan yang dialami, trauma, dan konflik yang sedang dihadapi
klien.
b. langkah konseling
proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis, ada tahapan-tahapan
yang mesti dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses.
Langkah konseling tersebut sebagai berikut:
1) membangun hubungan klien dan konselor harus saling mengenal dan
menjalin kedekatan emosional sebelum sampai pada pemecahan
masalahnya
2) identifikasi dan penilaian masalah apabila hubungan konseling telah
terjalin baik, maka langkah selanjutnya adalah mulai mendiskusikan
sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran
keberhasilan konseling
3) memfasilitasi perubahan konseling dalam hal ini, konselor harus
mengevaluasi terus-menerus apakah ada kemajuan dalam proses
konseling, atau intervensi yang digunakan tidak tepat sehingga harus dicari
kembali alternatif dan strategi yang baru.
4) evaluasi dan terminasi
Langkah terakhir dalam proses konseling adalah evaluasi terhadap
konseling akan dilakukan secara keseluruhan yang menjadi ukuran
keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku klien
yang berkembang kearah yang lebih positif.
c. tekhnik konseling
teknik konseling disebut juga strategi konseling atau ketrampilan konseling yakni
cara yang digunakan seorang konselor dalam hubungan konseling untuk
membantu klien agar berkembang potensinya serta mampumengatasi masalah
yang dihadapi dengan pertimbangan kondisi lingkungan yakni nialai sosial,
budaya, dan agama.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran