Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PBL BLOK 2.

Skenario Ke-2

BAB TERUS MENERUS

Nama Tutor : Dr. Tissaa Oktavira Permatasari,,MMedEd

Nama Kelompok : 5A

Nama Anggota Kelompok :

Irfan Noval Permana 118170033


Doni 118170047
Faris Renata 118170057
Mila Wulan Sari Putri 118170109
Jhihan 118170091
Nisa Puji Lestari 118170129
Nita Nurjanah 118170131
Selia Salsabila 118170169
Siti Mutiah Tuljanah 118170179

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON 24 Mei 2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PBL BLOK 2.2

“BAB TERUS MENERUS”

Diajukan untuk memenuhi tugas laporan PBL blok 2.2


di Fakultas Kedokteran Universitas Swadaya Gunung Jati Cirebon

Telah disetujui
Pada tanggal : 24 Mei 2019

Disusun oleh
Kelompok PBL 5A
1. Irfan Noval Permana
2. Doni
3. Faris Renata
4. Jhihan
5. Mila Wulan Sari Putri
6. Nisa Puji Lestari
7. Nita Nurjanah
8. Selia Salsabila
9. Siti Mutiah Tuljanah

Cirebon: 24 Mei 2019

Tutor :

Dr. Tissaa Oktavira Permatasari,,MmedEd

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa
karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan
PBL ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.
Tissaa Oktavira Permatasari,,MmedEd selaku pembimbing yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis dan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian tugas laporan PBL ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan kontribusi kepada mahasiswa
fakultas kedokteran sebagai bekal kedepanya. Dan tentunya laporan ini masih
sangat jauh dari sempurna. Untuk Dosen pembimbing penulis mengharapkan kritik
dan masukan yang membangun.

Cirebon, 24 Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
SKENARIO .................................................................................................. 1
STEP 1 - KLARIFIKASI ISTILAH ..................................................... 1
STEP 2 - RUMUSAN DAFTAR MASALAH ..................................... 1
STEP 3 - ANALISIS MASALAH........................................................ 1
STEP 4 - SISTEMATIKA MASALAH ............................................... 2
STEP 5 - SASARAN BELAJAR ......................................................... 5
STEP 6 - BELAJAR MANDIRI .......................................................... 6
STEP 7 - PENJELASAN ......................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
REFLEKSI DIRI ............................................................................................

iii
1

Skenario 2
BAB
Terus – Menerus

Seorang mahasiswa fakultas kedokteran semester 2 datang ke klinik kampus


dengan keluhan buang air besar terus–menerus saat menjelang ujian akhir blok.
Perut terasa mulas, seperti diremas-remas. Dia merasa tidak makan-mkaanan
sembarangan sebelum ujian. Pada pemeriksaan fisik didapatkan bising usus
meningkat, namun dokter mengatakan hal ini biasa terjadi ketika seorang stress.
Dokter menganjurkan agara pasien mencoba lebih tenang dalam menghadapi ujian.
Step 1
1. Bising Usus : suara yang dihasilkan usus saat bergerak/berkontraksi
(peristaltik) yg dapat didengar melalui stetoskop.

Step 2
1) Bagaimana proses pencernaan makanan?
2) Apa saja gerakan yg dapat terjadi pada gastrointestinal track?
3) Bagaimana hubungan saraf pada gastrointestinal track?
4) Mengapa stress menyebabkan peningkatan frekuensi BAB?

Step 3
1) 2 proses : mastikasi (pengunyahan) dan menelan (degultasi)
6 proses : injesti, sekresi, pencampuran dan dorongan, pencernaan,
penyerapan, defekasi
2) Gerakan propulsif adalah gerakan yang menyebabkan makanan menuju
saluran cerna.
Gerakan mencampur
3) Sistem saraf enterik ada 2 : plexus mientericus dan plexus meissner
4) Karena stress memicu peningkatan saraf parasimpatis

Step 4
2

1) Mastikasi
Adanya bolus makanan dalam mulut

Inhibisi ( reflex otot-otot mengunyah )

Kontraksi rebora

Rahang bawah terangkat

Pengasupan gigi geligi rahang turun kebawah dan kembali secara berulang
Menelan ( degultasi )
 Volunter
Makanan ditekan secara sadar ke posterior dalam faring
kebelakang lidah kebelakang palatum molle
 Pharyngeal
Bersifat involunter membawa jalan makanan melalui faring ke
esofagus
 Esofageal
Fase involunter lain yang mengangkut dari faring ke lambung

Makanan ke posterior mulut dan faring


3

Merangsang epitel reseptor

Sinyal – sinyal ke brain steam

Kontraksi otot faring

Palatum mole tertarik untuk mencegah refluks makanan

Lipatan palatofaringeal tertarik ke medial

 Pita suara berdekatan


 Laring keatas oleh m. Leher
 Epiglotis tertutup

Dinding esofagus melebar, sfingter esofagus berelaksasi

Kontraksi dinding faring

Dorongan makanan secara peristaltik

 Peristaltik primer
Adalah kelanjutan dari gelombang peristaltik
dari faring +/- 5-8 detik
 Peristaltik sekunder
Adalah saat gerakan primer gagal

Makanan dari faring sampai lambung

Gelombang peristaltik sekunder terjadi hingga lambung


Oleh saraf mientericus

Diujung bawah spinchter


Di gaster
Terdapat pencampuran makanan menjadi bolus

Duodenum

Vesica fellea
4

Adalah saraf yang membuat vesica fellea terangsang : hasil : bilirubin :


mewarnai feses
Pancreas
Amilase
Lipase
Propioeptik

Spinchter pada papilla duodeni major

Intestinum tenue metabolisme lemak, protein, karbohidrat, diserap


vili,jejenum,ileum

Intestinum Crassum (colon,rectum,anus) untuk absorbsi dan eksresi

2) Gerakan propulsif

Makanan terkumpul pada sebuah usus

Dinding usus meregang ( distensi )

Merangsang saraf enterik untuk menimbulkan kontraksi


dinding usus 2-3 cm di belakang lapisan terserbut

Muncul cincin kontraksi

Peristaltik
Gerakan mencampur
Ialah beda dimasing masing saluran :
Pada beberapa tempat kontraksi peristaltik menyebabkan pencampuran
Gerakan pencampuran dinamakan kontraksi kontriktis intermital lokal
Proses terjadi 5-30 detik setelah itu ke usus lain
3) Disatui di no.1
5

4) Karena pengaruh parasimpatis membuat gerakan peristaltik oleh plexus


mienterikus yang menyebabkan peningkatan motilitas dari gastrointestinal.
Sehingga absorbsi yang dilakukan lebih sedikit daripada gerakan peristaltik

Mind Map

GASTROINTESTINAL HUBUNGAN
TRACK SARAF

Gerakan GIT
Proses
pencernaan
makanan

Propulsif Mencampur

Step 5
1. Bagaimana proses pencernaan makanan ?

Step 6
BELAJAR MANDIRI!!!
6

1. Proses Pencernaan Makanan Pada Traktus Gatrointestinal

a. Mulut
Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat untuk mengunyah. Gigi
geligi anterior (insisivi) bekerja sebagai pemotong yang kuat dan gigi
geligi posterior (molar) sebagai penggiling makanan. Semua otoo
rahang yang bekerja bersama-sama dapat menghasilkan kekuatan gigit
sebesar 55 pon pada insisivus dan 200 pon pada molar.1 Matikasi
merupakan motilitas mulut yang melibatkan pengirisan, penggilingan,
dan pencampuran makanan oleh gigi.2 Fungsi mengunyah adalah:
1. Untuk menggiling dan memecahkan makanan menjadi potongan-
patongan yang lebih kecil sehingga makanan mudah ditelan dan
untuk meningkatkan luas permukaan makanan yang akan terkena
enzim.
2. Untuk mencampur makanan dengan liur.
3. Untuk merangsang kuncup kecap. Dan secara refleks
meningkatkan sekresi liur, lambung, pankreas, dan empedu untuk
7

persiapan menyambut kedatangan makanan. 2

Tindakan mengunyah dapat volunter, tetapi sebagian besar


mengunyah selama makan adalah refleks ritmik yang dihasilkan oleh
pengaktifan otot rangka rahang, bibir, pipi, dan lidah sebagai respnns
terhadap tekanan makanan pada jaringan mulut. Pada umumnya otot-
otot pengunyah dipersarafi oleh cabang motoric saraf kranial V, dan
proses mengunyah di kontrol oleh nucleus dalam batang otak.
Perangsangan daerah retikularis spesifik pada pusat pengecapan di
batang otak akan menimbulkan gerakan mengunyah yang ritmis.
Demikian pula, perangsangan area hipotalamus, amigdala dan bahkan
di korteks cerebri dekar area sensoris untuk pengecapan dan penghidu
sering kali dapt menimbulkan gerakan mengunyah.1,2
Kebanyakan proses mengunyah disebabkan oleh suatu reflex
mengunyah. Adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya akan
menimbulkan inhibisi refleks otot-otot pengunyah, yang menyebabkan
raahang bawah turun. Penurunan ini kemudian menimbulkan refleks
regang pada otot-otot rahang bawah yang menimbulkan kontraksi
rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat rahang bawah yang
menimbulkan pengatupan gigi geligi, tetapi juga menekan bolus pada
mukosa mulut,yang menghambat otot-otot rahang bawah sekali lagi,
menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound pada saat yang
lain, dan ini terjadi berulang-ulang.1
Mengunyah penting untuk pencernaan semua makanarn, tetapi
terutama sekali untuk sebagian besar buah-buahan dan sayur-sayuran
mentah karena mereka mempunyai membran selulosa yang tidak dapat
dicerna. Membran ini melingkupi bagian-bagian zat nutrisi sehingga
harus diuraikan sebelum makanan dapat dicerna. Selain itu, mengunyah
akan membantu pencernaan makanan untuk ałasan sederhana berikut:
Enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel
makanan sehingga, kecepatan pencernaan seluruhnya bergantung pada
area permukaan total yang terpapar dengan sekresi pencernaan. Selain
itu, menggiling makanan hingga menjadi partikel-partikel dengan
8

konsistensi sangat halus akan mencegah ekskoriasi traktus


gastrointestinal dan meningkatkan kemudahan pengosongan makanan
dari lambung ke dalam usus halus, kemudian ke semua segmen usus
berikutnya.1

Saliva
Sekresi liur, yang dinamai salivasi, dikendalikan oleh sistem saraf
otonom. Jumlah liur yang dikeluarkan s tetapi rerata 1000-1500 mL (1-
1,6 qt). Dalam keadaan normal stimulasi parasimpatis menyebabkan
sekresi kontinu liur dalam jumlah sedang sehingga membran mukosa
tetap lembap dan melumasi per gerakan lidah dan bibir sewaktu
berbicara. Liur kemudian ditelan dan membantu melembapkan
esofagus. Akhirnya, sebagian besar komponen liur diserap kembali,
mencegah kehilangan cairan. Stimulasi simpatis mendominasi sewaktu
stres sehingga mulut menjadi kering. Jika tubuh mengalami dehidrasi,
kelenjar liur menghentikan pengeluaran liur untuk menghemat air;
kekeringan mulut yang timbul berperan menim- bulkan rasa haus.
Minum tidak saja memulihkan homeostasis air tubuh tetapi juga
melembapkan mulut.3
Keberadaan dan rasa makanan juga merupakan perangsang kuat
sekresi kelenjar liur. Bahan kimia dalam makanan merangsang reseptor
di papil pengecap di lidah, dan impuls disalurkan dari papil pengecap ke
dua nukleus salivarius di batang otak (nukleus salivatorius superior dan
inferior). Impuls parasimpatis yang kembali di serat-serat nervus tasialis
(VII) dan glosofaringeus (IX) merangsang sekresi liur. Liur terus
dikeluarkan dalam jumlah besar selama beberapa waktu setelah
makanan itelan; aliran liur ini membilas mulut dan melarutkan serta
menyan bahan-bahan kimia iritan yang tersisa misalnya salsa yang lezat
(tetapi pedas!). Mencium, melihat, mendengarkan, atau memikirkan
tentang makanan juga dapat merangsang pengeluaran liur. 3
9

Sekresi yang berkaitan dengan mulut, terutama dihasilkan oleh


tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan
mengeluarkan liur melalui duktus pendek ke dalam mulut ( kelenjar
parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingualis). 2
Protein liur yang terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim.
Protein-protein ini berperan dalam fungsi saliva sebagai berikut:
1. Liur memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja
amilase liur. Produk-produk digesti mencakup maltosa, yaitu
suatu disakarida yang terdiri dari dua molekul glukosa, dan a-
limit dekstrin, yaitu polisakarida rantai cabang sebagai hasil dari
pencernaan amilopeptin.
2. Liur mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel
makanan sehingga makanan menggumpal dan licin
3. Liur memiliki silat antibakteri melalui efek empat kali lipat pert-
ama, dengan lisozim, suatu enzim menghancurkan bakteri
tertentu dengan merusak dinding sel; kedua, dengan glikoprotein
pengikat yang mengikat erat besi yang di perlukan untuk
multiplikasi bakteri; dan keempat, dengan membilas bahan yang
mungkin berfungsi sebagai sumber makanan untuk bakteri.
4. Liur berfungsi sebagai bahan pelarut molekul yang merangsang
kuntum kecap. Hanya molekul dalam larutan yang dapat bereaksi
10

dengan reseptor kuncup kecap.


5. Liur membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir
dan lidah.
6. Liur kaya akan dapar bikarbonat, yang menetralkan asam dalam
makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut
sehingga karies dentis dapat dicegah.2

Komposisi dan fungsi air liur, saliva mengandung 99,5 % air dan
0,5% zat terlarut secara kimiawi. Diantara zat terlarut terdapat ion,
termasuk antara lain Ca2+, Na+, Cl-, HCO3-, PO43-. Juga terdapat
beberapa gas sterlarut dan berbagai bahan organic, termasuk urea dan
asam urat, mucus, immunoglobulin A, enzim bakteriolitik lisozim, dan
amylase liur, suatu enzim pencernaan. 3
Tidak semua kelenjar liur memasok bahan yang sama. Kelenjar
parotis mengeluarkan cairan encer (serosa) yang mengandung amilase
liur. Karena kelenjar submandibularis mengandung sel-sel yang mirip
dengan yang terdapat di kelenjar parotis, plus beberapa sel mukosa,
mereka mengeluarkan cairan yang mengandung amilase, tetapi diper
kental oleh mukus. Kelenjar sublingualis mengandung terutama sel
mukosa sehingga mengeluarkan cairan yang jauh lebih kental dan hanya
mengandung sejumlah kecil amilase liur. 3
Air dalam liur merupakan medium untuk melarutkan makanan
sehingga makanan dapat dirasakan oleh reseptor gustatorik sehingga
reaksi pencernaan dapat dimulai. Ion klorida dalam liur mengaktifkan
amilase liur, suatu enzim yang memulai penguraian tepung di mulut
menjadi maltosa, maltotriosa, dan a-dekstrin. Ion bikarbonat dan fosfat
menjadi penyangga untuk makanan bersifat asam yang masuk ke dalam
mulut sehingga liur hanya sedikit asam (pH 6,35-6,85). Kelenjar liur
(seperti kelenjar keringat di kulit) membantu mengeluarkan molekul ab
adanya urea dan asam urat ukus melumasi makanan sehingga makanan
dapat mudah sisa dari tubuh , yang menjadi penyeb dalam liur. M diolah
di dalam mulut, dibentuk menjadi bola, dan ditelan. 3
Immunoglobulin A (IgA) mencagah mikroba melekat sehingga
11

tidak dapat menembus epitel, dan enzim lisozim mematikan bakteri;


namun, bahan-bahan ini tidak terdaoat dalm jumlah yang cukup untuk
memusnahkan semua bakteri di mulut. 3

 Disgutisi (menelan)
Dimulai ketika suatu bolus, atau gumpalan makanan yang telah
dikunyah atau encer, secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang
mulut dan menuju faring. Tekanan bolus merangsang reseptor-reseptor
tekanan faring, yang mengirim impuls ateren ke pusat menelan yang
terletak di medula batang otak. Pusat menelan kemudian secara refleks
mengaktifkan otot-otot yang terlibat dalam proses menelan dalam
urutan yang sesuai. Menelan adalah refleks yang paling rumit di tubuh.
Pada proses menelan, terjadi pengaktifan berbagai respons yang sangat
terkoordinasi dalam suatu pola tuntas-atau-gagal spesifik dalam suatu
periode waktu. Menelan dimulai secara volunter, tetapi sekali dimulai
maka gerakan ini tidak dapat dihentikan. Mungkin Anda pernah Commented [TO1]: Dihubungkan dengan struktur epiglottis,
faring, dan esofagus
mengalaminya ketika sepotong besar permen secara tak-sengaja
terselip ke bagian belakang tenggorokan anda, memicu proses menelan
tanpa Anda inginkan. Berikutnya, kita akan membahas dua tahap
menelan: fase orofaririgeal dan fase esophageal.
a. Tahap orofaring terdiri dari pemindahan bolus dari rnulut melalui
faring untuk masuk ke esofagus. Ketika lidah mendorong bolus
ke faring, bolus makanan harus diarahkan ke dalam esofagus dan
dicegah untuk masuk ke dalam saluran napas seperti saluran
hidung dan trakea. Semua ini diatur oleh aktivitas-aktivitas
terkoordinasi berikut:
1. Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar
makanan tidak masuk kembali ke mulut sewaktu menelan.
2. Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasi
laring dan penutupan erat lipatan vokal di pintu masuk
laring, atau glottis. Bagian pertama trakea adalah Icrring,
atau kotak sunra, yang melaluinya lipatan vokal teregang.
12

Sewaktu menelan, lipatan vokal melakukan tugas yang


tidak berkaitan dengan berbicara. Kontraksi otot-otot laring
mendekatkan kedua lipatan vokal satu sama lain sehingga
pintu masuk glotis tertutup. Terakhir, epiglottis melipat ke
belakang menutupi glotis yang telah tertutup sebagai
proteksi tambahan agar makanan tidak masuk ke saluran
napas.
3. Dengan glotis yang tertutup, otot-otot faring berkontraksi
untuk mendorong bolus ke dalam esophagus.
b. Tahap esofageal pada menelan kini dimulai. Pusat menelan
memicu gelombang peristaltik primer yang menyapu dari pangkal
ke ujung esofagus, mendorong bolus di depannya menelusuri
esofagus untuk masuk ke lambung. Kata peristalsis merujuk
kepada kontraksi otot polos sirkular berbentuk cincin yang
bergerak progresif maju, mendorong bolus ke bagian di depannya
yang masih melemas. Gelombang peristaltik memerlukan waktu
sekitar 5 hingga 9 detik untuk mencapai ujung bawah esofagus.
Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat menelan, dengan Commented [TO2]: Sfingter esophagus yang dibawah belum
terbahas dan jenis sekresi pada esofagus
persarafan melalui saraf vagus. Commented [TO3]: Tambahkan yg peristaltic sekunder
13

Gambar 1. Mekanisme menelan

Gambar 2. Lanjutan mekanisme menelan

Lambung Mempunyai 3 fungsi, yaitu :


a. Fungsi Motorik Lambung Ada Tiga:
(1) penyimpanan sejumlah besar makanan sampai makanan dapat diproses
di dalam lambung, duodenum, dan traktus intestinal bawah;
(2) pencampuran makanan ini dengan sekresi dari lambung sampai
membentuk suatu campuran setengah cair yang disebut kimus; dan
(3) pengosongan kimus dengan lambat dari lambung ke dalam usus halus
pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorpsi yang tepat
oleh usus halus.
b. Fungsi Penyimpanan Lambung
Saat makanan masuk ke dalam lambung, makanan membentuk
lingkaran konsentris makanan di bagian orad lambung, makanan yang paling
baru terletak paling dekat dengan pembukaan esofagus dan makanan yang
14

paling lama terletak paling dekat dengan dinding luar lambung. Normalnya,
bila makanan meregangkan lambung, "refleks vasovagal" dari lambung ke
batang otak dan kemudian kembali ke lambung akan mengurangi tonus di
dalam otot dinding korpus lambung sehingga dinding menonjol keluar secara
progresif, menampung jumlah makanan yang makin lama makin banyak
sampai suatu batas saat lambung berelaksasi sempurna, yaitu 0,8 sampai 1,5
L.

c. Pencampuran dan Propulsi Makanan dalam Lambung —Irama Listrik Dasar


Dinding Lambung
Getah pencernaan lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik, yang
berada pada hampir seluruh dinding korpus lambung kecuali sepanjang garis
sempit di kurvatura minor lambung. Sekresi ini terjadi dengan segera saat
berkontak dengan bagian makanan yang disimpan terletak berhadapan
dengan permukaan mukosa lambung. Selama lambung berisi makanan,
gelombang konstriktor peristaltik lemah, juga disebut gelombang
pencampur, mulai timbul di bagian tengah sampai ke bagian yang lebih atas
dinding lambung dan bergerak ke arah antrum sekitar satu kali setiap 15
sampai 20 detik. Gelombang ini ditimbulkan oleh irama listrik dasar dinding
lambung,
Cincin konstriktor memainkan peran penting dalam mencampur isi
lambung melalui cara berikut. Setiap kali gelombang peristaltik melewati
dinding antrum bergerak ke bawah menuju pilorus, gelombang itu
menembus isi makanan semakin dalam pada antrum. Tetapi pembukaan
pilorus masih cukup sempit sehingga hanya beberapa mililiter atau kurang
isi antrum yang dikeluarkan ke dalam duodenum pada setiap gelombang
peristaltik. Demikian juga, ketika setiap gelombang peristaltik mendekati
pilorus, otot pilorus itu sendiri sering berkontraksi, yang selanjutnya
menghalangi pengosongan melalui pilorus. Oleh karena itu, sebagian besar
isi antrum akan diperas terbalik arahnya melalui cincin peristaltik menuju
korpus lambung, tidak menuju pilorus. Sehingga, gerakan cincin konstriktif
peristaltik, digabung dengan kerja memeras dengan arah terbalik, disebut
"retropulsi".
15

Terdapat Faktor-Faktor Lambung yang Mendorong Pengosongan


a. Efek volume makanan pada lambung terhadap kecepatan pengosongan.
Peningkatan volume makanan dalam lambung menimbulkan
peningkatan pengosongan lambung. Bukanlah peningkatan tekanan
makanan yang disimpan dalam lambung yang menyebabkan
peningkatan pengosongan, karena dalam kisaran volume normal biasa,
peningkatan volume tidak cukup meningkatkan tekanan. Sebaliknya,
peregangan dinding lambung ternyata menghasilkan rerefleks-refleks
mienterik setempat dalam dinding yang sangat memperkuat aktivitas
pompa pilorus, dan pada saat bersamaan menghambat pilorus.

b. Efek Hormon Gastrin terhadap Pengosongan Lambung.


Pada awalnya hasil pencernaan daging menyebabkan pelepasan
hormon gastrin dari mukosa antrum. Gastrin mempunyai efek yang kuat
untuk menyebabkan kelenjar lambung menyekresi getah lambung yang
sangat asam. Gastrin juga mempunyai efek perangsangan fungsi
motorik dari ringan sampai sedang pada korpus lambung. Gastrin juga
berfungsi meningkatkan aktivitas pompa pilorus. Jadi, gastrin, mungkin
membantu terjadinya pengosongan lambung.

Terdapat Faktor-Faktor Duodenum yang Kuat Menghambat


Pengosongan Lambung
a. Pengaruh Penghambatan oleh Refleks-Refleks Saraf
Enterogastrik dari Duodenum.
Saat makanan masuk ke dalam duodenum, berbagai refleks
saraf timbul dari dinding duodenum. Mereka kembali melewati
lambung untuk melambatkan atau bahkan menghentikan
pengosongan lambung jika volume kimus di dalam duodenum
menjadi terlalu banyak. Refleks-refleks ini diperantara oleh tiga
jalur:
(1) Langsung dari duodenum ke lambung melalui sistem saraf
enterik pada dinding lambung,
16

(2) Melalui saraf-saraf ekstrinsik yang berjalan ke ganglia


simpatis prevertebra dan kemudian kembali ke lambung
melalui serat-serat saraf simpatis penghambat; dan
(3) Mungkin lebih jauh lagi melalui nervus vagus ke batang
otak, sehingga menghambat sinyal eksitatorik normal yang
ditransmisikan ke lambung melalui nervus vagus.
Semua refleks parallel ini mempunyai dua efek pada
pengosongan lambung: Pertama, refleks paralel tersebut dengan
kuat menghambat kontraksi pendorongan "pompa pilorus," dan
kedua, reflex tersebut meningkatkan tonus sfingter pilorus.

b. Umpan Balik Hormon dari Duodenum Menghambat


Pengosongan Lambung
Hormon Kolesistokinin (CCK), yang dilepaskan dari
mukosa yeyunum sebagai respons terhadap zat lemak dalam
kimus. Hormon ini bertindak sebagai suatu inhibitor untuk
menghambat peningkatan motilitas lambung yang disebabkan
oleh gastrin. Kemungkinan inhibitor pengosongan lambung lain
adalah hormon sekretin dan peptida penghambat gaster (GIP)
juga disebut peptida insulinotropik bergantung glukosa
(glucosedependent insulinotropic peptide). Sekretin terutama
dilepaskan dari mukosa duodenum sebagai respons terhadap
asam lambung yang mengalir dari lambung menuju pilorus.
GIP mempunyai efek menyeluruh tetapi lemah untuk
menurunkan motilitas gastrointestinal. GIP dilepaskan dari
bagian atas usus halus terutama sebagai respons terhadap lemak
dalam kimus, dan juga terhadap karbohidrat dalam jumlah yang
lebih sedikit. Walaupun GIP menghambat motilitas lambung
pada beberapa keadaan tertentu, pengaruh utamanya pada
konsentrasi fisiologis mungkin terutama untuk merangsang
sekresi insulin oleh pankreas.
17

Sekresi Lambung
Mukosa lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubular. Kelenjar itu
adalah kelenjar oksintik (disebut juga kelenjar gastrik) dan kelenjar pilorus.
Kelenjar oksintik (pembentuk asam) menyekresi asam hidroklorida,
pepsinogen, faktor intrinsik, dan mukus. Kelenjar pilorus terutama
menyekresi mukus untuk melindungi mukosa pilorus dari asam lambung.
Kelenjar tersebut juga menyekresi hormon gastrin. Faktor-faktor dasar yang
merangsang sekresi lambung adalah Asetilkolin, Gastrin, dan Histamin.
Asetilkolin dilepaskan oleh adanya rangsangan parasimpatis merangsang
sekresi pepsinogen oleh sel-sel peptik, asam hidroklorida oleh sel-sel parietal,
dan mukus oleh sel-sel mukus. Sebagai pembanding keduanya gastrin dan
histamin secara kuat merangsang sekresi asam oleh sel-sel parietal tetapi
mempunyai sedikit efek terhadap sel-sel lain.

Sekresi Dua Tipe Kelenjar pada Lambung


a. Sekresi kelenjar oksintik (gastrik)
Kelenjar oksintik terdiri atas tiga tipe sel: (1) sel leher mukus,
yang terutama menyekresi mukus; (2) sel peptik (atau utama), yang
menyekresi sejumlah besar pepsinogen; dan (3) sel parietal (atau sel
oksintik), yang menyekresi asam hidroklorida dan factor intrinsik.
Ketika pepsinogen pertama kali disekresikan, pepsinogen ini tidak
mempunyai aktivitas pencernaan. Akan tetapi, segera setelah berkontak
dengan asam hidroklorida, pepsinogen akan segera diaktifkan untuk
membentuk pepsin yang aktif. Substansi factor intrinsik, yang sangat
penting untuk absorbsi vitamin B12 di dalam ileum, disekresi oleh sel
parietal bersama dengan sekresi asam hidroklorida.
b. Kelenjar Pilorus
Kelenjar pilorus terutama mengandung sel-sel mukus yang
identik dengan sel-sel leher mucus pada kelenjar oksintik. Sel-sel ini
18

menyekresikan sejumlah kecil pepsinogen, dan terutama sejumlah


besar mukus encer yang membantu melumasi pergerakan makanan, dan
untuk melindungi dinding lambung dari pencernaan enzim-enzim
lambung. Kelenjar pilorus juga menyekresi hormone gastrin, yang
mempunyai peran kunci dalam mengatur sekresi gastrik.
Seluruh permukaan mukosa lambung di antara kelenjar-kelenjar
memiliki lapisan berkesinambungan sel mukus jenis khusus, yang
disebut "sel-sel mukus permukaan" Sel-sel tersebut menyekresi
sejumlah besar mukus kental yang melapisi mukosa lambung dengan
suatu lapisan gel mukus sering kali dengan ketebalan lebih dari 1 mm,
sehingga menyediakan suatu cangkang proteksi utama bagi dinding
lambung yang juga berperan untuk melumasi transpor makanan.

Perangsangan Sekresi Pada Lambung


a. Sel Parietal pada Kelenjar Oksintik yang Menyekresi Asam
Hidroklorida. Commented [TO4]: Tambahkan mekanisme sekresi HCL
hubungannya dgn reseptor histamin secara molekuler
Sel-sel parietal, yang terletak dalam pada kelenjar oksintik
korpus utama lambung bersifat asam, dengan pH serendah 0,8. Namun,
sekresi asam ini berada dalam pengaturan terus-menerus oleh sinyal
endokrin dan saraf. Lebih lanjut lagi, sel parietal berhubungan erat
dengan sel jenis lain yang disebut sel mirip-enterokromafin (sel ECL)
yang fungsi utamanya menyekresi histamin.
Sel ECL terletak dalam di resesus kelenjar oksintik sehingga
histamin yang dilepaskan secara langsung berhubungan dengan sel
parietal kelenjar. Kecepatan pembentukan dan sekresi asam
hidroklorida oleh sel parietal berhubungan langsung dengan jumlah
histamin yang dilepaskan oleh sel ECL. Selanjutnya, sel-sel ECL dapat
dirangsang untuk menyekresi histamin oleh zat hormon gastrin, yang
19

dibentuk hampir seluruhnya di bagian antrum mukosa lambung sebagai


respons terhadap protein dalam makanan yang sedang dicerna.

b. Perangsangan Sekresi Asam oleh Gastrin.


Gastrin sendiri merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh
sel-sel gastrin, juga disebut sel-sel G. Sel-sel ini berada di dalam
kelenjar pylorus di ujung distal lambung. Ketika daging atau makanan
lain yang mengandung protein mencapai ujung antrum lambung,
beberapa protein dari makanan tersebut mempunyai efek merangsang
khusus pada sel gastrin di dalam kelenjar pilorus untuk melepaskan
gastrin ke dalam darah untuk ditranspor ke sel-sel ECL. Proses
pencampuran getah lambung yang hebat membawa gastrin dengan
cepat ke sel ECL yang berada di dalam korpus lambung, menyebabkan
pelepasan histamin langsung ke kelenjar oksintik yang dalam. Histamin
lalu bekerja cepat merangsang sekresi asam hidroklorida lambung.

c. Pengaturan Sekresi Pepsinogen


Pengaturan sekresi pepsinogen adalah respons terhadap dua
jenis sinyal utama. Respon dapat berupa perangsangan sel-sel peptik
oleh asetilkolin yang dilepaskan oleh nervus vagus atau oleh pleksus
saraf enteric gastrik, dan perangsangan sekresi sel peptik sebagai
respons terhadap adanya asam di dalam lambung. Asam kemungkinan
tidak merangsang sel-sel peptik secara langsung tetapi justru
menimbulkan refleks-refleks saraf enterik tambahan yang mendukung
sinyal saraf asli ke sel-sel peptik. Oleh karena itu, kecepatan sekresi
pepsinogen, prekursor enzim pepsin yang menyebabkan pencernaan
protein, dipengaruhi kuat oleh jumlah asam di dalam lambung.

Fase Sekresi Lambung


Sekresi lambung dikatakan terjadi dalam tiga fase, yaitu :
a. Fase Sefalik.
20

Fase sefalik sekresi lambung berlangsung bahkan sebelum


makanan masuk ke dalam lambung, terutama sewaktu makanan sedang
dikonsumsi. Fase ini timbul akibat melihat, membaui, membayangkan,
atau mencicipi makanan dan semakin besar nafsu makan, semakin kuat
rangsangan itu timbul. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase
sefalik sekresi lambung berasal dari korteks serebri dan pada pusat
nafsu makan di amigdala dan hipotalamus. Sinyal ditransmisikan
melalui nucleus motorik dorsalis nervus vagus dan kemudian melalui
saraf vagus ke lambung. Fase sekresi ini normalnya menghasilkan
sekitar 30 persen sekresi lambung yang berkaitan dengan konsumsi
makanan.
b. Fase Gastrik.
Sekali makanan masuk ke lambung, makanan akan
membangkitkan refleks vagovagal yang panjang dari lambung ke otak
dan kembali ke lambung, refleks enterik setempat, dan mekanisme
gastrin yang semuanya kemudian menyebabkan terjadinya sekresi
getah lambung selama beberapa jam ketika makanan berada di dalam
lambung. Fase gastrik sekresi membentuk sekitar 60 persen dari total
sekresi lambung.
c. Fase Intestinal.
Keberadaan makanan di bagian atas usus halus, khususnya pada
duodenum, akan terus mengakibatkan lambung menyekresi sejumlah
kecil getah pencernaan, mungkin sebagian akibat sejumlah kecil gastrin
yang dilepaskan oleh mukosa duodenum. Ini meliputi kurang lebih 10
persen respons asam terhadap makanan.

Absorbsi (menyerapan)
Makanan selanjutnya memasuki usus halus. Usus halus merupakan
tempat berlangsungnya pencernaan dan penyerapan. Usus halus di bagi
menjadi tiga segmen, yaitu:
21

1. Duodenum (20 cm/ 8 inci): pencernaan di lumen duodenum di bantu


oleh enzim-enzim pankreas. Garam-garam empedu mempermudah
pencernaan dan penyerapan lemak.
2. Jejenum (2,5 m/ 8 kaki)
3. Ileum (3,6 m/12 kaki)

Proses motalitas yang terjadi di dalam usus halus mencakup:


1. Segmentasi yaitu merupakan proses mencampur dan mendorong secara
perlahan kimus. Kontraksi segmental mendorong kimus ke depan dan
ke belakang. Kimus akan berjalan ke depan karena frekuensi
segmentasi berkurang seiring dengan panjang usus halus. Kecepatan
segmentasi di duodenum adalah 12 kontraksi/menit, sedangkan
kecepatan segmentasi di ileum adalah 9 kontraksi/menit. Segmentasi
lebih sering terjadi di bagian awal usus halus daripada di bagian akhir,
maka lebih banyak kimus yang terdorong ke depan daripada ke
belakang. Akibatnya, kimus secara perlahan bergerak maju ke bagian
belakang usus halus dan selama proses ini kimus mengalami proses
maju mundur sehingga terjadi pencampuran dan penyerapan yang
optimal.
2. Komplek motilitas migratif, jika sebagian makanan sudah diserap maka
proses segmentasi akan berhenti dan digantikan oleh komplek motilitas
migratif yang akan “menyapu” bersih usus diantara waktu makan.
3. Usus halus mensekresikan 1,5 liter larutan garam dan mukus cair yang
disebut sukus enterikus ke dalam lumen yang fungsinya adalah (1)
mukus menghasilkan proteksi dan limbrikasi; (2) sekresi encer ini
menghasilkan H2O untuk ikut serta dalam pencernaan makanan secara
enzimatik. Proses pencernaan di usus halus dilakukan oleh enzim-
enzim pankreas.
Dalam keadaan normal, semua produk pencernaan karbohidrat, protein
dan lemak serta sebagian besar elektrolit, vitamin, dan air diserap oleh
usus halus. Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan
jejenum.
22

4. Faktor faktor yang memepengaruhi mekanisme pencernaan


Pada mekanisme pencernaan terdapat beberapa factor yang
mempengaruhi diantaranya terdapat Empat faktor berperan dalam
mengatur fungsi system pencernaan:
a. Fungsi autonom otot polos
Otot polos traktus digestivus mengalami siklus depolarisasi
dan repolarisasi yang ritmik dan konstan. Jenis utama aktivitas
listrik spontan di otot palos pencernaan adalah potensial
gelombang lambat yang juga dinamai basic electrical rhythm
(BER, irama listrik dasar) saluran cerna. Sel pemacu yang
dikenal dengan sel interstisial Cadal berlokasi di seluruh lapisan
muskularis eksterna. Sel pemacu ini menghasilkan potensial
gelombang lambat yang menyebar melalui taut celah ke sel otot
polos yang berdekatan. Gelombang lambat bukan merupakan
potensial aksi dan tidak secara langsung memicu kontraksi otot.
gelombang ini adalah fluktuasi potensial membran yang ritmik
dan beralun yang secara siklis membawa membran mendekati
atau menjauhi potensial ambang. Jika gelambang ini mencapai
ambang di puncak depolarisasi, di setiap puncak terpicu potensial
aksi sehingga terjadi siklus-siklus kontraksi otot yang berirama
Gelombang lambat dihantarkan secara cepat dari sel ke sel
melalui lembaran otot polos digestif oleh taut celah yang
melaluinya ion pembawa muatan dapat mengalir, serupa dengan
potensial pemacu yang dihantarkan melalui otot jantung. Karena
itu, seluruh lembaran otot berfungsi sebagai sinsitium fungsional,
menjadi tereksitasi dan berkontraksi sebagai satu unit ketika
ambang tercapai.
Jika ambang tidak tercapai, aktivitas elektrik gelombang
lambat berasilasi terus menyapu ke seluruh lembaran otot tanpa
disertai dengan aktivitas kontraktil. Apakah ambang tercapai atau
tidak bergantung pada efek berbagai faktor mekanis, saraf, dan
23

hormon yang memengaruhi titik awal osilasi irama gelombang


lambat tersebut. Jika titik awal berada dekat dengan tingkat
ambang, seperti ketika terdapat makanan disaluran cerna, puncak
gelombang-lambat yang berdepolarisasi akan mencapai ambang
sehingga frekuensi potensial aksi dan aktivitas kontraktil yang
menyertainya meningkat. Sebaliknya, jika titik awal jauh dari
ambang, seperti ketika tidak terdapat makanan, kecil
kemungkinannya ambang tercapai sehingga frekuensi potensial
aksi dan aktivitas kontraksi berkurang.
Kecepetan (frekuensi) aktivitas kontraktil ritmik spontan
saluran cerna bergantung pada laju inheren yang diciptakan oleh
sel-sel pemacu yang terlibat. Interisitas (kekuatan) kontraksi ini
bergantung pada jumlah potensial aksi yang terjadi ketika
potensial gelombang-lambat mencapai ambang, yang nantinya
bergantung pada seberapa lama ambang dipertahankan. Di
ambang, terjadi pengaktifan saluran Ca2+ berpintu listrik
sehingga menyebabkan terjadinya inlluks Ca2+ ke dalam sei otot
polos. Masuknya Ca2+ ini menimbulkan dua efek Hal ini
berperan dalam fase naik potensial aksi, dengan fase turun
ditimbulkan seperti biasanya oleh efluks K+; dan Hal ini memicu
respons kontraksi Semakin besar jumlah potensial aksi, semakin
tinggi konsentrasi Ca2+ sitosol, semakin besar aktivitas
jembatan-silang, dan seanakin kuat kontraksi.
faktor lain yang memengaruhi aktivitas kontraksi juga
melakukannya dengan mengubah konsentrasi Ca2+ sitosol.
Karena itu, tingkat kontraktilitas dapat berkisar dari tonus rendah
hingga gerakan mencampur dan mendorong yang kuat dengan
mengubah-ubah konsentrasi Ca2+ sitosol.

b. Pleksus saraf intrinsik


Pleksus saraf intrinsik adalah dua anyaman utama serat
saraf pleksus submucosa dan pleksus mienterikus yang
seluruhnya berada di dalam dinding saluran cerna dan berjalan di
24

sepanjang saluran cerna. Dengan demikian, tidak seperti sistem


tubuh yang lain, saluran cerna memiliki system saraf
intramuralnya (di dalam dinding) sendiri, yang mengandung
neuron sebanyak di korda spinalis (sekitar 100 juta neuron) dan
memberi saluran ini tingkat regulasi-diri yang cukup besar.
Bersama-sama, kedua pleksus ini sering disebut sistem saraf
enterik. Pleksus intrinsik memengaruhi semua segi aktivitas
saluran cerna. Pleksus intrinsik mengandung berbagai jenis
neuron. Neuron sensorik yang disebut neuron aferen primer
intrinsik berespons terhadap rangsangan lokal spesifik dalam
saluran cerna. Neuron eferen intrinsik menyarafi dan
mengontrol otot polos serta sel endokrin dan eksokrin saluran
cerna. Serupa dengan jaringan di dalam sistem saraf pusat,
interneuron menerima masukan sinaptik dari neuron aferen
primer intrinsik dan memodulasi aktivitas neuron eferen intrinsik.
Neuron eferen intrinsik dapat secara langsung
memengaruhi motilitas saluran cerna, sekresi getah pencernaan,
dan sekresi hormon GI melalui interaksi eksitatorik atau
inhibitorik. Sebagai contoh, neuron yang mengeluarkan
asetilkolin (Ach) sebagai neurotransmiter mendorong kontraksi
otot poIos saluran cerna, sementara neurotransmiter nitrat oksida
dan vasoactive intestinal peptide (peptida usus vasoaktif) bekerja
bersama untuk menyebabkan relaksasi. Anyaman saraf intrinsik
ini terutama mengoordinasikan aktivitas lokal di dalam saluran
cerna. Sebagai gambaran, jika sepotong besar makanan terganjal
di esofagus, pleksus-pleksus intrinsik mengoordinasikan respons
lokal untuk mendorong maju makanan. Sebagai tambahan dari
kompleksnya kontrol dan penyesuaian koordinasi ekstensif di
seluruh saluran cerna, aktivits saraf intrinsik dapat dipengaruhi
oleh sejumlah besar sinyal saraf ekstrinsik, parakrin, dan
endokrin.

c. Saraf ekstrinisik
25

Saraf ekstrinsik adalah serat-serat saraf dari kedua cabang


sistem saraf autonom yang berasal dari luar saluran cerna dan
mengatur fungsi saluran cerna. Saraf autonomy memengaruhi
motilitas dan sekresi saluran cerna dengan memodifikasi aktivitas
yang sedang berlangsung di pleksus intrinsik, mengubah tingkat
sekresi hormon pencernaan, atau, pada beberapa kasus, bekerja
langsung pada otot polos dan kelenjar. Ingat kembali bahwa,
secara umum, saraf simpatis dan parasimpatis yang menuju ke
suatu jaringan menimbulkan efek berlawanan di jaringan
tersebut.
Sistem simpatis, yang mendominasi pada situasi "berjuang-
atau-lari'; cenderung menghambat atau memperlambat kontraksi
dan sekresi saluran cerna. Efek ini sesuai jika dilihat bahwa
proses pencernaan bukan prioritas tertinggi ketika tubuh
menghadapi suatu kedaruratan.
Sistem saraf parasimpatis, sebaliknya, mendominasi pada
situasi tenang "rest-and-digest” yaitu saat berbagai aktivitas
pemeliharaan umum misalnya pencernaan dapat berlangsung
optimal.
Karena itu, serat saraf parasimpatis yang menyarafi saluran
cerna, yang dating terutama melalui saraf vagus, cenderung
meningkatkan motilitas otot polos dan mendorong sekresi enzim
dan hormon pencernaan. Hal yang khas untuk saraf parasimpatis
ke saluran cerna adalah bahwa serat saraf parasimpatis
pascaganglian sebenarnya adalah bagian dari pleksus saraf
intrinsik. Serat-serat ini adalah neuron keluaran penghasil
asetilkolin di dalam pleksus. Karena itu, asetilkolin dilepaskan
sebagai respons terhadap refleks lokal yang seluruhnya
dikoordinasikan oleh pleksus intrinsik serta terhadap refleks
vagus, yang bekerja melalui pleksus intrinsik. Selain diaktifkan
selama lepas muatan simpatis atau parasimpatis generalisata,
saraf autonom, khususnya saraf vagus, dapat secara tersendiri
26

diaktifkan untuk hanya memadifikasi aktivitas pencernaan. Salah


satu tujuan utama pengaktifan spesifik persarafan ekstrinsik
adalah untuk memadukan aktivitas antar berbagai bagian saluran
cerna. Sebagai contoh, tindakan mengunyah makanan secara
refleks meningkatkan tidak saja sekresi liur tetapi juga sekresi
lambung, pankreas, dan hati melalui refleks vagus sebagai
antipisasi kedatangan makanan.

d. Hormon pencernaan
Di dalam mukosa bagian-bagian tertentu saluran cerna
terdapat sel-sel kelenjar endokrin khusus yang mengeluarkan
hormon pencernaan yang dapat menimbulkan pengaruh
eksitatorik atau inhibitorik pada otot polos pencernaan dan sel-sel
kelenjar eksokrin. Perlu dicatat bahwa banyak hormon yang sama
ini dibebaskan dari neuron di otak, tempat mereka bekerja sebagai
neurotransmitter dan neuromadulator. Selama perkembangan
embrionik, Dinding saluran cerna Mengandung tiga jenis reseptor
sensorik yang berespons terhadap perubahan lokal di saluran
cerna:
a. kemoreseptar yang peka terhadap komponen kimiawi di
dalam lumen,
b. Mekenoreseptor (reseptor tekanan) yang peka terhadap
regangan atau tegangan di dinding, dan
c. osmoreseptor yang peka terhadap osmolaritas isi lumen.

Stimulasi reseptor-reseptor ini memicu refleks saraf atau


sekresi hormon, yang keduanya mengubah tingkat aktivitas di sel
efektor sistem pencernaan. Sel-sel efektor ini mencakup sel otot
polos (untuk memodi fikasi motilitas), sel kelenjar eksokrin
(untuk mengantrol sekresi getah pencernaan), dan sel kelenjar
endokrin (untuk mengubah sekresi hormon pencernaan).
Pengaktifan reseptor dapat menimbulkan dua jenis refleks
sarafrefleks pendek dan refleks panjang. Ketika jaringan sarai
27

intrinsic memengaruhi motilitas lokal atau sekresi sebagai


respons terhadap stimulasi lukal spesifik, semua elemen refleks
terletak di dalam dinding saluran cerna itu sendiri yaitu terjadilah
refleks pendek Aktivas saraf autonom ekstrinsik dapat berjalan
di atas kontrol lokal untuk memodifikasi respons otot polos dan
kelenjer, baik untuk menghubungkan aktivitas antara berbagai
bagian saluran cerna atau untuk memodifikasi aktifitas sistem
pencernaan sebagai respons terhadap pengaruh eksternal. Karna
refleks autonom melibatkan jalur-jalur panjang antara susunan
saraf pusat dan sistem pencernaan, refleks-refleks tersebut
dikenal sebagai refleks panjang. Selain reseptor sensorik di
dalam dinding saluran cerna yang memantau isi lumen dan
tegangan dinding, rnembran plasma sel efektor sistem pencernaan
memiliki protein reseptor yang berikatan dan berespons terhadap
hormone pencernaan, neurotransmiter, dan mediator kimiawi
lokal. Dari gambaran umum ini, Anda dapat melihat bahwa
regulasi fungsi pencernaan merupakan hal yang sangat kompleks
karena dipengaruhi oleh banyak jalur sinergistik yang saling
terkait yang dirancang untuk memastikan bahwa terbentuk
respons yang sesuai untuk mencerna dan menyerap makanan
yang rnasuk. Tidak ada dibagian tubuh lain terdapat sedemikian
banyak kontrol yang tumpang-tindih.

e. Emosi dapat memengaruhi motilitas lambung


Faktor lain yang tidak berkaitan dengan pencernaan,
misalnya emosi, juga dapat mengubah motilitas lambung dengan
liekerja melalui saraf autonom untuk memengaruhi derajat
eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun etek emosi pada
motilitas lambung bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu
dapat diperkirakan, kesedihan dan rasa takut umumnya
cenderung naengurangi motilitas, sementara kemarahan dan
agresi cenderung meningkatkannya. Selain pengaruh emosi, nveri
28

hebat dari bagian tubuh manapun cenderung menghambat


motilitas, tidak hanya di lambung tetapi di seluruh saluran cerna.
Respons ini ditimhulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis. [1]

5. Mekanisme reflex reflex yang ada pada gastrointestinal


Pengaturan anatomis sistem saraf enterik serta hubungannya
dengan sistem saraf simpatis dan parasimpatis mendukung tiga jenis
refleks gastrointestinal yang sangat berguna untuk pengaturan
gastrointestinal. Refleks tersebut adalah sebagai berikut.
a. Refleks-refleks yang seluruhnya terintegrasi di dalam system
saraf enterik dinding usus. Refleks-refleks tersebut meliputi
refleks-refleks yang mengatur banyak sekresi gastrointestinal,
peristaltik, kontraksi mencampur, efek penghambatan lokal, dan
sebagainya.
b. Refleks-refleks dari usus ke ganglia simpatis prevertebra dan
kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Refleks-refleks ini
mengirim sinyal jarak jauh ke daerah traktus gastrointestinal lain,
seperti sinyal dari lambung untuk menyebabkan pengosongan
kolon (refleks gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk
menghambat motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks
entero-gastrik), dan refleks-refleks dari kolon untuk menghambat
pengosongan isi ileum ke dalam kolon (refleks kolonoileal).
c. Refleks-refleks dari usus ke medula spinalis atau batang otak dan
kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Refleksrefleks ini
terutama meliputi (1) refleks-refleks yang berasal dari lambung
dan duodenum ke batang otak dan kembali ke lambung melalui
saraf vagus untuk mengatur aktivitas motorik dan sekretorik
lambung; (2) refleks-refleks nyeri yang menimbulkan hambatan
umum pada seluruh traktus gastrointestinal; dan (3) refleks-
refleks defekasi yang berjalan dari kolon dan rektum ke medula
spinalis dan kembali lagi untuk menimbulkan kontraksi yang kuat
pada kolon, rektum, dan abdomen yang diperlukan untuk defekasi
(refleks defekasi).
29

Aktivasi reseptor mengubah aktivitas pencernaan melalui refleks


saraf (refleks pendek dan refleks panjang)
Dinding saluran cerna Mengandung tiga jenis reseptor sensorik
yang berespons terhadap perubahan lokal di saluran cerna: (1)
kemoreseptar yang peka terhadap komponen kimiawi di dalam lumen,
(2) Mekenoreseptor (reseptor tekanan) yang peka terhadap regangan
atau tegangan di dinding, dan (3) osmoreseptor yang peka terhadap
osmolaritas isi lumen. Stimulasi reseptor-reseptor ini memicu refleks
saraf atau sekresi hormon, yang keduanya mengubah tingkat aktivitas
di sel efektor sistem pencernaan. Sel-sel efektor ini mencakup sel otot
polos (untuk memodi fikasi motilitas), sel kelenjar eksokrin (untuk
mengantrol sekresi getah pencernaan), dan sel kelenjar endokrin (untuk
mengubah sekresi hormon pencernaan. Pengaktifan reseptor dapat
menimbulkan dua jenis refleks saraf yaitu:
a. Ketika jaringan sarai intrinsik memengaruhi motilitas lokal atau
sekresi sebagai respons terhadap stimulasi lukal spesifik, semua
elemen refleks terletak di dalam dinding saluran cerna itu sendiri
yaitu terjadilah refleks pendek.
b. Aktivas saraf autonom ekstrinsik dapat berjalan di atas kontrol
lokal untuk memodifikasi respons otot polos dan kelenjer, baik
untuk menghubungkan aktivitas antara berbagai bagian saluran
cerna atau untuk memodifikasi aktifitas sistem pencernaan
sebagai respons terhadap pengaruh eksternal. Karna refleks
autonom melibatkan jalur-jalur panjang antara susunan saraf
pusat dan sistem pencernaan, refleks-refleks tersebut dikenal
sebagai refleks panjang.

Selain reseptor sensorik di dalam dinding saluran cerna yang


memantau isi lumen dan tegangan dinding, rnembran plasma sel efektor
sistem pencernaan memiliki protein reseptor yang berikatan dan
30

berespons terhadap hormon pencernaan, neurotransmiter, dan mediator


kimiawi lokal.

Gambar 3. Ringkasan jalur-jalur yang mengontrol aktivitas


sistem pencernaan
Pencetusan Gerakan Massa oleh Refleks Gastrokolik dan Refleks
Duodenokolik.
a. Refleks gastrokolik
Timbulnya gerakan massa sesudah makan dipermudah oleh
refleks gastrokolik dan duodenokolik. Refleks ini disebabkan oleh
distensi lambung dan duodenum. Refleks tersebut tidak timbul
sama sekali atau hampir tidak timbul sama sekali bila saraf-saraf
otonom ekstrinsik yang menuju kolon telah diangkat; oleh karena
itu, refleks tersebut hampir secara pasti dijalarkan melalui jalur
sistem saraf otonom. Iritasi dalam kolon dapat juga menimbulkan
gerakan massa yang kuat. Sebagai contoh, seseorang yang
menderita tukak pada mukosa kolon (kolitis ulserativa) sering
mengalami gerakan massa yang menetap hampir setiap saat.
b. Defekasi
Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Hal
ini sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter
31

fungsional yang lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan


antara kolon sigmoid dan rektum. Di sini terdapat juga sebuah
sudut tajam yang menambah resistansi terhadap pengisian
rektum. Bila gerakan massa mendorong feses masuk ke dalam
rektum, segera timbul keinginan untuk defekasi, termasuk reflex
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter anus. Pendorongan massa
feses yang terus-menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi
tonik dari (1) sfingter ani internus, penebalan otot polos sirkular
sepanjang beberapa sentimeter yang terleta tepat di sebelah dalam
anus, dan (2) sfingter ani eksternus, yang terdiri atas otot lurik
volunter yang mengelilingi sfingter internus dan meluas ke
sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh serat-serat saraf
dalam nervus pudendus, yang merupakan bagian sistem saraf
somatis dan karena itu di bawah pengaruh volunter, dalam
keadaan sadar atau setidaknya dalam bawah sadar; secara bawah
sadar, sfingter eksternal biasanya secara terus-menerus
mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang
menghambat konstriksi
Refleks Defekasi. Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh
refleks defekasi. Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks
intrinsic yang diperantarai oleh sistem saraf enterik setempat di
dalam dinding rektum. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bila feses memasuki rektum, distensi dinding rektum
menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui
pleksus mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristalik di
dalam kolon desenden, sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke
arah anus. Pada saat gelombang peristaltik mendekati anus,
sfingter ani internus relaksasi oleh sinyal-sinyal penghambat dari
pleksus mienterikus; jika sfingter ani eksternus juga secara sadar,
dan volunter berelaksasi pada waktu yang bersamaan, terjadilah
defekasi. Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi
dengan sendirinya secara normal bersifat relatif lemah. Agar
32

menjadi efektif dalam menimbulkan defekasi, refleks biasanya


harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain suatu refleks
defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula
spinalis, Bila ujung-ujung saraf dalam rektum dirangsang, sinyal-
sinyal dihantarkan pertama ke dalam medula spinalis dan
kemudian secara refleks kembali ke kolon desenden, sigmoid,
rektum, dan anus melalui serat-serat saraf parasimpatis dalam
nervus pelvikus. Sinyal-sinyal parasimpatis ini sangat
memperkuat gelombang peristaltik dan juga merelaksasikan
sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks defekasi
mienterik intrinsik dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu
proses defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam
mengosongkan usus besar sepanjang jalan dari fleksura splenikus
kolon sampai ke anus. Sinyal-sinyal defekasi yang masuk ke
medula spinalis menimbulkan efek-efek lain. seperti mengambil
napas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot-otot dinding
abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon ke bawah dan
pada saat yang bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami
relaksasi ke bawah dan menarik keluar cincin anus untuk
mengeluarkan feses.
Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks
defekasi secara sadar dapat diaktifkan dengan mengambil napas
dalam untuk menggerakkan diafragma turun ke bawah dan
kemudian mengontraksikan otot-otot abdomen untuk
meningkatkan tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi feses
ke dalam rectum untuk menimbulkan refleks-refleks yang baru.
Refleks refleks yang ditimbulkan dengan cara ini hampir tidak
seefektif seperti refleks yg timbul secara alamiah, karena alasan
inilah orang yang terlalu sering menghambat refleks alamiahnya
cenderung mengalami konstipasi berat. Pada bayi baru lahir dan
pada beberapa orang dengan medula spinalis yang dipotong,
refleks defekasi secara otomatis menyebabkan pengosongan usus
33

bagian bawah pada saat yang tidak tepat sepanjang hari karena
tidak adanya pengontrolan secara sadar melalui kontraksi atau
relaksasi volunter sfingter ani eksternus.

Beberapa reflex lain diantaranya


 Refleks-refleks tersebut adalah refleks peritoneointestinal, refleks
renointestinal, dan reflex vesikointestinal.
 Refleks peritoneointestinal dihasilkan dari iritasi peritoneum;
refleks ini sangat kuat menghambat saraf-saraf perangsang
enterik dan dengan demikian dapat menimbulkan paralisis usus,
terutama pada pasien dengan peritonitis.
 Refleks renointestinal dan vesikointestinal menghambat aktivitas
usus sebagai akibat dari berturut-turut iritasi ginjal atau kandung
kemih. [2]

Reflex muntah
Muntah, atau emesis, ekspulsi paksa isi lambung keluar melalui
mulut, tidak terjadi karena peristalsis terbalik di lambung, seperti yang
mungkin telah diperkirakan. Sebenarnya lambung itu sendiri tidak
secara aktif berperan dalam muntah. Lambung, esofagus, dan sfingter-
sfingter terkaitnya semua melemas sewaktu muntah. Gaya utama
penyebab ekspulsi, yang mengejutkan, berasal dari kontraksi otot-otot
pernapasan yaitu, diafragrna (otot inspirasi utama) dan otot abdomen
(otot ekspirasi aktit). Tindakan kompleks muntah dikoordinasikan oleh
pusat muntah di medula batang otak. Muntah dimulai dengan inspirasi
dalam dan penutupan glotis. Kontraksi diafragma menekan ke bawah
ke lambung sementara secara bersamaan kontraksi otot-otot perut
menekan rongga abdomen, meningkatkan tekanan intra abdomen dan
memaksa visera abdomen bergerak ke atas. Sewaktu lambung yang
melemas terperas antara diafragma di atas dan rongga abdomen yang
mengecil di bawah, isi lambung terdorong ke atas melalui stingter-
sfingter dan esofagus yang melemas serta keluar melalui mulut. Glotis
34

tertutup sehingga bahan muntah tidak masuk ke saluran napas. Uvula


juga terangkat untuk menutup saluran hidung. Siklus muntah dapat
berulang beberapa kali hingga lambung kosong. Muntah biasanya
didahului oleh pengeluaran liur berlebihan, berkeringat, peningkatan
denyut jantung, dan sensasi mual, yang semuanya khas untuk
pengeluaran generalisasi sistem saraf autonom.
Penyebab Muntah dapat dipicu oleh sinyal aferen ke pusat
muntah dari sejumlah reseptor di seluruh tubuh. penyebab muntah
mencakup yang berikut:
a. Stimulasi taktil (sentuh) di bagian belakang tenggorok, yang
merupakan salah satu rangsangan paling kuat. Sebagai contoh,
memasukkan jari tangan ke belakang tenggorokan atau bahkan
keberadaan penekan lidah atau instrumen gigi di bagian belakang
mulut sudah cukup untuk merangsang sebagian orang tersedak
atau bahkan muntah.
b. Iritasi atau peregangan lambung dan duodenum
c. Peringkatan tekanan intrakranium, misalnya yang disebabkan
oleh perdarahan otak. Karena itu, muntah setelah cedera kepala
dianggap sebagai tanda buruk; hal ini mengisyaratkan
pembengkakan atau perdarahan di dalam rongga cranium
d. Rotasi atau akselerasi kepala yang menyebabkan pusing
bergoyang, misalnya mabuk perjalanan
e. Bahan kimia, termasuk obat atau bahan berbahaya yang memicu
muntah (yaitu, emetik) dengan bekerja pada bagian atas saluran
cerna atau dengan merangsang kemoreseptor di chemoreceptor
trigger zone khusus di samping pusat muntah di otak. Sebagai
contoh, obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker
sering menyebabkan muntah dengan bekerja pada chernoreceptor
trigger zane.
f. Muntah psikogenik akibat faktor emosi, termasuk yang menyertai
pemandangan atau bau yang memuaikan serta kecemasan, Seperti
saat sebelum diperiksa.
35

Efek muntah
Pada muntah yang berlebihan, tubuh mengalami kehilangan
banyak cairan dan asam yang secara normal akan direabsorpsi.
Penurunan volume plasma yang terjadi dapat menyebabkan dehidrasi
dan masalah sirkulasi, dan kehilangan asam dari lambung dapat
menyeliabkan alkalosis metabolikenyebab muntah. [1]

6. Jenis jenis otot dan persarafannya pada traktus gastrointestinal


Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan tersendiri
yang disebut sistem saraf enterik. Sistem tersebut seluruhnya terletak di
dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus.
Jumlah neuron sistem enterik sekitar 100 juta, hampir sama dengan
jumlah pada keseluruhan medula spninalis. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pentingnya sistem enterik untuk mengatur fungsi
ganstrointestinal terutama berperan pada pengaturan pergerakan dan
sekresi gastrointestinal.
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus. Pleksus bagian
luar yang terletak di antara lapisan otot longitudinal dan sirkular disebut
pleksus Mienterikus atau pleksus Auerbach. Pleksus bagian dalam
disebut pleksus submukosa atau pleksus Meissner yang terletak di
dalam submukosa.
Pleksus Meinterikus (pleksus auerbach), mengatur pergerakan
gastrointestinal dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi
gastrointestinal dan aliran darah lokal. Pleksus mieterikus tidak boleh
seluruhnya dianggap bersifat eksitorik karena beberapa neuronnya
bersifat inhibitorik, dimana ujung-ujung seratnya mensekresikan suatu
transmiter inhibitor, kemungkinan polipeptida intestinal vasoaktif atau
beberapa peptida lain. Hasil dari sinyal inhibitor terutama berguna
untuk menghambat beberapa otot sfingter intestinal yang menghambat
pergerakan makanan antara segmen-segemen traktus gastrointestinal
yang berurutan, seperti sfingter pilorik yang mengontrol pengosongan
36

lambung, dan sfingter katup ileocaecal yang mengontrol pengosongan


usus halus ke dalam sekum.
Berbeda dengan pleksus meiterikus, pleksus submukosa
berperan pada pengaturan fungsi di dalam dinding sebelah dalam dari
tiap bagian kecil segmen usus. Sebagai contoh, banyak sinyal sensoris
berasal dari epitelium gastrointestinal dan kemudian bersatu dalam
pleksus submukosa untuk membantu mengatur sekresi intestinal lokal,
absorpsi lokal, dan kontraksi otot submukosa lokal yang menyebabkan
berbagai tingkat pelipatan mukosa lambung.
Dalam usaha untuk lebih memahami berbagai fungsi sistem
saraf enterik, para peneliti telah mengidentifikasi zat-zat
neurotransmiter yang berbeda yang dilepaskan oleh ujung-ujung saraf
dari berbagai tipe neuron enterik. Zat-zat neurotransmiter tersebut yaitu
asetikolin, norepineprine, adenosisn trifosfat, serotonin, dopamin,
kolesistokinin, substans P, polipeptida intestinal vasoaktif,
somatostatin, leu-enkefalin, met-enkefalin, dan bombesin.
Pada beberapa neurotransmitter ada yang memiliki fungsi yang
berbeda dengan asetilkolin yang paling sering merangsang aktivitas
gastrointestinal. Norepineprine, sebaliknya hampir selalu menghambat
aktivitas gastrointestinal. Hal ini juga terjadi pada epinefrin, yang
mencapi traktus gastrointestinal lewat aliran darah setelah disekresikan
oleh medula adrenal ke dalam sirkulasi. Persarafan parasimpatis ke usus
dibagi menjadi divisi kranial dan sakral. Parasimpatis divisi kranial
hampir seluruhnya berasal dari saraf vagus saraf-saraf ini memberi
inervasi yang luas pada esofagus, lambung, pankreas, dan sedikit ke
usus sampai separuh bagian pertama usus besar. Parasimpatis sakral
berasal dari segmen sakral medula spinalis kedua, ketiga dan keempat,
selanjutnya berjalan melalui saraf pelvis ke separuh bagian distal usus
besar. Area sigmoid, rektum, dan anus dari usus besar diperkirakan
mendapat persarafan parasimpatis yang lebih baik daripada bagian usus
yang lain. Neuronneuron postganglionik dari sistem parasimpatis
terletak di pleksus meinterikus dan pleksus submukosa, dan
37

perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan peningkatkan umum


dari seluruh aktivitas sistem saraf enterik. Hal tersebut kemudian akan
memperkuat aktivitas sebagian besar fungsi gastrointestinal, tetapi
tidak semuanya karena beberapa neuron enterik bersifat inhibitoris dan
menghambat fungsi-fungsi tertentu. Saraf-saraf simpatis yang berjalan
ke traktus gastrointestinal berasal dari medula spinalis antara segmen
T-5 dan L-2. Sebagian besar serabut saraf preganglionik yang
mempersarafi usus, sesudah meninggalkan medula, memasuki rantai
simpatis dan berjalan melalui rantai ganglia yang terletak jauh, seperti
14 ganglia seliakus dan berbagai ganglion mesenterikus. Kebanyakan
badan neuron postganglionik berlokasi pada ganglion-ganglion
tersebut. Serabut saraf postganglionik menyebar melalui saraf simpatis
postganglionik ke semua bagian usus, terutama berakhir pada neuron di
dalam saraf sistem saraf enterik. Sistem simpatis pada dasarnya
menginervasi semua traktus gastrointestinal, tidak hanya meluas ke
bagian yang dekat dengan rongga mulut dan anus. Ujung-ujung saraf
simpatis mensekresikan norepinephrine.

Gambar 4. Persarafan pada traktus gastrointestinal


38

Gambar 5. Sistem saraf yang mempengaruhi traktus gastrointestinal

Pada umumnya, perangsangan sistem saraf simpatis


menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem
saraf parasimpatis. Sistem simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui
dua cara yaitu:
a. Pada tahap yang kecil melalui pengaruh langsung epineprine pada
otot polos untuk menghambat otot polos.
b. Pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari
norepineprine pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi
perangsangan yang kuat pada sistem simpatis dapat menghambat
pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal. Banyak
serabut saraf aferen muncul dalam usus. Beberapa diantaranya
mempunyai badan sel di dalam sistem saraf enterik itu sendiri.
Serabut saraf ini dirangsang oleh iritasi mukosa usus, peregangan
usus yang berlebihan atau adanya substansi kimia yang spesifik
dalam usus.

Sinyal-sinyal yang dikirimkan melalui serabut saraf ini dapat


menimbulkan perangsangan atau penghambatan gerakan intestinal atau
sekrsi intestinal. Selain serabut saraf aferen yang berakhir di sistem
saraf enterik, masih ada dua jenis serabut saraf yang berhubungan
39

dengan sistem ini. Salah satunya mempunyai badan sel sendiri dalam
sistem saraf enterik tetapi mengirimkan akson-aksonya melalui saraf
otonomik yang berakhir di ganglia simpatis prevertebral, yaitu di
ganglia seliaka, mesenterik dan hipogastrik. Jenis serabut saraf aferen
lain memiliki badan selnya di ganglia saraf kranialias. Serabut saraf ini
mengirimkan sinyal-sinyalnya langsung ke dalam medula spinalis atau
batang otak, berjalan di dalam traktus saraf yang sama bersama dengan
serabut saraf simpatis atau parasimpatis. Sebagai contoh, 80 persen
serabut saraf di dalam saraf vagus bersifat aferen bukan eferen.
Pengaruh anatomis sistem saraf enterik serta hubungannya
dengan sistem saraf simpatis dan parasimpatis mendukung tiga jenis
refleks gastrointestinal yang sangat berguna untuk pengaturan
gastrointestinal. Pengaturan tersebut adalah:
a. Refleks-refleks seluruhnya terjadi di dalam sistem saraf enterik.
Refleks-refleks tersebut meliputi refleks-refleks yang mengatur
sekresi gastrointestinal, peristaltik, kontraksi campuran, efek
penghambatan lokal. Refleks-refleks dari usus ke ganglia
simpatis prevertebral dan kemudian kembali ke traktus
gastrointestinal. Refleks-refleks ini mengirim sinyal untuk jarak
yang jauh dalam traktus gastrointestinal, seperti sinyal dari
lambung untuk menyebabkan pengosongan kolon (refleks
gastrokolik), sinyal dari kolon dan usus halus untuk menghambat
motilitas lambung dan sekresi lambung (refleks enterogastrik),
refleks-refleks dari kolon untuk menghambat pengosongan isi
ileum ke dalam kolon (refleks kolonoileal).
b. Refleks-refleks dari usus ke medula spinalis atau batang otak dan
kemudian kembali ke traktus gastrointestinal. Refleks-refleks ini
meliputi:
1. Refleks-refleks yang berasal dari lambung dan duodenum
ke batang otak dan kembali ke lambung melalui saraf vagus
untuk mengatur aktivitas motorik dan sekretorik lambung.
40

2. Refleks-refleks nyeri yang menimbulkan hambatan umum


pada seluruh traktus gastrointestinal.
3. Refleks-refleks defekasi yang berjalan ke medula spinalis
dan kembali lagi untuk menimbulkan kontraksi yang kuat
pada kolon, rektum, dan abdomen yang diperlukan untuk
defekasi (refleks defekasi). [2 ]

7. Macam macam sekresi yang terdapat pada traktus gastrointestinal.


a. Prinsip – prinsip umum sekresi saluran pencernaan
Beberapa jenis kelenjar menghasilkan berbagai jenis
sekresi saluran pencernaan yang berbeda-beda. Pertama, pada
permukaan epitel dari sebagian besar bagian traktus
gastrointestinal terdapat berjuta-juta kelenjar mukus sel-tunggal
yang disebut secara singkat sebagai sel mukus atau kadang
disebut sel goblet karena sel tersebut berbentuk seperti goblet
(cawan) yang berfungsi untuk mengeluarkan mucus untuk
bekerja sebagai pelumas yang juga melindungi permukaan dari
ekskoriasi dan pencernaan.
Kedua, banyak daerah permukaan traktus gastrointestinal
dikelilingi oleh ceruk (pits) yang merupakan invaginasi dari
epitel ke dalam submukosa. Pada usus halus, ceruk ini, disebut
kripta Lieberkuhn, yaitu ceruk yang dalam dan mengandung sel-
sel sekretoris khusus.

Mekanisme Dasar Sekresi Sel-Sel Kelenjar


Sekresi Zat Organik. Walaupun semua mekanisme dasar
fungsi sel-sel kelenjar masih belum diketahui, bukti-bukti
penelitian ternyata mengarah pada prinsip-prinsip dasar sekresi
berikut ini
1. Zat nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sekresi,
pertama harus berdifusi atau dipindahkan secara aktif oleh
darah di dalam kapiler ke dasar sel kelenjar.
41

2. Banyak mitokondria yang terletak di dalam sel kelenjar


yang berdekatan dengan dasarnya menggunakan energi
oksidasi untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP).
3. Energi dari ATP, bersama dengan zat-zat yang tepat, yang
disediakan oleh zat nutrisi, kemudian digunakan untuk
sintesis zat-zat sekretoris organik; sintesis ini terjadi
hampir seluruhnya dalam retikulum endoplasmik dan
kompleks Golgi sel kelenjar. Ribosom yang melekat pada
retikulum ini terutama berperan pada pembentukan
protein yang disekresikan.
4. Bahan sekretoris kemudian dibawa melalui tubulus
retikulum endoplasmik, menuju vesikel dari kompleks
Golgi selama kirakira 20 menit.
5. Dalam kompleks Golgi, zat-zat tersebut kemudian
dimodifikasi, ditambahkan, dipekatkan, dan dikeluarkan
ke dalam sitoplasma dalam bentuk vesikel sekretoris,
yang tersimpan pada ujung apikal sel-sel sekretoris.
6. Vesikel-vesikel ini tetap tersimpan sampai sinyal-sinyal
pengontrol saraf atau hormonal menyebabkan sel
mengeluarkan isi vesikel melalui permukaan sel. Keadaan
ini mungkin terjadi dengan cara berikut: Sinyal kontrol
pertamatama akan meningkatkan permeabilitas membran
sel terhadap ion kalsium, dan kalsium masuk ke dalam sel.
Kalsium tersebut kemudian menyebabkan banyak vesikel
berfusi dengan membran sel apikal. Lalu membran sel
apikal pecah dan terbuka, sehingga mengeluarkan isi
vesikel ke bagian luar; proses ini disebut eksositosis.
b. Sekresi saliva
Saliva Mengandung Sekresi Serosa dan Mukus saliva
yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan
sublingualis; selain itu, juga ada beberapa kelenjar bukalis yang
kecil. Saliva menyekresi dua jenis protein yang utama: (1)
42

sekresi serosa yang mengandung ptialin (suatu a-amilase), yang


merupakan enzim untuk mencernakan karbohidrat, dan (2)
sekresi mukus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan
dan perlindungan permukaan.

Pengaturan Sekresi Saliva oleh Saraf


Saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaran saliva,
bahwa sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan dari nukleus
salivatorius superior dan inferior pada batang otak. Nukleus
salivatorius terletak kira-kira pada pertemuan antara medula dan
pons dan akan tereksitasi oleh rangsangan taktil dan pengecapan
pada lidah dan daerah-daerah rongga mulut dan faring lainnya.
Beberapa rangsangan pengecapan, terutama rasa asam
(disebabkan oleh asam), merangsang sekresi saliva dalam
jumlah sangat banyak sering kali 8 sampai 20 kali kecepatan
sekresi basal. Juga, rangsangan taktil tertentu, seperti adanya
benda halus dalam rongga mulut (misalnya sebuah batu krikil),
menyebabkan salivasi yang nyata, sedangkan benda yang kasar
larrang menyebabkan salivasi dan kadang bahkan menghambat
salivasi. Salivasi juga dapat dirangsang atau dihambat oleh
sinyal-sinyal saraf yang tiba pada nukleus salivatorius dari
pusat-pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi. Sebagai contoh,
bila seseorang mencitun atau makan makanan yang disukainya,
pengeluaran saliva lebih banyak daripada bila ia mencium atau
memakan makanan yang tidak disukainya. Daerah nafsu makan
pada otak, yang mengatur sebagian efek ini, terletak di dekat
pusat parasimpatis hipotalamus anterior, dan berfungsi terutama
sebagai respons terhadap sinyal dari daerah pengecapan dan
penciuman dari korteks serebral atau amigdala. Salivasi juga
dapat terjadi sebagai respons terhadap refleks yang berasal dari
lambung dan usus halus bagian atas khususnya saat menelan
makanan yang sangat mengiritasi atau bila seseorang mual
43

karena adanya beberapa kelainan gastrointestinaL Saliva, ketika


ditelan, akan membantu menghilangkan faktor iritan pada
traktus gastrointestinal dengan cara mengencerkan atau
menetralkan zat iritan. Perangsangan simpatis juga dapat
meningkatkan salivasi dalam jumlah sedikit, lebih sedikit dari
perangsangan parasimpatis. Saraf-saraf simpatis berasal dari
ganglia servikalis superior dan berjalan sepanjang permukaan
dinding pembuluh darah ke kelenjar-kelenjar saliva. Faktor
sekunder yang juga memengaruhi sekresi saliva adalah suplai
darah ke kelenjar karena sekresi selalu membutuhkan nutrisi
yang adekuat dari darah. Sinyal-sinyal saraf parasimpatis yang
sangat merangsang salivasi, dalam derajat sedang juga
melebarkan pembuluh-pembuluh darah. Selain itu, salivasi
sendiri secara langsung melebarkan pembuluh-pembuluh darah,
sehingga menyediakan peningkatan nutrisi kelenjar saliva
seperti yang juga dibutuhkan sel penyekresi. Sebagian dari
tambahan efek vasodilator ini disebabkan oleh kalikrein yang
disekresi oleh selsel saliva yang aktif, yang kemudian bekerja
sebagai suatu enzim untuk memisahkan satu protein darah, yaitu
alfa2-globulin, untuk membentuk bradikinin, suatu vasodilator
yang kuat.
c. Sekresi Esofagus
Sekresi esofagus seluruhnya mukus dan terutama
berfungsi sebagai pelumas pada saat menelan. Pada bagian
ujung lambung, dan dalam jumlah lebih kecil pada bagian awal
esofagus, terdapat juga beberapa kelenjar mukus campuran.
Mukus yang disekresi oleh kelenjar campuran pada esofagus
bagian atas akan mencegah ekskoriasi mukosa akibat makanan
yang baru saja masuk, sedangkan kelenjar campuran yang
berada di dekat sambungan esofagogastrik akan melindungi
dinding esofagus dari pencernaan oleh asam getah lambung
44

yang sering mengalami refluks dari lambung kembali lagi ke


bagian bawah esofagus. [2]
d. Sekresi Lambung
 Karakteristik Sekresi Lambung
Selain sel-sel penyekresi mukus yang mengelilingi
seluruh permukaan lambung, mukosa lambung
mempunyai dua tipe kelenjar tubular yang penting:
kelenjar oksintik (disebut juga kelenjar gastrik) dan
kelenjar pilorus. Kelenjar oksintik (pembentuk asam)
menyekresi asam hidroklorida, pepsinogen, faktor
intrinsik, dan mukus. Kelenjar pilorus terutama
menyekresi mukus untuk melindungi mukosa pilorus dari
asam lambung. Kelenjar tersebut juga menyekresi hormon
gastrin.
 Sekresi Kelenjar Oksintik (Gastrik)
Kelenjar terdiri atas tiga tipe sel: (1) sel leher
mukus, yang terutama menyekresi mukus; (2) sel peptik
(atau utama), yang menyekresi sejumlah besar
pepsinogen; dan (3) sel parietal (atau sel oksintik), yang
menyekresi asam hidroklorida dan faktor intrinsik.
Mekanisme Dasar Sekresi Asam Hidroklorida. Bila
dirangsang, sel parietal akan menyekresi larutan asam
yang mengandung sekitar 160 mmol/L asam hidroklorida,
yang mendekati isotoniknya cairan tubuh. pH larutan
asam ini kira-kira 0,8; menunjukkan keasaman yang
ekstrem. Pada pH ini, konsentrasi ion hidrogen sekitar 3
juta kali konsentrasi ion hidrogen dalam darah arteri.
Untuk memekatkan ion hidrogen, jumlah yang besar ini
memerlukan lebih dari 1.500 kalori energi/L getah
lambung. Pada waktu yang sama ion hidrogen disekresi,
ion bikarbonat berdifusi ke dalam darah sehingga darah
vena lambung memiliki pH yang lebih tinggi
45

dibandingkan darah arteri pada saat lambung menyekresi


asam. Kekuatan pendorong utama sekresi asam
hidroklorida oleh sel-sel parietal adalah pompa hidrogen-
kalium (H+-K+ ATPase). Mekanisme kimia
pembentukan asam hidroklorida diantarnya:
1. Air di dalam sel parietal berdisosiasi menjadi H+ dan
OH- di dalam sitoplasma sel. Ion-ion hidrogen
kemudian secara aktif disekresikan ke dalam
kanalikulus sebagai pertukaran terhadap ion-ion
kalium: proses pertukaran aktif ini dikatalisis oleh
H+-K+ATPase. Ion-ion kalium ditranspor ke dalam
sel oleh pompa Na-K+ATPase pada sisi basolateral
(ekstraseluler) membran yang cenderung bocor ke
dalam lumen tetapi akan dikembalikan ke dalam sel
oleh H+-K +ATPase. Na+-K+ATPase basolateral
mengakibatkan Na intrasel rendah, yang
berkontribusi terhadap reabsorpsi Na+ dari lumen
kanalikulus. Jadi, kebanyakan dari K+ dan Na+ di
kanalikulus direabsorpsi ke dalam sitoplasma sel, dan
ion hidrogen mengambil tempatnya di kanalikulus.
2. Pemompaan H+ keluar sel oleh H+-K+ATPase
mengakibat- kan OH terakumulasi dan membentuk
HCO3- dari CO2, dan dibentuk selama metabolisme
di dalam sel atau memasuki sel dari darah.
3. Air masuk ke dalam kanalikulus secara osmosis
akibat sekresi ion-ion tambahan ke dalam
kanalikulus. Jadi, sekresi akhir dari kanalikulus
mengandung air, asam hidroklorida pada konsentrasi
sekitar 150 sampai 160 mEq/L, kalium klorida pada
konsentrasi 15 mEq/L, dan sejumlah kecil natrium
klorida.
46

 Faktor-Faktor Dasar yang Merangsang Sekresi Lambung


Adalah Asetilkolin, Gastrin, dan Histamin.
Asetilkolin dilepaskan oleh adanya rangsangan
parasimpatis merangsang sekresi pepsinogen oleh sel-sel
peptik, asam hidroklorida oleh sel-sel parietal, dan mukus
oleh sel-sel mukus. Sekresi dan Aktivasi Pepsinogen yang
disekresikan, pepsinogen ini tidak mempunyai aktivitas
pencernaan. Akan tetapi, segera setelah berkontak dengan
asam hidroklorida, pepsinogen akan segera diaktifkan
untuk membentuk pepsin yang aktif. Pada proses ini,
molekul pepsinogen, yang mempunyai berat molekul
42.500 akan terpecah menjadi molekul pepsin, yang
mempunyai berat molekul 35.000. Pepsin berfungsi
sebagai enzim proteolitik aktif dalam medium yang sangat
asam (pH optimal 1,8 sampai 3,5), tetapi di atas pH 5,
pepsin hampir tidak mempunyai aktivitas proteolitik dan
menjadi tidak aktif dalam waktu yang singkat.

 Kelenjar Pilorus—Sekresi Mukus dan Gastrin


Kelenjar-kelenjar pilorus strukturnya memiliki
kemiripan dengan kelenjar oksintik, tetapi mengandung
beberapa sel peptik dan hampir tidak ada sel parietal.
Sebaliknya, kelenjar pilorus terutama mengandung sel-sel
mukus yang identik dengan sel-sel leher mukus pada
kelenjar oksintik. Sel-sel ini menyekresikan sejumlah
kecil pepsinogen, seperti yang telah didiskusikan dahulu,
dan terutama sejumlah besar mukus encer yang membantu
melumasi pergerakan makanan, dan untuk melindungi
dinding lambung dari pencernaan enzim-enzim lambung.
Kelenjar pilorus juga menyekresi hormon gastrin, yang
mempunyai peran kunci dalam mengatur sekresi gastrik.
47

 Sel-Sel Mukus Permukaan


Seluruh permukaan mukosa lambung di antara
kelenjar-kelenjar memiliki lapisan berkesinambungan sel
mukus jenis khusus, yang disebut "sel-sel mukus
permukaan" Sel-sel tersebut menyekresi sejumlah besar
mukus kental yang melapisi mukosa lambung dengan
suatu lapisan gel mukus sering kali dengan ketebalan lebih
dari 1 mm, sehingga menyediakan suatu cangkang
proteksi utama bagi dinding lambung yang juga berperan
untuk melumasi transpor makanan. Ciri lain mukus adalah
ia bersifat alkalis. Oleh karena itu, dinding lambung
normal tidak secara langsung terpapar pada sekresi
lambung yang sangat asam dan proteolitik. Bahkan kontak
yang ringan sekali pun dengan makanan atau iritasi
mukosa apa pun secara langsung akan merangsang sel-sel
mukus permukaan untuk menyekresikan mukus tambahan
yang lengket, alkalis dan kental ini.

 Pengaturan Sekresi Pepsinogen


Pengaturan sekresi pepsinogen oleh sel peptik di
dalam kelenjar oksintik terjadi sebagai respons terhadap
dua jenis sinyal utama: (1) perangsangan sel-sel peptik
oleh asetilkolin yang dilepaskan oleh nervus vagus atau
oleh pleksus saraf enterik gastrik, dan (2) perangsangan
sekresi sel peptik sebagai respons terhadap adanya asam
di dalam lambung. [3]

e. Sekresi Pankreas
Enzim-enzim pencernaan pankreas disekresi oleh asini
pankreas, dan sejumlah besar larutan natrium bikarbonat
disekresi oleh duktulus kecil dan duktus lebih besar yang berasal
dari asini. Produk kombinasi berupa enzim dan natrium
48

bikarbonat ini kemudian mengalir melalui duktus pankreatikus


yang panjang, yang normalnya bergabung dengan duktus
hepatikus tepat sebelum mengosongkan isinya ke duodenum.
Getah pankreas disekresi paling banyak sebagai respons
terhadap keberadaan kimus di bagian atas usus halus, dan
karakteristik getah pankreas ditentukan sampai batas tertentu
oleh jenis makanan dalam kimus.
 Enzim-Enzim Pencernaan Pankreas
Sekresi pankreas mengandung banyak enzim
untuk mencerna tiga jenis makanan utama: protein,
karbohidrat, dan lemak.
Tripsin dan kimotripsin memecah seluruh dan
sebagian protein yang dicerna menjadi peptida berbagai
ukuran tetapi tidak menyebabkan pelepasan asam-asam
amino. Namun, karboksipolipeptidase ternyata
memecahkan beberapa peptida menjadi asam-asam
amino, sehingga menyelesaikan pencernaan beberapa
protein menjadi bentuk asam amino.
Enzim pankreas untuk mencerna karbohidrat
adalah amilase pankreas, yang akan menghidrolisis pati,
glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain (kecuali
selulosa) untuk membentuk sebagian besar disakarida dan
beberapa trisakarida.
Enzim utama untuk mencerna lemak adalah (1)
lipase pankreas, yang mampu menghidrolisis lemak netral
menjadi asam lemak dan monogliserida; (2) kolesterol
esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester kolesterol;
dan (3) fosfolipase, yang memecah asam lemak dari
fosfolipid.

 Rangsangan Dasar yang Menyebabkan Sekresi Pankreas


Tiga rangsangan dasar yang penting dalam
menyebabkan sekresi pankreas:
49

1. Asetilkolin, yang dilepaskan dari ujung-ujung nervus


vagus parasimpatis dan dari saraf-saraf kolinergik
lain di dalam sistem-saraf enterik.
2. Kolesistokinin, yang disekresi oleh mukosa
duodenum dan yeyenum bagian atas ketika makanan
masuk ke dalam usus halus.
3. Sekretin, yang juga disekresi oleh mukosa duodenum
dan yeyunum ketika makanan yang sangat asam
masuk ke usus halus. Kedua stimulus pertama
tersebut, asetilkolin dan kolesistokinin, merangsang
sel-sel asinar pankreas, menyebabkan dihasilkannya
enzim-enzim pencernaan pankreas dalam jumlah
besar tetapi dengan jumlah air dan elektrolit yang
relatif kecil yang mengalir bersama dengan enzim.
Tanpa air, sebagian besar enzim sementara tetap
disimpan di dalam asini dan duktus sampai lebih
banyak sekresi cairan yang datang untuk menyapu
enzim-enzim tersebut ke dalam duodenum. Berbeda
dengan dua rangsang dasar pertama, sekretin
merangsang sekresi larutan air dari natrium
bikarbonat dalam jumlah besar oleh epitel duktus
pankreas.

 Fase-Fase Sekresi Pankreas


Sekresi pankreas terjadi dalam tiga fase, sama
dengan sekresi gastrik: fase sefalik, fase gastrik, dan fase
intestinal. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut.
Fase Sefalik dan Gastrik. Selama fase sefalik
sekresi pankreas, sinyal-sinyal saraf yang sama dari otak
yang menyebabkan sekresi dalam lambung juga
menyebabkan asetilkolin dilepaskan oleh ujung-ujung
nervus vagus dalam pankreas. Hal ini menyebabkan
enzim dalam jumlah sedang disekresi ke dalam asini
50

pankreas, menghasilkan kurang lebih 20 persen dari total


sekresi enzim pankreas sesudah makan. Namun sejumlah
kecil sekresi segera mengalir keluar melalui duktus
pankreatikus ke dalam usus karena hanya sedikit air dan
elektrolit yang disekresi bersamaan dengan enzim.
Selama fase gastrik, rangsang saraf terhadap sekresi
enzim berlanjut terus, menghasilkan lagi sebanyak 5
sampai 10 persen enzim pankreas yang disekresi sesudah
makan. Walaupun demikian, hanya sejumlah kecil yang
mencapai duodenum karena tidak adanya sekresi cairan
secara terus-menerus.
Fase Intestinal. Sesudah kimus meninggalkan
lambung masuk ke dalam usus halus, sekresi pankreas
menjadi sangat banyak, terutatna sebagai respons
terhadap hormon sekretin.

f. Sekresi Empedu oleh Hati; Fungsi Pohon Empedu


Empedu memainkan peran penting dalam pencernaan
dan absorpsi lemak, bukan karena enzim dalam empedu yang
menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu
dalam empedu melakukan dua hal: (1) Mereka membantu
mengemulsi partikel-partikel lemak yang besar dalam makanan
menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut
dapat diserang oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah
pankreas, dan (2) mereka membantu absorpsi produk akhir
lemak yang telah dicerna melalui membran mukosa intestinal.
Empedu disekresi dalam dua tahap oleh hati: (1) Bagian
awalnya disekresi oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitu sel
hepatosit; sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam
empedu, kolesterol, dan zat-zat organik lainnya. Empedu ini
disekresi ke dalam kanalikulus biliaris kecil yang terletak di
antara sel-sel hati (2) Kemudian, empedu mengalir di dalam
51

kanalikulus menuju septa interlobularis, tempat kanalikulus


mengosongkan empedu ke dalam duktus biliaris terminal dan
kemudian secara progresif ke dalam duktus yang lebih besar,
akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus biliaris
komunis. Dari sini empedu langsung dikeluarkan ke dalam
duodenum atau dialihkan dalam hitungan menit sampai
beberapa jam melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu
Dalam perjalanannya melalui duktus-duktus biliaris, bagian
kedua sekresi hati ditambahkan ke dalam sekresi empedu yang
pertama. Sekresi tambahan ini berupalarutan encer ion-ion
natrium dan bikarbonat yang disekresi oleh sel-sel epitel
sekretoris yang mengelilingi duktulus dan duktus. Sekresi kedua
ini kadang-kadang meningkatkan jumlah empedu total sampai
100 persen. Sekresi kedua ini dirangsang terutama oleh sekretin,
yang menyebabkan pelepasan sejumlah ion bikarbonat
tambahan untuk melengkapi ion-ion bikarbonat dalam sekresi
pankreas (untuk menetralkan asam yang dikeluarkan dari
lambung ke duodenum.

Penyimpanan dan Pemekatan Empedu di dalam Kandung


Empedu
Empedu disekresikan secara terus- menerus oleh
sel-sel hati, namun sebagian besar normalnya disimpan
dalam kandung empedu sampai diperlukan di dalam
duodenum. Volume maksimal yang dapat ditampung
kandung empedu hanya 30 sampai 60 ml. Meskipun
demikian, sekresi empedu selaina 12 jam (biasanya sekitar
450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena
air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil
lainnya secara terus-menerus diabsorbsi melalui mukosa
kandung empedu, memekatkan sisa zat-zat empedu yang
52

mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin, dan


bilirubin.
Kebanyakan absorpsi kandung empedu ini
disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel
kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi
sekunder ion klorida, air, dan kebanyakan zat-zat terdifusi
lainnya Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali
lipat dengan cara ini, tetapi dapat dipekatkan sampai
maksimal 20 kali lipat.

Garam-garam empedu mempunyai dua fungsi penting


pada traktus intestinal
Pertama, garam-garam ini bekerja sebagai deterjen
pada partikel lemak dalam makanan. Hal ini mengurangi
tegangan permukaan partikel dan memungkinkan agitasi
dalam traktus intestinal untuk memecahkan gefembung-
gelembung lemak menjadi gelembung-gelembung yang
sangat kecil. Proses ini disebut emulsifikasi atau fungsi
deterjen garam-garam empedu.
Kedua, dan yang jauh lebih penting daripada
fungsi emulsifikasi, garam empedu membantu absorpsi
(1) asam lemak, (2) monogliserida, (3) kolesterol, dan (4)
lemak lain dalam traktus intestinal. Garam empedu
melakukan fungsi ini dengan cara membentuk kompleks-
kompleks fisik yang kecil dengan lemak ini; kompleks ini
disebut misel, dan bersifat semi larut dalam kimus akibat
muatan listrik dari garam-garam empedu. Lemak usus
"diangkut" dalam bentuk ini ke mukosa usus, tempat
lemak kemudian diabsorbsi ke dalam darah. Tanpa adanya
garam-garam empedu dalam traktus intestinal, 40 persen
lemak yang dicerna akan dikeluarkan bersama tinja, dan
orang sering kali mengalami defisit metabolisme akibat
hilangnya nutrien ini.
53

Peran Sekretin dalam Pengaturan Sekresi Empedu


Selain efek perangsangan yang kuat dari asam
empedu sehingga terjadi sekresi empedu, hormon sekretin
yang juga merangsang sekresi pankreas meningkatkan
sekresi empedu, kadang-kadang lebih dari dua kali lipat
selama beberapa jam sesudah makan. Peningkatan sekresi
ini hampir semuanya adalah sekresi larutan encer yang
kaya natrium bikarbonat oleh sel epitel duktulus dan
duktus empedu, dan bukan peningkatan sekresi oleh sel-
sel parenkim hati itu sendiri. Bikarbonat kemudian akan
diteruskan ke dalam usus halus dan bergabung dengan
bikarbonat dari pankreas untuk menetralkan asam
hidroklorida dari lambung. Jadi, mekanisme umpan-balik
sekretin untuk menetralkan asam duodenum bekerja tidak
hanya melalui efeknya terhadap sekresi pankreas tetapi
juga, dalam jumlah yang lebih sedikit, melalui efeknya
terhadap sekresi oleh duktulus dan duktus hati.

g. Sekresi Usus Halus


 Sekresi Mukus oleh Kelenjar Brunner dalam Duodenum
Suatu susunan yang sangat rapat dari kelenjar
mukus campuran, yang disebut kelenjar Brunner, terletak
pada dinding beberapa sentimeter pertama dari
duodenum, terutama antara pilorus lambung dan papila
Vateri, tempat sekresi pankreas dan empedu dikeluarkan
ke dalam duodenum. Kelenjarkelenjar ini menyekresi
mukus alkalis dalam jumlah besar sebagai respons
terhadap (1) rangsang taktil atau rangsang iritasi mukosa
duodenum, (2) rangsang vagus, yang menyebabkan
sekresi kelenjar Brunner meningkat bersaing dengan
meningkatnya sekresi lambung, dan (3) hormon
gastrointestinal, khususnya sekretin. Fungsi mukus yang
54

disekresi oleh kelenjar Brunner adalah untuk melindungi


dinding duodenum dari pencernaan oleh getah lambung
yang sangat asam, yang keluar dari lambung. Sebagai
tambahan, mukus tersebut mengandung sejumlah besar
ion-ion bikarbonat, yang membantu ion-ion bikarbonat
dari sekresi pankreas dan empedu hati dalam menetralkan
asam hidroklorida lambung yang masuk ke duodenum.
Kelenjar Brunner dihambat oleh rangsang simpatis;
karena itu, rangsang seperti ini pada orang yang mudah
terangsang cenderung meninggalkan bulbus duodenum
dalam keadaan tidak terlindungi dan mungkin merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan daerah traktus
gastrointestinal ini menjadi tempat tukak lambung pada
sekitar 50 persen pasien ulkus.

 Sekresi Getah Pencernaan Usus oleh Kripta Lieberkuhn


Pada seluruh permukaan usus halus, di atasnya
terdapat cerukceruk kecil yang disebut kripta Lieberkuhn.
Kripta-kripta ini terletak di antara vili usus. Permukaan
keduanya baik kripta maupun vili ditutupi oleh suatu
epitel yang terdiri dari dua jenis sel: (1) sel-sel goblet
dalam jumlah sedang yang menyekresi mukus untuk
melumasi dan melindungi permukaan usus, dan (2)
sejumlah besar enterosit, di dalam kripta, yang
menyekresi sejumlah besar air dan elektrolit dan, di atas
permukaan vili yang berdekatan, mereabsorbsi air dan
elektrolit bersama dengan produk akhir pencernaan.
Sekresi usus dibentuk oleh enterosit kripta pada kecepatan
sekitar 1.800 ml/hari. Sekresi ini hampir murni cairan
ekstrasel dan memiliki pH sedikit alkali berkisar dari 7,5
sampai 8,0. Sekresi tersebutjuga cepat direabsorbsi oleh
vili.
55

Aliran cairan dari kripta ke dalam vili menyuplai


suatu media yang encer untuk absorpsi zat-zat dari kimus
ketika zat berkontak dengan vili. Dengan demikian, fungsi
utama usus halus adalah untuk absorpsi zat makanan dan
hasil pencernaannya ke dalam darah.

 Enzim-Enzim Pencernaan pada Sekresi Usus Halus.


Bila sekresi usus halus dikumpulkan tanpa
serpihan sel, sekresi ini hampir tidak mengandung enzim.
Enterosit mukosa, terutama yang menutupi vili,
mengandung enzim pencernaan yang mencerna zat-zat
makanan khusus ketika makanan diabsorbsi melalui
epitel. Enzim-enzim ini adalah sebagai berikut: (1)
beberapa peptidase untuk memecah peptida kecil menjadi
asam amino, (2) empat enzim sukrase, maltase,
isomaltase, dan laktase untuk memecah disakarida
menjadi monosakarida, dan (3) sejumlah kecil lipase
intestinal untuk memecah lemak netral menjadi gliserol
dan asam lemak.

 Pengaturan Sekresi Usus Halus—Rangsang Setempat


Sejauh ini cara terpenting untuk mengatur sekresi
usus halus adalah dengan refleks saraf enterik setempat,
terutama refleks yang dicetuskan oleh rangsang taktil atau
iritatif dari kimus di dalam usus.

h. Sekresi Mukus oleh Usus Besar


Sekresi Mukus. Mukosa usus besar, seperti pada usus
halus, mempunyai banyak kripta Lieberkuhn; tetapi, berbeda
dengan usus halus, mukosa usus besar tidak memiliki vili.
Sekresi sel-sel epitelnya hampir tidak mengandung enzim
pencernaan. Sebaliknya, sel ini mengandung sel-sel mukus yang
56

hanya menyekresi mukus. Mukus ini mengandung ion


bikarbonat dalam jumlah sedang yang disekresi oleh beberapa
sel epitel yang tidak menyekresi mukus. Kecepatan sekresi
mucus terutama diatur oleh rangsang taktil langsung sel-sel
epitel yang melapisi usus besar, dan oleh refleks saraf setempat
terhadap sel-sel mukus pada kripta Lieberkizhn. Rangsang
nervus pelvikus dari medula spinalis, yang membawa persarafan
parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal usus
besar, juga dapat mengakibatkan kenaikan jumlah sekresi
mukus yang nyata. Selama perangsangan parasimpatis yang
ekstrem, sering kali disebabkan oleh gangguan emosional,
kadang begitu banyak mukus disekresi ke dalam usus besar
sehingga orang tersebut mengalami gerakan mukus kental
sesering setiap 30 menit; mukus ini sering mengandung sedikit
atau tidak mengandung feses. Mukus dalam usus besar
melindungi dinding usus terhadap ekskoriasi, tetapi selain itu,
juga menyediakan suatu media yang lengket untuk melekatkan
bahan feses menjadi satu. Lebih lanjut, mukus melindungi
dinding usus dari sejumlah besar aktivitas bakteri yang
berlangsung di dalam feses, dan, akhirnya, mukus ditambah
sifat basa dari sekresi (pH 8,0 yang disebabkan oleh sejumlah
besar natrium bikarbonat) menyediakan suatu sawar untuk
menjaga agar asam yang terbentuk di dalam tinja tidak
menyerang dinding usus. [2]
57

Usus besar
Panjang usus besar sekitar 1,5 meter dan terdiri dari sekum, apendiks, kolon
(asenden,transversum,desendens,dan sigmoid). Rektum dan anus. Sekum adalah
kantong yang menerima kimus dari ileum. kimus masuk ke kolon , yang naik ke
atas kemudian melintang rongga perut dan turun kebawah menuju anus. Empat
bagian kolon adalah kolon asenden, transversum, desendens dan sigmoid. Dua
sfingter mengendalikan isi usus melalui sekum dan kolon;yaitu katup ileosekal
yang menerima kimus dari ileum ke sekum. Commented [TO5]: Tidak boleh seperti ini, cari gambar nya dan
tulis sumbernya

Sekresi Mukus Oleh Usus Besar


Mukosa usus besar mempunyai banyak Kripta Lieberkuhn, mukosa usus
besar tidak memiliki vili. Sekresi sel sel epitelnya tidak mengandung enzim
pencernaan. Epitel mengandung sel absorptif dan sel goblet. Sel absorptif berfungsi
untuk penyerapan air, sel goblet berfungsi untuk mengeluarkan mukus yang
melumasi isi kolon. Mukus ini mengandung ion bikarbonat yang disekresi oleh
beberapa sel epitel yang tidak menyekresi mukus. Kecepatan sekresi mukus diatur
oleh rangsang taktil langsung sel-sel epitel yang melapisi usus besar,dan oleh
refleks saraf setempat terhadap sel-sel mukus pada kripta lieberkuhn.
58

Rangsang nervus pelvikus dari medula spinalis, yang membawa persarafan


parasimpatis ke separuh sampai dua pertiga bagian distal usus besar. Mukus dalam
usus besar melindungi dinding usus terhadap ekskoriasi, tetapi selain itu juga
menyediakan suatu media yang lengket untuk melekatkan bahan feses menjadi satu.
Mukus melindungi dinding usus dari sejumlah besar aktivitas bakteri yang
berlangsung dalam feses. Dan akhirnya, mukus ditambah sifat basa dari sekresi (pH
8,0 yang disebabkan oleh sejumlah besar natrium bikarbonat) menyediakan suatu
sawar untuk menjaga agar asam yang terbentuk di dalam tinja tidak menyerang
dinding usus.

Pencernaan Mekanis di Usus Besar


Lewatnya kimus dari ileum ke sekum diatur oleh kerja sfingter ileosekum.
Dalam keadaan normal, katup tetap tertutup sebagian sehingga lewatnya kimus ke
sekum biasanya berlangsung lambat. Setelah makan, refleks gastroileum
menguatkan peristalsis di ileum dan memaksa kimus masuk ke sekum. Hormon
gastrin juga melemaskan sfingter. Jika sekum teregang, derajat kontraksi sfingter
ileosekum menguat.
Gerakan kolon dimulai ketika bahan makanan melewati sfingter ileosekum.
Karena kimus berjalan di usus halus dengan kecepatan yang cukup tetap, waktu
yang di perlukan untuk makanan masuk ke kolon ditentukan oleh waktu
pengosogan lambung. Setelah melewati sfingter ileosekum, makanan mengisi
sekum dan menumpuk di kolon asendens.
Satu gerakan khas usus besar adalah gerakan mengaduk haustra (haustral
churning). Dalam proses ini, haustra tetap melemas dan menjadi teregang karena
terisi. Dinding mencapai kontraksi dan meremas isi ke haustra berikutnya. Jenis
terakhir adalah peristalsis massal, gelombang peristaltik kuat yang dimulai di
sekitar pertengahan kolon transversum dan cepat mendorong isi ke kolon ke dalam
rektum. Karena makanan di lambung memicu refleks gastrokolika ini di kolon,
peristalsis massal berlangsung tiga atau empat kali sehari, selama atau segera
setelah makan.

Pencernaan Kimiawi di Usus Besar


59

Tahap akhir pencernaan terjadi di kolon melalui aktivitas bakteri penghuni


lumen. Mukus di sekresikan oleh kelenjar kelenjar besar tanpa mengandung enzim.
Kimus dipersiapkan untuk dikeluarkan oleh kerja bakteri, yang melakukan
fermentasi semua karbohidrat tersisa serta membebaskan hidrogen,karbon
dioksida, dan gas metana. Gas gas ini berperan menyebabkan flatus (gas di kolon),
yang dinamai flatulensi jika berlebihan. Bakteri merubah asam amino dan
menguraikanya menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana: indol,skatol, hidrogen
sulfida, dan asam lemak. Sebagian indo dan skatol dikeluarkan di tinja berperan
menimbulkan bau khas sisanya di serap dan di angkut ke hati. Bakteri juga
menguraikan bilirubin menjadi pigmen yang lebih sederhana, sterkobilin yang
menyebabkan tinja berwarna cokelat. Produk bakteri yang diserap di kolon
mencakup beberapa vitamin yang di butuhkan untuk metabolisme normal, antara
lain beberapa vitamin B dan vitamin K.

Penyerapan dan Pembentukan Feses di Usus Besar


Ketika sudah berada di usus besar selama 3- 10 jam. Kimus menjadi padat
atau setengah padat karena penyerapan air dan kini dinamai feses. Secara kimiawi,
feses terdiri dari air, garam anorganik, sel epitel yang terkelupas dari mukosa
saluran cerna, bakteri, produk dekomposisi bakteri, bahan makanan yang tidak di
serap, dan bagian makanan yang tidak tercerna.
Dalam keadaan normal, dari 0,5-1,0 liter air masuk ke usus besar, sekitar
100-200 mL yang tidak di serap melalui osmosis. Usus besar juga menyerap ion,
termasuk natrium dan klorida, dan beberapa vitamin.

Refleks Defekasi
Gerakan peristaltik mendorong bahan feses dari kolom sigmoid ke rektum.
Distensi dinding rektum yang terjadi sebagai berikut : reseptor mengirim impuls
melalui saraf sensorik ke medula spinalis sakralis. Impuls motorik dari medula
spinalis berjalan di sepanjang saraf parasimpatis kembali ke kolon desendens,kolon
sigmoid, rektum dan anus. Kontraksi otot rektum longitudinal yang terjadi
memperpendek rektum sehingga tekanan di dalam rektum meningkat. Tekanan ini,
60

bersama dengan kontraksi volunter diafragma dan otot abdomen, plus stimulasi
parasimpatis, membuka sfingter ani internus.
Sfingter ani eksternus berada di bawah kontrol kesadaran.jika secara sengaja
dilemaskan, terjadi defekasi dan tinja dikeluarkan melalui anus; jika secara di
konstrisikan, defekasi dapat ditunda. Kontraksi volunter diafragma dan otot
abdomen membantu defekasi dengan meningkatkan tekanan di dalam abdomen,
yang mendorong dinding kolon sigmoid dan rektum ke arah dalam. Jika tidak
terjadi defekasi, feses kembali ke kolon sigmoid sampai gelombang peristalsis
massal berikutnya merangsang reseptor regang, kembali menciptakan dorongan
untuk buang air besar. Frekuensi buang air besar seseorang dalam kurun waktu
tertentu bergantung pada banyak faktor misalnya diet, kesehatan dan stress. Kisaran
normal frekuensi buang air besar bervariasi dari dua atau tiga kali per hari hingga
tiga atau empat kali seminggu.
Defekasi Pada sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses. Hal ini
sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa terdapat sfingter fungsional yang
lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan antara kolon sigmoid dan
rektum. Di sini terdapat juga sebuah sudut tajam yang menambah resistansi
terhadap pengisian rektum. Bila gerakan massa mendorong feses masuk ke
dalam rektum, segera timbul keinginan untuk defekasi, termasuk refleks
kontraksi rektum dan relaksasi sfingter anus. Pendorongan massa feses yang
terus-menerus melalui anus dicegah oleh konstriksi tonik dari (1) sfingter ani
internus, penebalan otot polos sirkular sepanjang beberapa sentimeter yang
terletak tepat di sebelah dalam anus, dan (2) sfingter ani eksternus, yang
terdiri atas otot lurik volunter yang mengelilingi sfingter internus dan meluas
ke sebelah distal. Sfingter eksternus diatur oleh serat-serat saraf dalam nervus
pudendus, yang merupakan bagian sistem saraf somatis dan karena itu di
bawah pengaruh volunter, dalam keadaan sadar atau setidaknya dalam bawah
sadar; secara bawah sadar, sfingter eksternal biasanya secara terus-menerus
mengalami konstriksi kecuali bila ada impuls kesadaran yang menghambat
konstriksi. Refleks Defekasi. Biasanya, defekasi ditimbulkan oleh refleks
defekasi. Satu dari refleks-refleks ini adalah refleks intrinsik yang diperantarai
oleh sistem saraf enterik setempat di dalam dinding rektum. Hal ini dapat
61

dijelaskan sebagai berikut: Bila feses memasuki rektum, distensi dinding


rektum menimbulkan sinyal-sinyal aferen yang menyebar melalui pleksus
mienterikus untuk menimbulkan gelombang peristalik di dalam kolon desenden,
sigmoid, dan rektum, mendorong feses ke arah anus. Pada saat gelombang
peristaltik mendekati anus, sfingter ani internus relaksasi oleh sinyal-sinyal
penghambat dari pleksus mienterikus; jika sfingter ani eksternus juga secara
sadar, dan volunter berelaksasi pada waktu yang bersamaan, terjadilah defekasi.
Refleks defekasi mienterik intrinsik yang berfungsi dengan sendirinya secara
normal bersifat relatif lemah. Agar menjadi efektif dalam menimbulkan
defekasi, refleks biasanya harus diperkuat oleh refleks defekasi jenis lain,
suatu refleks defekasi parasimpatis yang melibatkan segmen sakral medula
spinalis, ditunjukkan pada Gambar 63-6. Bila ujung-ujung saraf dalam rektum
dirangsang, sinyal-sinyal dihantarkan pertama ke dalam medula spinalis dan
kemudian secara refleks kembali ke kolon desenden, sigmoid, rektum, dan
anus melalui serat-serat saraf parasimpatis dalam nervus pelvikus. Sinyal-sinyal
parasimpatis ini sangat memperkuat gelombang peristaltik dan juga
merelaksasikan sfingter ani internus, dengan demikian mengubah refleks
defekasi mienterik intrinsik dari suatu usaha yang lemah menjadi suatu proses
defekasi yang kuat, yang kadang efektif dalam mengosongkan usus besar
sepanjang jalan dari fleksura splenikus kolon sampai ke anus. Sinyal-sinyal
defekasi yang masuk ke medula spinalis menimbulkan efek-efek lain, seperti
mengambil napas dalam, penutupan glotis, dan kontraksi otot-otot dinding
abdomen untuk mendorong isi feses dari kolon ke bawah dan pada saat yang
bersamaan menyebabkan dasar pelvis mengalami relaksasi ke bawah dan
menarik keluar cincin anus untuk mengeluarkan feses.
62

Bila keadaan memungkinkan untuk defekasi, refleks defekasi secara


sadar dapat diaktifkan dengan mengambil napas dalam untuk menggerakkan
diafragma turun ke bawah dan kemudian mengontraksikan otot-otot abdomen
untuk meningkatkan tekanan dalam abdomen, jadi mendorong isi feses ke
dalam rektum untuk menimbulkan refleks-refleks yang baru. Refleksrefleks
yang ditimbulkan dengan cara ini hampir tidak seefektif seperti refleks yang
timbul secara alamiah, karena alasan inilah orang yang terlalu sering
menghambat refleks alamiahnya cenderung mengalami konstipasi berat. Pada
bayi baru lahir dan pada beberapa orang dengan medula spinalis yang
dipotong, refleks defekasi secara otomatis menyebabkan pengosongan usus
bagian bawah pada saat yang tidak tepat sepanjang hari karena tidak adanya
pengontrolan secara sadar melalui kontraksi atau relaksasi volunter sfingter ani
eksternus.
Sumber guyton
63
DAFTAR PUSTAKA

Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi ke-23. Jakarta: EGC;
2014.

Gerard J. Tortora dasar Anatomi dan fisiologi. Jilid 2. Edisi 13 Jakarta; EGC: 2014

Paulsen F, Waschke J. Sobotta Atlas anatomi Manusia: organ-organ dalam jilid 2.


Edisi ke-23. Elsevier. Munchen. 2010. Hlm. 4-5,
Guiton dan Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 12. Singapore, elsevier: 2014

Tortora GJ. Dasar Anatomi dan Fisiologi. Ed 13 Vol 2. Jakarta ; EGC. 2014

Laurale sherwood. Fisiologi manusia: edisi 9 jakarta; EGC 2016

Anda mungkin juga menyukai