Anda di halaman 1dari 13

KECEMASAN DALAM PERSALINAN

A. PERSALINAN

1. Pengertian persalinan

Persalinan adalah proses di mana bayi, plasenta, selaput ketuban keluar


dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan cukup bulan (setelah kehamilan 37 minggu) tanpa disertai adanya
penyulit (Winknjosastro, 2008, Hlm.37).

Helen Varney mengatakan persalinan adalah rangkaian proses yang


berakhir dengan pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu. Proses ini dimulai dengan
kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan progresif pada
serviks, dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Varney,H, 2007, Hlm. 672).

Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang


terjadi pada kehamilan cukup bulan, lahir spontan dengan presentasi belakang
kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu
maupun pada janin (Saifuddin, 2006, Hlm.100).

Tanda-tanda persalinan yaitu rasa sakit oleh adanya his yang datang
lebih kuat, sering dan teratur, keluar darah lendir yang banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks, terkadang ketuban pecah dengan sendirinya, pada
pemeriksaan dalam didapat serviks yang mendatar dan pembukaan jalan sudah
ada (Yeyeh, Ai, 2009, Hlm. 9).

Proses dinamik dari persalinan meliputi empat komponen yang saling


berkaitan yang mempengaruhi baik mulainya dan kemajuan persalinan. Empat
komponen ini adalah passanger (janin), passage(pelvis ibu), power (kontraksi
uterus), dan Psikis (status emosi ibu). Bila persalinan dimulai, interaksi
antara passanger, passage, power, dan psikis harus sinkron untuk terjadinya
kelahiran pervaginam spontan (Wlash, linda, 2007, Hlm.300).
B. KECEMASAN
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan aspek yang selalu ada dan menjadi bagian dari
kehidupan.Kelainan kecemasan merupakan masalah jiwa terbesar di Amerika,
menyerang antara 10%-25% populasi. Kecemasan melibatkan tubuh, persepsi
tentang dirinya dan hubungan dengan yang lain. Kecemasan merupakan
ketakutan yang bercampur baur samar-samar dan berhubungan dengan
perasaan ketidakpastian dan tidak berdaya, perasaan terisolasi, pengasingan
dan kegelisahan.Kecemasan merupakan pengalaman yang menjengkelkan
dimulai dari bayi dan berlanjut di sepanjang kehidupan (Stuart dan Laraia,
2005).

Menurut Post (1978:57-86), kecemasan adalah kondisi emosional yang


tidak menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya sistem
syaraf pusat. Freud (dalam Arndt, 1974) menggambarkan dan mendefinisikan
kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh
reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan.

Cemas adalah suatu emosi yang dihubungkan dengan kehamilan, cemas


mungkin emosi positif sebagai perlindungan menghadapi kecemasan, yang bisa
menjadi masalah apabila berlebihan (Salmah, 2006, Hlm.82). Kecemasan
merupakan respon individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan
dan dialami oleh semua makhluk hidup dalam sehari-hari ataupun respon
emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjektif dialami dan di
komunikasikan secara interpersonal seperti kebingungan, kekhawatiran pada
sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan
dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Suliswati, 2005, Hlm.108).

2. Jenis Kecemasan
Menurut Hall dan Lindzey (2000) kecemasan itu ada tiga, yaitu
kecemasan realita, neurotik dan moral.
a. Kecemasan realita

Rasa takut akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat
kecemasan semacam itu sangat tergantung kepada ancaman nyata.

b. Kecemasan neurotic

Rasa takut instink akan keluar jalur dan menyebabkan sesorang berbuat
sesuatu yang dapat membuatnya terhukum.

c. Kecemasan moral

Rasa takut terhadap hati nuraninya sendiri. Orang yang hati nuraninya
cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu
yang bertentangan dengan norma moral.

3. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundeen (2002), ada empat tingkat kecemasan yang
dialami oleh individu, yaitu :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam


kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya.Kecemasan ringan dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi
meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat
dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang


penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami
perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.
Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat,
kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot
meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit,
mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak
menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah
dan menangis.

c. Kecemasan berat

Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan


kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci
dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area
yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh
pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing,
diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara
efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan
kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena


mengalami kehilangan kendali.Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,
pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap
perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan
delusi.

4. Alat ukur Kecemasan


Kecemasan seseorang dapat diukur dengan menggunakan instrumen
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS), Analog Anxiety Scale, Zung Self-
Rating Anxiety Scale (ZSAS), dan Trait Anxiety Inventory Form Z-I (STAI
Form Z-I) (Kaplan & Saddock, 1998). Salah satu alat ukur kecemasan yang
akan kita bahas kali ini ialah menggunakan instrumen Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS).

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada


munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala
HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor( skala likert)
antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).

Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang


diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam
pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala HARS
telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan
0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan
menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.

Skala HARS Menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) penilaian


kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

1) Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah


tersinggung.
2) Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri
dan takut pada binatang besar.
4) Gangguan tidur sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak
pulas dan mimpi buruk.
5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,
sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
7) Gejala somatik: nyeni path otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak
stabil dan kedutan otot.
8) Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah
dan pucat serta merasa lemah.
9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
10) Gejala pemapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik
napas panjang dan merasa napas pendek.
11) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual
dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di
perut.
12) Gejala urogenital : sering keneing, tidak dapat menahan keneing, aminorea,
ereksi lemah atau impotensi.
13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma
berdiri, pusing atau sakit kepala.
14) Perilaku sewaktu wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi
atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan
cepat.

Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan


kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan


item 1-14 dengan hasil:
1. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.
2. Skor 7 14 = kecemasan ringan.
3. Skur 15 27 = kecemasan sedang.
4. Skor 28 41 = kecemasan berat.
5. Skor 42 56 = panik.

5. Rentang Respon Kecemasan


Rentang respon kecemasan terdiri dari respon adaptif dan
maladaptif.Respon adaptif seseorang menggunakan koping yang bersifat
membangun (konstruktif) dalam mengatasi kecemasan berupa antisipasi.
Respon maladaptif merupakan koping yang bersifat merusak (destruktif) dan
disfungional seperti individu menghindari kontak dengan orang lain atau
mengurung diri, tidak mau mengurus diri (Suliswati, 2005)
6. Respon Kecemasan
Menurut Stuart dan Laraia (2005), ada 2 macam respon yang dialami
seseorag ketika mengalami kecemasan :
a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan.
1. Kardio vaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi


meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

2. Respirasi

Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

3. Kulit

Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh
tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-
gatal.

4. Gastrointestinal

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,


nausea, diare.

5. Neuromuskuler

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,


tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan


1. Perilaku

Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik
diri, menghindar.

2. Kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, bloking,


bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan,
kawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut
mati dan lain-lain.
3. Afektif

Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat
gelisah.

8. Gejala Kecemasan
Orang yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala
yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu

a. Fase 1 (satu)

Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh


mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-
cepatnya).Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon adrenalin dan noradrenalin.Karena itu maka
gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan,
terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Hal ini menyebabkan otot
akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan
spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok
agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan
mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini
kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang
mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah
informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).

b. Fase 2 (dua)

Gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot,
gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa
mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985).Labilitas
emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa
saat kemudian menjadi tertawa.Mudah menangis yang berkaitan dengan
stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang
agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase
dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan
seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam
diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa
berbuat sesuatu (Asdie, 1988).

c. Fase 3 (tiga)

Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan
stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase
tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua
yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada
fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya
tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat
terlihat gejala seperti, intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan
kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia
tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai
gangguan kepribadian (Asdie, 1988).

C. PERBEDAAN KECEMASAN DALAM PERSALINAN


PRIMIGRAVIDA DAN MULTIGRAVIDA
Pada umumnya seorang ibu yang pertama kali hamil akan senang
dengan kehamilannya. Begitu besar rasa ingin tahu mereka terhadap
perubahan diri dan perkembangan janin. Tapi disaat yang sama, tumbuh pula
kecemasan dalam diri calon ibu tersebut. Bahkan bagi ibu yang hamil kedua,
ketiga dan seterusnya (Bobak et al, 2005).

Gejala kecemasan dapat dikelompokkan menjadi beberapa keadaan


seperti gelisah, sakit kepala, gemetar, tidak dapat santai, kepala terasa ringan,
berkeringat, jantung berdebar-debar (palpitasi), sesak nafas, keluhan
lambung, pusing, mulut kering, dan sebagainya (Maslim, 2001).

Jika dilihat dari kisaran umur sebagian besar responden pada


kelompok usia 20-35 tahun mengalami tingkat kecemasan ringan, karena
pada kelompok usia tersebut merupakan umur yang ideal / sesuai bagi para
ibu dalam melakukan persalinan. Pada kisaran usia 2035 tahun diharapkan
para ibu telah siap secara psikologi dalam menghadapi proses persalinan.
Menurut hasil penelitian Laili (2010), bahwa tidak adanya pengaruh yang
signifikan antara usia dengan tingkat kecemasan pada ibu primigravida
trimester III, dapat dilihat diatas bahwa usia 2035 tahun dan >35 tahun
mengalami frekuensi tingkat kecemasan yang sama. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Kartono (2007), bahwa kehamilan diusia <20 tahun secara
biologis belum optimal dan emosinya cenderung labil, mentalnyapun belum
matang.

D. PENELITIAN TENTANG TEKNOLOGI TEPAT GUNA UNTUK


MENANGANI KECEMASAN DALAM PERSALINAN
1. Keefektifan terapi music pada tingkat kecemasan dan persepsi nyeri
Nyeri persalinan adalah salah satu bentuk nyeri yang menjadi
pengalaman setiap perempuan sewaktu melahirkan bayi. Kecemasan dan
rasa sakit saling berkaitan satu sama lain. Adanya interaksi antara
kecemasan dan nyeri dapat menjadikan keadaan semakin parah.Rasa nyeri
dan kecemasan akhirnya dapat membuat kepanikan dan mengakibatkan
ibu dan janin mengalami komplikasi. Dalam penelitian ini setelah
menerima terapi musik tingkat kecemasan dan persepsi nyeri pada ibu
primipara selama tahap pertama persalinan telah dinilai. Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian eksperimental kuasi dengan satu
kelompok desain pre-test post-test. Sampel terdiri dari 30 ibu primipara
dan dipilih dengan sengaja. Rata post-test (50,06) dan pretest (59,23) skor
kecemasan dalam kelompok eksperimen secara signifikan berbeda satu
sama lain. Hal yang serupa diikuti dalam kasus skor persepsi nyeri
(posttest skor 6,27; pretest skor 7,8). Selanjutnya, hubungan yang
signifikan (r = 0,8192) diperoleh antara kecemasan dan tingkat skor
persepsi nyeri.

Sebagai teknik relaksasi yang sudah lama, musik yang tepat adalah
yang memiliki dampak positif besar pada pikiran. Temuan dari penelitian
ini mengungkapkan beberapa fakta menarik bahwa terapi musik efektif
dalam mengurangi tingkat kecemasan, persepsi nyeri dan durasipersalinan
total pada ibu primipara selama tahap pertama persalinan. Ini telah
didukung oleh beberapa penelitian lain oleh TOURNAIRE M., et al.
(2010), Liu YH., Et al. (2010), Yang, M., et al. (2009), Phumdoung S. dan
Baik M. (2003) dan Browning, CA (2000) bahwa ibu yang sudah
mendapat kelompok terapi musik memiliki sensasi rasa nyeri dan
kecemasan lebih sedikit dan musik adalah tambahan yang penting dalam
mengatasi nyeri dan manajemen stress selama persalinan dan proses
kelahiran.

Selama persalinan, ibu mengalami tingkat kecemasan tinggi


dengan nyeri hebat dan stres. Hal yang sama diamati dalam penelitian ini.
Temuan dari penelitian ini lebih lanjut menunjukkan bahwa dengan
pemberian terapi musik ada penurunan yang signifikan dalam skor tingkat
kecemasan dan persepsi nyeri dengan meningkatkan kemampuan ibu
untuk mengatasi persalinan.Juga ada hubungan positif antara tingkat
kecemasan dan skor persepsi rasa sakit selama tahap pertama persalinan
pada ibu primipara diambil dalam penelitian ini.Hal ini menunjukkan
bahwa penurunan tingkat kecemasan bisa mengurangi persepsi nyeri ibu
primipara.Ini telah didukung penelitian oleh Cruzik dan Jokic-Begic
(2011) yang mengungkapkan bahwa kondisi kecemasan berhubungan
secara signifikan dengan nyeri persalinan.maksimum

Jadi berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa terapi musik


akan sangat membantu dalam mengurangi tingkat kecemasan dan persepsi
nyeri pada ibu primipara selama tahap pertama persalinan.

2. Pemberian aromaterapi untuk menurunkan kecemasan ibu bersalin.


Terapi aroma (Aromaterapi) adalah teknik perawatan tubuh dengan
menggunakan/ memanfaatkan minyak atsiri (essential oil) yang berkhasiat;
dapat dengan cara penghirupan, pengompresan, pengolesan di kulit,
perendaman dan akan lebih efektif disertai dengan pijatan. Bahan yang
digunakan adalah zat aktif yang diambil dari sari tumbuh tumbuhan
aromatik (ekstraksi dari bunga, daun, akar, batang/ranting, buah biji dll)
yang memberikan efek stimulasi atau relaksasi (Hutasoit,2002).
Hasil penelitian mendukung oleh teori Mellya 2001, faktor usia
yang lebih muda akan lebih mudah untuk menderita stress atau kecemasan
daripada usia tua. Selain itu, menurut Heyles dan Feinlab (Mellya, 2001)
menyatakan bahwa usia ikut menentukan kecemasan dan sering terjadinya
kecemasan pada golongan usia muda. Dengan demikian dapat disimpulkan
pada penelitian ini bahwa sebagian besar ibu juga akan mengalami
kecemasan dikarenakan faktor umur yang masih muda.

Aromaterapi digunakan untuk rileksasi dan pengobatan.Bahkan


pada Perang Dunia II minyak esensial untuk aromaterapi ini digunakan
untuk pengobatan karena pada zaman itu sulit memperoleh antibiotika.
Minyak tersebut mengandung bahan kimia asli dari tumbuhan tersebut
berupa zat antiseptik seperti fenol dan alkohol dan molekul-molekul lain.
Khasiatnya menyembuhkan berbagai penyakit serta menyebarkan bau
harum. Selain itu Hutasoit (2002) mengungkapkan cara kerja aromaterapi
yaitu ketika hidung menghirup wangi minyak essensial yang telah terbukti
mampu mempengaruhi emosi. Minyak yang dihirup akan membuat vibrasi
di hidung. Dari sini minyak yang mempunyai manfaat tertentu itu akan
mempengaruhi sistem limbik, tempat pusat memori, suasana hati, dan
intelektualitas berada.

Berdasarkan tingkat kecemasanya sebagian besar ibu memiliki


tingkat kecemasan berat sebelum diberi aromaterapi (tabel 5) yaitu
sebanyak 14 (43,75%) dari sampel penelitian. Sedangkan setelah diberi
aromaterapi diketahui yang memiliki kecemasan berat dari 14 ibu hamil
turun menjadi 8 orang ibu, menjadi tingkat cemas sedang ataupun cemas
ringan. Perubahan tersebut membawa dampak berkurangnya jumlah ibu
hamil trimester III yang mengalami kecemasan pada kategori tertentu
turun menjadi kategori dibawahnya (tabel 4.6).

Dengan demikian pemberian aromaterapi pada kecemasan ibu


hamil trimester III memiliki pengaruh yang nyata.Pengaruh ini
membuktikan bahwa pemberian aromaterapi pada kecemasan ibu hamil
trimester III efektif dalam menurunkan tingkat kecemasannya.
DAFTAR PUSTAKA

Suprijati,2014,Efektivitas Pemberian Aromaterapi Untuk Menurunkan


Kecemasan Ibu Hamil Trimester III Dalam Persiapan Menghadapi
Persalinan Di Bidan Praktek Mandiri Suprijati Desa Bagi
Kecamatan/ Kabupaten Madiun. Jurnal Delima Harapan. Volume
2, No 1, 13 Maret 2016.
Shodiqoh, Eka Roisa.2014Perbedaan Tingkat Kecemasan dala m Menghadapi
Persalinan Antara Primigravida dan Multigravida.Jurnal Berkala
Epidemiologi. Volume 2, No. 1.13 Maret 2016.
Nayak, Debajani.2014.Effectiveness of music therapy on anxiety level, and pain
perception in primipara mothers during first stage of labor in
selected hospitals of Odisha. IOSR Journal of Nursing and Health
Science.Volume 3.13 Maret 2016.
Naim, Nur Jannatun. 2010. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Kecemasan Ibu Primipara Menghadapi Persalinan Di Puskesmas
Pamulang Kota Tangerang Selatan .Diakses pada tanggal 14 Maret
2016.

Anda mungkin juga menyukai