Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 18 2017

Disusun oleh:
KELOMPOK A5
Salnaza Fahrunnisa Rahma
04011181520077
Nurul Anisa
04011181520070
Muhammad Razan Fathurrahman 04011281520151
Putri Indah Wulandari Ray Pura 04011281520121
Muhammad Galang Samudra 04011181520028
Faadhillah Muhammad Yusuf 04011181520063
Siti Utari Nadya 04011181520021
Dewi Arsinta 04011181520030
Tungki Pratama Umar 04011281520163
Melina Indah Sari 04011181520024
Andriana Dwi Puspitasari 04011281520155
Muhammad Syahrul Ramadhan 04011281520167

Tutor : dr. Eny Rahmawati, MSc, SpPK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah,
kami dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario A Blok 18 ini dengan baik dan tepat
waktu.
Laporan tutorial ini disusun dalam rangka memenuhi tugas blok 18 yang merupakan
bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan
dalam penyusunan laporan ini
2. Pembimbing kami, dr. Eny Rahmawati, MSc, SpPK yang telah
membimbing kami dalam proses tutorial
3. Teman-teman yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk
merampungkan tugas tutorial ini dengan baik.
4. Orang tua yang telah menyediakan fasilitas dan materi yang memudahkan
dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari, tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang sifatnya membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar bermanfaat bagi revisi
tugas ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi proses pembelajaran selanjutnya dan bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Palembang, Mei 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

I. Kata Pengantar..............................................................................................................2
II. Daftar Isi...................................................................................................................... 3
III. Skenario A Blok 18......................................................................................................4
IV. Klarifikasi Istilah..........................................................................................................4
V. Identifikasi Masalah.....................................................................................................5
VI. Analisis Masalah..........................................................................................................5
VII. Learning Issue..............................................................................................................30
VIII.Anatomi Nefrourologi.................................................................................................30
IX. Histologi Nefrourologi................................................................................................33
X. Fisiologi Nefrourologi..................................................................................................34
XI. ISK (pielonefritis akut).................................................................................................44
XII. Kerangka Konsep.........................................................................................................54
XIII.Kesimpulan...................................................................................................................55
XIV.Daftar Pustaka.............................................................................................................56

3
I. Skenario A

Wanita 25 tahun penjaga toko datang ke gawat darurat dengan keluhan nyeri pinggang
bertambah hebat disertai demam tinggi sejak 1 hari sebelum berobat. Dua hari
sebelumnya penderita mengalami demam bertambah tidak terlalu tinggi, kurang nafsu
makan, minum sedikit. Satu hari demam bertambah tinggi, menggigil, mual, muntah,
nyeri pinggang hebat sampai penderita terganggu aktifitasnya, BAB biasa, BAK biasa
warna keruh. Riwayat nyeri sewaktu BAK ada 5 bulan yang lalu berobat ke dokter diberi
obat 2 macam, 3 hari sembuh, tidak tahu nama obatnya diminum 3x1 tab.

Pemeriksaan fisik :
Tampak sakit berat, sens compos mentis. TD 120/80 mmHg, Nadi 100x/menit, RR
24x/menit, T 39,5oc

Pemeriksaan spesifik :
Abdomen : datar, lemas, turgor baik, hepar/lien tak teraba, nyeri ketok dan nyeri tekan
kostovertebra kanan ada.

Pemeriksaan Lab :
Hb 12,3 g/dL, leukosit 20.000/mm 3, hitung jenis 0/2/1/80/15/2, ureum 18mg/dL,
kreatinin 0,46mg/dL, Na 144 mEq/L, urin rutin keruh, protein urin +, nitrit +, leukosit
esterase +, leukosit urin 20-30/LPB.

Tambahan :
Sering memakai celana ketat, sering menahan BAK, dan minum sedikit. dan USG dalam
batas normal

Klarifikasi Istilah

No Istilah Klarifikasi
1 Nyeri ketok Kostovertebra Rasa nyeri saat di lakukan pengetokan pada sudut
yang dibentuk antara iga terakhir dan vertebra
lumbalis
2 Nyeri tekan Kostovertebra Rasa nyeri saat di lakukan penekanan pada sudut
yang dibentuk antara iga terakhir dan vertebra
lumbalis
3 Turgor Keadaan menjadi turgid, sensasi penuh yang
normal
4 Ureum Konsentrasi urea pada serum yang merupakan
produk akhir utama dari metabolisme protein
5 Leukosit esterase Menanda piuria dari neutrofil yang ditemukan
pada urin yang terinfeksi. Hal ini didasarkan atas
pemcahan enzimatik ester indoksil pada test pad

4
oleh esterasi dari leukosit
6 Nitrit Garam/ester dari nitrous-acid atau No2- apabila
terdapat dalam urin mengindikasikan bakteriuria
dimana bakteri mereduksi nitrat menjadi nitrit
7 Kreatinin Produk limbah dari protein daging di dalam
makanan dan dari otot-otot tubuh
8 Lapang pandang besar Area dari slide yang dilihat dari mikroskop dari
pembesaran yang besar (mendekati 500x)

Identifikasi Masalah
1) Wanita 25 tahun penjaga toko datang ke gawat darurat dengan keluhan nyeri
pinggang bertambah hebat disertai demam tinggi sejak 1 hari sebelum berobat.
Selain itu pasien juga menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang hebat sampai
penderita terganggu aktifitasnya, BAB biasa, BAK biasa warna keruh.
2) Dua hari sebelumnya penderita mengalami demam bertambah tidak terlalu
tinggi, kurang nafsu makan, minum sedikit.
3) Riwayat nyeri sewaktu BAK ada 5 bulan yang lalu berobat ke dokter diberi obat 2
macam, 3 hari sembuh, tidak tahu nama obatnya diminum 3x1 tab.
4) Pemeriksaan fisik :
5) Tampak sakit berat, sens compos mentis. TD 120/80 mmHg, Nadi 100x/menit,
RR 24x/menit, T 39,5oc
6) Pemeriksaan spesifik :
Abdomen : datar, lemas, turgor baik, hepar/lien tak teraba, nyeri ketok dan nyeri
tekan kostovertebra kanan ada.
7) Pemeriksaan Lab :
Hb 12,3 g/dL, leukosit 20.000/mm3, hitung jenis 0/2/1/80/15/2, ureum
18mg/dL, kreatinin 0,46mg/dL, Na 144 mEq/L, urin rutin keruh, protein urin +,
nitrit +, leukosit esterase +, leukosit urin 20-30/LPB.
8) Tambahan :
Sering memakai celana ketat, sering menahan BAK, dan minum sedikit. USG
dalam batas normal

Analisis Masalah
1. Wanita 25 tahun penjaga toko datang ke gawat darurat dengan keluhan nyeri
pinggang bertambah hebat disertai demam tinggi sejak 1 hari sebelum berobat.
Selain itu pasien juga menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang hebat sampai
penderita terganggu aktifitasnya, BAB biasa, BAK biasa warna keruh.
a. Bagaimana mekanisme dari nyeri pinggang yang bertambah hebat?
Pyelonefritis akut menyebabkan distensi pada capsula renalis dan pelvis
renalis sehingga merangsang reseptor nyeri, kemudian ditransmisikan
melalui serabut aferen yang berjalan bersama serabut simpatis ginjal (T10
– T12) sehingga menyebabkan nyeri pinggang. Berat ringanya nyeri tidak
bergantung pada derajat distensi kapsul, tetapi bergantung pada
kecepatan distensi.

5
b. Bagaimana mekanisme dari demam tinggi?
Infeksi pada pyelum dan nefron  inflamasi  menghasilkan sitokin
pirogenik (IL-1, IL-6, dan lain-lain)  menyebabkan hipotalamus
menghasilkan PGE2  perubahan set poin termoregulator  produksi
panas  demam tinggi.

c. Bagaimana mekanisme mual dan muntah?


- Mual

Pielonefrotis akut timbul oedem yang mengakibatkan kapsul ginjal teregang


mendadak. Peregangan kapsul ginjal akan menimbulkan stimuli melalui
nervus aferen saraf otonom menuju ke pusat reflek di medula spinalis Th 12
– L 3, melalui nervus eferen akan menimbulkan spasme pylorus dan
mengganggu peristaltik usus. Selain itu, rasa sakit yang hebat akan
merangasang pusat nyeri dan akhirnya dapat juga merangsang pusat muntah.

- Muntah

Batu di pelvis ureter junction sinistra à gerakan peristaltic ureter sebagai


usaha untuk mengeluarkan batu à pelvis ureter mengirimkan saraf-saraf
aferen ke medulla spinalis pada segmen T11 dan T12 serta L1 dan L2 à
nyeri hebat à impuls aferen diteruskan ke dalam system saraf pusat à pusat
muntah yang terletak di daerah postrema medulla oblongata di dasar
ventrikel ke empat menerima rangsangan dari serabut aferen à muntah dapat
dirangsang melalui jalur saraf aferen oleh rangsangan nervus vagus dan
simpatis atau oleh rangsangan emetic yang menimbulkan muntah dengan
aktivasi CTZ à jalur eferen menerima sinyal à gerakan ekspulsif otot
abdomen, gastrointestinal, dan pernapasan.

d. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia, dan pekerjaan terkait kasus?


ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan
struktur saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa
bulan dan lebih dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK
dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan,
kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria
asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama
periode sekolah (school girls) 1 % meningkat menjadi 5% selama periode

6
aktifsecara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai
30%, baik laki-laki maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi
seperti berikut litiasis, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik,
nekrosis papilar, diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal, nefropati
analgesik, penyakit sickle-cell, senggama, kehamilan dan peserta KB
dengan table progesterone, serta kateterisasi
Uretra perempuan tampaknya lebih cenderung didiami oleh basil gram
negatif, karena letaknya di atas anus, ukurannya pendek (kira-kira 4 cm),
dan berakhir dibawah labia. Pijatan uretra, seperti yang terjadi selama
hubungan seksual menyebabkan masuknya bakteri kedalam kandung
kemih dan hal yang penting dalam patogenesis infeksi saluran kemih pada
perempuan muda.
Selain itu pekerjaan pasien tersebut adalah seorang penjaga toko, yang
memungkinkan dia kurang gerak/aktifitas sehingga dia minum air sedikit
dan sering menahan BAK.

e. Bagaimana hubungan BAK keruh dan minum sedikit?


BAK keruh diakibatkan karena konsenterasi solute yang meningkat atau
volume solvent yang menurun. Pada kasus kemungkinan dikarenakan
adanya akumulasi bakteri pada urin uang menyebabkan urine menjadi
keruh. Minum sedikit akan memperburuk infeksi, hal ini diakibatkan
apabila seseorang banyak minum maka proses miksi akan meningkat dan
mikroorganisme dapat keluar melalui urine.

f. Bagaimana perjalanan penyakit dari demam? (di jelaskan dari awal-akhir)


Kondisi demam yang tidak begitu tinggi menunjukkan adanya infeksi
saluran kemih awal pada pasien (kemungkinan sistitis). Sesuai
patogenesis pyelonefritis yang retrograd, bakteri bergerak naik menuju
parenkim ginjal. Kondisi demam yang lebih tinggi disebabkan masuknya
bakteri ke aliran darah

g. Perlukah diberikan terapi simptomatis?


Bergantung pada kondisi pasien

h. Bagaimana mekanisme BAK biasa warna keruh?


Bakteri penyebab infeksi menempel di uretra >>masuk ke
sistemperkemihan (buli-buli)>> menginfeksi sistemperkemihan (buli-
buli) >> wbc meningkat >> pus pada urin >> urin keruh
Warna keruh pada urin bisa mengindikasikan adanya infeksi pada ginjal,
akmulasi bakteri pada urin yang patogen bisa memberikan warna keruh

7
pada urin, ataupun fungsi ginjal yang berkurang tadi akan menyababkan
gangguan pada proses filtrasi pada ginjal yang kemudian menjadikan urin
berwarna keruh.

i. Diagnosis banding dari nyeri pinggang ?


i. Pielonefritis akut
ii. Ureterolithiasis
iii. Abses ginjal
iv. Abses perinefrik
v. Sistitis akut
vi. Prostatitis akut
vii. Epididymitis akut

j. Apa sajakah kemungkinan penyakit dengan simptom demam menggigil?


Pielonefritis akut, kolangitis, apendisitis akut, malaria, septicaemia,
pneumonia atipical.

2. Dua hari sebelumnya penderita mengalami demam bertambah tidak terlalu


tinggi, kurang nafsu makan, minum sedikit.
a. Bagaimana mekanisme kurang nafsu makan terkait kasus?
Terjadinya inflamasi akan mengeluarkan sitokin inflamasi, salah satunya tnf-
alpha. Tnf alpha ini mengubah respon hipotalamus sehingga nafsu makan
berkurang

b. Bagaimana dampak dari minum sedikit dikaitkan dengan kasus?


a. Dehidrasi
b. Gangguan ginjal
c. Meningkatkan pertumbuhan bakteri
d. Bakteri yang akan dikeluarkan dari vesica urinaria sedikit

3. Riwayat nyeri sewaktu BAK ada 5 bulan yang lalu berobat ke dokter diberi obat 2
macam, 3 hari sembuh, tidak tahu nama obatnya diminum 3x1 tab.
a. Apa hubungan nyeri sewaktu BAK 5 bulan yang lalu dengan penyakit yang
sekarang?
Nyeri berkemih pada sekitar 5 bulan yang lalu menandakan adanya
episode infeksi saluran kemih bawah (cystitis). Hal ini merupakan faktor
risiko terjadinya pyelonefritis akut pada wanita ini. Hal tersebut didasari
fakta bahwa 75% penderita pyelonefritis akut pernah mengalami infeksi
saluran kemih bawah.

b. Apa kemungkinan penyakit yang menyebabkan nyeri saat BAK dan apa
yang paling berhubungan dengan keluhan sekarang?
 Urinary tract infection (infeksi saluran kemih)
 Obstruksi uropati

8
 Batu kandung kemih
 Striktur uretra
 Batu ginjal
 Infeksi klamidia
 Prostatitis
 Vaginitis
 Herpes genital
 Artofi vagina postmenopause

c. Apa kemungkinan obat yang diberikan oleh dokter? (adon, nana)

d. Apakah ada kaitan riwayat terapi dengan penyakit sekarang?


Riwayat terapi untuk sistitis akut tersebut dapat dikaitkan dengan kondisi
pyelonefritis akut pada saat ini. Kemungkinan, penyembuhan sudah baik,
tetapi higiene kurang dijaga sehingga terjadi infeksi saluran kemih
kembali.

e. Apakah pengobatan tersebut adekuat?


Adekuat, karena telah dinyatakan sembuh, sebelumnya.

f. Etiologi dari nyeri saat BAK?


Nyeri pada saat BAK terjadi karena adanya infeksi pada vesika urinaria.
Mikroorganisme yang masuk ke dalam vesica urinaria menyebabkan
iritasi dan spasme pada dinding otot polos vesika urinaria, selain itu
keberadaan bakteri dalam vesica urinaria akan mengaktivasi sistem
inflamasi sehingga terlepaslah beberapa mediator inflamasi seperti IL,

9
TNF, PG. Faktor-faktor ini lah yanga kan menyebabkan rasa nyeri saat
BAK.

g. Bagaimana mekanisme nyeri saat BAK?


Kemungkinan infeksi pada vesica urinaria  Inflamasi vesica urinaria
(sistitis)  nyeri berkemih.

4. Pemeriksaan fisik :
Tampak sakit berat, sens compos mentis. TD 120/80 mmHg, Nadi 100x/menit,
RR 24x/menit, T 39,5oc
a. Bagaimana intepretasi pemeriksaan fisik?
Parameter Nilai kasus Nilai normal Interpretasi
Keadaan umum Sakit berat Tidak sakit Abnormal
Sensorium Compos mentis Compos mentis Normal
Tekanan darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg Normal
Nadi 100 x/menit 60-100 x/menit Normal tinggi
Laju pernapasan 24 x/menit 16-24x/menit Normal tinggi
Suhu tubuh 39,5OC 36,5-37,5OC Febris

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


Demam:
Pirogen eksogen (lipopolisakarida) dari bakteri Eschericia coli dapat
menginduksi terjadinya demam lewat 2 jalur:
 Secara langsung mencapai hipothalamus dan menimbulkan demam
 Eksogen pirogen (LPS) akan mengaktivasi pengeluaran sitokin
(pirogen endogen) seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α. Sitokin-sitokin
tersebut akan menginduksi termoregulator di hipotalamus dan
menyebabkan demam.

10
5. Pemeriksaan spesifik :
Abdomen : datar, lemas, turgor baik, hepar/lien tak teraba, nyeri ketok dan nyeri
tekan kostovertebra kanan ada.
a. Bagaimana intepretasi pemeriksaan spesifik ?
Parameter Nilai kasus Nilai normal Interpretasi
Bentuk Datar Datar Normal
Kondisi otot Lemas Lemas Normal
Turgor Baik Baik Normal
Palpasi Tidak teraba Tidak teraba Normal
Hepar/Lien
Nyeri ketok Positif Negatif Abnormal
costovertebra
Nyeri ketok Positif Negatif Abnormal
costovertebra

b. Bagaimana mekanisme abnormal?


Nyeri ketok dan tekan costovertebra
Infeksi pyelum dan nefron kanan  Pyelonefritis kanan Distensi
capsula dan pelvis renalis kanan nyeri ketok dan nyeri tekan
costovertebra kanan.

6. Pemeriksaan Lab :
Hb 12,3 g/dL, leukosit 20.000/mm3, hitung jenis 0/2/1/80/15/2, ureum
18mg/dL, kreatinin 0,46mg/dL, Na 144 mEq/L, urin rutin keruh, protein urin +,
nitrit +, leukosit esterase +, leukosit urin 20-30/LPB.
a. Bagaimana intepretasi pemeriksaan spesifik ?
No Pemeriksaan Nilai Normal Interpretasi
. Laboratorium
1 Hb 12,3 g/dL Pria : 13 - 18 g/dL Normal
Wanita: 12 - 16 g/dL
2 leukosit 20.000/mm3 3200 – 10.000/mm3 Meningkat
3 hitung jenis 0/2/1/80/15/2
a. Basofil 0 a. Basofil 0-2 Neutrofil
b. Eosinofil 2 b. Eosinofil 0-6 segment
c. Neutrofil Bands 1 c. Neutrofil Bands 0-12 meningkat
d. Neutrofil Segment 80 d. Neutrofil Segment
e. Limfosit 15 36-73
f. Monosit 2 e. Limfosit 15-45
f. Monosit 0-10
4 ureum 18mg/dL 5 – 25 mg/dl Normal
5 kreatinin 0,46 mg/dL 0,6 – 1,3 mg/dL Abnormal
6 Na 144 mEq/L 135 – 144 mEq/L Normal
7 urin rutin keruh jernih Abnormal
8 protein urin + (-) Abnormal

11
9 nitrit + (-) Abnormal
10 leukosit esterase + (-) Abnormal
11 leukosit urin 20-30/LPB. 2-4 sel /LPB Meningkat
12 Kalium 4,2 mEq/L 3,5-5,0 mEq/L normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal ?


 Peningkatan leukosit, neutrofil segmen dan limfosit serta terdapatnya
leukosit dalam urin terjadi karena respon imun tubuh untuk melawan
infeksi dan inflamasi.

 Nitrit (+)
Karena adanya bakteri yang mampu menghasilkan enzim
reduktase (Escherichia coli, Klebsiella, Proteus, Enterobacter,
Citrobacter, Pseudomonas) sehingga dapat menggubah nitrat menjadi
nitrit di dalam urin.
Penentuan nitrit sering memberikan hasil false-negative karena tidak
semua bakteri patogen memiliki kemampuan mengubah nitrat (eg,
Staphylococcus, Streptococcus, Haemophilus) atau karena kadar nitrat
dalam urin menurun akibat obat diuretik.

 Leukosit esterase (+)


Didalam WBC terutama pada neutrofilnya terdapat suatu enzim yaitu
leukosit esterase. Enzim tersebut akan keluar apabila terjadi lisis pada
WBC.
Leukocyte esterase dipstick test (+)
Hasilnya menunjukkan positif karena terjadi pemotongan enzimatik
terhadap indoxyl ester yang terdapat pada dipstick oleh esterase yang
terdapat dalam leukosit. Kemudian indoxyl ester tersebut akan
bereaksi dengan garam diazonium untuk membentuk violet dye dan
memberikan warna pada dipstick sesuai dengan intensitas leukosit
yang ada di urin.

c. Bakteri apa saja yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit ?


Escherichia coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Staphylococcus dan
Pseudomonas sp.

d. Bagaimana mekanisme tubuh mencegah protein di eksresikan lewat urin?


Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu
filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi
sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke
kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi
secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula
bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas
oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi. Kemudian di reabsorpsi parsial,

12
reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi. Setiap proses filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan
tubuh.
Proses pembentukan urin
Glomerulus berfungsi sebagai ultra filtrasi, pada kapsula bowmens berfungsi
untuk menampung hasil filtrasi dari glomerulus.Pada tubulus ginjal akan terjadi
penyerapan kembali dari zat-zat yang sudah disaring pada glomelurus, sisa
cairan akan diteruskan ke ginjal kemudian ke ureter.
Terdapat 3 tahap pembentukan urin :

1. Proses filtrasi
Terjadi diglomerulus, proses ini terjadi karena permukaan aferent lebih
besar dari permukaan aferent lebih besar dari permukaan eferent maka
terjadi penyerapan darah, sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian
cairan darah kecuali protein, cairan yang tersaring ditampung oleh kapsula
bowmen’s yang terdiri dari glukosa, air, sodium,klorida, sulfat, bikarbonat,
dll, kemudian diteruskan ke tubulus ginjal.
2. Proses reabsorpsi
Terjadi penyerpan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida,
fosfat dan beberapa ion bikarbonat, prosesnya terjadi di tubulus proximal.
Penyerapan terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif.
3. Proses sekresi
Sisa penyerapan kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke
ginjal kemudian dialirkan keluar.
Sejumlah besar protein secara normal melewati kapiler glomerulus tetapi
tidak memasuki urin. Muatan dan selektivitas dinding glomerulus
mencegah transportasi albumin, globulin dan protein dengan berat molekul
besar lainnya untuk menembus dinding glomerulus. Jika sawar ini rusak,
terdapat kebocoran protein plasma dalam urin (protein glomerulus).
Protein yang lebih kecil (<20kDal) secara bebas disaring tetapi diabsorbsi
kembali oleh tubulus proksimal. Pada individu normal ekskresi kurang dari
150 mg/hari dari protein total dan albumin hanya sekitar 30 mg/hari ; sisa
protein pada urin akan diekskresi oleh tubulus (Tamm Horsfall,
Imunoglobulin A dan Urokinase) atau sejumlah kecil β-2 mikroglobulin,
apoprotein, enzim dan hormon peptida

7. Tambahan :
Sering memakai celana ketat, sering menahan BAK, dan minum sedikit. USG
dalam batas normal
a. Bagaimana hubungan riwayat kebiasaan dengan penyakit yang di derita?
 Sering memakai celana ketat
i. Paresthesia
Dr. Malvinder Parmar dari Timmins & District Hospital, Ontario,
Kanada, baru-baru ini menyatakan bahwa celana ketat sepinggul

13
berpeluang menimbulkan penyakit paresthesia. Istilah paresthesia
sendiri, menurut Kamus Kedokteran Dorland, berarti perasaan sakit
atau abnormal seperti kesemutan, rasa panas seperti terbakar dan
sejenisnya.
Menurut dr. Andradi Suryamiharia Sp.S(K), spesialis saraf yang
sehari-harinya bertugas di RSUPN Cipto Mangun Kusumo, Jakarta dan
staf pengajar FK-UI itu, sebagai gangguan saraf, paresthesia gampang
dikenali gejalanya berupa kesemutan yang lama-kelamaan berubah
menjadi mati rasa. Kesemutan terjadi lantaran terganggunya saraf tepi,
yakni saraf yang berada di luar jaringan otak di sekujur tubuh.
Umumnya karena tertekan, infeksi, maupun gangguan metabolisme.
ii. Ancaman Jamur
Idealnya, di negara tropis seperti Indonesia, pakaian ketat atau
terlalu tebal memang harus dihi ndari. Kulit menjadi kekurangan ruang
untuk “bernapas”, sementara cairan yang keluar dari dari tubuh cukup
banyak. Akibatnya, permukaan kulit menjadi lembab. Jika tak diimbangi
busana yang tepat, jamur akan lebih mudah beranak pinak. Jenis jamur
yang banyak ditemui adalah jamur panu (bercak putih, cokelat, atau
kemerahan), jamur kurap dengan bintik menonjol gatal, serta jamur
kandida yang basah dan gatal.
iii. Berbekas Hitam
Sering menggunakan celana ketat akan mempengaruhi kondisi
kulit di sela-sela paha Awalnya akan terjadi infeksi ringan, namun jika
berlangsung lama, bisa menimbulkan bercak-bercak hitam di pangkal
paha.
Jenis penyakit kulit lain yang biasa menghinggapi pemakai
celana ketat adalah biduran atau kaligata. Bentuknya bentol-bentol
minip bekas gigitan ulat bulu. Tingkat keparahannya mulai bentol
sebesar biji jagung hingga bibir bengkak.
iv. Kemandulan
Mengenakan celana ketat dapat menyebabkan kemandulan
hingga bisa menimbulkan gangguan pada organ reproduksi  jika
digunakan dalam jangka waktu yang panjang pada wanita. Hal ini bisa
terjadi karena jamur yang tumbuh di sekitar organ reproduksi atau
organ intim bisa mempengaruhi produktivitas sel telur sehingga
menyebabkan kemandulan. Bukan hanya itu, keputihan, gatal-gatal, flek
di area vagina hingga iritasi bisa juga terjadi pada wanita.
v. Menurunnya Produksi Sperma
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa menggunakan celana
ketat dalam jangka waktu yang panjang bisa membuat produksi sperma
menurun secara drastis. Untuk para pria, menggunakan celana ketat
membuat produksi sperma menurun dari yang seharusnya
memproduksi kurang lebih 60 juta/ mililiter, menjadi 20 juta/ mililiter
jika pemakaiannya dilakukan secara rutin.

14
Hal ini dikarenakan keringat yang dihasilkan oleh suhu disekitar
alat reproduksinya menjadi meningkat atau lebih tinggi. Suhu ini
tercipta akibat adanya tekanan dari celana tersebut, sehingga keringat
tidak bisa keluar dan kelembabanpun terjadi pada sekitar organ intim
pria. Hal ini juga sesuai dengan pendapat yang diungkapkan oleh dr
Eddy Karta, SpKK dalam konsultasi detikHealth, bahwa pemakaian
celana ketat dalam waktu lama memang tidak disarankan. Sebab,
proses pematangan sperma membutuhkan suhu sekitar 1 hingga 2
derajat lebih rendah daripada suhu tubuh agar dapat bekerja dengan
baik.
vi. Mengganggu mobilitas usus
Menurut Dr Octaviano Bessa, seorang internis dari Stamford,
Connecticut menuturkan penggunaan celana yang terlalu ketat dapat
mengganggu motilitas dari usus. Hal inilah yang membuat seseorang
merasa tidak nyaman atau sakit pada perut setelah dua atau tiga jam
setelah makan.
vii. Menimbulkan Penyumbatan Sirkulasi Darah
Memakai celana ketat bisa menimbulkan penyumbatan pada
sirkulasi darah karena pembuluh darah tertekan di sekitar paha,
selangkangan serta pada organ intim. Pada umumnya, sirkulasi buruk
ini biasa disebut varises. Varises bukan hanya terjadi akibat
menggunakan sepatu berhak tinggi saja, tapi ternyata memakai celana
ketat juga dapat menjadi penyebabnya. Akibatnya, pembuluh darah
juga bisa membeku karena gangguan gerakan dibatasi oleh celana ketat.
Selain varises, menggunakan celana ketat juga bisa menimbulkan
pembengkakan.
viii. Menginfeksi Saluran Kemih
Hal ini telah diungkapkan oleh dr. Hillary Jones dari TENA Brand
Ambassador bahwa menggunakan pakaian tersebut dalam waktu lama
bisa mengakibatkan infeksi saluran kemih. Jika hal ini telah terjadi,
maka kandung kemih akan mengalami kelemahan atau bisa membuat
kandung kemih terlalu aktif. Selain itu, banyak pula kasus yang terjadi
bahwa testis pria akan rentan terkilir jika sering menggunakan celana
ketat.

 sering menahan BAK,


1. Mengganggu proses pencernaan
Dengan menahan buang air kecil, maka secara langsung anda akan
mengganggu dan merusak proses pencernaan yang terjadi di dalam
tubuh. ketika proses pencernaan harusnya sudah selesai, namun tidak
ditntaskan, maka hal tersebut dapat mengganggu proses pencernaan
berikutnya. 
2. Mengganggu organ – organ pencernaan
Dengan terganggunya proses pencernaan, maka organ – organ yang
bertugas untuk melancarkan proses pencernaan pun akan terganggu.

15
Beberapa organ seperti ginjal, kandung kemih dan saluran kencing akan
sangat terganggu fungsinya.
3. Beresiko terkena infeksi pada sistim perkemihan
o Infeksi Saluran Kemih
o Infeksi Kandung Kemih
o Infeksi Pada Ginjal
4. Batu Ginjal.
Dalam urine mengandung zat-zat seperti garam, zat urea dan mineral
lain, yang apabila tidak segera dikeluarkan dapat mengendap dan
menggumpal. Hal ini merupakan efek jangka panjang dari kebiasaan
menahan buag air kecil.
5. Gagal Ginjal.
Kondisi medis ini terjadi ketika ginjal gagal untuk menyaring racun dan
limbah dari darah yang disebabkan oleh hasil dari infeksi akibat
kebiasaan menahan kencing yang terlalu sering.
 Minum sedikit
Intake minum yang kurang, menyebabkan urine sedikit keluar, yang
seharusnya jumlah urine normal untuk membawa sisa metabolisme
adalah 1400 – 1900 ml. Minum yang kurang menyebabkan bakteri yang
ada pada vesika urinaria tidak dapat di bawa keluar. Sehingga beresiko
terjadinya infeksi di kandung kemih.

b. Indikasi pemeriksaan USG pada kasus ?


Pemeriksaan
radiologi umumnya
jarang dilakukan
pada wanita dengan
infeksi genitourinari.
Namum demikian
pasien dengan risiko
tinggi seperti wanita
dengan infeksi febril
dan kebanyakan
pria. Pada kasus
pemeriksaan radiologi dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya
obstruksi ureteral.
Indikasi lain untuk melakukan pemeriksaan radiologi bagi pasien penderita
ISK yaitu pasien yang memiki gejala pielonefritis akut yang persisten selama
5-6 hari dengan terapi antimikroba yang tepat, pasien dengan renal atau
perinefrik abses,dan pasien yang tidak mengalami perbaikan pada bakteriuria

16
setelah menerima terapi antimikroba yang tepat atau pasien dengan infeksi
rekurens yang cepat.

c. Gambaran USG pada pyelonefritis ?


PYELONEFRITIS

17
8. pyelonefritis akut tanpa komplikasi ec susp bakteri
a. DDx
Penyakit Nyeri Nyeri Demam Menggigi Mual / Protein
Pinggang ketok dan l muntah u-ria
CVA leukositos
is
Abses +/− +/− + + + -
abdomen
Pyelonefritis + + + + + +/-
akut
Appendicitis +/− +/− +/− - + -
Nefrolitiasis + + +/− +/- + +/-
Pankreatitis +/− +/− + - + -

b. Algoritme penegakan diagnosis

18
c. Diagnosis kerja
Wanita 25 tahun mengalami pyelonefritis akut tanpa komplikasi ec bakteri
gram negatif

d. Definisi
Pielonefritis (ISK bagian atas) merupakan infeksi pada pielum ginjal
(pelvis renalis), tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu atau
kedua ginjal. Adapun yang dimaksud dengan pielonefritis akut adalah
reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim
ginjal dimana gejalanya timbul secara cepat dalam beberapa jam atau
sehari (biasanya 1 sampai 2 minggu).

e. Klasifikasi
a. Berdasarkan manifestasi klinis

Asymptomatic UTI

Symptomatic UTI

c. Berdasarkan derajat gejala:

ISK ringan

ISK berat (demam tinggi, muntah, sepsis, kejang)

19
d. Berdasarkan kelainan struktural:

ISK non komplikata

ISK komplikata (disertai kelainan anatomi ginjal, batu, refluks,


hidronefrosis, dll)

Klasifikasi untuk pielonefritis


1.Pyelonefritis akut
merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan
ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Pielonefritis
akut biasanya sin gkat dan sering terjadi infeksi berulang karena
terapi tidak sempurna atau infeksi baru, 20% dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi
bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan
dengan selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat
dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut kortikomedularis. Pada
akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus terjadi.
Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran
kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki,
dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus,
sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke
ginjal. Insiden penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil
dan pada usia di atas 40 tahun. Demikian pula penderita kencing
manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya lebih mudah
terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.
2. Pielonefritis kronis
Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pyelonefritis kronis dapat merusak jaringan ginjal secara permanen
akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat
menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal
pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi
ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah
infeksi yang gawat. Pembagian Pielonefritis akut Sering ditemukan
pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan hidro
nefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

f. Etiologi

20
EEscherichia coli
(bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan
penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari
50% infeksi ginjal di rumah sakit.
Selain E.coli bakteri lain yang juga
turut serta dapat mengakibatkan
pielonefritis seperti klebsiella,
golongan streptokokus. Infeksi
biasanya berasal dari daerah kelamin
yang naik ke kandung kemih. Pada
saluran kemih yang sehat, naiknya
infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan
membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya
ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih
(misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih
dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh
lainnya melalui aliran darah.

g. Epidemiologi
Data prevalansi dan inseden pielonefritis akut yang melingkupi seluruh
dunia belum diketahui dengan pasti. Tetapi terdapat data di US yang
menunjukkan bahwa pada pielonefritis akut dewasa sedikitnya terdapat
250.000 kasus yang dikonsultasi untuk bedah dan 200.000 kasus yang
dirawat inap tiap tahunnya. Infeksi akut tak berkomplikasi terutama
terjadi pada wanita muda.
Berdasarkan population-based study 2007 dilaporkan terjadi 12-13 kasus
PNA dari 10.000 wanita di US (Seattle, Washington), sementara pada pria
21
hanya 2-3 kasus dari 10.000 pria. Insiden yang tertinggi terjadi pada
wanita muda, bayi dan orangtua. Berdasarkan kasus rawat inap nya
dilaporkan wanita 5 kali lebih banyak daripada pria (11,7 : 2,4 per 10.000
kasus). Tetapi wanita memiliki nilai mortalitas yang lebih kecil di
bandingkan pria (7,3 : 16 per 1000 kasus kematian).

h. Faktor risiko
1. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula.
Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada
usia 80 tahun.Pada usia tua, seseorang akan mengalami penurunan sistem
imun, hal ini akan memudahkan timbulnya ISK. Wanita yang telah
menopause akan mengalami perubahan lapisan vagina dan penurunan
estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya ISK.22 Pada usia tua,
seseorang mudah terpapar infeksi MDRO khususnya Methicillin-resistant
S. aureus (MRSA) karena beberapa faktor seperti penurunan status
fungsional dan frailty syndrome.23
Usia : 16-35 tahun
Sering melakukan hubungan sexual
Infeksi berulang
Melakukan transplantasi ginjal

2. Diabetes Mellitus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi
pada individu yang diabetes daripada yang tidak.24 Hal itu dapat terjadi
karena disfungsi vesica urinaria sehingga memudahkan distensi vesica
urinaria serta penurunan kontraktilitas detrusor dan hal ini meningkatkan
residu urin maka mudah terjadi infeksi.21,25 Faktor lain yang dapat
menyebabkan ISK adalah menderita diabetes lebih dari 20 tahun,
retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah
perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak fungsi
fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor
diatas menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien
diabetes mellitus.24

3. Kateter
Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau
instrumentasi urin lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri
dapat memasuki vesica urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether
junction, the cathether-drainage tubing junction, the drainage tubing-bag
junction, dan pintu drainase pada kantung urin.1 Pada kateterisasi dengan
waktu singkat, bakteri yang paling banyak ditemukan adalah E. coli.
Bakteri lain yang ditemukan adalah P.aeruginosa, K. pneumonia,
Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus. Pada kateterisasi jangka
panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E. coli, bakteri ini
menempel pada uroepitelium.

4. Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional dapat
menimbulkan resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien yang

22
mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari sebelumnya.27 Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional mengurangi jumlah bakteri lactobacillus
yang melindungi. Hal ini menimbulkan jumlah pertumbuhan E. coli yang
tinggi di vagina.28 Pada percobaan kepada kera, pemberian antimikroba
β-lactam meningkatkan kolonisasi E. coli, pemberian trimethoprim dan
nitrofurantoin tidak
meningkatkan kolonisasi E. Coli. E. coli merupakan penyebab terbanyak
ISK.Resistensi E. coli terhadap antibiotik meningkat dengan cepat,
terutamaresistensi terhadap fluorokuinolon dan cephalosporin generasi 3
dan 4.

5. Perawatan di Intensive Care Unit (ICU)


National Nosocomial Infections Surveillance System dilakukan pada
pasien ICU, dari studi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ISK
merupakan infeksi terbanyak pada pasien kritis di ICU. Disebutkan bahwa
penyebabnya adalah penggunaan antibiotik yang tinggi multipel pada satu
pasien sehingga
menimbulkan peningkatan resistensi terhadap antimikroba. Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan resistensi melalui
mekanisme antibiotic selective pressure, antibiotik akan membunuh
bakteri yang peka sehingga bakteri yang resisten menjadi
berkembang.Faktor lain yang menyebabkan tingginya resistensi di ICU
adalah penyakit serius yang diderita, penggunaan alat kesehatan invasif
dalam waktu lama, dan waktu tinggal di rumah sakit yang lama.

6. Perawatan kesehatan jangka panjang


Infeksi yang paling banyak terjadi pada pasien perawatan jangka
panjang adalah infeksi respiratorius dan traktus urinarius (ISK),
khususnya infeksi oleh Extended Spectrum Beta Lactamase Producers
(ESBLs) yaitu E. coli.Kejadian resistensi antimikroba pada pasien
perawatan kesehatan jangka panjang tinggi dikarenakan populasi pasien
yang sangat rentan terhadap infeksi dan kolonisasi. Penurunan sistem
imun, beberapa komorbiditas, dan penurunan fungsional pada pasien
perawatan jangka panjang akan meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi dan melemahkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Pasien
perawatan kesehatan jangka panjang sering menerima pengobatan
empiris
dengan antibiotik spektrum luas, ini meningkatkan antibiotic selective
pressure sehingga menimbulkan resistensi.

7. Keganasan hematologi
Pasien dengan keganasan hematologi misalnya leukemia akut dan
neutropenia mempunyai risiko tinggi untuk terkena infeksi. Bakteri yang
menyebabkan infeksi pada pasien neutropenia dan kanker bisa
merupakan bakterigram negatif (E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella) atau
bakteri gram positif (S.Aureus dan Enterococcus). Neutrofil memegang
peranan penting sebagai agen pertahanan tubuh manusia dalam melawan
berbagai bakteri, oleh karena itu penurunan jumlah neutrofil yang ekstrim
menyebabkan peningkatan resistensi
bakteri. Kemoterapi dosis tinggi, neutropenia yang parah dan
berkepanjangan, serta profilaksis fluorokuinolon dan trimethoprim-

23
sulfamethoxazole merupakan pemicu terjadinya infeksi pada pasien
keganasan hematologi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

8. Pasien hemodialisa
Pasien yang menjalani hemodialisa akan lebih rentan terpapar
MDRO,maka meningkatkan risiko terjadinya ISK oleh MDRO. Peningkatan
kerentanan itu disebabkan oleh dialisat yang terkontaminasi, transien
bakteremia yang disebabkan karena terdapat akses ke pembuluh darah
yang menjadikannya sebagai port d’entree bakteri MDRO, dan kelebihan
Fe. Kateter dialisis melukai lapisan kulit normal sehingga membentuk
jalan masuk bakteri ke pembuluh darah. Keberadaan benda asing dalam
tubuh menimbulkan kekurangan imun lokal dengan jalan pengaktifan
fungsi fagosit dari sel polimorfonuklear. Hal ini
akan menyebabkan “exhausted neutrophils” yang menimbulkan penurunan
aktivitas pembunuhan bakteri secara nyata jika kemudian terinfeksi
bakteri.

9. Ulkus diabetes mellitus (Ulkus DM)


Infeksi MDRO pada ulkus DM sangat lazim ditemukan, hal ini
berhubungan dengan kontrol level glukosa yang inadekuat.45 Bakteri
gram negatif yang sering ditemukan adalah Proteus dan bakteri gram
positif yang sering ditemukan adalah Staphylococcus.46 Penderita diabetes
yang mengalami ulkus pada kaki sangat rentan terhadap infeksi, dan akan
menyebar secara cepat sehingga menimbulkan kerusakan jaringan yang
luar biasa.47,48 Durasi infeksi lebih dari satu bulan, penggunaan
antibiotik sebelumnya, dan ukuran ulkus lebih dari 4 cm2 lebih
memungkinkan terkena MDRO.47

i. Patogenesis
Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi bakteriuria simtomatik
dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenisitas bakteri dan
status pasien sendiri (host).

1. Peranan patogenisitas bakteri


Sejumlah flora saluran cerna termasuk E. coli diduga terkait
dengan etiologi ISK. Penelitian melaporkan lebih dari 170 serotipe 0
(antigen) E.coli yang patogen. Patogenitas E. coli terkait dengan bagian
permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin. Bakterti patogen dari
urin (urinary pathogen) dapat menyebabkan presentasi klinis ISK
tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa oleh
bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi.

2. Peranan bakterial attachment of mucosa.


Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan salah satu
pelengkap patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat
pada permukaan mukosa saluran
kemih. Pada umumnya P fimbria akan terikat pada P blood group antigen
yang terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. Fimbriae
dari strain E. coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar.2

3. Peranan faktor virulensi lainnya.


24
Kemampuan untuk melekat (adhesion) mikroorganisme atau
bakteri tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae.
Pada saat ini dikenal beberapa adhesion seperti fimbriae (tipe 1, P, dan
S), non fimbrial adhesion (DR haemaglutinin atau DFA component of DR
blood group), fimbrial adhesion (AFA-1 dan AFA-III), M-adhesions, G-
adhesions dan curli adhesions. Sifat patogenisitas lain dari E. coli
berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-
haemolisin, CNF-1, dan iron uptake system
(aerobactin dan enterobactin) . Hampir 95% α-haemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan
hanya 5% terikat pada gen plasmid.2
Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum manusia dengan
perantara beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen
termasuk membrane attack complex (MAC). Menurut beberapa peneliti
uropatogenik mikroorganisme (MO) ditandai dengan ekspresi faktor
virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen MO : seperti resistensi serum,
sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang muncul
mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan faktor luar
seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen.

4. Faktor virulensi variasi fase. Virulensi bakteri ditandai dengan


kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari
respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi bervariasi diantara individu dan lokasi
saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam
kandung kemih dan ginjal.

25
j. Patofisiologi
Wanita yang secara anatomis memiliki jarak antara perineum dan uretra
yang pendek memiliki faktor risiko untuk mengalami infeksi saluran
kemih akibat infeksi dari patogen yang berasal dari flora normal fekal
seperti E.coli, Streptococcus fecalis, dan bakteri lainna. Infeksi ini dapat
berawal dari infeksi saluran kemih bawah kemudian naik ke atas. Bakreri
dapat naik dari kandung kemih menuju pelvis ginjal. Infeksi bakteri ke
ginjal akan mempengaruhi fungsi ginjal. Beriringan dengan
berkembangnya infeksi, terjadi perubahan pada jaringan yang terinfeksi
perubahan ini meliputi koagulasi vaskular,penghancuran epitel,
kebocoran vaskular, rekrutment sel imun, dan kerusakan jaringan yang
terinfeksi. Kerusakan ini akan menyebabkan kapsul ginjal meregang yang
dipersarafi oleh medula spinalis segmen T-11 sampai L-2 dan
mengakibatkan timbul rasa nyeri dibagian pinggang (flank pain)
Demam yang terjadi diawali adanya infeksi bakteri yang merangsang
makrofag untuk mengeluarkan pirogen endogen, selanjutnya akan
dikeluarkan prostaglandin yang akan mengubah set point suhu tubuh di
hipotalamus. Adanya infesi tersebut juga merangsang sistem imun tubuh
sehingga muncul gejala leukositosis, yang didominasi oleh sel PMN sebagai
respon inflamasi akut.
Sering perkembangan infeksi, terjadi perubahan besar fisiologi organ yang
terinfeksi. Perubahan jaringan awal meliputi koagulasi vaskular,
kerusakan epitel, kebocoran vaskular, rekrutmen sel imun, dan kerusakan
jaringan. Koagulasi pada kapiler peritubular lokal, dan penutupan
vaskular berikutnya, terjadi dalam 5-6 jam infeksi, dan kejadian ini
disertai dengan hilangnya oksigen jaringan lokal yang dramatis. Pada
tahap awal infeksi, respon host sangat fokus ke situs infeksi. Salah satu
temuan penting terkait dengan kecepatan respon ginjal terhadap infeksi
lokal, yang menyebabkan pembersihan bakteri tanpa efek pada tubulus
tetangga. Namun demikian, pembersihan tampaknya datang dengan akibat
kerusakan jaringan lokal dan penutupan vaskular. Edema yang dihasilkan
mengandung sejumlah besar sel polimorfonuklear (PMN), dan situs
nekrotik ini menunjukkan kemiripan hebat dengan abses yang terlihat
pada korteks superfisial pada model intravital dan versi akhir dari model

26
infeksi retrograd. Apakah pembersihan lokal infeksi disertai oleh
kolonisasi bakteri nephron jauh saat ini tidak diketahui.

k. Gejala klinis
Gejala klasik : Demam dan menggigil yang terjadi tiba-tiba, nyeri
pinggangunilateral atau bilateral dan mual/muntah. Sering disertai gejala
sistitis berupa frekuensi, nokturia,disuri, dan urgensi. Kadang-kadang
menyerupai gejala gastrointestinal berupanausea, muntah, diare atau nyeri
perut. Sebanyak 75% penderita pernahmengalami riwayat ISK bagian
bawah.Secara klinis didapatkan demam (38,5-40 OC), takikardi, nyeri ketok

27
pada sudutkostovertebra. Ginjal seringkali tidak dapat dipalpasi karena nyeri
tekan danspasme otot. Dapat terjadi distensi abdomen dan ileus paralitik.

l. Komplikasi
• Sepsis
• Peri-renal abscess
• Acute renal failure
• Renal papillary necrosis
 Emphysematous pyelonefritis
 Xanthhogranulomatous pyelonefritis

m. Pemeriksaan penunjang
Analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar, kultur urin,
kultur darah serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol
standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Investigasi lanjutan
terutama renal imaging procedure tidak rutin dilakukan, harus
berdasarkan indikasi klinis yang kuat, yaitu:
1) ISK kambuh
2) Pasien laki-laki (kemungkinan mengalami kelainan anatomi)
3) Gejala urologic: kolik ginjal, piuria, hematuria
4) Mikroorganisme jarang: Pseudomonas spp atau Proteus spp
Renal imaging procedure untuk investigasi faktor predisposisi ISK:
- USG
- Foto polos abdomen
- Pielografi IV
- Micturating cystogram
Gold standar : contrast-enhamced computed tomography (CT)

Contoh gambaran USG pada pyelonefritis akut dengan komplikasi:

28
n. Tatalaksana (farmako dan non farmako, dirawat dimana dan penulisan
resep)
Untuk tatalaksana, pertama-tama kita harus melihat apakah pasien ini bisa
dirawat jalan (outpatient regiment) atau harus dirawat inap (inpatient
regiment).

Penatalaksanaan non-medikamentosa meliputi: istirahat yang cukup (jikaperlu


tirah baring) dan rehidrasi (jalur infus jika jalur oral tidakmemungkinkan).
Sedangkan penatalaksanaan medikamentosa meliputi terapi simtomatik dan
terapi untuk eradikasi agen infeksi ataupun penyebab infeksi (batu contohnya).
Terapi simtomatik dengan diberikan analgesik untuk meredakan nyeri yang
dialami pasien serta obat anti-emetik untuk mengatasi mual muntah. Untuk
eradikasi agen infeksi.

Diagnosis Antibiotik Rute Durasi


Acute Pyelonephritis Ampicilin (1-gr/6 jam) IV 21 hari
Gentamicin (1 mg/KgBB tiap 8
jam)
Ciprofloxacin (750 mg/12 jam) Oral 21 hari
Ofloxacin (200-300 mg/12 jam) Oral 21 hari
TMP-SMX 160/800 mg tiap 12 jam Oral 21 hari
Acute Cystitis Cephalexin (250-500mg/6jam) Oral 1-3 hari
Ciprofloxacin (250-500mg/6jam) Oral 1-3 hari
Nitrofurantoin (100mg/12jam) Oral 7 hari
Norfloxacin (400mg/12jam) Oral 1-3 hari
Ofloxacin (200mg/12jam) Oral 1-3 hari
TMP-SMX 160/800 mg, tab 2 Oral Single dose

Terapi first-line pada kasus pielonefritis akut adalah antibiotik golongan


fluoroquinolone. Karena TMP-SMX yang tadinya adalah first-line untuk kasus
PNA sekarang memiliki tingkat resistensi yang tinggi di masyarakat. Selain itu,
golongan fluoroquinolone mempunyai kemampuan untuk memberantas hampir
semua kuman gram-negatif, yang merupakan etiologi utama terjadinya ISK.
Kelebihan lain golongan fluoroquinolone adalah bahwa golongan obat ini
mampu mencapai kadar yang tinggi dalam prostat, sehingga sifat ini sangat
berguna pada ISK yang melibatkan prostat pada laki-laki. Jika ada
kontraindikasi terhadap penggunaan fluoroquinolone maka antibiotik golongan
cephalosporin yang digunakan. Bila hasil biakan kultur menunjukkan patogen
gram-positif, bisa digunakan antibiotik beta-lactam+BLI jika patogen tersebut

29
diketahui tidak resisten. Antiobiotik golongan aminoglikosid ataupun
karbapenem digunakan pada kasus-kasus dimana terjadi resisten terhadap
fluoroquinolone dan/atau patogen e.coli yang memiliki sifat ESBL.

Pada terapi parenteral, jika perbaikan dapat dilihat dalam waktu 72 jam,
terapi bisa diganti dengan regimen oral yang telah dijabarkan diatas
hingga pemberian antibiotik tuntas 1-2 minggu

o. Edukasi dan pencegahan ( tari, putri )


1. istirahat yang cukup
2. jangan menahan BAK
3. banyak minum air putih (6-8 gelas/hari)
4. mengganti pakaian dalam setiap hari
5. hindari memakai pakaian dalam ketat
6. minum cranberry juice
7. BAK saat pagi hari

p. Prognosis
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui
atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK.
Pada kasus : BONAM

q. Skdi
4A

Learning Issue
a. Anatomi
ANATOMI TRAKTUS UROGENITAL
Ginjal
Ginjal terletak di rongga retroperitoneale di dinding posterior abdomen di
belakang peritonium parietale.Selain ginjal, organ seperti ureter, kelenjar aderenal
serta arteri dan vena testicularis (ovarica) terletak dalam rongga peritonium. Dinding
belakang ginjal dibentuk oleh 3 otot yaitu:
1. M. Psoas mayor
2. M. Quadratus lumborum
3. Origo m. Tranversus abdominis

30
Permukaan anterior masing-masing otot di atas diliputi oleh jaringan ikat
lemak yang berfungsi sebagai bantalan bagi ginjal, kelenjar adrenal dan kolon.
Ginjal kanan terletak lebih rendah (T12) daripada ginjal kiri (T 11) karena adanya
lobus hepar pada sebelah kanan.Letak ginjal dapat turun sampai 2,5 cm apabila
diafragma berkontraksi sewaktu bernafas. Kedua margo medialis ginjal berbentuk
cekung sebagai tempat masuk pembuluh darah, syaraf, pembuluh limfa dan ureter
(hilum renale). Hilum renale dilalui oleh vena, 2 cabang arteri, ureter dan arteri secara
berurutan dari depan ke belakang.
Ginjal dilapisi oleh 4 lapisan yaitu:
1. Capsula fibrosa
2. Capsula adiposa
3. Fascia renalis
4. Corpus adiposum pararenale

Struktur ginjal terdiri dari cortex yang berwarna merah gelap di bagian luar dan
medulla di bagian dalam yang berwarna lebih terang dibanding warna cortex.Medula
renalis terdiri dari piramid renalis yang mempunyai basis menghadap ke cortex dan
apex (papilla renalis) yang menghadap ke medulla.
Hilum renalis akan masuk ke dalam ginjal membentuk sinus renalis. Sinus renalis
merupakan suatu pelebaran ureter yang biasa disebut pelvis renalis. Pelvis renalis
terdiri dari beberapa calyx mayor yang masing masing akan becabang menjadi calyx
minor.
Urutan pembuluh arteri yang memasuki ginjal:

31
Arteri renalir  arteri segmentalis  arteri lobaris  arteri interlobaris 
arteri arcuata  arteri interlobularis  arteriole aferen
Serabut saraf aferen yang mempersyrafi ginjal berasal dari medulla spinalis melalui
nervus T10 – T12.

- Lapisan Ginjal

 Setiap ginjal terbungkus


selaput tipis (kapsula
renalis) berupa jaringan
fibrus berwarna ungu tua
 Lapisan ginjal terbagi
atas :
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut
medulla.Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia
dapat pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul.Ginjal
dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula.

- Batas-batas ginjal :
a. Ginjal Kanan
o Anterior : kelenjar suprarenalis, hati, bagan kedua duodenum, flexura coli dextra
o Posterior : diafragma, recessus costodiafragmatica pleura, iga XII, m.psoas,
m.quadratus lumborum, dan m.transversus abdominis. N.subcostalis (T12), n.
iliohypogastricus, dan n.ilioinguinalis (L10 berjalan ke bawah dan lateral)
b. Ginjal Kiri
o Anterior : kelenjar suprarenalis, limpa, lambung, pancreas, flexura coli sinistra,
dan lekukan-lekukan jejunum.
o Posterior : diafragma, recessus costodiafragmatica pleura, iga XI dan XII,
m.psoas, m.quadratus lumborum, dan m.transversus abdominis. N.subcostalis,
n.iliohypogastricus dan n.ilioinguinalis berjalan turun dan ke lateral.

Ureter
Ureter merupakan suau saluran muskular sepanjang 25 cm yang befungsi untuk
menyalurkan urin dari ginjal ke vesika urinaria.Ureter mendorong urin yang telah

32
terbentuk ke vesica urinaria melalui gerakan peristaltik. Hal ini disebabkan karena
dalam perjalanannya ureter mengalami 3 penyempitan yaitu:
1. Di tempat pelvis renalis berhubungan dengan ureter
2. Saat ureter masuk ke rongga pelvis melalui apertura pelvis superior
3. Saat ureter menembus dinding vesika urinaria

Vesica urinaria
Vesica urinaria terletak tepat dibelakang pubis yang pada orang dewasa
volume maksimalnya sekitar 500 ml. Vesica urinaria yang kosong pada orang dewasa
seluruhnya terletak pada rongga pelvis, sedangkan bila vesika urinaria terisi penuh
oleh urin maka bagian atasnya akan naik sampai memasuki regio hipogastrik. Vesica
urinaria yang kosong berbentuk piramid yang mempunyai apex, basis, collum dan
facies.
Apex vesicae mengarah ke depan dan terletak tepat di belakang pinggir atas
symphysis pubis. Apex vesicae dihubungkan dengan umbilicus melalui ligamentum
umbilicale medianum (sisa urachus).Basis vesicae berbentuk segitiga dan menghadap
ke posterior.Sudut superolateralis merupakan muara ureter dan sudut inferior
merupakan tempat asal uretra.Collum vesicae berada inferior dari VU dan terletak di
atas fascies superior prostat.Colum vesicae dipertahankan pada posisinya melalui
ligamentum puboprostaticum pada laki-laki dan ligamentum pubo vesicale pada
wanita.

b. Histologi
Lapisan dari vesika urinariameliputi
Mukosa : terdiri dari lapisan epitel dan lamina propria
Jenis epitel pelapis adalah epitel transisional.Lamina propria
mengandung serat jaringan halus dengan banyak fibroblast
Submukosa : Lebih tebal dibanding ureter, memiliki banyak serat elastik dan
pembuluh darah
Muskularis : Memiliki 3 lapisan otot polos yang tebal dan tersusun longgar
(detrusor)
Serosa : Menyatu dengan jaringan ikat intersisial lapisan muskularis.
Ditutupi oleh mesothelium yang merupakan lapisan terluar bagian superior,
sedang bagian inferiornya dilapisi lapisan adventitia dan menyatu dengan
jaringan ikat struktur sekelilingnya

33
Pada keadaan kosong mukosa kandung kemih akan berlipat-lipat, sedangkan

kantung yang mulai terisi akan mengontraksikan lapisan vesika urinaria dan
membuatnya tampak menipis. Lapisan superfisial epitel kandung kemih memili
sel payung yang kadang kadang tampak binukleat, sel ini memiliki fungsi untuk
melindungi sel dibawahnya dari efek sitotoksik dari urin yang hipertonik dengan
lapisan uroplakin yang menyerupai plak.

c. fisiologi traktus urinarius


1. Fisiologi traktus urinarius
Fungsi Ginjal :
a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh
b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan
c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh
bagian tubulus ginjal
d. Menjaga keseimbangan asam basa dalam tubuh
e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-
sel darah merah (SDM) di sumsum tulang
f. Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air
dalam darah

Pembentukan urin

34
a. Pros
es

Filtrasi di Glomerulus
Filtrasi Glomerulus
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan
selanjutnya menuju glomerulus akan mengalami filtrasi, tekanan darah pada
arteriol aferen relatif cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih
rendah, sehingga keadaan ini menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan
filtrasi dari glomerulus akan masuk menuju tubulus, dari tubulus masuk
kedalam ansa henle, tubulus distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter,
vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine. Membran glomerulus
mempunyai ciri khas yang berbeda dengan lapisan pembuluh darah lain, yaitu
terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membrane basalis, lapisan epitel yang

35
melapisi permukaan capsula bowman. Permiabilitas membarana glomerulus
100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan dengan permiabilitas kapiler
pada jaringan lain.
Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur
dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi
tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang
terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah
zat yang terdapat dalam cairan plasma.
Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada
wnita lebih rendah dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi

besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler, permiabilitas kapiler,


tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau diluar
lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya
berbagai tekanan sebagai berikut:
a.1. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mm Hg
a.2. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
a.3. Tekanan osmotik koloid plasma 25 mmHg

36
Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi.
Semakin tinggi tekanan kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi
dan sebaliknya semakin tinggi tekanan pada capsula bowman. serta tekanan
osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin rendahnya filtrasi yang
terjadi pada glomerulus.Komposisi Filtrat GlomerulusDalam cairan filtrate
tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein
plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang
terdapat dalam cairan interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi
cairan filtrate glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein
yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut direabsorpsi kembali ke
dalam tubulus ginjal.1.2.3Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi
glomerulusFaktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai
berikut:
a.1. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi
laju filtrasi, semakin tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin
menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi tekanan capsula bowman
semakin menurun laju filtrasi.
a.2. Aliran darah ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulussemakin
meningkat laju filtrasi.
a.3. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen
akan menyebabakan aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini
akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus menurun begitupun
sebaliknya.
a.4. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen
akan terjadi peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya.
a.5. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang
akan menyebabkan vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan
penurunan laju filtrasi glomerulus.
a.6. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui
autoregulasi akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteriol
aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.

b. Reabsorpsi Dan Sekresi Dalam Tubulus

37
Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat
yang terlarut didalam cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat
yang terlarut dapat direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan
asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara
yaitu:
a.1. Transpor aktif. Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus
proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-,NO3-, glukosa dan asam amino.
Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui sel tubulus kedalam
pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan potensial listrik
didalam epitel tubulus (-70mV) dan diluar sel (-3mV). Perbedaan gradien
elektrokimia ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan
konsentrasi ion Na+ didalam dan diluar sel tubulus membantu
meningkatkan proses difusi tersebut. Meningkatnya difusi natrium
diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium relative tinggi.
Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang
memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat
berlangsung terus-menerus.
a.2. Transpor pasif. Terjadinya transpor pasif ditentukan oleh jumlah
konsentrasi air yang ada pada lumen tubulus, permeabilitas membrane
tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate dan perbedaan
muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor pasif,
misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui proses
osmosis. Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan
diluar lumen tubulus menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari
lumen tubulus kedalam sel epitel tubulus dan selanjutnya menuju kedalam
sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan ion Na+ diikuti pula
terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan
reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang
terdapat didalam dan diluar lumen tubulus.
Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi
pasif. Sekresi aktif merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini
terjadi sekresi dari kapiler peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi
pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yang disintesa dalam sel tubulus
selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan

38
masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur
tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat
dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.

c. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai
terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat
ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain,
misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin.
Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa
metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat
(Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran
zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua
senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun
CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar

39
(penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan
untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat
yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh.
Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut
akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea.
Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang
dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang
akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja
dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen
(sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah
dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah
(Sherwood.2001).

Refleks Berkemih
Selam kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi
berkemih mulai tampak seperti yang diperlihatkan oleh gelombang tajan
dengan garis putus-putus. Keadaan ini disebabkan oleh reflek peregangan
yang dimulai oleh resertor regang sensorik pada dinding kandung kemih.
Khususnya oleh reseptor pada uretra posterior, ketika daerah ini terisi urine
pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensori dari reseptor
regangan kandung kemih dihantarkan ke segment sakral medula spinalis
melalui nervus pelvikus ddan kemudian secara reflek kembali kandung
kemih melalui sistem saraf parasimpatis melalui saraf yang sama.
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini
biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detruson
berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal karena
kandung kemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot
detrusos lebih kuat.
Sekali refleks berkemih mulai timbul, reflek ini akan “menghilang
sendiri”. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan
mengaktifkan reseptor regangan untuk menyebabkan peningkatan
selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior,
yang menimbulkan peningkatan reflek kontraksi kandung kemih lebih lanjut;

40
jadi, siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai
kontraksi yang kuat. Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari
semenit, reflek yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus
regeneratif dari refleks miksi itu berhenti, menyebabkan kandung kemih
berelaksasi.
Jadi, refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari (1)
peningkatan tekanan yang cepat dan progresif, (2) periode tekanan
dipertahankan, dan (3) kembalinya tekanan ke tonus basal kandung kemih.
Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung
kemih, elemen saraf dari reflek ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi
selama beberapa menit sampai satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih
lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi semakin terisi, refleks
berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.
Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan
refleks lain, yang berjalan melalui nervus pudendalke sfingter eksternus untuk
menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat dalam otak dari pada sinyal
konstriktor volunter ke sfingter eksterna, berkemihpun akan terjadi. Jika
tidak, bekemih tidak akan terjadi sampai kandung kemuh menjadi kuat.

Perangsangan atau penghambatan bekemih oleh otak


Refleks berkemih adalah refleks medula spinalis yang seluruhnya
bersifat autonomi, tetapi dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam
otak. Pusat-pusat ini antara lain (1) pusat perangsang dan penghamabt kuat
dalam batang otak, terutama terletak di pons, dan (2) beberapa pusat yang
terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai penghambat
tetapidpt menjadi perangsang.
Refleks berkemih merupakan dasar penyakit penyebab terjadinya
berkemih, tetapi pusat yang lebih tinggi normalnya memegang peranan
sebagai pengendali akhir dari berkemih sebagai berikut :
 Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial pengamatan refleks
berkemih kecuali jika peristiwa berkemih yang dikehendaki.
 Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks
berkemih timbul, dengan membuat kontraksi tonik terus menurus pada

41
sfingter eksternus kandung kemih sampai mendapatkan waktu yang tepat
untuk berkemih.
 Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pucat
bermih sakral untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam
waktu bersamaan menghambat sfingter eksternus kandung kemih
sehingga peristiwa berkemih dapat terjadi.
Berkemih di bawah keinginan biasanya tercetus dengan cara derikut:
Pertama, seseorang secara sadar mengkontraksikan otot-otot abdomennya,
yang meningkatkan tekanan dalam kandung kemih dan mengakibatkan urine
ekstra memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior di bawah
tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini menstimulasi reseptor
regang, yang merangsang refleks berkemih dan menghambat sfingter
eksternus uretra secara simultan. Biasanya, seluruh urine akan keluar,
terkadang lebih dari 5 sampai 10 mililiter urine tertinggal di kandung kemih.

Bagan Refleks Berkemih


Kandung kemih terisiTerjadi rangsangan pada reseptorregang sensoris
pada dinding kandung kemihterutama pada reseptor uretra
poateriorRangsangan diteruskan oleh nervus pelvikusSegmen sakral
medula spinalisSerat saraf parasimpatisRangsangan kembali ke kandung
kemihKontraksi berkemihRefleks berkemihMenimbulkan refleks lain
melalui nervus pudendalke sfingter eksternusJika inhibisi jauh lebih
kuat dalam otakdari pada sinyal konstriktor volunter ke sfingter
eksternusBerkemih pun terjadi

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine


Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :
Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga
dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk
oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH
dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel
( Frandson,2003 )

42
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar
adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh
adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin
rennin ( Frandson, 2003)
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi
merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan
pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini
berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal ( Frandson, 2003)
Glukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang
menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium
( Frandson, 2003)
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus
jukstaglomerularis pada :
 Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
 Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
 Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
 Inervasi ginjal dihilangkan
 Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )
Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila
regangannya turun akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan
hipertensi ginjal, sebab renin mengakibatkan aktifnya angiotensinogen
menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain diubah menjadi angiotensin II; dan
ini efeknya menaikkan tekanan darah (sherwood, 2001).
Zat - zat diuretik
Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak
mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi,
sehingga volume urin bertambah.
Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan
mengurangi volume urin.

43
Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah
rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

Kandungan Urin Normal


Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal
adalah bagian padaat yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan
beradasarkan ukuran ataupun kelektrolitanya, diantaranya adalah :
Molekul Organik : Memiliki sifat non elektrolit dimana memiliki ukaran
yang reativ besar, didalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO,
Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, Dan subtansi lainya seperti hormon (Guyton,
1996)
Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+,
Calcium (Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-),
Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43-), (Guyton, 1996)
Warna : Normal urine berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat
mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning,
coklat merupakan indikasi adanya penyakit ( Anonim, 2008 ).
Bau : Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang
merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-
obatan tertentu ( Anonim, 2008 ).
Berat jenis : Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan
dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling
sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normal berat jenis :
1010 - 1025 ( Anonim, 2008 ).
Kejernihan : Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh
karena ada mukus atau pus ( Anonim, 2008 ).
pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 - 7,5). Urine yang telah melewati
temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas
bakteri. Vegetarian urinennya sedikit alkali

d. Pyelonefritis
a. DDx
Penyakit Nyeri Nyeri Demam Menggigi Mual / Protein

44
Pinggang ketok dan l muntah u-ria
CVA leukositos
is
Abses +/− +/− + + + -
abdomen
Pyelonefritis + + + + + +/-
akut
Appendicitis +/− +/− +/− - + -
Nefrolitiasis + + +/− +/- + +/-
Pankreatitis +/− +/− + - + -

b. Algoritme penegakan diagnosis

45
46
c. Diagnosis kerja
Wanita 25 tahun mengalami pyelonefritis akut tanpa komplikasi ec bakteri gram
negatif
d. Definisi
Pielonefritis (ISK bagian atas) merupakan infeksi pada pielum ginjal (pelvis
renalis), tubulus dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal.
Adapun yang dimaksud dengan pielonefritis akut adalah reaksi inflamasi akibat
infeksi yang terjadi pada pielum dan parenkim ginjal dimana gejalanya timbul
secara cepat dalam beberapa jam atau sehari (biasanya 1 sampai 2 minggu).

e. Klasifikasi
a. Berdasarkan manifestasi klinis
Asymptomatic UTI
Symptomatic UTI
c. Berdasarkan derajat gejala:
ISK ringan
ISK berat (demam tinggi, muntah, sepsis, kejang)
d. Berdasarkan kelainan struktural:
ISK non komplikata
ISK komplikata (disertai kelainan anatomi ginjal, batu, refluks, hidronefrosis, dll)

Klasifikasi untuk pielonefritis


1.Pyelonefritis akut

47
merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering ditemui. Gangguan ini tidak
dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Pielonefritis akut biasanya sin gkat
dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi tidak sempurna atau infeksi
baru, 20% dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi
selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atas dikaitkan dengan
selimut antibodi bakteri dalam urin. Ginjal biasanya membesar disertai infiltrasi
interstisial sel-sel inflamasi. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada
taut kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi. Infeksi ginjal lebih sering terjadi pada wanita, hal ini karena
saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih pendek dibandingkan laki-laki,
dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina dan anus, sehingga
lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden penyakit
ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun.
Demikian pula penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal
lainnya lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.
2. Pielonefritis kronis
Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena
faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronis
dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang
kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal
ginjal) yang kronis. Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi
dan tidak berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi
ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang
gawat. Pembagian Pielonefritis akut Sering ditemukan pada wanita hamil,
biasanya diawali dengan hidro ureter dan hidro nefrosis akibat obstruksi ureter
karena uterus yang membesar.
f. Etiologi
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab
dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Selain E.coli bakteri lain yang juga turut
serta dapat mengakibatkan pielonefritis seperti klebsiella, golongan
streptokokus. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung
kemih. Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah
oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan
ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada
aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik
air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh
lainnya melalui aliran darah.
g. Epidemiologi
Data prevalansi dan inseden pielonefritis akut yang melingkupi seluruh dunia
belum diketahui dengan pasti. Tetapi terdapat data di US yang menunjukkan
bahwa pada pielonefritis akut dewasa sedikitnya terdapat 250.000 kasus yang

48
dikonsultasi untuk bedah dan 200.000 kasus yang dirawat inap tiap tahunnya.
Infeksi akut tak berkomplikasi terutama terjadi pada wanita muda.
Berdasarkan population-based study 2007 dilaporkan terjadi 12-13 kasus PNA
dari 10.000 wanita di US (Seattle, Washington), sementara pada pria hanya 2-3
kasus dari 10.000 pria. Insiden yang tertinggi terjadi pada wanita muda, bayi dan
orangtua. Berdasarkan kasus rawat inap nya dilaporkan wanita 5 kali lebih
banyak daripada pria (11,7 : 2,4 per 10.000 kasus). Tetapi wanita memiliki nilai
mortalitas yang lebih kecil di bandingkan pria (7,3 : 16 per 1000 kasus
kematian).
h. Faktor risiko
1. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula. Bakteriuria meningkat
dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada usia 80 tahun.Pada usia tua,
seseorang akan mengalami penurunan sistem imun, hal ini akan memudahkan
timbulnya ISK. Wanita yang telah menopause akan mengalami perubahan lapisan
vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya ISK.22
Pada usia tua, seseorang mudah terpapar infeksi MDRO khususnya Methicillin-
resistant S. aureus (MRSA) karena beberapa faktor seperti penurunan status
fungsional dan frailty syndrome.23
Usia : 16-35 tahun
Sering melakukan hubungan sexual
Infeksi berulang
Melakukan transplantasi ginjal

2. Diabetes Mellitus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi pada individu
yang diabetes daripada yang tidak.24 Hal itu dapat terjadi karena disfungsi vesica
urinaria sehingga memudahkan distensi vesica urinaria serta penurunan
kontraktilitas detrusor dan hal ini meningkatkan residu urin maka mudah terjadi
infeksi.21,25 Faktor lain yang dapat menyebabkan ISK adalah menderita diabetes
lebih dari 20 tahun, retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit
pembuluh darah perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak
fungsi fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor
diatas menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien diabetes
mellitus.24

3. Kateter
Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau instrumentasi urin
lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri dapat memasuki vesica
urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether junction, the cathether-drainage
tubing junction, the drainage tubing-bag junction, dan pintu drainase pada
kantung urin.1 Pada kateterisasi dengan waktu singkat, bakteri yang paling
banyak ditemukan adalah E. coli. Bakteri lain yang ditemukan adalah
P.aeruginosa, K. pneumonia, Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus. Pada

49
kateterisasi jangka panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E. coli,
bakteri ini menempel pada uroepitelium.

4. Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional dapat
menimbulkan resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien yang mendapat
terapi antibiotik dalam 90 hari sebelumnya.27 Penggunaan antibiotik yang tidak
rasional mengurangi jumlah bakteri lactobacillus yang melindungi. Hal ini
menimbulkan jumlah pertumbuhan E. coli yang tinggi di vagina.28 Pada
percobaan kepada kera, pemberian antimikroba β-lactam meningkatkan
kolonisasi E. coli, pemberian trimethoprim dan nitrofurantoin tidak
meningkatkan kolonisasi E. Coli. E. coli merupakan penyebab terbanyak
ISK.Resistensi E. coli terhadap antibiotik meningkat dengan cepat,
terutamaresistensi terhadap fluorokuinolon dan cephalosporin generasi 3 dan 4.

5. Perawatan di Intensive Care Unit (ICU)


National Nosocomial Infections Surveillance System dilakukan pada pasien ICU,
dari studi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ISK merupakan infeksi
terbanyak pada pasien kritis di ICU. Disebutkan bahwa penyebabnya adalah
penggunaan antibiotik yang tinggi multipel pada satu pasien sehingga
menimbulkan peningkatan resistensi terhadap antimikroba. Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional akan menimbulkan resistensi melalui mekanisme
antibiotic selective pressure, antibiotik akan membunuh bakteri yang peka
sehingga bakteri yang resisten menjadi berkembang.Faktor lain yang
menyebabkan tingginya resistensi di ICU adalah penyakit serius yang diderita,
penggunaan alat kesehatan invasif dalam waktu lama, dan waktu tinggal di
rumah sakit yang lama.

6. Perawatan kesehatan jangka panjang


Infeksi yang paling banyak terjadi pada pasien perawatan jangka panjang adalah
infeksi respiratorius dan traktus urinarius (ISK), khususnya infeksi oleh
Extended Spectrum Beta Lactamase Producers (ESBLs) yaitu E. coli.Kejadian
resistensi antimikroba pada pasien perawatan kesehatan jangka panjang tinggi
dikarenakan populasi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi dan kolonisasi.
Penurunan sistem imun, beberapa komorbiditas, dan penurunan fungsional pada
pasien perawatan jangka panjang akan meningkatkan kerentanan terhadap
infeksi dan melemahkan pertahanan tubuh melawan infeksi.Pasien perawatan
kesehatan jangka panjang sering menerima pengobatan empiris
dengan antibiotik spektrum luas, ini meningkatkan antibiotic selective pressure
sehingga menimbulkan resistensi.

7. Keganasan hematologi
Pasien dengan keganasan hematologi misalnya leukemia akut dan neutropenia
mempunyai risiko tinggi untuk terkena infeksi. Bakteri yang menyebabkan
infeksi pada pasien neutropenia dan kanker bisa merupakan bakterigram negatif

50
(E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella) atau bakteri gram positif (S.Aureus dan
Enterococcus). Neutrofil memegang peranan penting sebagai agen pertahanan
tubuh manusia dalam melawan berbagai bakteri, oleh karena itu penurunan
jumlah neutrofil yang ekstrim menyebabkan peningkatan resistensi

bakteri. Kemoterapi dosis tinggi, neutropenia yang parah dan berkepanjangan,


serta profilaksis fluorokuinolon dan trimethoprim-sulfamethoxazole merupakan
pemicu terjadinya infeksi pada pasien keganasan hematologi oleh bakteri yang
resisten terhadap antibiotik.

8. Pasien hemodialisa
Pasien yang menjalani hemodialisa akan lebih rentan terpapar MDRO,maka
meningkatkan risiko terjadinya ISK oleh MDRO. Peningkatan kerentanan itu
disebabkan oleh dialisat yang terkontaminasi, transien bakteremia yang
disebabkan karena terdapat akses ke pembuluh darah yang menjadikannya
sebagai port d’entree bakteri MDRO, dan kelebihan Fe. Kateter dialisis melukai
lapisan kulit normal sehingga membentuk jalan masuk bakteri ke pembuluh
darah. Keberadaan benda asing dalam tubuh menimbulkan kekurangan imun
lokal dengan jalan pengaktifan fungsi fagosit dari sel polimorfonuklear. Hal ini
akan menyebabkan “exhausted neutrophils” yang menimbulkan penurunan
aktivitas pembunuhan bakteri secara nyata jika kemudian terinfeksi bakteri.

9. Ulkus diabetes mellitus (Ulkus DM)


Infeksi MDRO pada ulkus DM sangat lazim ditemukan, hal ini berhubungan
dengan kontrol level glukosa yang inadekuat.45 Bakteri gram negatif yang sering
ditemukan adalah Proteus dan bakteri gram positif yang sering ditemukan adalah
Staphylococcus.46 Penderita diabetes yang mengalami ulkus pada kaki sangat
rentan terhadap infeksi, dan akan menyebar secara cepat sehingga menimbulkan
kerusakan jaringan yang luar biasa.47,48 Durasi infeksi lebih dari satu bulan,
penggunaan antibiotik sebelumnya, dan ukuran ulkus lebih dari 4 cm2 lebih
memungkinkan terkena MDRO.47

i. Patogenesis

Patogenesis bakteriuria asimtomatik menjadi bakteriuria simtomatik dengan


presentasi klinis ISK tergantung dari patogenisitas bakteri dan status pasien
sendiri (host).

1. Peranan patogenisitas bakteri


Sejumlah flora saluran cerna termasuk E. coli diduga terkait dengan etiologi ISK.
Penelitian melaporkan lebih dari 170 serotipe 0 (antigen) E.coli yang patogen.
Patogenitas E. coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari
lipopolisakarin. Bakterti patogen dari urin (urinary pathogen) dapat
menyebabkan presentasi klinis ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti

51
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor
virulensi.

2. Peranan bakterial attachment of mucosa.


Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan salah satu pelengkap
patogenisitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan
mukosa saluran
kemih. Pada umumnya P fimbria akan terikat pada P blood group antigen yang
terdapat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah. Fimbriae dari strain E.
coli ini dapat diisolasi hanya dari urin segar.2

3. Peranan faktor virulensi lainnya.


Kemampuan untuk melekat (adhesion) mikroorganisme atau bakteri tergantung
dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Pada saat ini dikenal
beberapa adhesion seperti fimbriae (tipe 1, P, dan S), non fimbrial adhesion (DR
haemaglutinin atau DFA component of DR blood group), fimbrial adhesion (AFA-
1 dan AFA-III), M-adhesions, G-adhesions dan curli adhesions. Sifat patogenisitas
lain dari E. coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-
haemolisin, CNF-1, dan iron uptake system
(aerobactin dan enterobactin) . Hampir 95% α-haemolisin terikat pada
kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands (PAIS) dan hanya 5%
terikat pada gen plasmid.2
Resistensi uropatogenik E. coli terhadap serum manusia dengan perantara
beberapa faktor terutama aktivasi sistem komplemen termasuk membrane
attack complex (MAC). Menurut beberapa peneliti uropatogenik mikroorganisme
(MO) ditandai dengan ekspresi faktor virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen
MO : seperti resistensi serum, sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan
antigen K yang muncul mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi
dikendalikan faktor luar seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH, dan tekanan
oksigen.

4. Faktor virulensi variasi fase. Virulensi bakteri ditandai dengan


kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor
luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu
virulensi bervariasi diantara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu,
ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal.

j. Patofisiologi
Wanita yang secara anatomis memiliki jarak antara perineum dan uretra yang
pendek memiliki faktor risiko untuk mengalami infeksi saluran kemih akibat
infeksi dari patogen yang berasal dari flora normal fekal seperti E.coli,
Streptococcus fecalis, dan bakteri lainna. Infeksi ini dapat berawal dari infeksi
saluran kemih bawah kemudian naik ke atas. Bakreri dapat naik dari kandung
kemih menuju pelvis ginjal. Infeksi bakteri ke ginjal akan mempengaruhi fungsi
ginjal. Beriringan dengan berkembangnya infeksi, terjadi perubahan pada

52
jaringan yang terinfeksi perubahan ini meliputi koagulasi vaskular,penghancuran
epitel, kebocoran vaskular, rekrutment sel imun, dan kerusakan jaringan yang
terinfeksi. Kerusakan ini akan menyebabkan kapsul ginjal meregang yang
dipersarafi oleh medula spinalis segmen T-11 sampai L-2 dan mengakibatkan
timbul rasa nyeri dibagian pinggang (flank pain)
Demam yang terjadi diawali adanya infeksi bakteri yang merangsang makrofag
untuk mengeluarkan pirogen endogen, selanjutnya akan dikeluarkan
prostaglandin yang akan mengubah set point suhu tubuh di hipotalamus. Adanya
infesi tersebut juga merangsang sistem imun tubuh sehingga muncul gejala
leukositosis, yang didominasi oleh sel PMN sebagai respon inflamasi akut.
Sering perkembangan infeksi, terjadi perubahan besar fisiologi organ yang
terinfeksi. Perubahan jaringan awal meliputi koagulasi vaskular, kerusakan
epitel, kebocoran vaskular, rekrutmen sel imun, dan kerusakan jaringan.
Koagulasi pada kapiler peritubular lokal, dan penutupan vaskular berikutnya,
terjadi dalam 5-6 jam infeksi, dan kejadian ini disertai dengan hilangnya oksigen
jaringan lokal yang dramatis. Pada tahap awal infeksi, respon host sangat fokus
ke situs infeksi. Salah satu temuan penting terkait dengan kecepatan respon
ginjal terhadap infeksi lokal, yang menyebabkan pembersihan bakteri tanpa efek
pada tubulus tetangga. Namun demikian, pembersihan tampaknya datang dengan
akibat kerusakan jaringan lokal dan penutupan vaskular. Edema yang dihasilkan
mengandung sejumlah besar sel polimorfonuklear (PMN), dan situs nekrotik ini
menunjukkan kemiripan hebat dengan abses yang terlihat pada korteks
superfisial pada model intravital dan versi akhir dari model infeksi retrograd.
Apakah pembersihan lokal infeksi disertai oleh kolonisasi bakteri nephron jauh
saat ini tidak diketahui.

k. Gejala klinis
Gejala klasik : Demam dan menggigil yang terjadi tiba-tiba, nyeri
pinggangunilateral atau bilateral dan mual/muntah. Sering disertai gejala sistitis
berupa frekuensi, nokturia,disuri, dan urgensi. Kadang-kadang menyerupai gejala
gastrointestinal berupanausea, muntah, diare atau nyeri perut. Sebanyak 75%
penderita pernahmengalami riwayat ISK bagian bawah.Secara klinis didapatkan
demam (38,5-40OC), takikardi, nyeri ketok pada sudutkostovertebra. Ginjal
seringkali tidak dapat dipalpasi karena nyeri tekan danspasme otot. Dapat terjadi
distensi abdomen dan ileus paralitik.

l. Komplikasi
• Sepsis
• Peri-renal abscess
• Acute renal failure
• Renal papillary necrosis
• Emphysematous pyelonefritis
• Xanthhogranulomatous pyelonefritis

53
m. Pemeriksaan penunjang
Analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar, kultur urin, kultur darah
serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan
diagnosis ISK. Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedure tidak rutin
dilakukan, harus berdasarkan indikasi klinis yang kuat, yaitu:
1) ISK kambuh
2) Pasien laki-laki (kemungkinan mengalami kelainan anatomi)
3) Gejala urologic: kolik ginjal, piuria, hematuria
4) Mikroorganisme jarang: Pseudomonas spp atau Proteus spp
Renal imaging procedure untuk investigasi faktor predisposisi ISK:
- USG
- Foto polos abdomen
- Pielografi IV
- Micturating cystogram
Gold standar : contrast-enhamced computed tomography (CT)

n. Tatalaksana (farmako dan non farmako, dirawat dimana dan penulisan


resep)
Untuk tatalaksana, pertama-tama kita harus melihat apakah pasien ini bisa
dirawat jalan (outpatient regiment) atau harus dirawat inap (inpatient regiment).
Penatalaksanaan non-medikamentosa meliputi: istirahat yang cukup
(jikaperlu tirah baring) dan rehidrasi (jalur infus jika jalur oral
tidakmemungkinkan). Sedangkan penatalaksanaan medikamentosa meliputi
terapi simtomatik dan terapi untuk eradikasi agen infeksi ataupun penyebab
infeksi (batu contohnya). Terapi simtomatik dengan diberikan analgesik untuk
meredakan nyeri yang dialami pasien serta obat anti-emetik untuk mengatasi
mual muntah. Untuk eradikasi agen infeksi.

Terapi first-line pada kasus pielonefritis akut adalah antibiotik golongan


fluoroquinolone. Karena TMP-SMX yang tadinya adalah first-line untuk kasus
PNA sekarang memiliki tingkat resistensi yang tinggi di masyarakat. Selain itu,
golongan fluoroquinolone mempunyai kemampuan untuk memberantas hampir
semua kuman gram-negatif, yang merupakan etiologi utama terjadinya ISK.
Kelebihan lain golongan fluoroquinolone adalah bahwa golongan obat ini mampu
mencapai kadar yang tinggi dalam prostat, sehingga sifat ini sangat berguna pada
ISK yang melibatkan prostat pada laki-laki. Jika ada kontraindikasi terhadap
penggunaan fluoroquinolone maka antibiotik golongan cephalosporin yang
digunakan. Bila hasil biakan kultur menunjukkan patogen gram-positif, bisa
digunakan antibiotik beta-lactam+BLI jika patogen tersebut diketahui tidak
resisten. Antiobiotik golongan aminoglikosid ataupun karbapenem digunakan
pada kasus-kasus dimana terjadi resisten terhadap fluoroquinolone dan/atau
patogen e.coli yang memiliki sifat ESBL.
Pada terapi parenteral, jika perbaikan dapat dilihat dalam waktu 72 jam, terapi
bisa diganti dengan regimen oral yang telah dijabarkan diatas hingga pemberian
antibiotik tuntas 1-2 minggu

54
o. Edukasi dan pencegahan ( tari, putri )
1. istirahat yang cukup
2. jangan menahan BAK
3. banyak minum air putih (6-8 gelas/hari)
4. mengganti pakaian dalam setiap hari
5. hindari memakai pakaian dalam ketat
6. minum cranberry juice
7. BAK saat pagi hari

p. Prognosis
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan
penyembuhan 100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika
yang diberikan sesuai. Bila terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau
sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA dapat menjadi kronik atau PNK.
Pada kasus : BONAM

q. Skdi
4A

KERANGKA KONSEP

Riwayat Kolonisasi
kebiasaan Bakteri

ISK bawah Ascending

Mereduksi
nitrat menjadi Disuria Inflamasi
nitrit pielum &
nefron
Nitrit (+) (pyelonefritis)
Aktivasi nervus
vagus Akumulasi
radang

Mual & Muntah


Distensi lumen
spasme otot

55
Demam Produk bakteri Pembesaran
(endotoksis) Ginjal Prostaglandin
meningkat

Ikatan pada TLR,


OVL Meningkat Nyeri ketok & Nyeri visera
tekan t10-t12
Costovertebra
Aktivasi
endotelium

Produksi sitokin
(IL-I, IL-6, Tnf-A)

Produksi cAMP

Memicu neuron
sesitif suhu

Vasokontriks
i perifer

menggigil
KESIMPULAN

Wanita, 25 tahun menderita pyelonefritis akut tanpa komplikasi ec bakteri gram negatif

56
DAFTAR PUSTAKA

Bueschen, Anton J. ‘Flank Pain’ dalam Walker, H Kenneth., Hall, W Dallas., dan Hurst,
Carter, J. L., et. al. 2006. Does urinary tract infection cause proteinuria or
microalbuminuria? A systematic review. Nephrol Dial Transplant. 21 (11): 3031-
3037
Cholgan, Richard dan Williams, Mozella. ‘Diagnosis and Treatment of Acute
Pyelonephritis
Choong, F. X., H.Antypas, A.Richter-Dahlfors. 2015. Integrated Pathophysiology of
Pyelonephritis. Microbiology Spectrum. 3(5): UTI-0014-2012
Choong, F.X., Antypas, H. Richer- Dahlfors, A.2015.Integrated Pathophysiology of
Pyelonephritis. Microbiology Spectrum. 3(5) : UTI-0014-2012
Diagnostic Imaging Pathway. 2012. Diagnostic Imaging Pathways - Acute Abdomen
(Overview). Perth: Government of Western Australia

57
Dinarello, C. A. 2004. Infection, fever, and exogenous and endogenous pyrogens: some
concepts have changed. Journal of Endotoxin Research. 10: 201─222
Eroschenko, V.P.2010. Atlas Histologi diFIORE: Dengan Korelasi Fungsional.Ed.11.Jakarta:
ECG
Fajar,M.H.n.d. Patofisiologi Pielonefritis Akut. Diakses melalui
https://id.scribd.com/document/243550649/Patofisiologi-Pielonefritis-Akut
Grabe, M., et. al. 2015. Guidelines on Urological Infections. Arnhem: European Association
of Urology
Gupta, K., et. al. 2011. International Clinical Practice Guidelines for the Treatment of
Acute Uncomplicated Cystitis and Pyelonephritis in Women: A 2010 Update by
the Infectious Diseases Society of America and the European Society for
Microbiology and Infectious Diseases. Clinical Infectious Diseases. 52(5):e103–
e120
Gupta,K.,et al.2011. International Clinical Practice Guideline for Treatment of Acute
Uncomplicated Cystitis and Pyelonephritis in Women : A 2010 Update by the
Infectious Society of America and the European Society for Microbiology and
Infectious Disease.Clinical Infectious Disease.52: e103-e120
in Women’. American Family Physician. 2011. Sep 1;84(5): 519-525.
Kasper, D.L.,Fauci,A.S.,Hauser,S.L.,Longo,L.S.,Jameson,J.L.,Loscalzo,J.2015. “Harrison’s
Principles of Internal Medicine”. 19thEd. McGraw-Hill Education.Inc
Kedokteran EGC. 2008.
Mescher, A.L.2013. Junqueira’s Basic Histology Text and Atlas.13th edition USA:McGraw-
Hill education
Ramakrishnan, K. dan D. C. Scheid. 2005. Diagnosis and Management of Acute
Pyelonephritis in Adults.American Family Physician. 71(5): 933─942
Saputra, K. P., et. al. 2015. Guideline Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia
Pria 2015, Edisi Kedua. Surabaya: Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI)
Schaeffer, Anthony J., Matulewics, Richard S., dan Klumpp, David James. ‘Infection of the
Sherwood, L. 2009. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem, Edisi 6. (terj.) Jakarta: EGC
Snell, RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem terj. Liliana Sugiharto. Jakarta: Penerbit
Buku
Sobieszczyk, M. E. 2009.Urinary Tract Infections. New York: Columbia University
Tierney, L.M.,McPhee, S.J., Papadakis, M.A.2004. Current Medical Diagnosis& Treatment.
USA:Lange

58
Urinary Tract’ dalam Walsh PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ I: Campbell’s
Urology 11th Ed. Philadelphia: Elsevier. 2016.
Willis: Clinical Methods 3rd Edition. Boston. 1990

59

Anda mungkin juga menyukai