Anda di halaman 1dari 89

Laporan Hasil Belajar

Tutorial Blok 6 Skenario A

Disusun oleh: Grup 6

Nuzla Emira Ramadhany 04011181924050

Asriani 04011181924231

Safa Nabila Putri 04011281924095

Yoga Usfa Mahendra 04011281924081

Dian Widia Lestari 04011281924090

Khansa Aulia Ramadhani 04011281924141

Indah Mardes 04011381924180

Carolyn Lie 04011281924163

Muhammad Fadhil Rabbani 04011281924232

Ardriansyah Daniswara 04011381924176

Athiyyah Faradilah Salsabila 04011381924194

Tutor: dr. Irfanuddin, Sp.KO., M.Pd.Ked.

Program Studi Pendidikan Dokter Umum

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya 2019


1

LAMPIRAN STRUKTUR KELOMPOK
Tutor : dr. Irfanuddin, Sp.KO., M.Pd.Ked.
Moderator : Muhammad Fadhil Rabbani
Sekretaris 1 : Safa Nabila Putri
Sekretaris 2 : Asriani Hasand
Presentan : Indah Mardes
Pelaksanaan : 1. Tutorial 1 = 24 Februari 2020, 07.30 – 10.00 WIB
2. Belajar Mandiri
3. Tutorial 2 = 26 Februari 2020, 07.30 – 10.00 WIB
4. Belajar Mandiri
5. Pleno = 28 Februari 2020

Peraturan selama tutorial :


1. Menginterupsi secara sopan
2. Membuka gadget untuk keperluan tutorial atas izin moderator dan tutor
3. Izin terlebih dahulu jika ingin ke toilet
4. Tidak boleh keluar tanpa izin moderator
5. Tidak boleh berisik dan mengganggu orang lain
6. Hasil akhir merupakan kesepakatan bersama

2

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari pembelajaran yang berbasis Problem Based Learning (PBL) di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Irfanuddin, Sp.KO.,
M.Pd.Ked. selaku tutor kelompok kami serta semua pihak yang telah membantu
penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Meskipun kami berhasil menyelesaikan laporan ini dengan baik, kami
menyadari akan adanya kekurangan di dalam laporan ini, sehingga kami sangat terbuka
dengan kritik, saran, serta masukan dari berbagai pihak. Akhir kata, kami berharap
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

3

Daftar isi
Kata Pengantar ................................................................................................... 3
Daftar Isi ............................................................................................................. 4
Skenario .............................................................................................................. 5
Klarifikasi Istilah ............................................................................................... 6
Identifikasi Masalah ........................................................................................... 7
Analisis Masalah ................................................................................................. 8
Learning Issues ................................................................................................... 46
Keterbatasan Ilmu Pengetahuan ...................................................................... 47
Sintesis ................................................................................................................. 48
Keterkaitan Antarmasalah ................................................................................ 86
Kerangka Konsep ............................................................................................... 87
Kesimpulan ......................................................................................................... 88
Daftar Pustaka .................................................................................................... 89

4

A. Skenario
Ny. Moli, 25 tahun telah melahirkan putra pertamanya 1 minggu yang lalu
secara normal. Hari ini, Ny. Moli datang kontrol ke dokter umum untuk memantau
kondisi rahimnya setelah melahirkan. Setelah itu, Ny. Moli juga merasa cemas
karena produksi air susunya tidak mencukupi dan anaknya sering menangis.
Kekhawatirannya bertambah mengingat ia harus kembali bekerja selama 8 jam
penuh setiap hari setelah 3 bulan masa cuti berakhir. Berat badan Ny. Moli juga
belum banyak berkurang.
Bayi Ny. Moli lahir cukup bulan dan dokter menyatakan saat ini dalam kondisi
sehat.

Dokter melakukan pemeriksaan fisik pada Ny. Moli:


Pemeriksaan Tanda Vital:
- BB: 65kg; TB: 160 cm
- Kesadaran: Compos Mentis
- Tekanan Darah: 110/70 mmHg
- Frekuensi Napas: 20x/Menit
- Frekuensi nadi: 80x menit
- Temperatur Axilla: 36,5

Pemeriksaan khusus
- Kepala:
Mata: Konjungtiva tak anemis
- Thoraks:
Paru dalam batas normal
Jantung dalam batas normal
Payudara tampak tegang dan membesar, areola melebar dan berwarna kehitaman,
tampak asi keluar dari papilla mammae ketika areola dipencet.
- Abdomen: Tampak cembung, lemas,nyeri tekan tidak ada, bising usus normal,
fundus uteri teraba 2 jari di atas simfisis pubis
-Pemeriksaan genitala eksterna: Tampak luka pada perineum baik (+), Hiperemis (-
), lokia (+) rubra

5

- Ekstremitas: Edema tungkai (-)

Dokter menyimpulkan bahwa Ny. Moli mengalami proses involusi uterus yang
normal dan laktasi normal dan dokter memberikan edukasi mengenai cara dan
waktu yang tepat untuk menyusui.

B. Klarifikasi Istilah
1. Compos Mentis
a. of sound mind, memory, and understanding (Merriam Webster)

2. Konjungtiva tak anemis


a. Konjungtiva dalam keadaan normal (jurnal Unhas)

3. Hiperemis
a. Kelebihan darah pada suatu bagian tubuh (KBBI)

4. Lokia
a. Discharge from the uterus and vagina following delivery (merriam Webster)

5. Involusi uterus
a. The shrinking of the uterus to its normal size afer childbirth (Concise Medical)

6. Laktasi
a. Pengeluaran susu dari kelenjar susu (KBBI)
b. The secretion of milk by the mammary glands of the breasts, which begins
normally at the end of pregnancy or may be pathological. (Concise Medical)

7. Areola
a. The brownish or pink ring of tissue surronding the nipple of the breast
(Concise Medical)

6

C. Identifikasi Masalah

Fakta O-E Concern


Hari ini, Ny. Moli datang kontrol ke dokter umum untuk
+ VVV
memantau kondisi rahimnya setelah melahirkan
Ny. Moli juga merasa cemas karena produksi air
susunya tidak mencukupi dan anaknya sering menangis
dan kekhawatirannya bertambah mengingat ia harus + VVVV
kembali bekerja selama 8 jam penuh setiap hari setelah
3 bulan masa cuti berakhir.
Berat badan Ny. Moli juga belum banyak berkurang. + VV
Pemeriksaan Tanda Vital:

-BB: 65kg; TB: 160 cm


-Kesadaran: Compos Mentis
-Tekanan Darah: 110/70 mmHg + VV

-Frekuensi Napas: 20x/Menit


-Frekuensi nadi: 80x menit
-Temperatur Axilla: 36,5
Pemeriksaan khusus
-Kepala:
Mata: Konjungtiva tak anemis
-Thoraks:
Paru dalam batas normal
Jantung dalam batas normal
Payudara tampak tegang dan membesar, areola melebar
+ VV
dan berwarna kehitaman, tampak asi keluar dari papilla
mammae ketika areola dipencet.
-Abdomen: Tampak cembung, lemas,nyeri tekan tidak
ada, bising usus normal, fundus uteri teraba 2 jari di atas
simfisis pubis
-Pemeriksaan genitala eksterna: Tampak luka pada
perineum baik (+), Hiperemis (-), lokia (+) rubra

7

-Ekstremitas: Edema tungkai (-)
Keterangan : (+) masalah
(0) bukan masalah
(v) penting

D. Analisis Masalah
1. Hari ini, Ny. Moli datang kontrol ke dokter umum untuk memantau kondisi
rahimnya setelah melahirkan.
a. Bagaimana anatomi reproduksi wanita saat sebelum melahirkan dan sesudah
melahirkan?
Jawab :
1. Pembesaran Uterus

8

2. Perubahan pada sistem skeletal

3. Perubahan pada Warna Kulit

9

55

4. Perubahan pada sistem urinaria

5. Venous Pressure


11
6. Gangguan pada sistem saraf

7. Perubahan pada organ visceral

Menurut Rustam Mochar (2012; h 29-30) perubahan anatomi dan fisiologi


pada perempuan hamil adalah sebagai berikut :
1. Sistem Reproduksi
a) Uterus
Ukuran, Rahim membesar akibat hipertrofi dan hyperplasia otot
polos Rahim, serabut – serabut kolagennya menjadi higroskopik,
endometrium menjadi desidua. Ukuran pada kehamilan cukup bulan
30 x 25 x 20 cm dengan kapasitas lebIh dari 4000 cc.Berat, berat
uterus naik secara luar biasa dari semula yang berbobot 30 gram
menjadi 1000 gram pada akhir kehamilan (40 minggu).Bentuk dan


12
konsistensi, pada bulan – bulan pertama kehamilan rahim berbentuk
seperti buah alpukat, pada kehamilan 4 bulan rahim berbentuk bulat
dan pada akhir kehamilan seperti bujur telur. Rahim yang tidak hamil
kira – kira sebesar telur ayam, pada kehamilan 2 bulan sebesar telur
bebek, dan kehamilan 3 bulan sebesar telur angsa. Pada minggu
pertama, isthimus rahim mengalami hipertrofi dan bertambah panjang
sehingga jika diraba terasa lebih lunak. Hal ini disebut tanda Hegar.
Pada kehamilan 5 bulan, rahim teraba seerti berisi ciairan ketuban,
dinding rahim terasa tipis oleh karena itu bagian – bagian janin dapat
diraba melalui dinding perut dan dinding rahim.

b) Serviks
Satu bulan setelah konsepsi serviks akan menjadi lebih lunak dan
kebiruan. Perubahan ini terjadi akibat penambahan vaskularisasi dan
terjadinya edema pada seluruh serviks, bersamaan dengan terjadinya
hipertrofi dan hyperplasia pada kelenjar – kelenjar serviks
(Prawirohardjo,2014; h. 177). Hal tersebut menjadikan serviks
bertambah vaskularisasinya dan meenjadi lunak yang disebut sebagai
tanda goodell. Kelenjar endoservikal membesar dan mengeluarkan
banyak cairan mucus. Karena pertambahan dan pelebaran pembuluh
darah, maka endoservikal berubah warna menjadi livid atau kebiruan
yang disebut sebagai tanda chadwick (Rustam Mochtar, 2012 ;h.29-
30)

c) Indung Telur
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan
folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat
ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi meksimal 6-7
minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai
progesterone dalam jumlah yang relatif minimal
(Prawirohardjo,2014;h.178)


13
d) Vagina dan perineum
Prawirohardjo (2014;178) menjelaskan bahwa selama kehamilan
peningkatan vaskularisasi ddan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan
otot - otot di perineum dan vulva, sehingga pada vagina akan terlihat
berwarna keunguan yang dikenal sebagai tanda chadwick. Perubahan
ini meliputi penipisan mukosa dan hilngnya sejumlah jaringan ikat dan
hipertrofi dari sel - sel otot polos.

e) Kulit
Menurut Prawirohardjo (2014;h.179) pada dinding kulit perut
akan terjadi perubahan warna menjadi kemerahan, kusam, dan
terkadang juga akan mengenai daerah payudara dan paha. Perubahan
ini dikenal dengan nama striae gravidarum. Pada multipara selain
striae kemerahan itu sering kali ditemukan garis berwarna perak
berkilau yang merupakan sikatrik dari striae gravidarum
sebelumnya.selain itu,terjadi perubahan pula di garis pertengahan
perut (linea alba) yang akan berubah bertambah hitam kecoklatan
yang disebut lina nigra

f) Payudara
Payudara akan bertambah ukurannya di vena - vena di bawah kuit
akan terlihat jelas.puting payudara akan membesar, kehitaman dan
tegak. Areola akan lebih besar dan kehitaman. kelenjar Montgomery
akan membesar dan cenderung menonjol keluar. Jika payudara
semakin membesar, striae seperti yang terlihat pada perut akan
muncul juga di payudara.

2. Sistem kardiovaskular
Pada minggu kelima cadiac output akan meningkat dan
perubahan ini terjadi untuk mengurani resistensi vascular sistemik. Selain
itu, denyut jantung juga mengalami peningkatan. Antara minggu ke-10
dan minggu ke-20 terj adi peningkatan plasma. Peningkatan estrogen dan


14
progesterone juga akan menyebabakan terjadinya vasodilatasi dan
penurunan resistensi vascular perifer. Sejak pertengahan kehamilan
pembesaran uterus akan menekan vena kava inferior dan aorta bawah
ketika berada dalam posisi telentang. Penekanan vena ke jantung.
Akibatnya, terjadi penurunan preload dan cardiac output sehingga
menyebabkan terjadinya hipotensi arterial yang dikenal sebagai sindrom
hipotensi supine dan pada keadaan yang cukup berat takan mengaibatkan
ibu kehilangan kesadaran (Prawirohardjo,2014;h.182-183).
Penekanan pada aorta ini juga akan menguragi aliran darah
uteroplasenta ke ginjal. selama trimester terakhhir posisi telentang akan
membuat fungsi ginjal menurun jika dibandingkan dengan posisi miring
kekiri. Oleh karena itulah mengapa ibu hamil tidak dianjurkan dalam
posisi telentang pada akhir kehamilan.

3. Sistem Respirasi
Frekuensi pernapasan hanya mengalami sedikit perubahan pada
kehamilan tetapi volume tidal, volume ventilasi per menit dan
penambilan oksigen per menit akan bertambah secara signifikan pada
kehamilan lanjut. Perubahan ini akan mencapai puncaknya pada minggu
ke-37 dan akan kembali hampir seperti semula sebelum hamil dalam 24
minggu setelah persalinan.

4. Traktus digestivus
Prawirohardjo menjelaskan perubahan yang nyata akan terjadi
pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus dan
penurunan sekresi asam hidroklorid dan peptin di lambung sehingga
akan menimbulkan gejala berupa pyrosis (heartburn) yang disebabkan
oleh refkluks asam lambung ke esophagus bawah sebagai akibat
perubahan posisi lambung dan menurunnya tonus sfingter esophagus
bagian bawah. Mual terjadi karena penurunan motiltas usus besar.

5. Traktus Urinarius


15
Ginjal akan membesar, glomerular filtration rate, dan renal
plasma flow juga akan meningkat. Pada ekskresi akan ditemukan kadar
asam amino dan vitamin yang larut dalam air dalam jumlah yang lebih
banyak. Glukosuria juga merupakan hal yang umum terjadi, akan tetapi
kewaspadaan terhadap penyakt diabetes mellitus tetap harus diwaspadai.
Sementara itu, proteinuria dan hematuria merupakan suatu hal yang
abnormal pada fungsi renal akan dijumpai peningkatan creatinine
clereance lebih tinggi yaitu 30%.

6. Sistem Endokrin
Kelenjar tyroid akan mengalami pembesaran hingga 15,0 ml pada
saat persalinan akibat dari hiperplasia kelenjar dan peningkatan
vaskularisasi. Kelenjar adrenal pada kehamilan normal akan mengecil,
sedangkan hormone androstenodion, testosterone, dioksikortokossteron,
aldosterone, dan kortisol akan meningkat (Pawirohardjo, 2014 ; h 186).

Selama perkembangan dan pertumbuhan janin di dalam rahim,


beberapa perubahan anatomi terjadi pada ibu hamil untuk
mengakomodasi proses tersebut. Perubahan ini pada dasarnya
disebabkan oleh hormon kehamilan dan tekanan mekanis yang diberikan
oleh rahim yang membesar. Perubahan meliputi:
i. Perkembangan plasenta
ii. Peningkatan ukuran uterus bersama dengan ekstensi perut,
pertambahan berat badan, pembesaran payudara dan beberapa
perubahan postural.
iii. Rahim tidak hanya bertambah besar ukurannya tetapi juga mengubah
posisi dan bentuknya,dinding otot rahim menguat dan menjadi lebih
elastis.
iv. Pelunakan ujung serviks pada awal minggu keenam dapat diamati.
v. Mukosa vagina juga menjadi tebal dan mempersiapkan diri untuk
melakukan peregangan selama persalinan dan kelahiran.


16
vi. Semua sistem tubuh seperti pernapasan, kardiovaskular, ginjal, GIT,
muskuloskeletal, dan integumen menyesuaikan diri untuk memenuhi
kebutuhan ibu dan janin.
vii. Output jantung meningkat dari 30% menjadi 50% di atas angka tidak
hamil.
viii. Tetapi hampir semua perubahan dan adaptasi ini dikembalikan ke
keadaan tidak hamil setelah lahir dan menyusui.

b. Bagaimana fisiologi reproduksi wanita saat sebelum melahirkan dan


sesudah melahirkan?
Jawab :

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta


keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira- kira 6 minggu.
Selama masa pemulihan tersebut berlangsung, ibu akan mengalami banyak
perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa perubahan
fisiologis reproduksi yang terjadi pada masa nifas diantaranya:

1) Involusi uterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses yakni uterus


kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat dengan berat sekitar 60
gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan
penanggalan desidua/ endometrium dan pengelupasan lapisan pada
tempat implantasi plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat
serta perubahan tempat uterus, warna, dan jumlah lochia. Proses involusi
uterus ini diantaranya:

1. Iskemia Miometrium: Disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang


terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat oto
atrofi.


17
2. Atrofi Jaringan: Terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen
saat pelepasan plasenta.
3. Autolysis: Proses penghancura diri sendiri yang terjadi didalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan
lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan
Yang disebabkan karena penurunan hormon esterogen dan
progesteron.
4. Efek Oksitosin: Menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
kurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.

Segera setelah kelahiran, uterus harus berkontraksi secara baik dengan


fundus sekitar 4 cm dibawah umbilikus atau 12 cm diatas simfisis pubis.
Dalam 2 minggu, uterus tidak lagi dapat dipalpasi diatas simfisis.

Perubahan uterus masa nifas:

No Waktu Tinggi Fundus Berat Diameter Palpasi


Involusi Uteri Uterus Uterus Serviks
1. Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 gram 12,5 cm Lunak
2. Plasenta lahir 2 jari dibawah 750 gram 12,5 cm Lunak
pusat
3. 1 minggu Pertengahan pusat 500 gram 7,5 cm 2 cm
sampai simfisis
4. 2 minggu Tidak teraba 300 gram 5 cm 1 cm
diatas simfisis
5. 6 minggu Bertambah kecil 60 gram 2,5 cm Menyempit


18
2) Perubahan Ligamen

Ligamen-ligamen dan diagfragma pelvis serta fasia yang


merenggang sewaktu kehamilan dan partus, serta jalan lahir, berangsur-
angsur menciut kembali seperti sediakala. Perubahan ligamen yang dapat
terjadi pasca melahirkan diantaranya: Ligamentum rotundum menjadi
kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi sehingga
ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

3) Perubahan Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai


dan berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri
berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan
antara korpus dan serviks berbentuk seperti cincin. Warna serviks sendiri
merah kehitam-hitaman karena pembuluh darah. Konsistensinya lunak,
kadang-kadang terdapat laserasi/ perlukaan kecil. Oleh karena robekan
kecil yang terjadi di daerah ostium eksternum selama dilatasi, serviks
tidak dapat kembali seperti sebelum hamil.

4) Lokia (Lochea)

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs


plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Pencampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia. Menurut Kemenkes RI (2014), definisi lochea adalah
ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea mengandung darah dan
sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Pemeriksaan
lochea meliputi perubahan warna dan bau karena lochea memiliki ciri
khas berbau amis atau khas darah dan adanya bau busuk menandakan
adanya infeksi. Jumlah total pengeluaran seluruh periode lochea rata- rata
240 – 270 ml. Lochea dibagi menjadi 4 tahapan yaitu:


19
1. Lochea Rubra/ Merah (Cruenta).
Lochea ini muncul pada hari ke-1 sampai hari ke-3 masa postpartum.
Cairan yang keluar berwarna merah karena berisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo, dan
mekonium.

2. Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
Berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 postpartum.

3. Lochea Serosa
Lochea ini bewarna kuning kecoklatan karena mengandung serum,
leukosit, dan robekan/ laserasi plasenta. Muncul pada hari ke-8
sampai hari ke-14 postpartum.

4. Lochea Alba/ Putih


Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir servik,
dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba bisa berlangsung selama
2 sampai 6 minggu postpartum. Biasanya wanita mengeluarkan
sedikit lochea saat berbaring dan mengeluarkan darah lebih banyak
saat berdiri/ bangkit dari tempat tidur. Hal ini terjadi akibat
penggumpalan darah forniks vagina atau saat wanita mengalami
posisi rekumben. Variasi dalam durasi aliran lochea sangat umum
terjadi, namun warna aliran lochea cenderung semakin terang, yaitu
berubah dari merah segar menjadi merah tua kemudian cokelat, dan
merah muda. Aliran lochea yang tiba-tiba kembali berwarna merah
segar bukan merupakan temuan normal dan memerlukan evaluasi.
Penyebabnya meliputi aktifitas fisik berlebihan, bagian plasenta atau
selaput janin yang tertinggal dan atonia ueterus.

Perbedaaan Lokia pada masa nifas:


LOKIA WAKTU WARNA CIRI-CIRI
Rubra 1-3 Hari Merah kehitaman Terdiri dari sel


20
desidua,verniks
caseosa,rambut
lanugo,sisa
mekonium,dan sisa
darah.
Sanguilenta 3-7 Hari Putih bercampur merah Sisa darah
bercampur lendir
Serosa 7-14 Hari Kekuningan/kecokelatan Lebih sedikit darah
dan lebih banyak
serum,juga terdiri
dari leukosit dan
robekan laserasi
plasenta.
Alba >14 Hari Putih Mengandung
leukosit,selaput
lendir serviks dan
serabut jaringan
yang mati.

5) Perubahan Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang


sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap
selama 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon estrogen pada masa
postpartum berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya
rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar minggu ke-4. Perineum
setelah persalinan, mengalami pengenduran karena teregang oleh tekanan
kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya tonus otot perineum terjadi
sekitar 5-6 mingu postpartum. Latihan senam nifas baik untuk
mempertahankan elastisitas otot perineum dan organ-organ reproduksi
lainnya. Luka episiotomi akan sembuh dalam 7 hari postpartum. Bila


21
terjadi infeksi, luka episiotomi akan terasa nyeri, panas, merah dan
bengkak.

2. Ny. Moli juga merasa cemas karena produksi air susunya tidak mencukupi dan
anaknya sering menangis dan kekhawatirannya bertambah mengingat ia harus
kembali bekerja selama 8 jam penuh setiap hari setelah 3 bulan masa cuti
berakhir.
a. Bagaimana mekanisme pembentukan dan pengeluaran ASI?
Jawab :
1. Perkembangan Payudara
Perkembangan ini dirangsang oleh estrogen yang berasal dari
siklus seks bulanan perempuan; estrogen yang merangsang
pertumbuhan kelenjar mammae payudara dan deposit lemak
membentuk tnassa payudara. Selain itu, pertumbuhan yang jauh lebih
besar terjadi selama keadaan estrogen tinggi pada kehamilan, dan pada
saat itulah jaringan kelenjar berkembang sempurna untuk pembentukan
air susu.

2. Estrogen Merangsang Pertumbuhan Sistem Duktus Payudara.


Sepanjang masa kehamilan, sejumlah besar estrogen yang
disekresi oleh plasenta menyebabkan sistern ductus payudara tumbuh
dan bercabang. Secara bersamaan, jumlah stroma payudara meningkat
dan sejumlah besar lemak terbentuk dalam stroma. Sedikitnya terdapat
empat hormon lain yang juga penting untuk pertumbuhan sistem
duktus: hormon pertumbuhan,prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan
insulin. Masing-masing hormon ini diketahui setidaknya sedikit
berperan dalam metabolisme protein, yang agaknya menjelaskan fungsi
hormone-hormon tersebut dalam perkembangan payudara.

3. Progesteron Dibutuhkan untuk Perkembangan Lengkap Sistem


Lobulus-Alveolus.


22
Perkembangan akhir payudara menjadi organ penyekresi air susu
juga memerlukan progesteron. Segera setelah sistem duktus
berkembang, progesteron bersinergi dengan estrogen, juga dengan
semua hormon-hormon lain tersebut di atas menyebabkan pertumbuhan
lebih lanjut lobules payudara, dengan pertunasan alveolus, dan
perkembangan sifatsifat sekresi sel-sel alveoli. Perubahan-perubahan ini
analogdengan efek sekretorik progesteron pada endometrium uterus
selama paruh akhir siklus seks perempuan.

4. Prolaktin Merangsang Laktasi


Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan
fisik payudara selama kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormon
ini adalah menghambat sekresi air susu yang sesungguhnya.
Sebaliknya, hormon prolaktin mempunyai efek yang berlawanan pada
sekresi air susu yaitu merangsangnya. Hormon ini disekresi oleh
kelenjar hipofisis anterior ibu, dan konsentrasinya dalam darah ibu
meningkat secara tetap dari minggu kelima kehamilan sampai kelahiran
bayi, meningkat menjadi 10 sampai 20 kali dari kadar normal saat tidak
hamil. Konsentrasi prolaktin yang tinggi pada akhir kehamilan.
Di samping itu, plasenta menyekresi sejumlah besar human
chorionic somatomammotropin, yang mungkin mempunyai sifat
laktogenik, jadi menyokong prolaktin dari hipofisis ibu selama
kehamilan. Meskipun demikian, karena efek supresi dari estrogen dan
progesteron, hanya beberapa mililiter cairan yang disekresi setiap hari
sampai bayi dilahirkan. Cairan yang disekresi selama beberapa hari
terakhir sebelum dan beberapa hari pertama setelah persalinan disebut
kolostrum; kolostrum terutama mengandung protein dan laktosa dalam
konsentrasi yang sama seperti air susu, tetapi hampir tidak mengandung
lemak, dan kecepatan maksimum produksinya adalah sekitar 1/100
kecepatan produksi air susu berikutnya.
Segera setelah bayi dilahirkan, hilangnya tiba-tiba sekresi
estrogen maupun progesteron dari plasenta memungkinkan efek


23
laktogenik prolaktin dari kelenjar' hipofisis ibu untuk berperan dalam
memproduksi air susu secara alami, dan setelah 1 sampai 7 hari
kemudian, payudara mulai menyekresi air susu dalam jumlah sangat
besar sebagai pengganti kolostrum. Sekresi air susu ini juga
memerlukan sekresi pendahuluan yang adekuat dari sebagian besar
hormon-hormon ibu lainnya, tetapi yang paling penting adalah hormon
pertumbuhan, kortisol, hormon paratiroid, dan insulin. Hormon-hormon
ini dibutuhkan untuk menyediakan asam amino, asam lemak glukosa,
dan kalsium yang diperlukan untuk pembentukan air susu.
Setelah kelahiran bayi, kadar basal sekresi prolaktin kembali ke
kadar sewaktu tidak hamil. Namun, setiap kali ibu menyusui bayinya,
sinyal saraf dari puting susu ke hipotalamus menyebabkan lonjakan
sekresi prolaktin sebesar 10 sampai 20 kali lipat yang berlangsung kira-
kira1jam,yang juga ditunjukkan pada Gambar 82-11. Prolaktin ini
bekerja pada payudara ibu untuk mempertahankan kelenjar mammae
agar menyekresi air susu ke dalam alveoli untuk periode laktasi
berikutnya. Bila lonjakan prolaktin ini tidak ada atau dihambat karena
kerusakan hipotalamus atau hipofisis, atau bila laktasi tidak berlanjut,
payudara akan kehilangan kemampuannya untuk memproduksi air susu
dalam waktu sekitar 1 minggu. Akan tetapi, produksi air susu dapat
berlangsung selama beberapa tahun bila anak terus mengisap, walaupun
kecepatan pembentukan air susu biasanya jauh berkurang setelah 7
sampai 9 bulan.

5. Hipotalamus Menyekresi Hormon Penghambat Prolaktin.


Oleh karena itu, diyakini bahwa sekresi prolaktin oleh hipofisis
anterior diatur seluruhnya atau hampir seluruhnya oleh suatu suatu
faktor penghambat yang dibentuk di hipotalamus dan diangkut ke
hipofisis anterior melalui sistem portal hipotalarnus-hipofisis. Faktor ini
disebut hormon penghambatprolaktin. Hampir dapat dipastikan bahwa
hormon ini sama dengan katekolamin dopamin, yang diketahui


24
disekresi oleh nukleus arkuatus dari hipotalamus dan dapat menurunkan
sekresi prolaktin sebanyak 10 kali lipat.

6. Penekanan Siklus Ovarium Perempuan pada Ibu Menyusui Beberapa


Bulan Setelah Persalinan.
Pada sebagianmbesar ibu yang inenyusui, siklus ovarium (dan
ovulasi) tidak kembali seperti semula sampai beberapa minggu setelah
penyapihan. Keadaan ini tampaknya disebabkan sinyal-sinyal saraf
yang sama dari payudara ke hipotalamus yang menyebabkan sekresi
prolaktin selama pengisapan baik karena sinyal-sinyal saraf tersebut
sendiri atau karena efek peningkatan prolaktin menghambat sekresi
hormon-hormon pelepas gonadotropin oleh hipotalamus. Hal ini
selanjutnya menekan pembentukan hormon-hormon gonadotropik
hipofisis hormon luteinisasi, dan hormon perangsang folikel. Namun.
setelah beberapa bulan menyusui, pada beberapa ibu, khususnya yang
menyusui hanya sementara waktu, hipofisis mulai menyekresi hormon-
hormon gonadotropik cukup untuk mengembalikan siklus seks bulanan,
walaupun menyusui dilanjutkan.

7. Proses Ejeksi (atau "Let-Down") dalam Sekresi Air Susu—Fungsi


Oksitosin
Air susu secara kontinu disekresi ke dalam alveoli payudara,
tetapi air susu tidak dapat mengalir dengan mudah dari alveoli ke dalam
sistem duktus dan, oleh karena itu, tidak bocor secara kontinu dari
puting susu. Sebaliknya, air susu harus disemprotkan (diejeksikan) dari
alveoli ke dalam ductus sebelum bayi dapat memperolehnya. Proses ini
disebabkan oleh gabungan refleks neurogenik dan hormonal yang
melibatkan hormon hipofisis posterior oksitosin, yaitu sebagai berikut.
Ketika bayi mengisap, bayi sebenarnya tidak menerima susu untuk
sekitar setengah menit pertama. Mula-mula impuls sensorik harus
ditransmisi melalui saraf somatik dari putting susu ke medula spinalis
ibu lalu ke hipotalamusnya, sehingga menyebabkan sinyal-sinyal saraf


25
yang meningkatkan sekresi oksitosin pada saat yang bersamaan yang
menyebabkan sekresi prolaktin.
Oksitosin kemudian dibawa dalam darah ke payudara, untuk
menyebabkan sel-sel mioepitel (yang mengelilingi dinding luar alveoli)
berkontraksi, dengan demikian mengalirkan air susu dari alveoli ke
dalam ductus pada tekanan +10 sampai 20 mm Hg. Pada saat itu isapan
bayi menjadi efektif dalam mengalirkan air susu, Jadi, dalam waktu 30
detik sampai 1 menit setelah bayi mulai mengisap payudara, air susu
mulai mengalir. Proses ini disebut ejeksi air susu atau pengaliran (let-
down) air susu.
Pengisapan pada satu sisi payudara tidak hanya menyebabkan
aliran air susu pada payudara tersebut melainkan juga pada payudara
sisi yang lain. Yang cukup menarik ialah bahwa dengan ibu membelai
bayi atau mendengar bayi menangis sering memberi cukup sinyal
emosional ke hipotalamus ibu untuk menyebabkan penyemprotan air
susu.

8. Komposisi Air Susu dan Pengeluaran Metabolik pada Ibu yang


Disebabkan oleh Laktasi
Tabel 82-1 mencantumkan kandungan air susu manusia dan air
susu sapi. Konsentrasi laktosa pada air susu manusia kira-kira50 persen
lebih banyak daripada air susu sapi, tetapi konsentrasi protein dalam air
susu sapi biasanya dua kali lebihbesar daripada dalam air susu manusia.
Akhirnya, hanya sepertiga abu, yang mengandung kalsium dan mineral-
mineral lain ditemukan pada air susu manusia jika dibandingkan air
susu sapi. Pada puncak laktasi seorang ibu, 1,5 liter air susu dapat
terbentuk setiap hari (dan bahkan lebih lagi bila ibu mempunyai anak
kembar). Dengan derajat laktasi ini, sejumlah besar energi dialirkan dari
ibu; sekitar 650 sampai 750 Kal/L (atau 19 sampai 22 Kal/ons)
terkandung dalam air susu ibu, meskipun komposisi dan kandungan
kalori air susu tersebut bergantung kepada diet ibu dan berbagai faktor
seperti kemontokan payudara.


26
Sejumlah besar zat metabolik sekitar 100 gram laktosa, yang
harus diperoleh melalui konversi glukosa ibu. Selain itu, 2 sampai 3
gram kalsium fosfat mungkin hilang setiap hari; pengeluaran kalsium
dan fosfat oleh payudara yang menyusui sering akan jauh lebih besar
dari pada asupan zat-zat ini kecuali bila ibu minum susu dalam jumlah
besar dan mendapat asupan vitamin D yang cukup. Untuk memenuhi
kebutuhan kalsium dan fosfat, kelenjar paratiroid menjadi sangat
membesar, dan tulang secara progresif inengalami dekalsifikasi.
Dekalsifikasi tulang ibu biasanya bukan masalah besar selama
kehamilan, tetapidapat menjadi lebih penting selama laktasi.

b. Apa hubungan antara rangsangan anak dengan pengeluaran ASI (hormon


yang memengaruhi)?
Jawab :
Ketika terjadi pengisapan payudara oleh bayi maka ujung saraf
sensorik terangsang dan menimbulkan potensial aksi yang merambat naik
melalui medulla spinalis ke hipotalamus. Hipotalamus akan memicu
pengeluaran oksitosin dari hipofisis posterior dan prolaktin dari hipofisis
anterior. Oksitosin akan mernagsang kontraksi myoepitel di payudara untuk
ejeksi ASi. Prolaktin akan bekerja pada epitel alveolus untuk mendorong
produksi ASi untuk menggantikan ASI yang keluar.
Apabila ibu membelai bayi atau mendengar bayi menangis maka
hipotalamus ibu akan memberikan sinyal emosional untuk penyemprotan air
susu.

c. Apakah rasa cemas memengaruhi produksi ASI?


Jawab :
Hormon reproduksi mengatur banyak sistem biologis yang terlibat
dalam PPD (post partum depression) yang diantaranya fungsi tiroid, fungsi
laktogenik, hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA), dan sistem kekebalan
tubuh. Hormon tiroid diusulkan sebagai biomarker PPD karena diduga


27
memiliki hubungan antara disfungsi tiroid dan depresi. Selain itu, hormone
laktogenik yaitu oksitosin dan prolaktin telah terlibat dalam PPD. Gagal
laktasi dan PPD umumnya terjadi bersamaan, serta hormon laktogenik juga
mengatur perilaku dan suasana hati ibu. Estrogen dan progesteron mengatur
ekspresi mRNA oksitosin di daerah otak yang akan meregulasi perilaku ibu.
Kurangnya oksitosin selama trimester ketiga dikaitkan dengan gejala
depresi selama kehamilan dan periode postpartum yang selanjutnya dapat
menyebabkan menyusui tidak berhasil.
Disfungsi HPA juga terlibat dalam pathogenesis PPD, terutama
hiperkortikolisme dikaitkan dengan gejala depresi. Selain itu, cortico
releasing hormone (CRH), ACTH, dan kortisol meningkat selama masa
kehamilan dan turun kadarnya 4 hari setelah melahirkan. Kadar kortisol
yang tinggi pada akhir kehamilan dikaitkan dengan gejala blues. Namun, hal
ini masih belum jelas apakah disregulasi HPA berkontribusi terhadap
timbulnya PPD.
Disregulasi sistem kekebalan juga mengarah ada PPD. Sistem imun
diatur oleh estradiol. Estradiol mengatur produksi sitokinin, reseptor
sitokinin, aktivasi sel efektor, dan fungsi imun monosit dan makrofag.
Perbedaan imunitas yang ditemukan untuk membedakan wanita dengan
PPD dari mereka yang tidak. Terjadinya gejala depresi, bertepatan
perubahan cepat estradiol dan kadar progesteron yang terjadi saat
persalinan, mengarahkan beberapa peneliti untuk melihat perubahan pada
hormon reproduksi sebagai pemicu stres pada wanita yang rentan.

d. Berapa volume ASI normal yang dikeluarkan perhari?


Jawab :
Pada hari pertama kelahiran bayi, ASI yang diperoleh hanya sekitar 30
ml. Jika ASI terus diberikan secara eksklusif maka dapat terjadi lonjakan
ASI hingga 900ml pada hari ke-40.

f. Apa saja faktor yang menyebabkan cemas pada ibu yang baru melahirkan?

Jawab :


28
Rasa cemas pada ibu yang baru melahirkan ditekankan secara historis
pada aspek psikososial, seperti riwayat pribadi penyakit kejiwaan (PPD
sebelumnya menjadi faktor risiko yang sangat signifikan), status sosial
ekonomi rendah, tingkat pendidikan rendah, penyalahgunaan alkohol dan
narkoba, dan rendahnya tingkat sosial atau dukungan mitra. Selain itu,
faktor obstetri seperti kehamilan yang tidak direncanakan, komplikasi
kehamilan dan mode persalinan telah diperdebatkan sebagai faktor risiko
potensial. Namun, sementara faktor-faktor risiko ini penting untuk PPD,
target utama tinjauan ini adalah faktor risiko biologis yang terkait dengan
PPD.

3. Berat badan Ny. Moli juga belum banyak berkurang.


a. Bagaimana mekanisme pertambahan dan pengurangan berat badan ibu
hamil saat sebelum melahirkan dan sesudah melahirkan?
Jawab :
Pertambahan berat selama kehamilan adalah salah satu indikator
ekspansi volume plasma dan keseimbangan positif kalori dan
menggambarkan secara kasar kecukupan diet. Kenaikan berat badan ibu
hamil yang normal berkisar antara 10-12,5 kg. Secara umum, kenaikan berat
badan selama kehamilan berkaitan dengan hal- hal sebagai berikut, seperti
tampak pada Tabel 2.1


29
Di Indonesia, standar pertambahan berat badan ibu hamil yang normal
adalah sekitar 9-12 kg (Kemenkes, 2010). Berikut standar pertambahan
berat badan ibu hamil selama masa kehamilan sesuai dengan IMT sebelum
hamil:

Sedangkan standar pertambahan berat badan per trisemester sesuai


dengan kategori IMT sebelum hamil adalah sebagai berikut:


30
Perubahan berat badan yang tidak sesuai akan berdampak bagi janin.
Peningkatan BMI ≥ 25% pada masa kehamilan akan meningkatkan resiko
kelahiran berat bayi besar yaitu bayi dengan berat lahir lebih dari 4000
gram. Demikian juga pertambahan berat badan yang tidak sesuai juga akan
mempengaruhi pertumbuhan pada janin. Pertambahan berat badan ibu
sangat berpengaruh pada trisemester I karena pada waktu ini janin tumbuh
cepat dan perlu gizi. Jika pertambahan berat badan ibu selama kehamilan
rendah maka dapat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan janin. Bayi
dengan gangguan pertumbuhan seperti pada bayi dengan berat lahir rendah
memiliki resiko kematian yang tinggi.

4. Pemeriksaan Tanda Vital:


-BB: 65kg; TB: 160 cm
-Kesadaran: Compos Mentis
-Tekanan Darah: 110/70 mmHg
-Frekuensi Napas: 20x/Menit
-Frekuensi nadi: 80x menit
-Temperatur Axilla: 36,5
a. Bagaimana pemeriksaan tanda vital yang normal pada ibu setelah melahirkan?


31
Jawab :
1. BB : 65 kg; TB : 160 cm
Normalnya, setelah melahirkan, ibu akan kehilangan berat badannya
5-11 kg. Menurut Ellen dkk (2011), pada saat kehamilan sampai satu tahun
setelah melahirkan berat badan ibu dapat bertambah rata-rata 0,5 kg- 5 kg.
Pada sekitar 12 – 25% berat badannya dapat menetap sampai 5 kg atau
lebih setelah melahirkan, hal inilah yang menyebakan terjadinya obesitas
pada ibu postpartum. hubungan antara pemberian ASI dengan perubahan
berat badan ibu postpartum dimana nilai yang diperoleh sebesar 85,9% ibu
yang memberikan ASI mengalami perubahan berat badan sedangkan ibu
yang tidak memberikan ASI hanya mengalami perubahan berat badan
sebesar 59,7% dengan nilai p=0,000 sehingga ini menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pemberian ASI dengan perubahan berat badan ibu
postpartum

BMI Ny.Moli : 65 : (1,56)2 = 25,39 yang berarti Ny. Moli mengalami


kelebihan berat badan

2. Kesadaran : Compos Mentis

Tingkat kesadaran seseorang yang abnormal menggambarkan keadaan


ketika seseorang mengalami penurunan fungsi kognitif atau tidak responsif
terhadap rangsangan. Sebagian besar kondisi medis yang serius atau
bahkan mengancam jiwa dapat merusak otak dan memengaruhi tingkat
kesadaran pengidap.


32
Sering terjadi tingkat kesadaran yang berubah-ubah bisa memperburuk
dengan cepat dari satu tahap ke tahap berikutnya. Akibatnya, seseorang
membutuhkan diagnosis yang tepat waktu serta perawatan yang cepat.
Beberapa tahapan berikut yang akan dilalui sampai seseorang mengalami
penurunan kesadaran hingga tak sadarkan diri:

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,


dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berkhayal.
4. Somnolen (letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi
jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya.

3. Tekanan Darah : 110/70 mmHg


Menurut Gunawan (2007) dalam Suri (2017) istilah “tekanan darah”
berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam
tubuh manusia. Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah sistolik
dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah
ketika menguncup (kontraksi) sedangkan, tekanan darah diastolik adalah
tekanan darah ketika mengendor kembali (rileksasi).
Tekanan darah untuk systole berkisar antara 110 – 140 mmHg dan
untuk diastole antara 60 – 80 mmHg. Setelah partus, tekanan darah dapat
sedikit lebih rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya
perdarahan pada proses persalinan. Bila tekanan darah mengalami


33
peningkatan lebih dari 30 mmHg pada systole atau lebih dari 15 mmHg
pada diastole perlu dicurigai timbulnya hipertensi atau preeklamsi post
partum.

Umumnya, orang dewasa dengan kondisi tubuh sehat memiliki


tekanan darah normal sekitar 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg. Angka
120 dan 90 menunjukkan tingkat tekanan ketika jantung memompa darah
ke seluruh tubuh atau biasa disebut tekanan sistolik. Sementara angka 80
dan 60 berarti tingkat tekanan saat jantung beristirahat sejenak sebelum
kembali memompa lagi, atau kerap disebut tekanan diastolik. Maka berarti
tekanan darah Ny. Moli masuk dalam kategori normal.

4. Frekuensi napas : 20x/ menit


Frekwensi pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali/menit. Pada
saat partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena kebutuhan
oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/mengejan dan
mempertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah
proses persalinan, frekwensi pernafasan akan kembali normal. Keadaan
pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan denyut nadi.

Rentang nilai normal nadi pada orang dewasa yaitu 60-100 kali
permenit (Terry and Susan, 2014). Diukur dengan stopwatch dalam waktu
1 menit. Instrumen frekuensi pernapasan menggunakan standar
operasional pengukuran pernapasan. Nilai normal pada orang dewasa
adalah adalah 14-20 kali permenit.

5. Frekuensi nadi 80x / menit


Nadi manusia rata-rata berdenyut sekitar 60-100 kali per menit. Orang
yang terbiasa berolahraga, seperti para atlit, biasanya memiliki
denyut jantung normal yang lebih rendah, yaitu sekitar 40 kali per menit.

6. Temperatur Axilla : 36,5


34
Normalnya, suhu tubuh bayi ada sekitar 36,5–37 derajat Celsius. Bayi
dikatakan demam ketika suhu tubuhnya meningkat hingga lebih dari 38
derajat Celcius, jika diukur dari anus (suhu rektal), 37,5 derajat Celcius
jika diukur dari mulut (suhu oral), atau 37,2 derajat Celcius jika diukur
dari ketiak (suhu aksila)

a. Mata tak anemis


Konjungtiva merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang
berguna melindungi sklera. Konjungtiva normalnya berwarna kemerahan,
pada keadaan tertentu (misal anemia) konjungtiva akan berwarna pucat
yang disebut dengan nama konjungtiva anemis. Jadi kondisi mata Ny.
Moli normal.


35
b. Paru- paru dan jantung dalam batas normal

c. Payudara tampak tegang dan membesar, areola melebar dan


berwarna kehitaman, tampak asi keluar dari papilla mammae ketika
areola dipencet.
Kelenjar payudara mencapai potensi penuh pada perempuan saat
menarke; pada bayi, anak–anak, dan laki–laki, kelenjar ini hanya
berbentuk rudimenter. Fungsi utama payudara wanita adalah menyekresi
susu untuk nutrisi bayi. Fungsi ini diperantarai oleh hormon estrogen dan
progesteron. Payudara wanita mengalami tiga tahap perubahan
perkembangan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan pertama terjadi
sejak masa pubertas, dimana estrogen dan progesteron menyebabkan
berkembangnya duktus dan timbulnya asinus. Selain itu yang
menyebabkan pembesaran payudara terutama karena bertambahnya
jaringan kelenjar dan deposit lemak. Perubahan kedua sesuai dengan siklus
menstruasi, yaitu selama menstruasi terjadi pembesaran vaskular, dan
pembesaran kelenjar sehingga menyebabkan payudara mengalami


36
pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri saat menstruasi. Perubahan ketiga
terjadi pada masa hamil dan menyusui. Payudara akan membesar akibat
proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus, sehingga tumbuh
duktus baru.
d. Abdomen: Tampak cembung, lemas,nyeri tekan tidak ada, bising usus
normal, fundus uteri teraba 2 jari di atas simfisis pubis.

e. Pemeriksaan genitala eksterna: Tampak luka pada perineum baik (+),


Hiperemis (-), lokia (+) rubra.
Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan rahim
maupun karena episotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum
terjadi secara spontan maupun robekan melalui tindakan episiotomi.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga terjadi pada persalinan berikutnya. Jadi tampak luka di
perineum normal.
Hiperemis adalah kelebihan darah pada suatu bagian tubuh, jadi
karena negatif, maka bukan masalah.


37
f. Ekstremitas: Edema tungkai (-)
Edema adalah salah satu tanda adanya inflamasi. Jadi jika (-) berarti
normal. Edema merupakan sesuatu yang normal saat setelah melahirkan.
Penyebab edema setelah melahirkan:
1. Penumpukan Cairan di Dalam Tubuh

Saat hamil, tubuh memproduksi lebih banyak hormon estrogen dan


progesteron. Peningkatan produksi kedua hormon tersebut dapat
menyebabkan retensi atau penumpukan cairan di dalam tubuh, termasuk
pada kaki.

2. Efek Membesarnya Rahim

Rahim yang kian membesar selama hamil dapat membuat


pembuluh vena di kaki tertekan, sehingga aliran darah balik dari tubuh
bagian bawah menjadi terhambat. Itulah sebabnya terjadi penumpukan
cairan di kaki yang menyebabkan pembengkakan, saat hamil.

Umumnya setelah melahirkan, rahim akan mendorong darah ke


bagian bawah tubuh. Namun, proses ini membutuhkan waktu selama
beberapa hari, sehingga kaki ibu mungkin masih terlihat bengkak
setelah melahirkan.


38
3. Proses Mengejan Saat Persalinan Normal

Proses mengejan saat persalinan normal dapat menjadi salah satu


penyebab kaki ibu bengkak setelah melahirkan. Sebab saat mengejan,
terjadi peningkatan tekanan ke berbagai area di tubuh, sehingga memicu
penumpukan cairan pada kaki, lengan, dan wajah.

4. Ligamen Tubuh yang Menjadi Lebih Longgar

Selama kehamilan, ligamen atau jaringan ikat pada seluruh tubuh


umumnya akan menjadi lebih longgar, sehingga menyebabkan kaki jadi
membesar. Itulah sebabnya setelah melahirkan, kaki dapat mengalami
pembengkakan. Meski umumnya hanya bersifat sementara, kondisi ini
dapat menjadi permanen pada beberapa orang.

5. Pemeriksaan khusus
- Kepala:
• Mata: Konjungtiva tak anemis
- Thoraks:
• Paru dalam batas normal
• Jantung dalam batas normal
• Payudara tampak tegang dan membesar, areola melebar dan berwarna
kehitaman, tampak asi keluar dari papilla mammae ketika areola dipencet.
- Abdomen: Tampak cembung, lemas,nyeri tekan tidak ada, bising usus normal,
fundus uteri teraba 2 jari di atas simfisis pubis
- Pemeriksaan genitala eksterna: Tampak luka pada perineum baik (+),
Hiperemis (-), lokia (+) rubra
- Ekstremitas: Edema tungkai (-)

a. Bagaimana mekanisme perubahan payudara sebelum dan sesudah


melahirkan?
Jawab :


39
Payudara mulai berkembang saat pubertas. Perkembangan ini dirangsang
oleh estrogen yang berasal dari siklus seks bulanan perempuan; estrogen
yang merangsang pertumbuhan kelenjar mammae payudara dan deposit
lemak membentuk tnassa payudara. Selain itu, pertumbuhan yang jauh lebih
besar terjadi selama keadaan estrogen tinggi pada kehamilan, dan pada saat
itulah jaringan kelenjar berkembang sempurna untuk pembentukan air
susu.Estrogen Merangsang Pertumbuhan Sistem Duktus Payudara.
Sepanjang masa kehamilan, sejumlah besar estrogen yang disekresi oleh
plasenta menyebabkan sistern duktus payudara tumbuh dan bercabang.
Secara bersamaan, jumlah stroma payudara meningkat dan sejumlah besar
lemak terbentuk dalam stroma. Sedikitnya terdapat empat hormon lain yang
juga penting untuk pertumbuhan sistem duktus: hormon pertumbuhan,
prolaktin, glukokortikoid adrenal, dan insulin. Masing-masing hormon ini
diketahui setidaknya sedikit berperan dalam metabolisme protein, yang
agaknya menjelaskan fungsi hormon- hormon tersebut dalam perkembangan
payudara.
Progesteron Dibutuhkan untuk Perkembangan Lengkap Sistem Lobulus-
Alveolus.
Perkembangan akhir payudara menjadi organ penyekresi air susu juga
memerlukan progesteron. Segera setelah sistem duktus berkembang,
progesteron bersinergi dengan estrogen, juga dengan semua hormon-hormon
lain tersebut di atas menyebabkan pertumbuhan lebih lanjut lobulus
payudara, dengan pertunasan alveolus, dan perkembangan sifat- sifat sekresi
sel-sel alveoli. Perubahan-perubahan ini analog dengan efek sekretorik
progesteron pada endometrium uterus selama paruh akhir siklus seks
perempuan.


40
b. Bagaimana anatomi payudara?1
Jawab :
Payudara terdiri dari glandula mammaria, kulit, dan jaringan ikat yang
terkait. Glandula mammaria merupakan modifikasi glandula sebacea yang
terletak di dalam fascia superficialis, anterior dari musculi pectoralis dan
dinding anterior thorax. Glandula mammaria terdiri dari ductus dan lobuli
sekretorius. Ini mengumpul, membentuk yang berisi 15-20 ductus lactiferi
yang masing-masing alirannya menuju puting payudara. Puting payudara
dikelilingi oleh daerah kulit berwarna gelap, yang disebut areola mammae.
Ductus dan lobuli glandula mammaria tersebut dikelilingi oleh suatu stroma
jaringan ikat yang berkembang dengan baik. Pada regio tertentu, stroma ini
memadat, membentuk suatu ligamentum yang jelas yaitu ligamenta
suspensoria mammaria, yang bersinambungan dengan dermis kulit dan
menyangga payudara.
Pada wanita yang tidak menyusui, komponen predominan payudara
adalah jaringan lemak, sedangkan pada wanita menyusui jaringan glandula
lebih dominan dibanding jaringan lemaknya. Payudara terletak di atas fascia


41
profundus musculus besar regiones pectorales dan sekitarnya. Selapis
jaringan ikat kendor (spatium retromammaria) memisahkan payudara dari
fascia profundus dan memungkinkan sedikit pergerakan terhadap struktur-
struktur di bawahnya. Meskipun ukuran payudara bervariasi, normalnya
payudara wanita terletak pada dinding thorax, di antara costae 2-6 di atas
musculi besar regiones pectorales. Tiap glandula mammaria terletak di
superolaterai, sekitar batas bawah musculi besar regiones pectorales dan
masuk ke dalam regio axillaris. Pada wanita dewasa payudara terletak di
atas costa II–IV.

c. Bagaimana fisiologi payudara?


Jawab :
Estrogen juga menyebabkan (1) perkembangan jaringan stroma
payudara, (2) pertumbuhan sistem duktus yang luas, dan (3) deposit lemak
di payudara. Lobulus dan alveoli payudara berkembang sedikit di bawah
pengaruh estrogen saja, tetapi progesteron dan prolaktinlah yang
menyebabkan terjadinya pertumbuhan dan fungsi yang nyata struktur-
struktur tersebut.

Ringkasnya, estrogen memulai pertumbuhan payudara dan alat-alat


pembentuk air susu payudara. Estrogen juga berperan pada pertumbuhan


42
karakteristik dan penampilan luar payudara perempuan dewasa. Akan tetapi,
estrogen tidak menyelesaikan tugasnya dalam mengubah payudara menjadi
organ yang memproduksi susu.

Lalu progesteron juga merangsang perkembangan payudara. Progesteron


meningkatkan perkembangan lobulus dan alveoli payudara, mengakibatkan
sel-sel alveolar berproliferasi, membesar, dan menjadi bersifat sekretorik.
Akan tetapi, progesteron tidak menyebabkan alveoli menyekresi air susu, air
susu disekresi hanya sesudah payudara yang sudah siap dirangsang lebih
lanjut oleh prolaktin kelenjar hipofisis anterior.

Progesteron juga menyebabkan payudara membengkak. Sebagian dari


pembengkakan ini terjadi karena perkembangan sekretorik di lobulus dan
alveoli, tetapi sebagian juga dihasilkan oleh peningkatan cairan di dalam
jaringan.

6. Dokter menyimpulkan bahwa Ny. Moli mengalami proses involusi uterus yang
normal dan laktasi normal dan dokter memberikan edukasi mengenai cara dan
waktu yang tepat untuk menyusui.
a. Bagaimana fisiologi involusi uterus?
Jawab :
1. Autolysis
Autolysis merupakan proses peghancuran diri sendiri yang terjadi
di dalam otot uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan
5 kali lebar dari semula selama kehamilan. Diketahui adanya
penghancuran protoplasma dan jaringan yang diserap oleh darah
kemudian dikeluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari setelah
melahirkan ibu sering buang air kecil. Pengrusakan secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan ini disebabkan karena penurunan
hormon estrogen dan progesteron.


43
2. Atrofi Jaringan
Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya
penghentian produksi estrogen dalam jumlah besar yang menyertai
pelepasan plasenta. Selain perubahan atrofi pada otot – otot uterus,
lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan
meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi
endometrium yang baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus
berkontraksi sehingga sirkulasi darah ke uterus terhenti yang
menyebabkan uterus kekurangan darah (lokal iskhemia). Kekurangan
darah ini bukan hanya karena kontraksi dan retraksi yang cukup lama
seperti tersebut diatas tetapi disebabkan oleh pengurangan aliran darah
ke uterus, karena pada masa hamil uterus harus membesar menyesuaikan
diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi kebutuhannya, darah
banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan hiperplasi setelah
bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah berkurang,
kembali seperti biasa.

3. Efek Oksitosin
Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang myometrium
uterus sehingga dapat berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu
proses yang kompleks dan terjadi karena adanya pertemuan aktin dan
myosin. Dengan demikian 21 aktin dan myosin merupakan komponen
kontraksi. Pertemuan aktin dan myosin disebabkan karena adanya
myocin light chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase,
proses ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion kalsium yang masuk
dalam sel, sedangkan oksitosin merupakan suatu hormon yang
memperbanyak masuknya ion kalsium ke dalam intra sel. Sehingga
dengan adanya oksitosin akan memperkuat kontraksi uterus. Intensitas
kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin
yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh


44
darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot
uterin akan mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jam pertama
masa nifas intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur,
karena itu penting sekali menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus
pada masa ini.

b. Bagaimana cara meyusui yang tepat dan waktu yang tepat untuk menyusui?
Jawab :

Cara Menyusui yang Benar


• Menyusui dalam posisi dan perlekatan yang benar, sehingga menyusui
efektif.
• Menyusui minimal 8 kali sehari semalam (24 jam)
• Menyusui kanan - kiri secara bergantian, hanya berpindah ke sisi lain
setelah mengosongkan payudara yang sedang disusukan.

POSISI MENYUSUI
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI
dan mencegah lecet puting susu. Pastikan ibu memeluk bayinya dengan
benar. Berikan bantuan dan dukungan jika ibu memerlukan, terutama jika
ibu pertama kali menyusui atau ibu berusia sangat muda.
Posisi ibu yang benar saat menyusui akan memberikan rasa nyaman
selama ibu menyusui bayinya dan juga akan membantu bayi melakukan
isapan yang efektif.


45
Posisi menyusui yang benar adalah :
a. Jika ibu menyusui bayi dengan posisi duduk santai, punggung bersandar
dan kaki tidak menggantung.
b. Jika ibu menyusui sambil berbaring, maka harus dijaga agar hidung bayi
tidak tertutup.

Kemudian tunjukkan kepada ibu cara melekatkan bayi. Ibu hendaknya :


a. Menyentuhkan puting susu ke bibir bayi.
b. Menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
c. Segera mendekatkan bayi ke arah payudara sedemikian rupa sehingga
bibir bawah bayi terletak di bawah puting susu.

E. Learning Issues
1. Perubahan Anatomi Reproduksi Wanita
2. Fisiologi Reprodusi Wanita
3. Mekanisme Produksi ASI
4. Hasil Pemeriksaan Normal
5. Fisiologi Involusi Uterus
6. Mekanisme Cemas


46
F. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
What We What We What We How We
No. Pokok Bahasan
Know Don't Know Have to Prove Will Learn
Perubahan
Anatomi
Perubahan anatomi
reproduksi
1. Anatomi reproduksi
wanita saat
Reproduksi Wanita wanita saat
tidak hamil
hamil
Fisiologi
Fisiologi
2. Reproduksi
Reproduksi Wanita
Wanita
Mekanisme
Mekanisme Hormon terbentuknya
3. Produksi dan yang dan
Pengeluaran ASI memengaruhi pengeluaran
ASI
Berat badan
Textbook
normal,
Tingkatan dan jurnal
tekanan Abdomen
kesadaran,
darah normal,
frekuensi
Hasil Pemeriksaan normal, pemeriksaan
4. napas
Normal temperatur tinggi fundus
normal,
axilla uteri, jenis-
frekuensi
normal, jenis lokia
nadi normal
pemeriksaan
mata normal

Fisiologi Involusi Pengertian Proses


5. -
Uterus involusi involusi
uterus uterus
Mekanisme
Mekanisme Cemas - -
6 cemas


47
G. Sintesis
1) Perubahan Anatomi

1. Anatomi Genitalia
Wanita


48
Perbandingan Anatomi Reproduksi Wanita Sebelum dan Sesudah Melahirkan
Organ Perubahan Keterangan
Genitalia

Otot -Perubahan banyak terjadi di fundus Pengaruh estrogen dan


uterus dan korpus uteri, serta semakin progesteron:
menuju serviks, makin berkurang 10 a. Hipertrofi otot uterus
% b. Bertambahnya bahan
-Pada minggu ke-12 sudah keluar dari kontraksi
pelvis minor c. Jaringan ikat fibrotik
-Pengaruh hormonal terhadap untuk mempertahankan uterus
perbesaran uterus hanya berlangsung
sampai kehamilan 14 minggu, dan
seterusny dipengaruhi oleh tumbuh
kembang janin
Tebal otot uterus saat kehamilan
hanya sekitar 1,5 cm sehingga dapat
dipalpasi
Serviks -Akibat dari meningkatnya -Perubahan warna serviks
vaskularisasi sat hamil, yaitu edema, dapat digunakan untuk
hyperplasia, hipertrofi kelenjar serviks diagnosis kehamilan yang
tidak pasti
-Bentuk hyperplasia dan
hipertrofi serviks dicurigakan
merupakan bentuk keganasan
Isthmus -Vaskularisasi yang meningkat
menyebabkan isthmus mmelunak
Ovarium -Korpus luteum dipertahankan selama - Terkadang terjadi korpus
kehamilan sampai umurnya 16 luteum yang tetap besar
minggu disebut korpus luteum
-Puncak fungsi korpus luteum pada persisten
minggu ke 6-7 dan selanjutnya


49
menurun
Tuba -Mengalami hipertrofi
Fallopi

Vagina -Otot polos hipertrofi - Perubahan pH bertujuan


-pH vagina sekitar 3-6, sekresi untuk menghindari infeksi
meningkat sehingga dapat mengubah
keseimbangan asam basana
-Vagina mukosa makin menebal
Mamae -Perkembangan mamae dipengaruhi - Timbunan lemak sekitar
oleh: asinus/ alveolus menekan
a. Estrogen yang memengaruhi sistem ujung saraf sehingga terasa
saluran kelenjar mamae tegang, sensitive, dan terasa
b.Progesteron memengaruhi sistem sakit
asinus dan timbunan lemak sekitar - Rasa sakit hanya
asinus berlangsung beberapa hari saja
a. Somatomammotropin: - Saat hamil dapat saja
1. Memengaruhi pertumbuhan sel dikeluarkan ASI karena
alveolus mamae pengaruh prolaktin dan
2. Memproduksi kasein, hipofisis anterior
laktatbumin, lactoglobulin - Hambatan pengeluaran
3. Menyiapkan laktasi dan ASI karena plasenta
menunggu pengaruh prolactin yang mengeluarkan inhibitor
dikeluarkan hipofisis anterior prolaktin hormon yang
b. Somatomammotropin dan menghalangi kerja prolaktin
progesterone bersama-sama - Hiperpigmentasi mamae
menimbulkan: kemungkinan kerja sama
1. Timbunan lemak di sekitar dengan melanocytes
asinus stimulating hormone dari
2. Hiperpigmentasi areola mamae hipofisis anterior
3. Pembuluh darah sekitar
mammae menonjol


50

51
1. Pembesaran Uterus

2. Perubahan pada sistem skeletal


52
3. Perubahan pada Warna Kulit


53
4. Perubahan pada sistem urinaria


54
5. Venous Pressure

6. Gangguan pada sistem saraf


55
7. Perubahan pada organ visceral

2) Fisiologi Reproduksi Wanita


Fungsi esensial sistem reproduksi wanita :
1. Membentuk ovum (oogenesis)
2. Menerima sperma
3. Mengangkut sperma dan ovum ke tempat penyatuan (fertilisasi, atau konsepsi)
4. Memelihara janin yang sedang tumbuh hingga janin dapat bertahan hidup di dunia
luar (gestasi, atau kehamilan), mencakup pembentukan plasenta, organ pertukaran
antara ibu dan janin.
5. Melahirkan bayi (partus)
6. Memberi makan bayi setelah lahir dengan menghasilkan susu (laktasi)

Sistem Hormon Perempuan


Sistem hormon perempuan terdiri atas tiga hormon sebagai berikut.
1. Hormon yang dikeluarkan hipotalamus, hormon pelepasgonadotropin (GnRH).


56
2. Hormon eks hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon
luteinisasi (LH), keduanya disekresi sebagai respons terhadap pelepasan GnRH dari
hipotalamus.
3. Hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh ovarium
sebagai respons terhadap kedua hormon seks perempuan dari kelenjar hipofisis
anterior.
Berbagai macam hormon ini
disekresi dengan kecepatan yang
sangat berbeda pada berbagai bagian
yang berbeda dari siklus seks bulanan
perempuan tersebut. Gambar 81-3
menunjukkan perkiraan perubahan
konsentrasi hormon - hormon
gonadotropik hipofisis anterior FSH
dan LH (dua kurva bawah), serta
hormon-hormon ovarium, estradiol
(estrogen) dan progesteron (dua kurva atas).
Jumlah GnRH yang dilepaskan dari hipotalamus meningkat dan menurun
tidak begitu cepat selama siklus seksual bulanan. GnRH disekresi dalam semburan -
semburan pendek rata - rata sekali setiap 90 menit, seperti yang terjadi pada laki-laki.
Tidak seperti produksi sperma yang terus-menerus dan sekresi testosteron
yang pada hakikatnya konstan pada pria, pelepasan ovum bersifat berkala dan sekresi
hormon - hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklis yang lebar. Jaringan
yang dipengaruhi oleh hormon-hormon seks ini juga mengalami perubahan siklik,
dengan yang paling jelas adalah daur menstruasi bulanan (menstruus berarti
"bulanan"). Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk
fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika
pembuahan tidak terjadi, siklus berulang. Jika pembuahan terjadi, siklus terhenti
sementara sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara dan melindungi
manusia yang baru terbentuk hingga ia berkembang menjadi individu yang mampu
hidup di luar lingkungan ibu. Selain itu, wanita melanjutkan fungsi reproduksinya
setelah melahirkan dengan menghasilkan susu (laktasi) untuk memberi makan bayi.


57
Siklus Ovarium


58
Setelah pubertas dimulai, ovarium secara terus - menerus mengalami dua fase
secara bergantian: fase folikular, yang didominasi oleh keberadaan folikel matang;
dan fase luteal, yang ditandai oleh adanya korpus luteum (akan segera diuraikan).
Dalam keadaan normal, siklus ini hanya terinterupsi jika terjadi kehamilan dan
akhirnya berakhir pada menopause.
Siklus ovarium rerata
berlangsung 28 hari, tetapi hal ini
bervariasi di antara wanita dan di antara
siklus pada wanita yang sama. Folikel
bekerja pada paruh pertama siklus
untuk menghasilkan telur matang yang
siap untuk berovulasi pada pertengahan
siklus. Korpus luteum mengambil alih
selama paruh terakhir siklus untuk
mempersiapkan saluran reproduksi
wanita untuk kehamilan jika terjadi
pembuahan pada telur yang dibebaskan
tersebut.
Jika ovum yang dibebaskan
tidak dibuahi dan tidak berimplantasi,
korpus luteum akan berdegenerasi
dalam waktu sekitar 14 hari setelah
pembentukannya. Sel - sel luteal
berdegenerasi dan difagositosis, dan


59
jaringan ikat segera masuk untuk membentuk massa jaringan fibrosa yang dikenal
sebagai korpus albikans ("badan putih"). Fase luteal kini usai, dan satu siklus
ovarium telah selesai. Suatu gelornbang baru pembentukan folikel, yang dimulai
ketika degenerasi korpus luteum tuntas, menandai dimulainya fase folikular baru.
Jika pembuahan dan implantasi terjadi, korpus luteum terus tumbuh dan
meningkatkan produksi progesteron dan estrogennya dan bukan mengalami
degenerasi. Struktur ovarium ini, yang sekarang dinamai korpus luteum kehamilan,
menetap hingga kehamilan berakhir. Struktur ini menghasilkan hormone - hormon
yang esensial untuk mempertahankan kehamilan hingga plasenta yang kemudian
terbentuk mengambil alih fungsi krusial ini. Anda akan mempelajari lebih lanjut
peran struktur - struktur ini kemudian.

Siklus Haid
Siklus haid terdiri dari tiga fase: fase haid; fase proliferatif; dan fase sekretorik, atau
progestasional.

1. Fase Haid
Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh pengeluaran darah dan
sisa endometrium dari vagina. Berdasarkan konvensi, hari pertama haid dianggap
sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan dengan pengakhiran fase luteal
ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena
tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus
sebelumnya, kadar progesteron dan estrogen darah turun tajam dan karena efek akhir


60
progesteron dan estrogen adalah mempersiapkan endometrium untuk implantasi
ovum yang dibuahi, terhentinya sekresi hormon steroid ini menyebabkan lapisan
dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrient ini kehilangan hormon-hormon
penunjangnya.
Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang pembebasan suatu
prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh - pembuluh
endometrium, menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan penyaluran O2
yang terjadi kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh
darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah ini membilas
jaringan endometrium ke dalam lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus
terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan tipis, dalam berupa sel epitel dan
kelenjar, yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama
juga merangsang kontraksi ringan ritmik miometrium uterus. Kontraksi ini
membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar
melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat
produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan dismenore (kram haid) yang
dialami oleh sebagian wanita. Pengeluaran darah rerata selama satu kali haid adalah
50 hingga 150 mL.
Haid biasanya berlangsung selama lima hingga tujuh hari setelah degenerasi
korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium. Penghentian
efek progesteron dan estrogen pada degenerasi korpus luteum menyebabkan
terkelupasnya endometrium (haid) dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium
di bawah pengaruh hormon gonadotropik yang kadarnya meningkat. Turunnya
sekresi hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus dan
hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH meningkat dan fase folikular baru
dapat dimulai. Setelah lima hingga hingga tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan
LH, folikel - folikel yang baru berkembang telah menghasilkan cukup estrogen untuk
mendorong perbaikan dan pertumbuhan endometrium.
2. Fase Proliferatif
Fase Proliferatif dimulai bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular
ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi di bawah
pengaruh estrogen dari folikel - folikel yang baru berkembang. Saat aliran darah haid


61
berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari
1 mm. Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di
endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3 hingga 5 mm. Fase
proliferatif yang didominasi oleh estrogen ini berlangsung dari akhir haid hingga
ovulasi. Kadar puncak estrogen memicu lonjakan LH yang menjadi penyebab
ovulasi.
3. Fase Sekretorik, atau Progestasional
Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru, uterus masuk ke fase
sekretorik, atau progestasional yang bersamaan waktunya dengan fase luteal
ovarium. Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron (langkah ) dan
estrogen. Progesteron mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan oleh
estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini disebut fase
sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen ke dalam
uterus untuk makanan awal embrio yang sedang berkembang sebelum implantasinya,
atau fase progestasional ("sebelum kehamilan") yang merujuk kepada lapisan subur
endometrium yang mampu menopang kehidupan awal mudigah setelah
berimplantasi. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi, korpus luteum
berdegenerasi dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali. Berbagai faktor
dapat memengaruhi keseimbangan aksis sumbu hipotalamus – hipofisis – ovarium -
organ target perifer sehingga menyebabkan ketidakteraturan menstruasi dan masalah
fertilitas. Di antara masalah ini adalah kelaparan (contoh masalahnya adalah
anoreksia nervosa), stres, dan olahraga berat.

Perubahan fisiologis pada ibu post partum

a. Perubahan pada sistem reproduksi

1) Involusi uteri
Involusi uteri merupakan proses berkurangnya ukuran uterus setelah
lahirnya plasenta yang disebabkan karena adanya kontraksi dan mengecilnya sel-
sel myometrium oleh proses autolysis yang di pecah dalam bentuk sederhana
kemudian diabsorbsi.
2) Kontraksi uterus


62
Kontraksi uterus yang baik apabila uterus menjadi bundar/bulat dank eras
seperti batu, sebaliknya bila uterus berbentuk lembek menjadi tinggi dari tempat
semula, menunjukkan jika uterus kurang baik. Afterpains merupakan kontraksi
uterus intermiten setelah melahirkan dengan berbagai intensitas. Peristiwa seperti
ini biasanya dialami oleh ibu hamil multipara karena otot-otot uterusnya tidak lagi
dapat memepertahankan retraksi yang tetap karena penurunan tonus dari
persalinan sebelumnya.
Afterpains seringkali bersamaan dengan saat menyusui,saat kelenjar hipofisis
posterior melepaskan oksitosin yang dosebabkan oleh isapan bayi. Hormon
oksitosin dilepaskan dari kelenjar hipofisis meperkuat dan mengatur kontraksi
uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses hemostatis.
3) Lochea
Lochea adalah cairan secret yang keluar dari kavum uteri dan vagina
selama masa nifas, lochea mempunyai bau amis, meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda pada setiap wanita. Lochea biasanya
berlangsung kurang lebih selama 2 minggu setelah persalinan.
4) Servik dan Segmen Bawah Uterus
Setelah kelahiran, miometrium segmen bawah uterus yang sangat menipis
berkontraksi dan bertraksi tetapi tidak sekuat korpus uteri. Pada beberapa minggu,
segmen bawah diubah dari struktur yang jelas-jelas cukup besar untuk membuat
kebanyakan kepala janin cukup bulan menjadi isthmus uteri hamper tidak dapat
dilihat yang terletak diantara korpus di atas dan os interna servik di bawah.
Setelah melahirkan, servik menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk
seperti corong,hal ini disebebkan korpus uteri berkontraksi sedangkan servik tidak
berkontraksi, sehingga pembatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk
cincin, warna servik merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah.
Setelah bayi lahir, tangan pemeriksa dimasukkan 2-3 jari, dan setelah satu minggu
hanya 1 jari yang dapak masuk. Oleh karena hiperplasi dan retraksi servik,
robekan servik dapat sembuh.
5) Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta penegangan yang sangat
besar selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8


63
minggu post partum. Penurunan hormon estrogen pada masa post partum berperan
dalan penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali
setelah minggu ke empat.

b. Perubahan endokrin

1) Hormon plasenta
Selama periode setelah melahirkan terjadi perubahan hormon yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta turun dengan cepat setelah persalinan.
2) Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wnita tidak menyusui
menurun dalam kurun waktu 2 minggu. FSH dan LH terus meningkat pada fase
konsentrasi folikuler pada minggu ke tiga, dan LH tetap rendah serta ovulasi
terjadi
3) Hormon oksitosin
Hormon oksitosin merupakan hormon yang diproduksi oleh hipotalamus
dan di sekresikan oleh dorsal (posterior) lobus kelenjar pituitari pada kedua jenis
kelamin, tetapi pada wanita efeknya ditingkatkan dan diperluas karena kadar
estrogen yang lebih tinggi. Adanya estrogen meningkatkan jumlah reseptor
oksitosin dan merangsang produksi oksitosin. Oksitosin juga diproduksi di
ovarium dan testis serta dinding pembuluh darh dan jantung. Hal ini dianggap
neurotransmitter, sama seperti serotonin atau dopamin, akan tetapi setelah
dibebaskan dari kedalam alairan darah tidak dapat masuk kembali otak itu sendiri,
karena penghalah darah – otak. Sebaliknya, efek neurologis yang diduga
disebabkan oleh rilis dari neuron tertentu kedalam tubuh, yang pada gilirannya
mempengaruhi respon neurologis tertentu.
Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin bekerja pada otot uterus
dan jaringan payudara berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontrasi sehingga dapat mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang
produksi ASIdan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi uteri.
4) Hormon ekstrogen dan progesterone


64
Volume darah normal selama kehamilan akan meningkat. Hormon
estrogen yang tingi akan memperbesar hormon anti diuretic yang dapat
meningkatkan volume darah. Sedangkan untuk hormon progesteron dapat
mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan
pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena,
dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina.

3) Mekanisme Produksi ASI


1) Laktogenesis I
Pada fase akhir kehamilan, payudara perempuan memasuki fase pembentukan
laktogenesis I, dimana payudara mulai memproduksi kolostrum yang berupa cairan
kuning kental. Pada fase ini payudara perempuan juga membentuk penambahan dan
pembesaran lobules-alveolus. Tingkat progesteron yang tinggi dapat menghambat
produksinya ASI. Pada fase ini kolostrum yang keluar pada saat hamil atau sebelum
bayi lahir tidak menjadikan masalah sedikit atau banyaknya ASI yang akan di
produksi.

2) Laktogenesis II
Pada saat melahirkan dan plasenta keluar menyebabkan menurunnya hormon
progesterone, estrogen dan human placental lactogen (HPL) secara tiba-tiba, akan
tetapi kadar hormone prolaktin tetap tinggi yang menyebabkan produksi ASI yang
berlebih dan fase ini di sebut fase laktogenesi II.
Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat,
memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum
rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di
dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu
sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi
apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun
level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam
proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi
mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah


65
melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73
jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak
langsung setelah melahirkan.
Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum
mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya,
khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi
usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga
mencegah alergi makanan. Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan,
kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.

3) Laktogenesis III
Fase laktogensis III merupakan fase dimana system control hormone
endokrin mengatur produksinya ASI selama kehamilan dan beberapa hari setelah
melahirkan. Pada saat produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai.
Pada tahap ini apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI
lebih banyak. Payudara akan memproduksi ASI lebih banyak lagi jika ASI sering
banyak dikeluarkan, selain itu reflek menghisap bayi pula akan dapat mempengaruhi
produksi ASI itu sendiri.

2. Hormon-hormon pembentuk ASI


a. Progesterone
Hormon progesterone ini mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli.
Tingkat progesteron akan menurun sesaat setelah melahirkan dan hal ini dapat
mempengaruhi produksi ASI berlebih.
b. Estrogen
Hormon estrogen ini menstimulasi saluran ASI untuk membesar. Hormon
estrogen akan menurun saat melahirkan dan akan tetap rendah selama beberapa
bulan selama masih menyusui. Pada saat hormon estrogen menurun dan ibu masih
menyusui, di anjurkan untuk menghindari KB hormonal berbasis hormone
estrogen karena kana menghambat produksinya ASI.
c. Prolaktin


66
Hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang di sekresikan oleh
grandula pituitary. Hormon ini berperan dalam membesarnya alveoli saat masa
kehamilan. Hormon prolaktin memiliki peran penting dalam memproduksi ASI,
karena kadar hormon ini meningkat selama kehamilan. Kadar hormon prolaktin
terhambat olek plasenta, saat melahirkan dan plasenta keluar hormon progesterone
dan estrogen mulai menurun sampai tingkat dilepaskan dan diaktifkannya hormon
prolaktin. Peningkatan hormon prolaktin akan menghambat ovulasi yang bias di
katakana menmpunyai fungsi kontrasepsi alami, kadar prolaktin yang paling
tinggi adalah pada malam hari.
d. Oksitosin
Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus pada rahim pada
saat melahirkan dan setelah melahirkan. Pada saat setelah melahirkan, oksitosin
juga mengancangkan otot halus pada sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju
saluran susu. Hormon oksitosin juga berperan dalam proses turunnya susu let
down/milk ejection reflex.

Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon oksitosin, yaitu :


1) Isapan bayi saat menyusu

2) Rada kenyamanan diri pada ibu menyusui

3) Diberikan pijatan pada punggung atau pijat oksitosin ibu yang sedang
menyusui

4) Dukungan suami dan keluarga pada ibu yang sedang dalam masa menyusui
eksklusif pada bayinya

5) Keadaan psikologi ibu menyusui yang baik

e. Human Placenta Lactogen (HPL)


Pada saat kehamilan bulan kedua, plasenta akan banyak mengeluarkan
hormon HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara, putting, dan areola
sebelum melahirkan.


67
Proses Pengeluaran ASI
Ketika bayi mulai menghisap, terdapat beberapa hormone yang berbeda
bekerja sama untuk pengeluaran air susu dan melepaskannya untuk di hisap. Gerakan
isapan bayi dapat merangsang serat saraf dalam puting. Serat saraf ini membawa
permintaan agar air susu melewati kolumna spinalis ke kelenjar hipofisis dalam otak.
Kelenjar hipofisis akan merespon otak untuk melepaskan hormon prolaktin dan
hormone oksitosin. Hormon prolaktin dapat merangsang payudara untuk
menghasilkan lebih banyak susu. Sedangkan hormon oksitosin merangsang kontraksi
otot-otot yang sangat kecil yang mengelilingi duktus dalam payudara, kontraksi ini
menekan duktus dan mengelurkan air susu ke dalam penampungan di bawah areola.
Pada saat proses laktasi terdapat dua reflek yang berperan, yaitu reflek
prolaktin dan reflek let down/reflek aliran yang akan timbul karena rangsangan
isapan bayi pada puting susu.
a. Reflek Prolaktin
Pada saat akhir kehamilan, hormon prolaktin berperan untuk pembentukan
kolostrum, akan tetapi jumlah kolostrum terbatas karena aktivitas hormon prolaktin
terhambat oleh hormon estrogen dan hormon progesterone yang kadarnya masih
tinggi. Tetapi setelah melahirkan dan lepasnya plasenta, maka hormon estrogen dan
hormon progesteron akan berkurang. Selain itu dengan isapan bayi dapat merangsang
puting susu dan kalang payudara, yang akan merangsang ujung-ujung saraf sensori
yang mempunyai fungsi sebagai reseptor mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan
ke hipotalamus melalui medulla spinalis, sehingga hipotalamus akan menekan
pengeluaran faktor-faktor yang menghambat sekresi prolaktin dan sebaliknya juga
akan merangsang pengeluaran faktor-faktor yang akan memacu sekresi prolaktin.
Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofisis sehingga
dapat dikeluarkannya prolaktin dan hormon prolaktin dapat merangsang sel-sel
alveoli yang fungsinya untuk membuat air susu. pada ibu menyusui, kadar hormon
prolaktin akan mengalami peningkatan jika ibu bayi dalam keadaan stress (pengaruh
psikis), anastesi, operasi, rangsangan putting susu, hubungan seksual dan obat-
obatan.


68
b. Reflek Aliran / Let Down
Proses pembentukan prolaktin oleh adenohipofisis, rangsangan yang berasal
dari isapan bayi dan akan dilanjutkan ke hipofisis posterior yang kemudian akan
mengeluarkan hormon oksitosin. Melalui aliran darah hormon ini akan dibawa ke
uterus yang akan menimbulkan kontrasi pada uerus sehinggat dapat terjadi involusi
dari organ tersebut. Kontraksi yang terjadi tersebut akan merangsang diperasnya air
susu yang telah diproses dan akan dikeluarkan melalui alveoli kemudian masuk ke
sistem duktus dan dialirkan melalui duktus laktiferus dan kemudian masuk pada
mulut bayi.
Pada reflek let down terdapat faktor - faktor yang mempengaruhinya dan
faktor-faktor yang dapat menghambat let down reflek. Faktor – faktor yang
mempengaruhi reflek let down tersebut yaitu dengan melihat bayi, mendengar
tangisan bayi, mencium bayi, dan mempunyai pikiran untuk menyusui. Dan
sedangkan faktor-faktor yang menghambat reflek tersebut adalah ibu bayi yang
mengalami stress, kebingungan, pikiran kacau, dan takut untuk menyusui bayinya
serta ibu bayi yag mengalami kecemasan.

Jumlah Produksi Air Susu Ibu (ASI)


Air Susu Ibu (ASI) yang diproduksi setelah melahirkan pada hari pertama
adalah berupa kolostrum dengan volume 10 – 100cc, dan pada hari ke 2 sampai ke 4
akan meningkat dengan volume sekitar 150 – 300ml/24 jam. Produksi ASI setelah 10
hari dan seterusnya melahirkan sampai bayi berusia tiga bulan atau disebut dengan
ASI matur, ASI dapat berproduksi sekitar 300 - 800ml/hari, dan ASI akan terus
meningkat pada hari atau minggu seterusnya.

Edukasi Pemberian ASI


Makanan terbaik untuk bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan adalah ASI.
Menyusui secara eksklusif berarti bayi hanya diberi ASI, tidak diberi tambahan
makanan atau cairan lain. Berikan ASI sesuai keinginan bayi paling sedikit 8 kali
sehari, pagi, siang, sore maupun malam.
Pada hari-hari pertama setelah kelahiran apabila bayi dibiarkan menyusu sesuai
keinginannya dan tidak diberikan cairan lain maka akan dihasilkan secara bertahap


69
10 – 100 mL ASI per hari. Produksi ASI akan optimal setelah hari 10-14. Bayi sehat
akan mengkonsumsi 700-800 mL ASI per hari (kisaran 600-1000 mL). Setelah 6
bulan pertama produksi ASI akan menurun menjadi 400-700 mL sehingga
diperlukan makanan pendamping ASI. Setelah 1 tahun, produksi ASI hanya sekitar
300-500 mL sehingga makanan padat menjadi makanan utama.
Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang manfaat kontak langsung ibu-bayi
dan anjurkan untuk menyusui bayinya sesering mungkin untuk merangsang produksi
ASI sehingga mencukupi kebutuhan bayi. Yakinkan ibu dan keluarganya bahwa
kolostrum (susu beberapa hari pertama kelahiran) adalah zat bergizi dan
mengandung zat-zat kekebalan tubuh. Minta ibu untuk memberi ASI sesuai dengan
keinginan atau tanda dari bayinya. Biarkan bayi menyusu pada satu payudara hingga
puas atau bayi melepas sendiri puting susu ibu (sekitar 15-20 menit). Berikan
payudara sisi lainnya hanya bila bayi masih menunjukkan tanda ingin menyusu.
Jelaskan pada ibu bahwa membatasi lama bayi menyusu akan mengurangi jumlah
nutrisi yang diterima bayi dan akan menurunkan produksi susunya. Anjurkan ibu
untuk bertanya mengenai cara pemberian ASI dan kemudian beri jawaban lengkap
dan jelas. Pesankan untuk mencari pertolongan bila ada masalah dengan pemberian
ASI.
A. Cara Menyusui yang Benar
1. Menyusui dalam posisi dan perlekatan yang benar, sehingga menyusui
efektif.
2. Menyusui minimal 8 kali sehari semalam (24 jam)
3. Menyusui kanan - kiri secara bergantian, hanya berpindah ke sisi lain setelah
mengosongkan payudara yang sedang disusukan.
4. Keuntungan pengosongan payudara adalah:
a. Mencegah pembengkakan payudara
b. Meningkatkan produksi ASI
c. Bayi mendapatkan komposisi ASI yang lengkap (ASI awal dan akhir)


70
POSISI MENYUSUI
Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI dan
mencegah lecet puting susu. Pastikan ibu memeluk bayinya dengan benar. Berikan
bantuan dan dukungan jika ibu memerlukan, terutama jika ibu pertama kali menyusui
atau ibu berusia sangat muda.
Posisi ibu yang benar saat menyusui akan memberikan rasa nyaman selama ibu
menyusui bayinya dan juga akan membantu bayi melakukan isapan yang efektif.

Posisi menyusui yang benar adalah :


a. Jika ibu menyusui bayi dengan posisi duduk santai, punggung bersandar dan
kaki tidak menggantung.
b. Jika ibu menyusui sambil berbaring, maka harus dijaga agar hidung bayi tidak
tertutup.


71
Kemudian tunjukkan kepada ibu cara melekatkan bayi. Ibu hendaknya :
a. Menyentuhkan puting susu ke bibir bayi.
b. Menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar.
c. Segera mendekatkan bayi ke arah payudara sedemikian rupa sehingga bibir
bawah bayi terletak di bawah puting susu.

Posisi menyusui yang diuraikan di atas adalah posisi dimana ibu telah memiliki
kemampuan untuk duduk dan melakukan mobilisasi secukupnya. Masih ada
beberapa posisi alternatif lain yang disesuaikan dengan kemampuan ibu setelah
melahirkan anaknya, misalnya posisi berbaring telentang, miring kiri atau miring
kanan dsb. Posisi ibu berbaring telentang dan setengah duduk mungkin lebih sesuai
untuk pemberian ASI dini.
Note : Tanda bayi mengisap dengan efektif adalah bayi mengisap secara dalam,
teratur yang diselingi istirahat.Pada saat bayi mengisap ASI, hanya terdengar suara
bayi menelan.

4) Pemeriksaan
BB : 65 kg; TB : 160 cm

Normalnya, setelah melahirkan, ibu akan kehilangan berat badannya 5-11 kg.
Menurut Ellen dkk (2011), pada saat kehamilan sampai satu tahun setelah
melahirkan berat badan ibu dapat bertambah rata-rata 0,5 kg- 5 kg. Pada sekitar 12
– 25% berat badannya dapat menetap sampai 5 kg atau lebih setelah melahirkan,
hal inilah yang menyebakan terjadinya obesitas pada ibu postpartum. hubungan
antara pemberian ASI dengan perubahan berat badan ibu postpartum dimana nilai
yang diperoleh sebesar 85,9% ibu yang memberikan ASI mengalami perubahan
berat badan sedangkan ibu yang tidak memberikan ASI hanya mengalami
perubahan berat badan sebesar 59,7% dengan nilai p=0,000 sehingga ini
menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian ASI dengan perubahan berat
badan ibu postpartum


72
BMI Ny.Moli : 65 : (1,56)2 = 25,39 yang berarti Ny. Moli mengalami kelebihan
berat badan

Kesadaran : Compos Mentis

Tingkat kesadaran seseorang yang abnormal menggambarkan keadaan ketika


seseorang mengalami penurunan fungsi kognitif atau tidak responsif terhadap
rangsangan. Sebagian besar kondisi medis yang serius atau bahkan mengancam
jiwa dapat merusak otak dan memengaruhi tingkat kesadaran pengidap.

Sering terjadi tingkat kesadaran yang berubah-ubah bisa memperburuk dengan


cepat dari satu tahap ke tahap berikutnya. Akibatnya, seseorang membutuhkan
diagnosis yang tepat waktu serta perawatan yang cepat. Beberapa tahapan berikut
yang akan dilalui sampai seseorang mengalami penurunan kesadaran hingga tak
sadarkan diri:

1. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berkhayal.
4. Somnolen (letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.


73
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin
juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya.

Tekanan Darah : 110/70 mmHg


Menurut Gunawan (2007) dalam Suri (2017) istilah “tekanan darah” berarti
tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh manusia.
Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik.
Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah ketika menguncup (kontraksi)
sedangkan, tekanan darah diastolik adalah tekanan darah ketika mengendor kembali
(rileksasi).
Tekanan darah untuk systole berkisar antara 110 – 140 mmHg dan untuk
diastole antara 60 – 80 mmHg. Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih
rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses
persalinan. Bila tekanan darah mengalami peningkatan lebih dari 30 mmHg pada
systole atau lebih dari 15 mmHg pada diastole perlu dicurigai timbulnya hipertensi
atau preeklamsi post partum.

Umumnya, orang dewasa dengan kondisi tubuh sehat memiliki tekanan darah
normal sekitar 90/60 mmHg hingga 120/80 mmHg. Angka 120 dan 90
menunjukkan tingkat tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh atau
biasa disebut tekanan sistolik. Sementara angka 80 dan 60 berarti tingkat tekanan
saat jantung beristirahat sejenak sebelum kembali memompa lagi, atau kerap
disebut tekanan diastolik. Maka berarti tekanan darah Ny. Moli masuk dalam
kategori normal.

Frekuensi napas : 20x/ menit

Frekuensi pernafasan normal berkisar antara 18 – 24 kali/menit. Pada saat


partus frekwensi pernafasan akan meningkat karena kebutuhan oksigen yang tinggi


74
untuk tenaga ibu meneran/mengejan dan mempertahankan agar persediaan oksigen
ke janin tetap terpenuhi. Setelah proses persalinan, frekwensi pernafasan akan
kembali normal. Keadaan pernafasan biasanya berhubungan dengan suhu dan
denyut nadi.

Rentang nilai normal nadi pada orang dewasa yaitu 60-100 kali permenit (Terry
and Susan, 2014). Diukur dengan stopwatch dalam waktu 1 menit.
Instrumen frekuensi pernapasan menggunakan standar operasional
pengukuran pernapasan. Nilai normal pada orang dewasa adalah adalah 14-20 kali
permenit.

Frekuensi nadi 80x / menit

Nadi manusia rata-rata berdenyut sekitar 60-100 kali per menit. Orang yang
terbiasa berolahraga, seperti para atlit, biasanya memiliki denyut jantung
normal yang lebih rendah, yaitu sekitar 40 kali per menit.

Temperatur Axilla : 36,5


Normalnya, suhu tubuh bayi ada sekitar 36,5–37 derajat Celsius. Bayi dikatakan
demam ketika suhu tubuhnya meningkat hingga lebih dari 38 derajat Celcius, jika
diukur dari anus (suhu rektal), 37,5 derajat Celcius jika diukur dari mulut (suhu
oral), atau 37,2 derajat Celcius jika diukur dari ketiak (suhu aksila)

Mata tak anemis


Konjungtiva merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang berguna
melindungi sklera. Konjungtiva normalnya berwarna kemerahan, pada keadaan
tertentu (misal anemia) konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan


75
nama konjungtiva anemis. Jadi kondisi mata Ny. Moli normal.

g. Paru- paru dan jantung dalam batas normal

Payudara tampak tegang dan membesar, areola melebar dan berwarna


kehitaman, tampak asi keluar dari papilla mammae ketika areola dipencet.
Kelenjar payudara mencapai potensi penuh pada perempuan saat menarke; pada
bayi, anak–anak, dan laki–laki, kelenjar ini hanya berbentuk rudimenter. Fungsi
utama payudara wanita adalah menyekresi susu untuk nutrisi bayi. Fungsi ini


76
diperantarai oleh hormon estrogen dan progesteron. Payudara wanita mengalami
tiga tahap perubahan perkembangan yang dipengaruhi oleh hormon. Perubahan
pertama terjadi sejak masa pubertas, dimana estrogen dan progesteron
menyebabkan berkembangnya duktus dan timbulnya asinus. Selain itu yang
menyebabkan pembesaran payudara terutama karena bertambahnya jaringan
kelenjar dan deposit lemak. Perubahan kedua sesuai dengan siklus menstruasi, yaitu
selama menstruasi terjadi pembesaran vaskular, dan pembesaran kelenjar sehingga
menyebabkan payudara mengalami pembesaran maksimal, tegang, dan nyeri saat
menstruasi. Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Payudara
akan membesar akibat proliferasi dari epitel duktus lobul dan duktus alveolus,
sehingga tumbuh duktus baru.
Abdomen: Tampak cembung, lemas,nyeri tekan tidak ada, bising usus normal,
fundus uteri teraba 2 jari di atas simfisis pubis.

Pemeriksaan genitala eksterna: Tampak luka pada perineum baik (+),


Hiperemis (-), lokia (+) rubra.
Luka perineum didefinisikan sebagai adanya robekan pada jalan rahim maupun
karena episotomi pada saat melahirkan janin. Robekan perineum terjadi secara
spontan maupun robekan melalui tindakan episiotomi. Robekan perineum terjadi
pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga terjadi pada persalinan
berikutnya. Jadi tampak luka di perineum normal.


77
Hiperemis adalah kelebihan darah pada suatu bagian tubuh, jadi karena negatif,
maka bukan masalah.

Ekstremitas: Edema tungkai (-)


Edema adalah salah satu tanda adanya inflamasi. Jadi jika (-) berarti normal.
Edema merupakan sesuatu yang normal saat setelah melahirkan. Penyebab edema
setelah melahirkan:
1. Penumpukan Cairan di Dalam Tubuh

Saat hamil, tubuh memproduksi lebih banyak hormon estrogen dan progesteron.
Peningkatan produksi kedua hormon tersebut dapat menyebabkan retensi atau
penumpukan cairan di dalam tubuh, termasuk pada kaki.

2. Efek Membesarnya Rahim

Rahim yang kian membesar selama hamil dapat membuat pembuluh vena di
kaki tertekan, sehingga aliran darah balik dari tubuh bagian bawah menjadi
terhambat. Itulah sebabnya terjadi penumpukan cairan di kaki yang menyebabkan
pembengkakan, saat hamil.

Umumnya setelah melahirkan, rahim akan mendorong darah ke bagian bawah


tubuh. Namun, proses ini membutuhkan waktu selama beberapa hari, sehingga kaki
ibu mungkin masih terlihat bengkak setelah melahirkan.


78
3. Proses Mengejan Saat Persalinan Normal

Proses mengejan saat persalinan normal dapat menjadi salah satu penyebab kaki
ibu bengkak setelah melahirkan. Sebab saat mengejan, terjadi peningkatan tekanan
ke berbagai area di tubuh, sehingga memicu penumpukan cairan pada kaki, lengan,
dan wajah.

4. Ligamen Tubuh yang Menjadi Lebih Longgar

Selama kehamilan, ligamen atau jaringan ikat pada seluruh tubuh umumnya
akan menjadi lebih longgar, sehingga menyebabkan kaki jadi membesar. Itulah
sebabnya setelah melahirkan, kaki dapat mengalami pembengkakan. Meski
umumnya hanya bersifat sementara, kondisi ini dapat menjadi permanen pada
beberapa orang.

5) Involusi Uterus
Setelah pelahiran, uterus menciut ke ukuran pragestasinya, suatu proses yang
dikenal sebagai involusi, yang berlangsung empat hingga enam minggu. Selama
involusi, jaringan endometrium yang tertinggal dan tidak dikeluarkan bersama
plasenta secara bertahap mengalarni disintegrasi dan terlepas, menghasilkan duh
vagina yang disebut lokia yang terus keluar selama tiga hingga enam minggu
setelah persalinan. Setelah periode ini, endometrium pulih ke keadaan sebelum
hamil.

Involusi terutama disebabkan oleh penurunan tajam estrogen dan progesteron


darah saat plasenta sebagai sumber steroid ini keluar saat persalinan. Proses ini
dipercepat pada ibu yang menyusui bayinya karena terjadi pelepasan oksitosin
akibat isapan. Selain berperan penting dalam menyusui, pelepasan oksitosin yang
dipicu oleh menyusui ini mendorong kontraksi miometrium yang membantu
mempertahankan tonus otot uterus, mempercepat involusi. Involusi biasanya tuntas
dalam waktu sekitar empat minggu pada ibu yang menyusui, tetapi memerlukan
sekitar enam minggu pada mereka yang tidak menyusui bayinya.


79
Proses Involusi Uterus

Involusi uterus dimulai setelah proses persalinan yaitu setelah plasenta


dilahirkan. Proses involusi berlangsung kira – kira selama 6 minggu. Setelah
plasenta terlepas dari uterus, fundus uteri dapat dipalpasi dan berada pada
pertengahan pusat dan symphisis pubis atau sedikit lebih tinggi. Tinggi fundus uteri
setelah persalinan diperkirakan sepusat atau 1 cm dibawah pusat. Proses involusi
uterus yang terjadi pada masa nifas melalui tahapan berikut:

a. Autolysis
Autolysis merupakan proses peghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterine. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebar dari semula
selama kehamilan. Diketahui adanya penghancuran protoplasma dan jaringan yang
diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal. Inilah sebabnya beberapa hari
setelah melahirkan ibu sering buang air kecil. Pengrusakan secara langsung
jaringan hipertropi yang berlebihan ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.
b. Atrofi Jaringan
Atrofi jaringan yaitu jaringan yang berpoliferasi dengan adanya penghentian
produksi estrogen dalam jumlah besar yang menyertai pelepasan plasenta. Selain
perubahan atrofi pada otot – otot uterus, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi
endometrium yang baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta, otot uterus
berkontraksi sehingga sirkulasi darah ke uterus terhenti yang menyebabkan uterus
kekurangan darah (lokal iskhemia). Kekurangan darah ini bukan hanya karena
kontraksi dan retraksi yang cukup lama seperti tersebut diatas tetapi disebabkan
oleh pengurangan aliran darah ke uterus, karena pada masa hamil uterus harus
membesar menyesuaikan diri dengan pertumbuhan janin. Untuk memenuhi
kebutuhannya, darah banyak dialirkan ke uterus mengadakan hipertropi dan
hiperplasi setelah bayi dilahirkan tidak diperlukan lagi, maka pengaliran darah
berkurang, kembali seperti biasa.


80
c. Efek Oksitosin
Oksitosin merupakan zat yang dapat merangsang myometrium uterus sehingga
dapat berkontraksi. Kontraksi uterus merupakan suatu proses yang kompleks dan
terjadi karena adanya pertemuan aktin dan myosin. Dengan demikian 21 aktin dan
myosin merupakan komponen kontraksi. Pertemuan aktin dan myosin disebabkan
karena adanya myocin light chine kinase (MLCK) dan dependent myosin ATP ase,
proses ini dapat dipercepat oleh banyaknya ion kalsium yang masuk dalam sel,
sedangkan oksitosin merupakan suatu hormon yang memperbanyak masuknya ion
kalsium ke dalam intra sel. Sehingga dengan adanya oksitosin akan memperkuat
kontraksi uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitosin yang terlepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh
darah dan membantu proses homeostatis. Kontraksi dan retraksi otot uterin akan
mengurangi perdarahan. Selama 1 sampai 2 jam pertama masa nifas intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi teratur, karena itu penting sekali
menjaga dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa ini.

Mekanisme Kontraksi Otot

Mekanisme terjadinya kontraksi pada uterus melalui 2 cara yaitu :

a. Kontraksi oleh ion kalsium


Sebagai pengganti troponin, sel-sel otot polos mengandung sejumlah besar protein
pengaturan yang lain yang disebut kalmodulin. Terjadinya kontraksi diawali dengan ion
kalsium berkaitan dengan calmodulin. Kombinasi calmodulin ion kalsium kemudian
bergabung dengan sekaligus mengaktifkan myosin kinase yaitu enzim yang melakukan
fosforilase sebagai respon terhadap myosin kinase.
Bila rantai ini tidak mengalami fosforilasi, siklus perlekatan-pelepasan kepala myosin
dengan filament aktin tidak akan terjadi. Tetapi bila rantai pengaturan mengalami
fosforilasi, kepala memiliki kemampuan untuk berikatan secara berulang dengan filamen
aktin dan bekerja melalui seluruh proses siklus tarikan berkala sehingga menghasilkan
kontraksi otot uterus.
b. Kontraksi yang disebabkan oleh hormon


81
Ada beberapa hormon yang mempengaruhi adalah epinefrin, norepinefrin,
angiotensin, endhothelin, vasoperin, oksitonin serotinin, dan histamine. Beberapa reseptor
hormon pada membran otot polos akan membuka kanal ion kalsium dan natrium serta
menimbulkan depolarisasi membran. Kadang timbul potensial aksi yang telah terjadi.
Pada keadaan lain, terjadi depolarisasi tanpa disertai dengan potensial aksi dan
depolarisasi ini membuat ion kalsium masuk kedalam sel sehingga terjadi kontraksi pada
otot uterus dengan demikian proses involusi terjadi sehingga uterus kembali pada ukuran
dan tempat semula.
Adapun kembalinya keadaan uterus tersebut secara gradual artinya, tidak sekaligus
tetapi setingkat. Sehari atau 24 jam setelah persalinan, fundus uteri agak tinggi sedikit
disebabkan oleh adanya pelemasan uterus segmen atas dan uterus bagian bawah terlalu
lemah dalam meningkatkan tonusnya kembali. Tetapi setelah tonus otot-otot kembali
fundus uterus akan turun sedikit demi sedikit.

Pengukuran Involusi Uterus

Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri, kontraksi
uterus dan juga dengan pengeluaran lokia.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran, dan konsistensi.
a. Lokasi
Fundus berada diatas atau dibawah umbilikus dan apakah fundus berada pada garis
tengah abdomen atau bergeser kesalah satu sisi.
b. Ukuran = Penentuan ukuran Tinggi Fundus Uterus (TFU)
Dengan palpasi dan mengukur TFU pada puncak fundus dengan jumlah lebar jari dari
umbilikus atas atau bawah atau dengan menggunakan meteran.
c. Penentuan konsistensi uterus
Teraba lunak atau teraba keras pada saat perabaan

Faktor- Faktor yang Memengaruhi Involusi Uterus


a. Umur
Proses involusi uterus sangat dipengaruhi oleh usia ibu saat melahirkan. Usia 20 – 30
tahun merupakan usia yang sangat ideal untuk terjadinya proses involusi yang baik. Hal


82
ini disebabkan karena faktor elastisitas dari otot uterus mengingat ibu yang telah berusia
35 tahun lebih elastisitas ototnya berkurang.
Pada usia kurang dari 20 tahun elastisitasnya belum maksimal karena organ
reproduksi yang belum matang, sedangkan usia diatas 35 tahun sering terjadi komplikasi
saat sebelum dan setelah kelahiran dikarenakan elastisitas otot rahimnya sudah menurun,
menyebabkan kontraksi uterus tidak maksimal. Pada ibu yang usianya lebih tua proses
involusi banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses penuaan terjadi
peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan penyerapan lemak,
protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan protein pada
proses penuaan, maka hal ini akan menghambat proses involusi uterus.
b. Paritas
Paritas mempengaruhi proses involusi uterus. Paritas pada ibu multipara cenderung
menurun kecepatannya dibandingkan ibu yang primipara karena pada primipara kekuatan
kontraksi uterus lebih tinggi dan uterus teraba lebih keras, sedangkan pada multipara
kontraksi dan retraksi uterus berlangsung lebih lama begitu juga ukuran uterus pada ibu
primipara ataupun multipara memiliki perbedaan sehingga memberikan pengaruh
terhadap proses involusi.
Sampai dengan paritas tiga rahim ibu bisa kembali seperti sebelum hamil. Setiap
kehamilan rahim mengalami pembesaran, terjadi peregangan otot – otot rahim selama 9
bulan kehamilan. Semakin sering ibu hamil dan melahirkan, semakin dekat jarak
kehamilan dan kelahiran, elastisitas uterus semakin terganggu, akibatnya uterus tidak
berkontraksi secara sempurna dan mengakibatkan lamanya proses pemulihan organ
reproduksi (involusi) pasca salin.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa paritas ibu memengaruhi lamanya
pengeluaran lokia, semakin tinggi paritas semakin cepat proses pengeluaran lokia. Akan
tetapi karena kondisi otot rahim pada ibu bersalin multipara cenderung sudah tidak terlalu
kuat maka proses involusi berjalan lebih lambat.
c. Senam nifas

Merupakan senam yang dilakukan pada ibu yang sedang menjalani masa nifas.
Tujuannya untuk mempercepat pemulihan kondisi ibu setelah melahirkan, mencegah
komplikasi yang mungkin terjadi selama masa nifas, memperkuat otot perut, otot dasar
panggul, dan memperlancar sirkulasi pembuluh darah, membantu memperlancar


83
terjadinya involusi uterus.
d. Pendidikan
Pendidikan berdasarkan Undang – undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dibagi
atas pendidikan prasekolah (TK), pendidikan dasar (SD, SMP), pendidikan menengah
(SMA), dan perguruan tinggi (S1,S2,S3).
Pendidikan dapat meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Kematangan
intelektual ini berpengaruh terhadap wawasan, cara berfikir seseorang, baik dalam
tindakan maupun cara pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Ibu yang
berpendidikan tinggi dalam penerimaan pendidikan kesehatan lebih baik penerapannya
dalam perawatan diri. keadaan ini akan meningkatkan pemulihan kesehatan dalam proses
involusi.
Variabel pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap proses involusi uterus
tetapi berkaitan dengan status sosial ekonomi, hal tersebut berkaitan dengan pendapatan
dan daya beli terhadap kebutuhan hidup sehari – hari seperti makanan pokok yang akan
berdampak pada status gizi.
e. IMD (Inisiasi Menyusui Dini)
Memberikan ASI segera setelah bayi lahir memberikan efek kontraksi pada otot polos
uterus. Kontak fisik setelah bayi lahir antara ibu dan bayi mengakibatkan konsentrasi
perifer oksitosin dalam sirkulasi darah meningkat dengan respon hormonal oksitosin di
otak yang memperkuat kontraksi uterus yang dapat membantu penurunan tinggi fundus
uteri (TFU).
Dengan IMD maka akan terjadi kontak kulit segera setelah bayi lahir yang
memberikan keuntungan : optimalisasi fungsi hormonal ibu dan bayi, menstabilkan
pernafasan, mengendalikan temperatur tubuh bayi, mendorong ketrampilan bayi menyusu
lebih cepat dan efektif, blirubin akan cepat normal dan mekonium lebih cepat keluar,
meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi, kadar gula dan parameter
biokimia akan lebih baik pada jam pertama kehidupan.
f. Laktasi
Laktasi adalah produksi dan pengeluaran ASI, laktasi ini dapat dipercepat dengan
memberikan rangsangan putting susu (isapan bayi/ meneteki bayi). Pada puting susu
terdapat saraf - saraf sensorik yang jika mendapat rangsangan (isapan bayi) maka timbul
impuls menuju hipotalamus kemudian disampaikan pada kelenjar hipofisis bagian depan


84
dan belakang. Pada kelenjar hipofisis bagian depan akan mempengaruhi pengeluaran
hormon prolaktin yang berperan dalam peningkatan produksi ASI, sedangkan kelenjar
hipofisis bagian belakang akan mempengaruhi pengeluaran hormon oksitosin yang
berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran,
sehingga ASI dipompa keluar serta memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi uterus
berlangsung lebih cepat.
g. Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin


dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis. Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat nafas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga
fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena
kontraksi menyempitan pembuluh darah yang terbuka.
h. Gizi

Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 kkal perhari, kebutuhan
tambahan energi ini adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada proses involusi
menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat menyebabkan proses kontraksi
tidak maksimal, sehingga involusi uterus terus berjalan lambat. Status gizi masyarakat di
pengaruhi oleh :
1. Pengetahuan

2. Lingkungan

3. Kepercayaan

4. Sosial Budaya Masyarakat.

i. Psikologis

Minggu – minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan, ibu primipara
mungkin frustasi karena tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak mampu
mengontrol situasi.Terjadi pada pasien post partum blues merupakan perubahan perasaan


85
yang dialami ibu hamil sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Ditinjau dari faktor
hormonal, kadar estrogen, progesteron, prolaktin, estriol yang terlalu tinggi atau terlelu
rendah.

H. Keterkaitan Antarmasalah


86
I. Kerangka Konsep


87
J. Kesimpulan
Ny. Moli, 25 tahun telah melahirkan putra pertamanya 1 minggu yang lalu secara
normal. Ny. Moli kemudian datang ke dokter untuk memantau kondisi rahimnya
setelah melahirkan. Setelah melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
khusus, didapati hasil pemeriksaan yang normal pada ibu pasca melahirkan. Bayi
Ny. Moli juga dinyatakan dalam keadaan sehat dan lahir cukup bulan.
Kekhawatiran yang dialami oleh Ny. Moli diakibatkan oleh faktor hormonal dan
psikologis yang umum terjadi pada ibu baru. Dokter menyimpulkan bahwa Ny.
Moli mengalami proses involusi uterus yang normal dan laktasi normal dan dokter
memberikan edukasi mengenai cara dan waktu yang tepat untuk menyusui.


88
Daftar Pustaka

Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2011. Guyton and Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran 12th edition. Departement of Physiology and Biophysic Associate
Vice Chancellor for research University of Missisipi Medical Center.
Nurhayati, Eka. 2015. Indeks Massa Tubuh (IMT) Pra Hamil dan Kenaikan Berat
Badan Ibu Selama Hamil Berhubungan dengan Berat Badan Bayi Lahir.
Yogyakarta : Journal Ners and Midwifery Indonesia
Pope, Carley J. Mazmanian, Dwight. 2016. Breastfeeding and Postpartum Depression.
(diakses di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4842365/pdf/DRT2016-
4765310.pdf pada tanggal 25 Februaru 2020)
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC

Saraswati, Devi Endah. 2014. PERBEDAAN EFEKTIVITAS SENAM NIFAS DAN


MOBILISASI DINI TERHADAP INVOLUSI UTERUS : Studi di Wilayah
Puskesmas Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur tahun
2013. Universitas Diponegoro

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee. 2013. Introduction To Human Physiology 8th edition.


Departement of Physiology and Pharmacology School Of Medicine West Virginia
University.
Wiknjosastro, H. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC


89

Anda mungkin juga menyukai