Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO A BLOK 10 TAHUN 2017

DISUSUN OLEH: KELOMPOK A4


Tutor: dr. Nia Savitri Tanzil

Muthiara Adlin Azzahra 04011381621181

Angela Maria Linata 04011381621188

Amanda Jenica 04011381621189

Leonardo 04011381621191

Alifa Soraya 04011381621202

Sartika Mutiara 04011381621203

Mohammad Hilal Atthariq Ramadhan 04011381621205

Monica Karina Walean 04011381621207

Citra Eros Lestari 04011381621209

Jesica Sidabutar 04011381621211

Muhammad Rafif Ginting 04011381621213

Adela Nadya Letissa 04011381621228

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2017

1|Pa ge
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................03

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................04

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................05

KLARIFIKASI ISTILAH...........................................................................................06

IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................................07

HIPOTESIS.................................................................................................................08

ANALISIS MASALAH..............................................................................................08

Masalah 1.........................................................................................................08

Masalah 2.........................................................................................................10

Masalah 3.........................................................................................................19

Masalah 4.........................................................................................................19

KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN...........................................................22

SINTESIS....................................................................................................................23

KERANGKA KONSEP..............................................................................................47

BAB III PENUTUP.....................................................................................................48

KESIMPULAN.........................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................49.

2|Pa ge
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul “Laporan Tutorial
Skenario A Blok 10 Tahun 2017” sebagai tugas kompetensi kelompok.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami mendapat banyak bantuan, bimbingan, dan
saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

 Allah SWT, yang telah memberi nafas kehidupan,


 Tutor kelompok A4,
 Teman-teman sejawat FK Unsri,
 Semua pihak yang telah membantu kami.

Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan kepada
semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat bagi
kita dan perkembangan ilmu pengetahuan untuk membuka wawasan yang lebih luas lagi.
Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Palembang, 26 Oktober 2017

Kelompok A4

BAB I
PENDAHULUAN

3|Pa ge
A. LATAR BELAKANG

Blok Terapi Obat dan Nutrisi adalah blok ke-10 semester 3 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial menelaah skenario sebagai bahan
pembelajaran untuk berpikir kritis mengenai suatu kasus.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi ini, yaitu:
a. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
b. Dapat berpikir kritis terhadap kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis pembelajaran diskusi kelompok.
c. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

C. DATA TUTORIAL
Tutor : dr. Nia Savitri Tanzil
Moderator : Angela Maria Linata
Sekretaris : Sartika Mutiara dan Leonardo
Presentan : Mohammad Hilal Atthariq Ramadhan
Waktu : 1. Selasa, 24 Oktober 2017
Pukul 07.30 – 10.00 WIB
2. Kamis, 26 Oktober 2017
Pukul 07.30 – 10.00 WIB

BAB II

PEMBAHASAN

4|Pa ge
SKENARIO A BLOK 1

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun (BB: 30 kg; TB 140 cm), dibawa ibunya ke
klinik dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Keluhan disertai mual dan BB lunak.
Setelah dilakukan anamnesis dan pemerikasaan fisik oleh dokter. Pasien didiagnosis demam
tifoid. Dokter meresepkan obat sebagaimana terlampir tanpa menjelaskan lebih lanjut tentang
resep tersebut.

Setelah obat antibiotik habis, ibu pasien membawa pasien berobat ke puskesmas. Ibu
pasien mengatakan kepada dokter puskesmas bahwa pasien masih tidak ada perbaikan setelah
minum obat dari dokter sebelumnya. Dokter puslemas melakukan investigasi lebih lanjut
untuk mengetahui penyebab kegagalan terapi.

Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa ibu pasien memberkan obat sesuai dengan
intruksi yang tertera dalam resep. Dokter juga menanyakan riwayat pangan satu hari
sebelumnya (terlampir). Menurut ibu pasien, apa yang dikonsumsi anaknya selama 5 hari
terakhir mirip dengan riwayat pangan tersebut.

Riwayat makan dan minum 1 hari sebelumnya

Jam Konsumsi Obat dan Makanan


Pagi 08.00 Bubur ayam 2 sendok makan, susu 1
gelas belimbing, antasida, ciprofloxacin,
paracetamol

10.00 Pisang 1 buah kecil

Siang 12.00 Bubur kecap 2 sendok makan, telur


rebus 1/2 , susu 1 gelas belimbing

Sore 16.00 Ubi rebus 1 potong kecil, antasida,


paracetamol

Malam 19.00 Nasi kuah pindang 3 sendok makan,


susu 1 gelas belimbing

20.00 Antasida, ciprofloxacin, paracetamol

I. KLARIFIKASI ISTILAH

NO. ISTILAH DEFINISI

5|Pa ge
1. Ciprofloxacin Anti bakteri sintetik yang efektif terhadap banyak
bakteri gram positif dan gramnegatif ; digunakan
dalam bentuk garam hidroklorida. (Dorland)

2. Pangan Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air,
baik yang diolah maupun yag tidak diolah, yang
diepruntukan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan
dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan atau minuman. (PP RI no 28
tahuan 2004)

3. Paracetamol Analgasik dan antipiretik yang mempunyai efek serupa


dengan aspirin, memiliki sedikit efek inflamasi.
(Dorland)

4. Terapi Pengobatan penyakit; penatalaksanaan dan perawatan


pasien untuk melawan penyakit. (Dorland)
5. Antasida Obat yang menetralkan asam lambung sehingga
berguna untuk menghilangkan nyeri lambung.
(repository.ubaya)

6. Demam tifoid Penyakit infeksi akut yang terjadi pada saluran


pencernaaan manusia (terutama usus halus) yang
disebabkan oleh salmonella typhi. (medicus)

7. Antibiotik Zat kimiawi biasanya dihasilkan oleh suatu


mikroorgansme atau secara semi sintetik yang
mempunyai kemampuan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mirkroorganisme lain.
(Dorland)

8. Resep Keterangan dokter tentang obat serta faktanya yang


harus dipakai oleh pasien dan dapat ditukar dengan
obat diapotek. (KBBI)

9. Obat Bahan untuk mengurangi; menghilangkan penyakit


atau menyembuhkan seseorang dari penyakit. (KBBI)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

NO. MASALAH KESESUAIAN PRIORITAS

6|Pa ge
1. Seorang anak laki-laki berusia 10 Tidak sesuai **
tahun (BB: 30 kg; TB: 140 cm),
dibawa ibunya ke klinik dengan
keluhan demam sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan disertai mual dan BB
lunak. Pasien didiagnosis demam
tifoid.

2. Dokter meresepkan obat Tidak sesuai *


sebagaimana terlampir tanpa
menjelaskan lebih lanjut tentang
resep tersebut. Berdasarkan
wawancara, diketahui bahwa ibu
pasien memberikan obat sesuai
dengan intruksi yang tertera dalam
resep.

3. Ibu pasien mengatakan kepada Tidak sesuai ***


dokter puskesmas bahwa pasien
masih tidak ada perbaikan setelah
minum obat dari dokter
sebelumnya.

4. Menurut ibu pasien, apa yang Tidak sesuai *


dikonsumsi anaknya selama 5 hari
terakhir mirip dengan riwayat
pangan tersebut.

III. HIPOTESIS
Andi 10 tahun mengalami kegagalan terapi karena adanya interaksi antar obat
dan makanan yang dikonsumsi akibat kurangnya intruksi.

IV. ANALISIS MASALAH

7|Pa ge
1. Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun (BB: 30 kg; TB: 140 cm), dibawa ibunya
ke klinik dengan keluhan demam sejak 5 hari yang lalu. Keluhan disertai mual dan
BB lunak. Pasien didiagnosis demam tifoid.
a. Bagaimana status gizi dari Andi?
Jawab:
Untuk mengetahui status gizi anak usia 2-12 tahun, tinggi badan dapat
ditentukan dengan rumus:
TB = Usia (tahun) x 6 + 77
Sedangkan untuk berat badan dapat dihitung dengan rumus:
BB = (Usia (tahun) x 7 – 5) / 2
Selain itu, keseimbangan zat gizi di dalam tubuh juga meliputi Berat
Badan yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi
Badannya. Indikator tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT)
Tabel 1. Nilai IMT

Pada Andi seharusnya:


 TB = (10 x 6) + 77\
= 137 cm (Andi: 140 cm, masih termasuk normal)
 BB = (10 x 7 -5) / 2
= 32, 5 (Andi: 30 Kg, di bawah normal)
 IMT = 32,5 / (1,372)
=17, 3 (Andi: 15, 3, di bawah normal)

b. Bagaimana patofisiologi demam tifoid?


Jawab:
Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh
manusia melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
dan berkembang biak. Dengan kompleks reseptor (TLR)-5 dan TLR-
4/MD2/CD-14, makrofag mengenali pola molekuler patogen (PAMPs)
seperti flagel dan lipopolisakarida. Bila respon imunitas humoral mukosa
IgA usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel terutama
sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

8|Pa ge
makrofag. Kemudian makrofag dan sel epitel intestinal menarik sel T dan
neutrofil dengan interleukin 8 (IL-8), yang menyebabkan inflamasi dan
menekan infeksi. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan
kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika.
Salmonella typhoidal berkembang biak di dalam makrofag, mereka
dibawa melalui kelenjar getah bening mesenterika ke duktus thoracic dan
limfatik, dan kemudian melalui jaringan retikuloendotelial hati, limpa,
sumsum tulang belakang, dan kelenjar getah bening.Saat berada di
kelenjar getah bening, kuman berhenti dan terus bertambah banyak hingga
kepadatan kritis tercapai. Kemudian, kuman menginduksi makrofag yang
apoptosis dan masuk ke dalam sirkulasi darah.

c. Bagaimana tatalaksana dari demam tifoid?


Jawab:
Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap
antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan trimethoprim
sulfamethoxazole (kelompok MDR) dan tidak resisten terhadap antibiotik
fluoroquinolone.
Antibiotik golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, dan
pefloxacin) merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid yang
disebabkan isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolone dengan angka
kesembuhan klinis sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 hari, dan
angka kekambuhan dan fecal carrier kurang dari 2%.
Resistensi terjadi karena satu atau lebih mutasi titik di regio pengikat
kuinolon enzim sasaran atau perubahan permeabilitas organisme. Namun,
hal ini bukan merupakan penyebab relatif mudahnya timbul resistensi pada
bakteri yang sangat rentan. Baru-baru ini dilaporkan adanya dua jenis
resistensi yang diperantarai oleh plasmid. Jenis pertama menggunakan
protein Qnr, yang melindungi DNA girase dari fluorokuinolon. Kedua
adalah suatu varian dari aminoglikosida asetiltransferase yang mampu
memodifikasi siproflokasin.kedua mekanisme menghasilkan resistensi
derajat rendah yang memudahkan mutasi titik yang menimbulkan
resistensi derajat tinggi. Resistensi terhadap satu fluorokuinalon, terutama
jika derajat tinggi, umumnya menghasilkan resistensi silang terhadap
semua anggota dari kelompok ini.

2. Dokter meresepkan obat sebagaimana terlampir tanpa menjelaskan lebih lanjut


tentang resep tersebut. Berdasarkan wawancara, diketahui bahwa ibu pasien
memberikan obat sesuai dengan intruksi yang tertera dalam resep.
a. Bagaiman interpretasi resep tersebut?

9|Pa ge
 R/ Ciprofloxacin tab 500 mg No. V
2 dd 1/2 tab (pc)_
→ Ambillah tablet Ciprofloxacin dengan kekuatan 500mg sebanyak 5
tablet. Digunakan 2x sehari setelah makan sebanyak 1/2 tablet.
 R/ Paracetamol tab 500 mg No. X
3 dd 1/2 tab (pc)
→Ambillah tablet Paracetamol dengan kekuatan 500mg sebanyak 10
tablet. Digunakan 3x sehari setelah makan sebanyak 1/2 tablet
 R/ Antasida tab 500 mg No. X
3 dd 1/2 tab (pc)
→ Ambillah tablet Antasida dengan kekuatan 500mg sebanyak 10
tablet. Digunakan 3x sehari setelah makan sebanyak 1/2 tablet.
 R/ = recipe = harap diambil
 Tab = tablet
 2 dd/ b.d.d. = bis de die = dua kali sehari
 3 dd/ t.d.d. = ter de die = tiga kali sehari
 Pc = post coenam = setelah makan

b. Bagaimana cara menetapkan dosis?


 Ciprofloxacin (Anjuran pemakaian 1x pada dewasa infeksi tifoid =
500mg / 12 jam)
Dalam resep tertulis Ciprofloxacin tablet mg 500, yang
diminum per 1/2 tablet mengindikasikan per 1x minum obat terdapat
250mg kandungan Ciprofloxacin. Penggunaan dalam sehari sebanyak
DUA KALI
Wanak
Da  x Dd
Wdewasa
30
Da  x500
70
Da  214,28mg
 Parasetamol (DM dewasa 1 hari 4000mg)

10 | P a g e
Dalam resep tertulis Parasetamol tablet mg 500, yang diminum
per 1/2 tablet mengindikasikan per 1x minum obat terdapat 250mg
kandungan Parasetamol. Penggunaan dalam sehari sebanyak TIGA
KALI. Dosis Maksimum 1 hari pemakaian

Wanak Dosis yang dikonsumsi sehari


Da  x Dd Dosis pakai (%)  x100%
Wdewasa Dosis maksimum sehari

30 750
Da  x 4000mg  x100%
70 1714
Da  1714mg  43,75%

 Antasida (Anjuran 1x pemakaian pada dewasa 1000-4000mg perhari)


Dalam resep tertulis Antasida tablet mg 500, yang diminum per
1/2 tablet mengindikasikan per 1x minum obat terdapat 250mg
kandungan Antasida. Penggunaan dalam sehari sebanyak TIGA KALI

Wanak Wanak Wanak


Da  x Dd Da  x Dd Da  x Dd
Wdewasa Wdewasa Wdewasa
30 30 30
Da  x1000mg Da  x 4000mg Da  x1750mg
70 70 70
Da  428mg Da  1714mg Da  749mg

Rentang dosis Antasida yang dapat digunakan pada anak-anak


adalah 428mg-1714mg. Pada kasus ini digunakan dosis 750mg
(250mgx3kali pemakaian) pada anak yang secara kalkulasi setara
dengan dosis 1750mg pada dewasa. Hal ini mengindikasikan
pemberian dosis tersebut masih dalam batas normal.

c. Bagaimana cara penulisan resep yang benar?

11 | P a g e
Identitas Dokter
-Nama
-SIP (-)
-Alamat Praktek
-Nomor Telp
-Hari dan Jam Praktek

3. Superscriptio 2. Tempat dan


Simbol R/ Tanggal pembuatan
(recipe= harap Resep
diambil)
Signatura
Informasi aturan
penggunaan obat bagi
Inscriptio pasien, meliputi frekuensi,
-Nama obat, jumlah obat, dan waktu
kekuatan obat, minum obat.
jumlah obat
7. Tanda tangan/ paraf
dr./ drg. untuk
Identitas pasien
menyatakan keaslian
- Nama
- Umur resep
- Jenis kelamin
- Alamat (-) Subscriptio
- Berat Badan -Cara penulisan dengan singkatan bahasa
latin tergantung dari macam formula
resep yang digunakan
Cth: m. f. l. a pulv da in caps
Campur dan buatlah sesuai keahlian
serbuk berilah dengan kapsul
Resep yang benar :
Dr. Abdullah
SIP : 087 / 2017
Jl. Selamat No. 1
Telp. 0711-820543
Praktek: Senin-Jumat (16.00-20.00 WIB)

Palembang, 10 Oktober 2017

R/ Ciprofloxacin tab 500 mg No. V


S 2 dd ½ tab (pc)

R/ Paracetamol tab 500 mg No. X


S 3 dd ½ tab (pc)

R/ Antasida tab 500 mg No. X


S 3 dd ½ tab (ac)

Pro : Andi
Umur : 10 tahun
Jenis Kelamin :L/P
Alamat : Jl. Patahilang No. 376

d. Bagaimana farmakokinetik?

12 | P a g e
 Ciprofloxacin
1) Absopsi
Ciprofloxacin yang diberikan sebagai tablet oral cepat dan
terserap dengan baik dari traktus gastrointestinal . Bioavailability
mutlak sekitar 70% tanpa kehilangan substansial dengan melewati
metabolisme terlebih dahulu. Penyerapan oral terganggu oleh
kation divalen dan trivalen, termasuk yang terdapat dalam antasid.
Karena itu, fluorokuinolon oral perlu diminum 2 jam sebelum atau
4 jam setelah setiap produk yang mengandung kation-kation ini.
Konsentrasi serum maksimum Ciprofloxacin dan area di bawah
kurva adalah ditunjukkan dalam bagan untuk kisaran dosis 250 mg
sampai 1000 mg.
Tabel 2. Konsentrasi maksimum Ciprofloxacin
Dosis (mg) Konsentrasi maksimum dalam serum (µg/mL)
250 1.2
500 2.4
750 4.3
1000 5.4
2) Distribusi
Setelah pemberian oral, ciprofloxacin didistribusikan secara
luas ke seluruh tubuh Konsentrasi di jaringan sering melebihi
konsentrasi serum pada pria dan wanita, terutama pada jaringan
kelamin termasuk prostat. Ciprofloxacin hadir dalam bentuk aktif
dalam cairan ludah, sekret hidung dan bronkus, mukosa sinus,
sputum, cairan blister kulit, getah bening, cairan peritoneal,
empedu, dan sekresi prostat. Ciprofloxacin juga telah terdeteksi di
paru-paru, kulit, lemak, otot, tulang rawan, dan tulang. Obat
tersebut berdifusi ke dalam cairan serebrospinal (CSF); Namun,
konsentrasi CSF umumnya kurang dari 10% serum puncak
konsentrasi. Tingkat rendah obat telah terdeteksi di dalam Aqueous
dan Vitreous Humor.
3) Metabolisme
Empat metabolit telah diidentifikasi dalam urin manusia yang
bersama-sama menyumbang kira-kira 15% dari dosis oral.
Metabolitnya memiliki aktivitas antimikroba, namun kurang aktif
dibanding ciprofloxacin tidak berubah.
4) Eliminasi
Waktu paruh eliminasi serum pada subyek dengan fungsi ginjal
normal kira-kira 4 jam. Sekitar 40 sampai 50% dosis pemberian
oral diekskresikan dalam urine tidak berubah obat. Setelah dosis
oral 250 mg, konsentrasi ciprofloxacin dalam urin biasanya
melebihi 200μg / mL selama dua jam pertama dan kira-kira 30 μg /
mL pada 8 sampai 12 jam setelah pemberian dosis. Ekskresi urin
ciprofloxacin hampir selesai dalam waktu 24 jam setelah

13 | P a g e
pemberian dosis. Pembersihan ginjal ciprofloxasin, yang kira-kira
300 mL / menit, melebihi laju filtrasi glomerulus normal 120 mL /
menit Dengan demikian, sekresi tubular aktif tampaknya
memainkan peran penting dalam eliminasi. Co-administrasi
probenesid dengan siprofloksasin menghasilkan sekitar 50%
pengurangan ciprofloxacin renal clearance dan peningkatan 50%
dalam konsentrasinya dalam sirkulasi sistemik. Meskipun
konsentrasi empedu ciprofloxacin beberapa kali lipat lebih tinggi
dari pada konsentrasi serum setelahnya dosis oral, hanya sejumlah
kecil dosis yang diberikan dipulihkan dari empedu sebagai obat
yang tidak berubah. Tambahan 1 sampai 2% dosis dipulihkan dari
empedu dalam bentuk metabolit. Sekitar
20 sampai 35% dosis oral dipulihkan dari kotoran dalam 5 hari
setelah pemberian dosis. Ini mungkin timbul dari baik clearance
empedu atau eliminasi transintestinal.
 Paracetamol
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan
kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira
2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak
berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam
glukoronik atau asam sulfuric kemudian diekskresi melalui urin dalam
satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N asetilbenzokuinon
yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada
dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi non toksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril
dari protein hati.
 Absorbsi : cepat diabsorpsi dan sempurna melalui saluran
cerna
 Metabolisme : di hati oleh enzim mikrosomal hati.
Parasetamol
 Eskresi : melalui urin (80%) berkonjungasi dengan asam
glukoronat, sebagian kecil dengan asam sulfat. Metabolit
parasetamol bersifat toksik pada keadaan overdosis.
 Ekskresi : metabolit melalui ginjal
 Plasma t1/2 = 1 - 4 jam
 Antasida
Antasida yang diserap (absorbable) dengan cepat melarutkan
zat yang segera bereaksi dengan asam hidroklorida dalam perut yang
membentuk karbon dioksida dan air. Karbon dioksida menyebabkan
distensi lambung yang memprovokasi refluks gastroesophageal dan
merangsang peningkatan sekresi lambung (dapat menyebabkan mual
dan diare). Sodium karbonat berbeda dengan antasida lainnya akibat
sistemiknya, karena diserap ke dalam darah dan mempengaruhi pH
organisme secara keseluruhan. Pada pasien dengan fungsi ginjal

14 | P a g e
normal, kelebihan bikarbonat cepat diekskresikan, dan dalam kasus
fungsi ini dapat terakumulasi dan dapat menyebabkan alkalosis
sistemik
Kebanyakan antasida yang digunakan dalam praktik medis
tidak dapat diserap (non-absorbable), tanpa farmakarinetik sistemik.

e. Bagaimana farmakodinamik?
Jawab:
 Ciprofloxacin
Ciprofloxacin memiliki aktivitas in vitro terhadap berbagai
mikroorganisme gram negatif dan gram positif. Tindakan bakterisida
ciproflooksasin berasal dari penghambatan enzim topoisomerase II
(DNA gyrase) dan topoisomerase IV, berfungsi untuk kromosom
melepaskan ikatan DNA dan untuk mengendalikan ketegangan
(merelaksasikan) superhelical negatif pada DNA bakteri, yang
diperlukan untuk replikasi DNA bakteri, transkripsi, perbaikan, dan
rekombinasi. Mekanisme kerja fluoroquinolones, termasuk
ciprofloxacin, berbeda dengan penisilin, sefalosporin, aminoglikosida,
makrolida, dan tetrasiklin; Oleh karena itu, mikroorganisme yang
resisten terhadap golongan obat ini mungkin rentan terhadap
ciprofloxacin dan kuinolon lainnya. Tidak ada resistensi silang yang
diketahui antara siprofloksasin dan golongan antimikroba lainnya.
Resistansi in vitro terhadap ciprofloxacin berkembang perlahan dengan
mutasi beberapa langkah.
 Paracetamol
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui
penghambatan siklooksigenase. Parasetamol menghambat
siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi
prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase
secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih
kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi
obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas.
Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase
perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan
atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak
mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin,
ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini
menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa
prostaglandin, tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian
prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan suhu oleh
sebab lain, seperti latihan fisik
Tabel 3. Farmakodinamik Parasetamol

15 | P a g e
 Antasida
Antasida yang dapat diserap (absorbable) jarang digunakan
dalam praktik klinis karena banyaknya efek samping pada sistemik.
Antasida tersebut masuk ke reaksi netralisasi langsung dengan asam
klorida dalam perut. Ditandai dengan onset cepat tindakan terapeutik
dan efek yang hanya dalam jangka pendek, karena setelah pemberian
antasida yang dapat diserap, tingkat pH intragastrik meningkat hingga
7 atau lebih dalam waktu singkat (15-20 menit) yang merangsang
reaksi asam silang sekunder.
Antasida yang tidak diserap (non- absorable) memiliki efek
samping sistemik yang lebih sedikit daripada yang absorbable.
Mekanisme kerja utama mereka terkait dengan penyerapan asam
hidroklorida. Antasida yang tidak diserap mulai beraksi kemudian
(dalam waktu 10-30 menit), bagaimanapun, mereka memiliki periode
tindakan terapeutik yang lebih lama - hampir 2,5-3 jam. Suplemen
(menetralisir) kapasitas antasida yang tidak dapat diserap lebih tinggi
daripada yang dapat diserap. Aktivitas penetralinya berlangsung
sampai pH tidak melebihi 3,0-4,0 (pH fisiologis bila ada pencernaan
normal dan asam hidroklorida memiliki tindakan antimikrobik).
Mekanisme dari antasida adalah:
 Menyerap pepsin, sehingga mengurangi aktivitas proteolitik asam
lambung;
 Menghubungkan lysolecithin dan asam empedu, yang memiliki
efek merusak pada mukosa lambung;
 Memiliki fungsi sitoprotektif melalui aktivasi sintesis
prostaglandin, yang merangsang sekresi mucin dan bikarbonat,
memperbaiki mikrosirkulasi;
 Memiliki fungsi ambien, membentuk lapisan pelindung pada
permukaan mukosa lambung;

16 | P a g e
 Mampu mengikat faktor pertumbuhan epitel dan memperbaikinya
di daerah cacat ulcer yang secara efektif merangsang proliferasi sel,
angenesis dan angiogenesis.

f. Bagaimana Kontraindikasi dari masing-masing obat?


Jawab:
 Ciprofloxacin
 Wanita Hamil: Tidak ada perbedaan tingkat prematuritas, aborsi
spontan, atau berat lahir terlihat pada wanita yang terpapar
ciprofloxacin selama kehamilan. Namun, studi epidemiologi
postmarketing kecil ini, yang sebagian besar pengalamannya adalah
dari paparan trimester pertama jangka pendek, tidak cukup untuk
mengevaluasi risiko cacat yang kurang umum dan pasti mengenai
keamanan ciprofloxacin pada wanita hamil dan janin yang sedang
berkembang. Ciprofloxacin tidak boleh digunakan selama
kehamilan kecuali jika potensi manfaatnya membenarkan risiko
potensial bagi janin dan ibu
 Gangguan CNS: Ciprofloxacin dapat menyebabkan kejadian sistem
saraf pusat (SSP) termasuk pusing, kebingungan, tremor,
halusinasi, depresi, dan, jarang, pikiran atau tindakan bunuh diri.
Ini bisa terjadi setelah dosis pertama. Jika reaksi ini terjadi pada
pasien yang menerima Ciprofloxacin, obat tersebut harus
dihentikan dan tindakan yang tepat dilakukan.
 Hypersensitivity Reactions: Reaksi hipersensitivitas serius dan
kadang fatal (anafilaksis). Beberapa reaksi disertai dengan kolaps
kardiovaskular, kehilangan kesadaran, kesemutan, edema faring
atau wajah, dyspnea, urtikaria, dan gatal. Hanya sedikit pasien yang
memiliki riwayat reaksi hipersensitivitas.
 Pseudomembranous Colitis: Kolitis pseudomembran telah
dilaporkan dengan hampir semua agen antibakteri, termasuk
ciprofloxacin, dan dapat mengalami tingkat keparahan yang ringan
sampai yang mengancam jiwa. Oleh karena itu, penting untuk
mempertimbangkan diagnosis ini pada pasien yang hadir dengan
diare setelah pemberian agen antibakteri.
 Peripheral neuropathy: Ciprofloxacin harus dihentikan jika pasien
mengalami gejala neuropati termasuk rasa sakit, terbakar,
kesemutan, mati rasa, dan / atau kelemahan, atau ditemukan
memiliki defisit dalam sentuhan ringan, nyeri, suhu, rasa posisi,
sensasi getaran, dan / atau kekuatan motor. untuk mencegah
perkembangan kondisi ireversibel.
 Tendon Effects: Ruptur bahu, tangan, tendon Achilles atau tendon
lain yang memerlukan perbaikan bedah atau mengakibatkan
kecacatan berkepanjangan telah dilaporkan pada pasien yang
menerima kuinolon, termasuk siprofloksasin.

17 | P a g e
 Pediatrics: Ciprofloxacin harus digunakan pada pasien anak-anak
(kurang dari 18 tahun) hanya untuk beberapa infeksi. Karena jika
diberikan dalam jangka panjang akan terjadinya kerusakan pada
kondrosit anak yang bisa menyebabkan pertumbuhan anak
terganggu.
 Parasetamol
Parasetamol tidak boleh diberikan pada orang yang alergi terhadap
obat anti-inflamasi non-steroid (AINS), menderita hepatitis, gangguan
hati atau ginjal, dan alkoholisme. Pemberian parasetamol juga tidak
boleh diberikan berulang kali kepada penderita anemia dan gangguan
jantung, paru, dan ginjal.Penelitian pada hewan telah ditemukan efek
buruk obat ini terhadap janin. Hal ini harus menjadi perhatian jika
ingin menggunakan obat ini untuk wanita hamil. Karena penelitian
klinis pada manusia belum dilakukan sebaiknya penggunaan obat ini
oleh ibu hamil hanya jika sangat dibutuhkan dan manfaatnya dapat
dipastikan lebih besar dari resiko yang mungkin terjadi. Obat
Parasetamol tidak boleh digunakan pada orang dengan kondisi sebagai
berikut:
 Alergi Parasetamol atau Acetaminophen
 Gangguan fungsi hati dan penyakit hati
 Gangguan fungsi ginjal serius,
 Shock overdosis Acetaminophen
 Gizi buruk
 Antasida
Saat ini, administrasi antasida yang dapat diserap tidak
diinginkan. Kontraindikasi untuk antasida yang tidak dapat diserap
adalah gagal ginjal parah, penyakit Alzheimer. Fosfat aluminium
dikontraindikasikan pada kehamilan

g. Bagaimana edukasi yang seharusnya diberikan pada pasien?


Jawab:
Secara umum
 Dokter: Pemberi resep harus menerangkan bagaimana cara pakai setiap
obat, efek samping yang mungkin terjadi, dan apa yang harus
dilakukan jika terjadi efek yang tidak diharapkan atau tidak terjadi efek
yang diharapkan.
 Apoteker: Konfirmasi

3. Ibu pasien mengatakan kepada dokter puskesmas bahwa pasien masih tidak ada
perbaikan setelah minum obat dari dokter sebelumnya.
a. Apakah ada interaksi obat? Jika ada bagaimana interaksinya
Jawab:
 Interaksi antara Ciprofloxacin dengan Antasida
Antasida yang mengandung kation divalen atau trivalen seperti Ca2+,
Mg2+, atau Al3+ dapat mengurangi absorpsi antibiotika
fluorokuinolon yang diberikan secara oral karena dapat membentuk

18 | P a g e
khelat dengan antibiotika fluorokuinolon sehingga tidak tersampainya
kondisi terapetik.
 Interaksi antara Ciprofloxacin dengan susu
Sejumlah kalsium berinteraksi dengan Fluoroquinolones (FQS) karena
kandungan tinggi kalsium, susu dan produk susu lainnya dapat
mengganggu penyerapan pencernaan FQS, yang membentuk hemat
kelat larut dengan ion logam di- dan trivalen.
 Al(OH)3 dalam antasid dapat memperpanjang waktu pengosongan
lambung sehingga memperlambat absorbsi paracetamol. Mg(OH)2
dalam antasid sebaliknya dapat memperpendek waktu pengosongan
lambung sehingga mempercepat absorbsi paracetamol.

b. Apa penyebab terjadinya kegagalan terapi?


Jawab:
 Dosis tidak tepat (resep irasional),
 Adanya interaksi obat dengan makanan,
 Adanya interaksi obat dengan obat,
 Tidak ada edukasi

4. Menurut ibu pasien, apa yang dikonsumsi anaknya selama 5 hari terakhir mirip
dengan riwayat pangan tersebut.
a. Apa saja pertanyaan yang di ajukan untuk mengetahui asupan makanan
pasien saat anamnesis?
Jawab:
 Apa saja yang pasien makan selama 24 jam terakhir?
 Apa saja yang pasien makan selama (setidaknya) 3 hari terakhir?
 Apa pasien ada alergi pada jenis makanan tertentu?
 Apa pasien ada menderita penyakit pada saluran pencernaan?
 Bagaimana nafsu makan pasien selama sakit?
 Apa saja makanan yang kurang disenangi pasien?
 Apa pasien meminum obat/ memakan suplemen tambahan?

b. Apakah riwayat pangan yang di ajukan sudah benar? Bagaimana riwayat


pangan yang harus diterapkan?
Jawab:
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat
gizi yang dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan
mempertahankan kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi
baru lahir sampai berusia 6 bulan. Karena itu dibutuhkan adanya variasi
pada menu makanan agar semua zat gizi yang dibutuhkan tubuh terpenuhi.
Bahan penukar makanan: bahan makanan dalam kelompok yang sama,
berbeda beratnya, namun memiliki kandungan nutrient yang sama dalam
jumlah dan jenis sehingga dapat menggantikan dalam susunan menu.
Tabel 4. Sumber Pangan dan Kandungan Gizi per 100 gram.

19 | P a g e
c. Berapa kebutuhan kalori sehari pasien?
Jawab:

20 | P a g e
Menentukan besaran energi yang diperlukan untuk memenuhi
metabolisme basal (Basal Energy Expenditure/BEE), menggunakan
persamaan Harris-Bennedict:
BEE = 66,42 + (13,75BB) + (5TB) – (6,78U)
= 66,42 + (13,75 × 30) + (5 × 140) – (6,78 × 10)
= 66,42 + 412,5 + 700 – 67,8
= 1111,12
Menentukan energi yang dihabiskan untuk kegiatan fisik derajat bed rest :
= 10% dari BEE
= 10% × 1111,12
= 111,112
Menentukan FIT (Food Induced Thermogenesis)
= 10% (BEE + Kegiatan Fisik)
= 10% (1111,12 + 111,112)
= 10% (1222,232)
= 122,2232
Menentukan jumlah total kebutuhan energi (TEE)
TEE = BEE + KF + FIT
= 1111,12 + 111,12 + 122,2232
= 1344,455

d. Bagaimana kebutuhan gizi seimbang yang dianjurkan untuk anak umur 10


tahun?
Menerjemahkan kalori menjadi karbohidrat, protein, dan lemak
Karbohidrat = 60% dari TEE
= 60% × 1344,455
= 806,673 kkal
Protein = 15% dari TEE
= 15% × 1344,455
= 201,668 kkal
Lemak = 25% dari TEE
= 25% × 1344,455
= 336,114 kkal

Menerjemahkan kalori menjadi gram


Karbohidrat = 806,673 : 4
= 201,668 gram
Protein = 201,668 : 4
= 50,417 gram
Lemak = 336,114 : 9
= 37,346 gram

e. Apakah ada interaksi antara obat dan makanan yang dikonsumsi?


 Interaksi antara Ciprofloxacin dengan susu
Sejumlah kalsium berinteraksi dengan Fluoroquinolones (FQS) karena
kandungan tinggi kalsium, susu dan produk susu lainnya dapat
mengganggu penyerapan pencernaan FQS, yang membentuk hemat
kelat larut dengan ion logam di- dan trivalen.
 Interaksi antara Antasid dengan susu

21 | P a g e
Jika diberikan dalam dosis besar dapat menyebabkan sindrom alkali
susu dimana sindroma ini hanya timbul pada pasien yang
memakai/menggunakan antasida sistemik atau kalsium karbonat dan
minum susu dalam jumlah besar untuk jangka lama. Tetapi dalam
kasus andi belum sampai ke sindroma alkali susu.

VI. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN

No. Learning What I Know What I don’t know What i have to How I
Issues prove will
learn

1. Demam Tifoid - Definisi  Gejala  Ketepatan dokter


- Penyebab  Patofisiologi dalam
- diagnosis  Tatalaksana menentukan obat
 Obat-obat untuk
demam tifoid
2. Ciprofloxacin  Farmakokinetik  Interaksi obat
 Farmakodinamik dengan obat lain
 Kontraindikasi  Interaksi obat
 Dosis obat dengan makanan
 Indikasi  Dosis
maksimum obat
3. Paracetamol  Fungsi obat  Farmakokinetik  Interaksi obat
 Farmakodinamik dengan obat lain
 Kontraindikasi  Interaksi obat
 Dosis obat dengan makanan
Indikasi  Dosis
maksimum obat Jurnal,
4. Antasida  Fungsi obat  Farmakokinetik  Interaksi obat Buku,
 Farmakodinamik dengan obat lain dan
 Kontraindikasi  Interaksi obat Internet
 Dosis obat dengan makanan
Indikasi  Dosis
maksimum obat
5. Gizi  Pengertian  Cara menghitung  Hubungan pola
 Hubungan gizi status gizi makan dengan
dengan  Cara menghitung obat
kesehatan pemasukan gizi
6. Resep  Pengertian  Cara menulis  Ketepatan dalam
 Cara resep menulis resep
membaca  Menghitung
resep dosis
7. Edukasi  Pengertian  Apa saja edukasi  Pentingnya
 Pentingnya yang perlu edukasi resep
edukasi diberikan kepada pasien

22 | P a g e
VII. SINTESIS
1. Demam Tifoid
Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typoid fever.
Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran
pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai
gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella
paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif,
tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak
dengan rambut getar). Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
a. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh
kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut
juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak
tahan terhadap formaldehid.
b. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.
c. Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat
melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas
di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam
antibodi yang lazim disebut aglutinin.

Patofisiologi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia


melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak.
Dengan kompleks reseptor (TLR)-5 dan TLR-4/MD2/CD-14, makrofag
mengenali pola molekuler patogen (PAMPs) seperti flagel dan lipopolisakarida.
Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan
menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di
lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Kemudian makrofag dan sel epitel intestinal menarik sel T dan
neutrofil dengan interleukin 8 (IL-8), yang menyebabkan inflamasi dan menekan
infeksi. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan
selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah
bening mesenterika.

Salmonella typhoidal berkembang biak di dalam makrofag, mereka dibawa


melalui kelenjar getah bening mesenterika ke duktus thoracic dan limfatik, dan
kemudian melalui jaringan retikuloendotelial hati, limpa, sumsum tulang
belakang, dan kelenjar getah bening.Saat berada di kelenjar getah bening, kuman

23 | P a g e
berhenti dan terus bertambah banyak hingga kepadatan kritis tercapai. Kemudian,
kuman menginduksi makrofag yang apoptosis dan masuk ke dalam sirkulasi
darah.
Gejala Klinis
Setelah 7-14 hari tanpa keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala
yang bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise,
dan batuk kering sampai dengan gejala yang berat dengan demam yang berangsur
makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam
keluhan lainnya.
Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian
keluhan klinis, seperti anoreksia, mialgia, nyeri abdomen, dan obstipasi. Dapat
disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut, dan pembengkakan pada stadium
lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-duanya. Pada anak, diare sering
dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian dilanjutkan dengan konstipasi.
Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada orang dewasa. Walaupun tidak
selalu konsisten, bradikardi relatif saat demam tinggi dapat dijadikan indikator
demam tifoid. Pada sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau makulopapular
(rose spots) mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang berkulit putih,
dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15 serta
menetap selama 2-3 hari.
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
dengan penderita dewasa. Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari. Setelah masa
inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis
yang biasa ditemukan, yaitu :
a. Demam
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat
febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi.
b. Ganguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden) . Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungkin ditemukan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin
pula normal bahkan dapat terjadi diare.
c. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.

Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang
sudah sakit selama lebih dari 2 minggu. Komplikasi yang sering dijumpai adalah
reaktif hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati tifosa,
serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman adalah
secara hematogen. Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis akan mengalami
perbaikan dalam waktu 2-4 minggu.

24 | P a g e
Terapi
Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan
gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Yang juga tidak kalah
penting adalah eradikasi total bakeri untuk mencegah kekambuhan dan keadaan
carrier.
Pemilihan antibiotik tergantung pada pola sensitivitas isolat Salmonella typhi
setempat. Munculnya galur Salmonella typhi yang resisten terhadap banyak
antibiotik (kelompok MDR) dapat mengurangi pilihan antibiotik yang akan
diberikan. Terdapat 2 kategori resistensi antibiotik yaitu resisten terhadap
antibiotik kelompok chloramphenicol, ampicillin, dan
trimethoprimsulfamethoxazole (kelompok MDR) dan tidak resisten terhadap
antibiotik fluoroquinolone. Nalidixic acid resistant Salmonella typhi (NARST)
merupakan petanda berkurangnya sensitivitas terhadap fluoroquinolone. Terapi
antibiotik yang diberikan untuk demam tifoid tanpa komplikasi berdasarkan
WHO tahun 2003 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 5. Antibiotik yang diberikan pada Demam Tifoid tanpa Komplikasi
menurut WHO 2003

Tabel 6. Antibiotik yang diberikan pada Demam Tifoid Berat menurut WHO 2003

Antibiotik golongan fluoroquinolone (ciprofloxacin, ofloxacin, dan


pefloxacin) merupakan terapi yang efektif untuk demam tifoid yang disebabkan

25 | P a g e
isolat tidak resisten terhadap fluoroquinolone dengan angka kesembuhan klinis
sebesar 98%, waktu penurunan demam 4 hari, dan angka kekambuhan dan fecal
carrier kurang dari 2%.
Resistensi terjadi karena satu atau lebih mutasi titik di regio pengikat kuinolon
enzim sasaran atau perubahan permeabilitas organisme. Namun, hal ini bukan
merupakan penyebab relatif mudahnya timbul resistensi pada bakteri yang sangat
rentan. Baru-baru ini dilaporkan adanya dua jenis resistensi yang diperantarai
oleh plasmid. Jenis pertama menggunakan protein Qnr, yang melindungi DNA
girase dari fluorokuinolon. Kedua adalah suatu varian dari aminoglikosida
asetiltransferase yang mampu memodifikasi siproflokasin.kedua mekanisme
menghasilkan resistensi derajat rendah yang memudahkan mutasi titik yang
menimbulkan resistensi derajat tinggi. Resistensi terhadap satu fluorokuinalon,
terutama jika derajat tinggi, umumnya menghasilkan resistensi silang terhadap
semua anggota dari kelompok ini.
Fluoroquinolone memiliki penetrasi ke jaringan yang sangat baik, dapat
membunuh S. typhi intraseluler di dalam monosit/makrofag, serta mencapai kadar
yang tinggi dalam kandung empedu dibandingkan antibiotik lain. Berbagai studi
telah dilakukan untuk menilai efektivitas fluoroquinolone dan salah satu
fluoroquinolone yang saat ini telah diteliti dan memiliki efektivitas yang baik
adalah levofloxacin. Studi komparatif, acak, dan tersamar tunggal telah dilakukan
untuk levofloxacin terhadap obat standar ciprofloxacin untuk terapi demam tifoid
tanpa komplikasi. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 1 kali sehari dan
ciprofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg, 2 kali sehari masing-masing selama
7 hari. Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa pada saat ini levofloxacin lebih
bermanfaat dibandingkan ciprofloxacin dalam hal waktu penurunan demam, hasil
mikrobiologi dan secara bermakna memiliki efek samping yang lebih sedikit
dibandingkan ciprofloxacin.
Selain pemberian antibiotik, penderita perlu istirahat total serta terapi suportif.
Yang diberikan antara lain cairan untuk mengkoreksi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit dan antipiretik. Nutrisi yang adekuat melalui TPN dilanjutkan
dengan diet makanan yang lembut dan mudah dicerna secepat keadaan
mengizinkan.

2. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin adalah antibiotik untuk pengobatan infeksi bakteri. Termasuk
diantaranya infeksi tulang dan sendi, infeksi intra abdomen, infeksi saluran
pernafasan, demam tifoid, gonorea, dan infeksi kelenjar prostat. Ciprofloxacin
juga digunakan untuk pengobatan bronkitis, sinusitis, atau infeksi saluran kemih.
Antibiotik ini termasuk golongan floroquinolon generasi kedua. Obat golongan ini
aktif terhadap berbagai bakteri gram positif dan negatif.
Farmakodinamik

26 | P a g e
Ciprofloxacin memiliki aktivitas in vitro terhadap berbagai mikroorganisme
gram negatif dan gram positif. Tindakan bakterisida ciproflooksasin berasal dari
penghambatan enzim topoisomerase II (DNA gyrase) dan topoisomerase IV,
berfungsi untuk kromosom melepaskan ikatan DNA dan untuk mengendalikan
ketegangan (merelaksasikan) superhelical negatif pada DNA bakteri, yang
diperlukan untuk replikasi DNA bakteri, transkripsi, perbaikan, dan rekombinasi.
Mekanisme kerja fluoroquinolones, termasuk ciprofloxacin, berbeda dengan
penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, makrolida, dan tetrasiklin; Oleh karena
itu, mikroorganisme yang resisten terhadap golongan obat ini mungkin rentan
terhadap ciprofloxacin dan kuinolon lainnya. Tidak ada resistensi silang yang
diketahui antara siprofloksasin dan golongan antimikroba lainnya. Resistansi in
vitro terhadap ciprofloxacin berkembang perlahan dengan mutasi beberapa
langkah.
Farmakokinetik
1) Absopsi
Ciprofloxacin yang diberikan sebagai tablet oral cepat dan terserap dengan
baik dari traktus gastrointestinal . Bioavailability mutlak sekitar 70% tanpa
kehilangan substansial dengan melewati metabolisme terlebih dahulu.
Penyerapan oral terganggu oleh kation divalen dan trivalen, termasuk yang
terdapat dalam antasid. Karena itu, fluorokuinolon oral perlu diminum 2 jam
sebelum atau 4 jam setelah setiap produk yang mengandung kation-kation ini.
Konsentrasi serum maksimum Ciprofloxacin dan area di bawah kurva
adalah ditunjukkan dalam bagan untuk kisaran dosis 250 mg sampai 1000 mg.
Tabel 6. Konsentrasi maksimum Ciprofloxacin
Dosis (mg) Konsentrasi maksimum dalam serum (µg/mL)
250 1.2
500 2.4
750 4.3
1000 5.4
2) Distribusi
Setelah pemberian oral, ciprofloxacin didistribusikan secara luas ke
seluruh tubuh Konsentrasi di jaringan sering melebihi konsentrasi serum pada
pria dan wanita, terutama pada jaringan kelamin termasuk prostat.
Ciprofloxacin hadir dalam bentuk aktif dalam cairan ludah, sekret hidung dan
bronkus, mukosa sinus, sputum, cairan blister kulit, getah bening, cairan
peritoneal, empedu, dan sekresi prostat. Ciprofloxacin juga telah terdeteksi di
paru-paru, kulit, lemak, otot, tulang rawan, dan tulang. Obat tersebut berdifusi
ke dalam cairan serebrospinal (CSF); Namun, konsentrasi CSF umumnya
kurang dari 10% serum puncak konsentrasi. Tingkat rendah obat telah
terdeteksi di dalam Aqueous dan Vitreous Humor.
3) Metabolisme

27 | P a g e
Empat metabolit telah diidentifikasi dalam urin manusia yang bersama-
sama menyumbang kira-kira 15% dari dosis oral. Metabolitnya memiliki
aktivitas antimikroba, namun kurang aktif dibanding ciprofloxacin tidak
berubah.
4) Eliminasi
Waktu paruh eliminasi serum pada subyek dengan fungsi ginjal normal
kira-kira 4 jam. Sekitar 40 sampai 50% dosis pemberian oral diekskresikan
dalam urine tidak berubah obat. Setelah dosis oral 250 mg, konsentrasi
ciprofloxacin dalam urin biasanya melebihi 200μg / mL selama dua jam
pertama dan kira-kira 30 μg / mL pada 8 sampai 12 jam setelah pemberian
dosis. Ekskresi urin ciprofloxacin hampir selesai dalam waktu 24 jam setelah
pemberian dosis. Pembersihan ginjal ciprofloxasin, yang kira-kira 300 mL /
menit, melebihi laju filtrasi glomerulus normal 120 mL / menit Dengan
demikian, sekresi tubular aktif tampaknya memainkan peran penting dalam
eliminasi. Co-administrasi probenesid dengan siprofloksasin menghasilkan
sekitar 50% pengurangan ciprofloxacin renal clearance dan peningkatan 50%
dalam konsentrasinya dalam sirkulasi sistemik. Meskipun konsentrasi empedu
ciprofloxacin beberapa kali lipat lebih tinggi dari pada konsentrasi serum
setelahnya dosis oral, hanya sejumlah kecil dosis yang diberikan dipulihkan
dari empedu sebagai obat yang tidak berubah. Tambahan 1 sampai 2% dosis
dipulihkan dari empedu dalam bentuk metabolit. Sekitar
20 sampai 35% dosis oral dipulihkan dari kotoran dalam 5 hari setelah
pemberian dosis. Ini mungkin timbul dari baik clearance empedu atau
eliminasi transintestinal.
Efek samping
Fluorokuinolon umumnya ditoleransi dengan baik Efek tersering adalah mual,
muntah, dan diare. Kadang timbul nyeri kepala, pusing bergoyang, insomnia,
ruam kulit, atau gangguan tes fungsi hati. Fotosensitivitas pernah dilaporkan pada
pemberian lomefloksasin dan pefloksasin. Memanjangnya QTc dapat terjadi pada
gatifloksasin, levofloksasin, gemifloksasin, dan moksi floksasin, yang perlu
dihindari atau digunakan dengan hati hati pada pasien yang diketahui mengidap
pemanjangan interval QTc atau hipokalemia yang belum dikoreksi; pada mereka
yang menerima obat antiaritmia kelas IA (mis. kuinidin atau prokainamid) atau
kelas III agens antiaritmia (sotalol, ibutilid, amiodaron); dan pada pasien yang
mendapat obat lain yang diketahui meningkatkan interval QTc (mis, eritromisin,
antidepresan trisiklik). Gatifloksasin pernah dilaporkan berkaitan dengan
hiperglikemia pada pasien diabetes dan dengan hipoglikemia pada pasien yang
juga sedang mendapat obat hipoglikemik oral. Karena efek-efek samping serius
ini (termasuk beberapa kematian), gatifloksasin ditarik dari peredaran di Amerika
Serikat pada tahun 2006: obat ini mungkin masih tersedia di tempat lain.
Fluorokuinolon dapat merusak tulang rawan yang sedang tumbuh dan
menimbulkan artropati. Karena itu, obat golongan ini tidak secara rutin
direkomendasikan untuk pasien berusia kurang dari 18 tahun. Namun, artropati
bersifat reversibel, dan kini muncul kesepakatan bahwa fluorokuinolon dapat

28 | P a g e
digunakan pada anak dalam beberapa kasus (mis. untuk mengobati infeksi
pseudomonas pada pasien dengan fibrosis kistik). Tendonitis, suatu penyulit
jarang yang pernah dilaporkan pada orang dewasa, berpotensi menjadi serius
karena risiko ruptur tendon. Faktor risiko untuk tendonitis adalah usia lanjut,
insufisiensi ginjal, dan pemakaian steroid. Perlu dihin- dari selama kehamilan
karena tidak adanya data spesifik mengenai keamanannya.
Kontraindikasi
1) Wanita Hamil: Tidak ada perbedaan tingkat prematuritas, aborsi spontan, atau
berat lahir terlihat pada wanita yang terpapar ciprofloxacin selama kehamilan.
Namun, studi epidemiologi postmarketing kecil ini, yang sebagian besar
pengalamannya adalah dari paparan trimester pertama jangka pendek, tidak
cukup untuk mengevaluasi risiko cacat yang kurang umum atau untuk
memungkinkan kesimpulan yang andal dan pasti mengenai keamanan
ciprofloxacin pada wanita hamil dan janin yang sedang berkembang.
Ciprofloxacin tidak boleh digunakan selama kehamilan kecuali jika potensi
manfaatnya membenarkan risiko potensial bagi janin dan ibu
2) Gangguan CNS: Konvulsi, tekanan intrakranial meningkat, dan psikosis toksik
telah dilaporkan pada pasien yang menerima kuinolon, termasuk
ciprofloksasin. Ciprofloxacin juga dapat menyebabkan kejadian sistem saraf
pusat (SSP) termasuk: pusing, kebingungan, tremor, halusinasi, depresi, dan,
jarang, pikiran atau tindakan bunuh diri. Reaksi ini bisa terjadi setelah dosis
pertama. Jika reaksi ini terjadi pada pasien yang menerima siprofloksasin, obat
tersebut harus dihentikan dan tindakan yang tepat dilakukan.
3) Hypersensitivity Reactions: Reaksi hipersensitivitas serius dan kadang fatal
(anafilaksis), beberapa mengikuti dosis pertama, telah dilaporkan pada pasien
yang menerima terapi kuinolon. Beberapa reaksi disertai dengan kolaps
kardiovaskular, kehilangan kesadaran, kesemutan, edema faring atau wajah,
dyspnea, urtikaria, dan gatal. Hanya sedikit pasien yang memiliki riwayat
reaksi hipersensitivitas.
4) Pseudomembranous Colitis: Kolitis pseudomembran telah dilaporkan dengan
hampir semua agen antibakteri, termasuk siprofloksasin, dan dapat mengalami
tingkat keparahan yang ringan sampai yang mengancam jiwa. Oleh karena itu,
penting untuk mempertimbangkan diagnosis ini pada pasien yang hadir
dengan diare setelah pemberian agen antibakteri.
5) Peripheral neuropathy: Ciprofloxacin harus dihentikan jika pasien mengalami
gejala neuropati termasuk rasa sakit, terbakar, kesemutan, mati rasa, dan / atau
kelemahan, atau ditemukan memiliki defisit dalam sentuhan ringan, nyeri,
suhu, rasa posisi, sensasi getaran, dan / atau kekuatan motor. untuk mencegah
perkembangan kondisi ireversibel.
6) Tendon Effects: Ruptur bahu, tangan, tendon Achilles atau tendon lain yang
memerlukan perbaikan bedah atau mengakibatkan kecacatan berkepanjangan
telah dilaporkan pada pasien yang menerima kuinolon, termasuk
siprofloksasin.
7) Pediatrics: Ciprofloxacin harus digunakan pada pasien anak-anak (kurang dari
18 tahun) hanya untuk beberapa infeksi. Kejadian kejadian buruk yang

29 | P a g e
meningkat dibandingkan dengan kontrol, termasuk kejadian yang terkait
dengan sendi dan / atau jaringan di sekitarnya, telah diamati. Dalam studi pra-
klinis, pemberian ciprofloxacin oral menyebabkan lamenes. Pemeriksaan
histopatologis pada sendi bantalan berat anjing ini menunjukkan adanya lesi
permanen pada tulang rawan yang akan mengganggu pertumbuhan tulang.

Dalam penelitian eksperimental ini, ditemukan bahwa ciprofloxacin


menginduksi kerusakan ditandai pada kartilago artikular sendi lutut pada kondilus
femoral dan tibialis, di mana permukaan artikular mengungkapkan
ketidakteraturan dan daerah fokus erosi. Zona perantara menunjukkan formasi
rongga dikelilingi oleh chondrocytes yang mengecil.

Gambar 1. kondrosit
3. Paracetamol
Parasetamol (Acetamenopen) adalah turunan dari senyawa sintetis dari p-
aminofenol yang merupakan metabolit aktif dari fenasetin, namun tidak memiliki
sifat karsinogenik (menyebabkan kanker) seperti halnya fenasetin.
Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu gugus
hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para. Senyawa ini dapat
disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam sulfat dan
natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-aminofenol
direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat (Hardman, 2001).

Gambar 2. Struktur Molekul Parasetamol

30 | P a g e
Parasetamol merupakan obat analgesik non narkotik yang memiliki cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Saraf Pusat (SSP).
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan
tunggal sebagai analgesik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain melalui
resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol dapat ditoleransi dengan baik
sehingga banyak efek samping aspirin yang tidak dimiliki oleh obat ini sehingga
obat ini dapat diperoleh tanpa resep.
Parasetamol merupakan obat lain pengganti aspirin yang efektif sebagai obat
analgesik-antipiretik. Karena hampir tidak mengiritasi lambung, parasetamol
sering dikombinasikan dengan AINS untuk efek analgesik. Overdosis parasetamol
tidak bisa dianggap hal yang wajar karena dapat menyebabkan kerusakan hati
yang fatal dan obat ini sering dikaitkan dengan keracunan serta bunuh diri dengan
parasetamol yang semakin mengkhawatirkan belakangan ini.
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum
puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di
hati, sekitar 3 % diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 %
dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam sulfuric kemudian diekskresi
melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi menjadi N
asetilbenzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi
substansi non toksik. Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein
hati.
 Absorbsi : cepat diabsorpsi dan sempurna melalui saluran cerna
 Metabolisme : di hati oleh enzim mikrosomal hati. Parasetamol
 Eskresi : melalui urin (80%) berkonjungasi dengan asam glukoronat,
sebagian kecil dengan asam sulfat. Metabolit parasetamol bersifat toksik pada
keadaan overdosis.
 Ekskresi : metabolit melalui ginjal
 Plasma t1/2 = 1 - 4 jam
Farmakodinamik
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan
siklooksigenase. Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat
lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol menjadi obat
antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol
hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang
menyebabkan Parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri

31 | P a g e
ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan
efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat
sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat ini
menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin,
tetapi demam yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi,
demikian pula peningkatan suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik

Gambar 3. Farmakodinamik Parasetamol


Indikasi
Di lndonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya
tidak diberikan terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan nefropati
analgesik. Jika dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar
tidak menolong. Penggunaannya untuk meredakan demam tidak seluas
penggunaannya sebagai analgesik.
Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup
yang mengandung 120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan
kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun cairan.
Tabel 7. Dosis Parasetamol
Usia Dosis Lazim Dosis maksimum
Bayi < 1 tahun 60 mg/kali 60 mg/6 kali sehari
Anak 1-6 tahun 60-120 mg/kali 60-120 mg /6 kali sehari
Anak 6-12 tahun 150-300 mg/kali 1,2 g/hari
Dewasa 300 mg-1 g/kali 4 g/hari
Kontraindikasi
Parasetamol tidak boleh diberikan pada orang yang alergi terhadap obat anti-
inflamasi non-steroid (AINS), menderita hepatitis, gangguan hati atau ginjal, dan
alkoholisme. Pemberian parasetamol juga tidak boleh diberikan berulang kali
kepada penderita anemia dan gangguan jantung, paru, dan ginjal.Penelitian pada
hewan telah ditemukan efek buruk obat ini terhadap janin. Hal ini harus menjadi
perhatian jika ingin menggunakan obat ini untuk wanita hamil. Karena penelitian
klinis pada manusia belum dilakukan sebaiknya penggunaan obat ini oleh ibu
32 | P a g e
hamil hanya jika sangat dibutuhkan dan manfaatnya dapat dipastikan lebih besar
dari resiko yang mungkin terjadi. Obat Parasetamol tidak boleh digunakan pada
orang dengan kondisi sebagai berikut:
 Alergi Parasetamol atau Acetaminophen
 Gangguan fungsi hati dan penyakit hati
 Gangguan fungsi ginjal serius,
 Shock overdosis Acetaminophen
 Gizi buruk
Efek samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya
berupa eritem atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi
pada mukosa. Fenasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada
pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi berdasarkan mekanisme
autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah pada
dosis terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb.
Methemoglobinemia baru merupakan masalah pada takar lajak. Insidens nefropati
analgesik berbanding lurus dengan penggunaan Fenasetin. Tetapi karena
Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal, hubungan sebab akibat sukar
disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa gangguan ginjal
lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis
analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat
menyebabkan nefropati analgetik.

4. Antasida
Antasid adalah obat yang menetralkan asam lambung yang biasanya
digunakan untuk menghilangkan nyeri tukak peptik (ulkus lambung). Dalam
kerjanya, antasid tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan lambung, tetapi
peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Beberapa antasid misalnya
aluminium hidroksida, diduga menghambat pepsin secara langsung. Kapasitas
menetralkan asam dari berbagai antasid pada dosis terapi bervariasi, tetapi
umumnya pH lambung tidak sampai diatas 4, yaitu keadaan yang jelas
menurunkan aktivitas pepsin; kecuali bila pemberiannya sering dan terus-
menerus. Mula kerja antasid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan
netralisasi asam; sedangkan kecepatan pengosongan lambung sangat menentukan
masa kerjanya.
Umumnya antasid merupakan basa lemah. Senyawa oksi-aluminium (basa
lemah) sukar untuk meninggikan pH lambung lebih dari 4, sedangkan basa yang
lebih kuat seperti magnesium hidroksida secara teoritis dapat meninggikan pH
sampai 9, tetapi kenyatannya tidak terjadi. Semua antasid meningkatkan produksi
HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin.
Antasid dibagi dalam dua golongan yaitu antasid sistemik dan antasid
nonsistemik. Antasid sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorpsi dalam
usus halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan

33 | P a g e
kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolik. Penggunaan kronik natrium
bikarbonat memudahkan nefrolitiasis fostat.
Antasid nonsistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak
menimbulkan alkalosis metabolik. Contoh antasid nonsistemik ialah sediaan
magnesium, aluminium, dan kalsium.
Farmakokinetik
Antasida yang diserap (absorbable) dengan cepat melarutkan zat yang segera
bereaksi dengan asam hidroklorida dalam perut yang membentuk karbon dioksida
dan air. Karbon dioksida menyebabkan distensi lambung yang memprovokasi
refluks gastroesophageal dan merangsang peningkatan sekresi lambung (dapat
menyebabkan mual dan diare). Sodium karbonat berbeda dengan antasida lainnya
akibat sistemiknya, karena diserap ke dalam darah dan mempengaruhi pH
organisme secara keseluruhan. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, kelebihan
bikarbonat cepat diekskresikan, dan dalam kasus fungsi ini dapat terakumulasi dan
dapat menyebabkan alkalosis sistemik
Kebanyakan antasida yang digunakan dalam praktik medis tidak dapat diserap
(non-absorbable), tanpa farmakarinetik sistemik.
Farmakodinamik
Antasida yang dapat diserap (absorbable) jarang digunakan dalam praktik
klinis karena banyaknya efek samping pada sistemik. Antasida tersebut masuk ke
reaksi netralisasi langsung dengan asam klorida dalam perut. Ditandai dengan
onset cepat tindakan terapeutik dan efek yang hanya dalam jangka pendek, karena
setelah pemberian antasida yang dapat diserap, tingkat pH intragastrik meningkat
hingga 7 atau lebih dalam waktu singkat (15-20 menit) yang merangsang reaksi
asam silang sekunder.
Antasida yang tidak diserap (non- absorable) memiliki efek samping sistemik
yang lebih sedikit daripada yang absorbable. Mekanisme kerja utama mereka
terkait dengan penyerapan asam hidroklorida. Antasida yang tidak diserap mulai
beraksi kemudian (dalam waktu 10-30 menit), bagaimanapun, mereka memiliki
periode tindakan terapeutik yang lebih lama - hampir 2,5-3 jam. Suplemen
(menetralisir) kapasitas antasida yang tidak dapat diserap lebih tinggi daripada
yang dapat diserap. Aktivitas penetralinya berlangsung sampai pH tidak melebihi
3,0-4,0 (pH fisiologis bila ada pencernaan normal dan asam hidroklorida memiliki
tindakan antimikrobik). Mekanisme dari antasida adalah:
 Menyerap pepsin, sehingga mengurangi aktivitas proteolitik asam lambung;
 Menghubungkan lysolecithin dan asam empedu, yang memiliki efek merusak
pada mukosa lambung;
 Memiliki fungsi sitoprotektif melalui aktivasi sintesis prostaglandin, yang
merangsang sekresi mucin dan bikarbonat, memperbaiki mikrosirkulasi;
 Memiliki fungsi ambien, membentuk lapisan pelindung pada permukaan
mukosa lambung;
 Mampu mengikat faktor pertumbuhan epitel dan memperbaikinya di daerah
cacat ulcer yang secara efektif merangsang proliferasi sel, angenesis dan
angiogenesis.
Efek samping

34 | P a g e
Pada penggunaan antasid dengan dosis besar jangka lama dapat timbul efek
samping antara lain:
a. Sindroma susu alkali
Sindroma ini hanya timbul pada pasien yang memakai/ menggunakan
antasida sistemik atau kalsium karbonat dan minum susu dalam jumlah besar
untuk jangka lama. Gejalanya adalah sakit kepala, iritabel, lemah, mual, dan
muntah. Sindroma ini ditandai dengan hiperkalsemia, alkalosis ringan,
kalsifikasi dan terbentuknya batu ginjal serta gagal ginjal kronik. Keadaan ini
diduga disebabkan protein dalam susu yang meningkatkan absorpsi kalsium.
Hiperkalsemia yang timbul mungkin menekan sekresi hormon paratiroid yang
selanjutnya meningkatkan ekskresi kalsium urin, dan dapat membentuk batu
kalsium karena pengendapan di saluran kemih.
b. Batu ginjal, osteomalasia dan osteoporosis
Aluminium hidroksida dan fosfat dapat membentuk senyawa yang
sukar larut dalam susu halus, sehingga mengurangi absorpsi fosfat dan diikuti
penurunan ekskresi fosfat urin. Penurunan absorpsi ini berakibat resorpsi
tulang yang selanjutnya menyebabkan hiperkalsiuria dan meningkatnya
absorpsi kalsium dari usus halus. Perubahan metabolisme kalsium ini dapat
berakibat batu kalsium saluran kemih, osteomalasia dan osteoporosis.
c. Neurotoksisitas
Aluminium yang diabsorpsi dalam jumlah kecil dapat tertimbun dalam
otak, dan diduga mendasari sindroma ensefalopati yang terjadi pada pasien
gagal ginjal kronik dan pasien penyakit Alzheimer.
d. Saluran cerna
Penggunaan antasid yang mengandung magnesium dapat menimbulkan
diare dan yang mengandung aluminium menimbulkan obstruksi terutama
berbahaya pada orang tua dengan perdarahan usus.
e. Asupan Natrium
Hampir semua antasid mengandung natrium, sehingga perlu
diperhatikan penggunaannya pada pasien yang harus diet rendah antrium,
misalnya pada penyakit kardiovaskular.
f. Interakdi dengan Obat Lain
Antasid dapat mengurangi absorpsi berbagai obat misalnya INH,
Penisilin, Tetrasiklin, Nitrofurantoin, asam nalidiksat, sulfonamid,
fenilbutazon, digoksin dan klorpromazin. Antasid sistemik dapat
meningkatkan pH urin, sehingga menurunkan ekskresi amin misalnya kina dan
amfetamin serta meningkatkan ekskresi salisilat.
Kontraindikasi
Saat ini, administrasi antasida yang dapat diserap tidak diinginkan.
Kontraindikasi untuk antasida yang tidak dapat diserap adalah gagal ginjal parah,
penyakit Alzheimer. Fosfat aluminium dikontraindikasikan pada kehamilan

5. Gizi
Susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip

35 | P a g e
keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan
mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.
Keanekaragaman pangan adalah anekaragam kelompok pangan yang terdiri
dari makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan dan air serta
beranekaragam dalam setiap kelompok pangan.
a. Mineral Makro
Mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah ≥ 100 mg per hari
Sumber pangan mineral makro :
 Kalsium : susu, ikan teri, sayuran berdaun hijau, roti dan biji-bijian
 Fosfor : telur, ikan, daging, ayam, unggas, kacang polong, susu, serealia
 Sulfur : kecambah gandum, kacang, daging, ayam, ikan, telur, susu,
kacang-kacangan, jeroan
 Kalium : polong-polongan, kacang-kacangan, pisang, melon, alpukat,
kiwi, kentang, bayam
b. Mineral Mikro
Mineral mikro diperlukan tubuh kurang dari 100 mg per hari dan untuk
menyusun tubuh diperlukan kurang dari 0,01% dari berat badan total.
Sumber pangan mineral mikro :
 Besi : daging, jeroan, ikan, unggas, kedelai, kacang-kacangan, sayur, daun
hijau, rumput laut
 Seng : ikan, kerang, unggas, hati, daging, kacang-kacangan, produk biji-
bijian, buah-buahan, sayuran, serealia
 Yodium : ikan, kerang, rumput laut, garam beriodium, adonan roti
Status Gizi
 Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
penggunaan zat-zat gizi.
 Status gizi optimal adalah suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan
antara asupan dengan kebutuhan zat gizi yang digunakan untuk aktivitas
sehari-hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi :
a. Penyebab langsung :
 Asupan makanan
 Penyakit infeksi yang mungkin diderita
b. Penyebab tidak langsung :
 Ketahanan pangan keluarga, adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dengan baik secara
kuantitas maupun kualitas
 Pola pengasuhan anak, meliputi sikap ibu atau pengasuh lain dalam hal
berhubungan dengan anak, memberikan makan, merawat, menjaga
kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya
 Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan; semakin mudah akses dan
keterjangkauan anak dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan
ketersediaan air bersih, semakin kecil resiko anak terkena penyakit dan
kekurangan gizi
Penilaian status gizi

36 | P a g e
 Pemeriksaan klinis diarahkan untuk mencari kemungkinan adanya bintik
bitot, xerosis konjungtiva, aemia, pembesaran kelenjar parotis, kheilosis
angular, fluorosis, karies, gondok, serta hepato dan splenomegali.
 Pemeriksaan antropometris yang penting dilakukan adalah penimbangan
berat dan pengukuran tinggi badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit trisep.
Pemeriksaan ini penting terutama pada anak prasekolah yang berkelas
ekonomi dan sosial rendah. Pengamatan anak usia sekolah dipusatkan
terutama pada percepatan pertumbuhsn. Uji pertumbuhna pada golongan
usia ini setidaknya diselenggarakan setahun sekali, karena laju
pertumbuhan pada fase ini relatif lambat. Sebagai patokan, pertambahan
berat anak usia 5-10 tahun berkisar sampai 10%-nya, sementara tinggi
badan hanya bertambah sekitar 2 cm setahun.
 Uji biokimiawi yang penting adalah pemeriksaan kadar hemoglobinserta
pemeriksaan apusan darah untuk malaria. Pemeriksaan tinja cukup hanya
pemeriksaan occult blood dan telur cacing saja.
Menurut Kardjati (1985), pola adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaranmengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dikonsumsi setiap hari
oleh satu orangyang memberikan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat
tertentu. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh
setiap hari dalam jumlah tertentusebagai sumber energi dan zat-zat gizi,
kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yanglama akan berakibat buruk
terhadap kesehatan.
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang pada dasarnya
merupakan rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar
dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara teratur.
a. Mengonsumsi makanan beragam
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung semua jenis zat gizi yang
dibutuhkan tubuh untuk menjamin pertumbuhan dan mempertahankan
kesehatannya, kecuali Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi baru lahir sampai berusia
6 bulan.
Tabel 8. Bahan Makanan Penukar

37 | P a g e
Tabel 9. Sumber Pangan dan Kandungan Gizi per 100 gram

b. Membiasakan perilaku hidup bersih


Seseorang yang menderita penyakit infeksi akan mengalami penurunan
nafsu makan sehingga jumlah dan jenis zat gizi yang masuk ke tubuh
berkurang. Sebaliknya pada keadaan infeksi, tubuh membutuhkan zat gizi
yang lebih banyak untuk memenuhi peningkatan metabolisme pada orang
yang menderita infeksi terutama apabila disertai panas.
c. Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik memerlukan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga
memperlancar sistem metabolisme di dalam tubuh termasuk metabolisme zat
gizi. Oleh karenanya, aktivitas fisik berperan dalam menyeimbangkan zat gizi
yang keluar dari dan yang masuk ke dalam tubuh.
d. Mempertahankan dan memantau BB normal
Bagi orang dewasa salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah
terjadi keseimbangan zat gizi di dalam tubuh adalah tercapainya Berat Badan
yang normal, yaitu Berat Badan yang sesuai untuk Tinggi Badannya. Indikator
tersebut dikenal dengan Indeks Masa Tubuh (IMT).

38 | P a g e
Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah perkembangan
berat badan sesuai dengan pertambahan umur. Pemantauannya dilakukan
dengan menggunakan KMS.
Tabel 10. Nilai IMT

Tabel 11. Berat Badan Anak

Tabel 12. Angka Kecukupan Gizi

39 | P a g e
BMR

40 | P a g e
 Kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk fungsi fisiologis tubuh diukur
menggunakan kalorimmeter direct.
 Kondisi basal adalah bila tubuh tidak dalam keadaan tidur, tetapi secara
relaks terlentang, tidak melakukan pekerjaan jasmaniah maupun rokhaniah
dalam kondisi lingkungan yang nyaman.
Menghitung kebutuhan kalori
BMR adalah jumlah energi yang dikeluarkan tubuh selama satu hari dalam
kondisi istirahat atau tidak beraktivitas berat. Rumus BMR menggunakan
persamaan Harris Benedict

Gambar 4. BMR Harris Bennedict


yang direvisi oleh Roza dan Shizgal pada tahun 1984, sebagai berikut:
 BMR Pria = 88.362 + (13.397 x berat badan [kg]) + (4.799 x tinggi badan
[cm]) – (5.677 x umur)
 BMR Wanita = 447.593 + (9.247 x berat badan [kg]) + (3.098 x tinggi
badan [cm]) – (4.33 x umur)
Setelah menghitung besar BMR, hasilnya kemudian dikalikan dengan Level
Aktivitas Fisik untuk memperoleh kebutuhan kalori harian atau total energy
expenditure (TEE).
Level Aktivitas Fisik
 Tidak aktif: TEE = BMR x 1.2
 Cukup aktif, berolahraga 1-3 kali/minggu: TEE = BMR x 1.375
 Aktif, berolahraga 3-5 kali/minggu: TEE = BMR x 1.55
 Sangat aktif, berolahraga 6-7 kali/minggu: TEE = BMR x 1.725
Menerjemahkan kalori menjadi karbohidrat, protein, dan lemak
 Karbohidrat = 60% dari TEE
 Protein = 15% dari TEE
 Lemak = 25% dari TEE

Menentukan besaran energi yang diperlukan untuk memenuhi metabolisme basal


(Basal Energy Expenditure/BEE), menggunakan persamaan Harris-Bennedict
BEE = 66,42 + (13,75BB) + (5TB) – (6,78U)

6. Resep
Resep didefinisikan sebagai permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi atau
dokter hewan kepada apoteker pengelola apotek (APA) untuk menyediakan dan
menyerahkan obat bagi penderita sesuai dengan peratuan perundangan yang
berlaku. Resep yang benar adalah ditulis secara jelas, dapat dibaca, lengkap dan

41 | P a g e
memenuhi peraturan perundangan serta kaidah yang berlaku. Contoh resep yang
benar:

Unsur-unsur resep:
a. Identitas Dokter
Nama, nomor surat ijin praktek, alamat praktek dan rumah dokter
penulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon dan hari serta jam
praktek. Biasanya sudah tercetak dalam blanko resep.
b. Nama kota (sudah dicetak dalam blanko resep) dan tanggal ditulis resep
c. Superscriptio
Ditulis dengan symbol R/ (recipe=harap diambil). Biasanya sudah
dicetak dalam blanko. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan
obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
d. Inscriptio
Berisi nama obat, kekuatan dan jumlah obat yang diperlukan dan
ditulis dengan jelas 5. Subscriptio Bagian ini mencantumkan bentuk sediaan
obat (BSO) dan jumlahnya. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin)
tergantung dari macam formula resep yang digunakan. Contoh: - m.f.l.a. pulv.
d.t.d.no. X - m.f.l.a. sol - m.f.l.a. pulv. No XX da in caps
e. Signatura Berisi informasi tentang aturan penggunaan obat bagi pasien yaitu
meliputi frekuensi, jumlah obat dan saat diminum obat, dll. Contoh:
s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah
makan) 7. Identitas pasien Umumnya sudah tercantum dalam blanko resep
(tulisan pro dan umur). Nama pasien dicantumkan dalan pro. Sebaiknya juga

42 | P a g e
mencantumkan berat badan pasien supaya kontrol dosis oleh apotek dapat
akurat.
Identitas Dokter
-Nama
-SIP (-)
-Alamat Praktek
-Nomor Telp
-Hari dan Jam Praktek

3. Superscriptio 2. Tempat dan


Simbol R/ Tanggal pembuatan
(recipe= harap Resep
diambil)
Signatura
Informasi aturan
penggunaan obat bagi
Inscriptio pasien, meliputi frekuensi,
-Nama obat, jumlah obat, dan waktu
kekuatan obat, minum obat.
jumlah obat
7. Tanda tangan/ paraf
dr./ drg. untuk
Identitas pasien
menyatakan keaslian
- Nama
- Umur resep
- Jenis kelamin
- Alamat (-) Subscriptio
- Berat Badan -Cara penulisan dengan singkatan bahasa
latin tergantung dari macam formula
resep yang digunakan
Cth: m. f. l. a pulv da in caps
Campur dan buatlah sesuai keahlian
serbuk berilah dengan kapsul

7. Edukasi
DOKTER
Dokter bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut:
 Diagnosis: dengan memastikan diagnosis yang tepat yang dijelaskan kepada
pasien, kepatuhan terhadap terapi akan lebih baik.
 Peresepan: Dengan meresepkan obat dalam jumlah sesedikit mungkin dan
menerangkan tujuan penggunaan dari masing-masing obat kepada pasien,
pengertian pasien akan meningkat.
 Informasi obat: Pemberi resep harus menerangkan bagaimana cara pakai
setiap obat, efek samping yang mungkin terjadi, dan apa yang harus dilakukan
jika terjadi efek yang tidak diharapkan atau tidak terjadi efek yang diharapkan.

APOTEKER
Apoteker mempunyai fungsi yang penting dalam sistem pelayanan kesehatan
dalam hal :

43 | P a g e
 Pengadaan: Memastikan tersedianya obat dengan kualitas yang baik, pada saat
diperlukan.
 Distribusi: Memindahkan obat dengan aman kemanapun obat akan diberikan,
memastikan kondisi perjalanan dan penyimpanan obat tidak mempengaruhi
kondisi obat.
 Peresepan: Apoteker sering diminta untuk memberikan obat bebas atau obat
bebas terbatas untuk membantu pasien melakukan swamedikasi.
 Monitoring: Apoteker perlu melakukan monitoring terhadap terapi jangka
panjang pasien penyakit kronis seperti hipertensi, diabetes dan asma.
Peran lain dari apoteker adalah melakukan :
 Komunikasi dengan dokter: dalam melakukan konfirmasi resep atau
menjawab pertanyaan.
 Mematuhi standar terapi, terutama yang berlaku secara lokal: apoteker di
rumah sakit dapat diberi tanggungjawab untuk memastikan kepatuhan resep
terhadap standar terapi. Terutama untuk regimen yang sifatnya kompleks
seperti terapi kanker.
 Penelitian terhadap pola peresepan dan penggunaan obat: Apoteker memiliki
posisi yang strategis dalam melakukan monitor dan evaluasi terhadap
peresepan dan penggunaan obat terutama di rumah sakit lokasi dia bekerja.
 Edukasi pasien: Apoteker, pada umumnya, dipercaya oleh pasien dan dapat
memberikan saran yang dihargai oleh pasien serta melakukan edukasi pada
pasien secara individual atau edukasi kepada kelompok pasien dengan
penyakit tertentu.

44 | P a g e
VIII. KERANGKA KONSEP

Penyerapan dosis Pemilihan obat Penulisan instruksi


yang tidak tepat yang kurang sesuai resep yang tidak tepat

Pemberian resep irasional

Kurangnya edukasi
dari dokter Waktu pemberian
obat tidak tepat

Terjadi interaksi obat-


makanan Terjadi interaksi antar obat
Cephaloxacin dengan kation Ca 2+ Ceprofloxacin dengan kation
pada susu membentuk kelat bivalen antasid membentuk kelat

Pola riwayat pangan


Penurunan absorbsi Makanan yag dimakan tak bervariasi dan
ceprofloxacin di usus sangat sedikit tak seimbang

kadar terapeutik obat


di darah tak tercapai Kebutuhan kalori per Kurangnya asupan
hari tak terpenuhi gizi

Bakteri (S.typhi) dapat Penurunan


terus berkembang sistem imun

Kegagalan terapi

Gejala penyakit: mual, BAB


lunak, demam terus berlanjut

45 | P a g e
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Andi 10 tahun mengalami kegagalan terapi akibat adanya interaksi antar obat, obat dengan
makanan, dan kurangnya asupan nutrisi.

46 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2010. Peresepan Obat yang Rasional.


ocw.usu.ac.id/course/.../bbs_20102011_slide_peresepan_obat_yang_rasional.pdf. Diakses
pada tanggal 24 Oktober 2017.
2. Atkinson, Arthur J., Darrell R. Abernethy, Charles E. Daniels, dkk. 2007. Principles of
Clinical Pharmacology Second Edition. London: Elsevier Inc

3. Bailie, George R., Curtis A. Johnson, Nancy A. Mason, dkk.. 2004. MED Facts Pocket
Guide of Drug Interactions Second Edition. Middleton: Bone CareInternational, Inc

4. EB BIKI. 2014. Resep. eprints.ung.ac.id/4852/5/2012-1-48401-821309060-bab2-


13082012091527.pdf. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017.
5. Farmakologi dan terapi edisi 6 FK UI

6. Farmakologi Dasar dan Klinik, Bertram G. Katzung Edisi 10

7. Halawa, Amal Mohamed. 2010. Effect of Ciprofloxacin on the Articular Cartilage and
Epiphyseal Growth Plate Cartilage in the Growing Albino Rats and the Possible
Protective Role of Vitamin E (alpha - Tocopherol): A Histological and Morphometric
Study. ISSN: 1110-0559

8. Indra Kusuma. 2013. Parasetamol.


eprints.undip.ac.id/43941/3/Indra_Kusuma_G2A009120_Bab_2.pdf. Diakses pada
tanggal 24 Oktober 2017.
9. IONI. Informasi Tambahan dalam Penyerahan Obat.
http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-6-petunjuk-praktis-penggunaan-obat-yang-
benar/informasi-tambahan-dalam-penyerahan-obat. Diakses pada tanggal 25 Oktober
2017

10. IT Dr. Syarif Husin, M.S., Zat Gizi dalam Makanan dan Kebiasaan Makan

11. IT Dr. Arisman MB, M.Kes., Prediksi Kebutuhan Zat Gizi

12. Katzung, Bertram G.. 2015. Farmakologi Dasar & Klinik. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG
13. Kementrian Kesehatan. Pedoman Gizi Seimbang.
http://gizi.depkes.go.id/download/Pedoman%20Gizi/PGS%20Ok.pdf. Diakses pada
tanggal 25 Oktober 2017.

14. Kim, Grace K.. 2010. The Risk of Fluoroquinolone-induced Tendinopathy and Tendon
Rupture. http://ncbi.nlm.nih.gov, diunduh pada 25 Oktober 2017

15. L Sigit. 2012. GIZI. http://eprints.uny.ac.id/8842/2/bab2%20-09604227098.pdf. Diakses


pada tanggal 24 Oktober 2017.

47 | P a g e
16. Lullmann, Heinz, Klaus Mohr, Lutz Hein, dkk.. 2005. Color Atlas of Pharmacology 3rd
Edition, Revised and Expanded. Stuttgart: Georg Thieme Verlag

17. MARTA JӏWIAK-B BENISTA* and JERZY Z. NOWAK. Paracetamol: Mechanism of


action, applications and safety concern.
http://www.ptfarm.pl/pub/File/Acta_Poloniae/2014/1/011.pdf. Diakses pada tanggal 25
Oktober 2017

18. Nafrialdi ; Setawati, A., 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
19. Stahlmann, Ralf, Uta Zippel, Rudolf Schwabe, dkk.. 1998. FIG 1: Antimicrob Agents
Chemother.https://www.ncbi.nlm.nih.gov.diunduh pada 18 Oktober 2017.

20. Stahlmann, Ralf, Uta Zippel, Rudolf Schwabe, dkk.. 1998. Chondrotoxicity and
Toxicokinetics of Sparfloxacin in Juvenile Rats. https://www.ncbi.nlm.nih.gov.diunduh
pada 25 Oktober 2017

21. TA Thofhan. 2013. Paracetamol. eprints.ums.ac.id/22769/2/02._BAB_I.pdf. Diakses pada


tanggal 24 Oktober 2017.
22. Tanu, Ian. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
23. tt. Siprofloksasin. http://pionas.pom.go.id, diunduh pada 25 Oktober 2017.

24. tt. Fungsi dan Kebutuhan Gizi. http://gizi.fema.ipb.ac.id/wp-


content/uploads/2015/02/FUNGSI-DAN-KEBUTUHAN-ZAT-GIZI_edit2-YFB.pdf.
Diakses pada tanggal 25 Oktober 2017.

25. tt. Mengenal Paracetamol. http://farmasi.ugm.ac.id/v1/files/piotribun/2014-8-17-


245507Mengenal-Paracetamol.pdf. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2017.

26. tt. Status Gizi Anak Usia Sekolah (7-12 tahun). http://lib.ui.ac.id/file?
file=digital/20314222-S_Sarah%20Salim%20S.%20Alatas.pdf

48 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai