Anda di halaman 1dari 17

MANAJEMEN PEMBERIAN PAKAN PADA UDANG

VANAME (Litopenaeus vannamei)

OLEH :

FITRIYANI

1604122748

BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2018
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan karunia-

Nya, penulis dapat menyelesaikan Paper yang berjudul “Manajemen Pemberian

Pakan Pada Udang Vaname ( Litopenaeus vannamei) ” tepat pada waktu yang

telah ditentukan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada

dosen mata kuliah Teknologi dan Manajemen Pemberian Pakan serta para asisten

yang telah membantu penulis selama melaksanakan proses belajar sampai pada

penulisan paper ini.

Dalam penyusunan Paper ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin,

namun tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan atau kesalahan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan yang membangun demi

kesempurnaan laporan praktikum ini selanjutnya sehingga dapat bermanfaat bagi

semua pihak.

Pekanbaru, September 2018

Fitriyani
iii

DAFTAR ISI

Isi Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Dan Manfaat ................................................................... 2

II. PEMBAHASAN ............................................................................ 3


2.1 Pencernaan Makanan ................................................................... 3
2.2 Laju Pengosongan Lambung ....................................................... 3
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Pengosongan Lambung ................. 4
2.4 Manajemen Pemberian Pakan Ikan Tawes .................................. 8

III. PENUTUP .................................................................................... 13


3.1 Kesimpulan .................................................................................. 13
3.2 Saran ............................................................................................ 13

Daftar Pustaka .................................................................................... 14


1

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Proses laju digesti dapat disebut dengan proses laju pengosongan lambung.

Proses digesti ikan dimulai dari lambung (pada ikan yang mempunyailambung)

dan dilanjutkan di intestinum yang akan berakhir di lubang pembuangan bahan

sisa. Proses digesti dimulai dari makanan masuk ke mulut, dicerna secaramekanik

dan dibantu oleh kelenjar saliva kemudian masuk ke faring, esofagus,

dantertampung dilambung untuk dicerna secara kimiawi dengan bantuan enzim-

enzim pencernaan. Makanan yang telah menjadi molekul-molekul kecil kemudian

masuk ke usus untuk proses penyerapan atau absorpsi yang sisanya menuju

rektum danke anus untuk dibuang.

Proses digesti pakan yang diperoleh ikan akan dimulai dari lambung,dan di

lanjutkan pada intestine yang akan berakhir hingga anus. Yang merupakan

pembuangan bahan sisa.proses digesti yang terjadi didalam lambung,laju

digestinya dapat di ukur dari laju pengosongan lambung. Laju digesti atau laju

pengosongan lambung selain dipengaruhi oleh temperatur air juga dipengaruhi

oleh pakan yang dikonsumsi. Perbedaan kualitas pakan akan perbedaan komponen

penyusun,penyusunan akan,dan perbedaan ini akan berakibat pada perbedaan laju

dan kemampuan digesti pakan.

1.2 Tujuan dan manfaat

Adapun tujuan dari penulisan paper kali ini yaitu agar mahasiswa dapat

mengetahui proses digesti atau laju pengosongan lambung pada ikan serta

manajemen pemberian pakan ikan,


2

Sedangkan manfaat yang bisa didapatkan yaitu mahasiswa bisa

mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapat di dalam kegiatan perikanan.


3

II. PEMBAHASAN

2.1 Pencernaan Makanan

Pencernaan adalah suatu proses penyederhanaan makanan melalui

mekanisme fisik dan kimiawi sehingga menjadi bahan yang mudah diserap dan

disebarka ke seluruh tubuh melalui system peredaran darah. Dalam proses

pencernaan,organ pencernaan bukan hanya berperan sebagai alat kerja mekanik,

tetapi juga sebagai pnghasil cairan yang berfungsi sebagai katalisator dalam

pencernaan.bila diurut secara berurutan dari awal makanan masuk ke mulut

sampai ke proses pencernaan dan selanjutnya sisa makanan yang tidak dicerna

dibuang dalam bentuk feses melalui anus, maka organ yang berperan dalam

pencernaan, yaitu mulut, tekak, insang, kerongkongan, lambung, pilorik, usus,

rektum dan anus. Adapun organ penghasil kelenjar pencernaan, yakni hati,

kantong empedu, dan pankreas.

2.2 Laju Pengosongan Lambung

Pengosongan lambung terjadi bila adanya faktor berikut ini : Impuls syaraf

yang menyebabkan terjadinya distensi lambung (penggelembungan),

Diproduksinya hormon gastrin pada saat makanan berada dalam lambung. Saat

makanan berada dalam lambung, setelah mencapai kapasitas maksimum maka

akan terjadi distensi lambung oleh impuls saraf (nervus vagus). Disaat bersamaan,

kehadiran makanan terutama yang mengandung protein merangsang

diproduksinya hormone gastrin. Dengan dikeluarkannya hormone gastrin akan

merangsang esophageal sphincter bawah untuk berkontraksi, motilitas lambung

meningkat, dan pyloric sphincter berelaksasi. Efek dari serangkaian aktivitas


4

tersebut adalah pengosongan lambung.Lambung mengosongkan semua isinya

menuju ke duodenum dalam 2-6 jam setelah makanan tersebut dicerna di dalam

lambung. Makanan yang banyak mengandung karbohidrat menghabiskan waktu

yang paling sedikit di dalam lambung atau dengan kata lain lebih cepat

dikosongkan menuju duodenum. Makanan yang mengandung protein lebih

lambat, dan pengosongan yang paling lambat terjadi setelah kita memakan

makanan yang mengandung lemak dalam jumlah besar.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Pengosongan Lambung

Laju pengosongan lambung dapat didefinisikan sebagai laju dari sejumlah

pakan yang bergerak melwati saluran pencernaan per-satuan waktu tertentu, yang

dinyatakan sebagai g/jam atau mg/menit. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju

pengosongan lambung menurut Arispurnomo (2010) antara lain adalah sebagai

berikut :

1. Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik

Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang

peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap

jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak menutup

dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan sekitar 5 cm, air

dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric sphincter. Ini

merupakan penutup yang sangat lemah, tetapi, walaupun demikian biasanya

cukup besar untuk mencegah aliran chyme ke duodenum kecuali bila terdapat

gelombang peristaltik antrum yang mendorongnya.

Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir

pasti tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan
5

ke antrum, kemudian ke pilorus dan akhirnya ke duodenum. Ketika gelombang

berjalan ke depan, pyloric sphincter dan bagian proksimal duodenum dihambat,

yang merupakan relaksasi reseptif. Pada setiap gelombang peristaltik, beberapa

millimeter chyme didorong masuk ke duodenum.

2. Volume Makanan

Volume makanan dalam lambung yang bertambah dapat meningkatkan

pengosongan dari lambung. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan

penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal,

peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,.

Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks mienterik

lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas

pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung

kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam

lambung pada waktu tertentu.

3. Hormon Gastrin

Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung

menimbulkan dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum.

Hormon ini mempunyai efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang

sangat asam oleh bagian fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai

efek perangsangan yang kuat pada fungsi motorik lambung. Yang paling penting,

gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus sedangkan pada saat yang sama

melepaskan pilorus itu sendiri. Jadi, gastrin kuat pengaruhnya dalam

mempermudah pengosongan lambung. Gastrin mempunyai efek konstriktor pada


6

ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus

selama peningkatan aktivitas lambung.

4. Refleks Enterogastrik

Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap

saat, khususnya bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal ini

mungkin memegang peranan paling penting dalam menentukan derajat aktivitas

pompa pilorus, oleh karena itu, juga menentukan kecepatan pengosongan

lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan melalui serabut syaraf aferen dalam

nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali melalui serabut syaraf eferen

ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan tetapi, sebagian sinyal mungkin

dihantarkan langsung melalui pleksus mienterikus.

5. Umpan Balik Hormonal dari Duodenum – Peranan Lemak

Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak, terdapat dalam

chyme yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa pilorus

dan pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini memegang

peranan penting memungkinkan pencernaan lemak yang lambat sebelum akhirnya

masuk ke dalam usus yang lebih distal. Walaupun demikian, mekanisme yang

tepat dimana lemak menyebabkan efek mengurangi pengosongan lambung tidak

diketahui secara keseluruhan. Sebagian besar efek tetap terjadi meskipun refleks

enterogastrik telah dihambat. Diduga efek ini akibat dari beberapa mekanisme

umpan balik hormonal yang ditimbulkan oleh adanya lemak dalam duodenum.

6. Kontraksi Pyloric Sphincter

Biasanya, derajat kontraksi pyloric sphincter tidak sangat besar, dan

kontraksi yang terjadi biasanya dihambat waktu gelombang peristaltik pompa


7

pilorus mencapai pilorus. Akan tetapi, banyak faktor duodenum yang sama, yang

menghambat kontraksi lambung, dapat secara serentak meningkatkan derajat

kontraksi dari pyloric sphincter. Faktor ini menghambat atau mengurangi

pengosongan lambung, dan oleh karena itu menambah proses pengaturan

pengosongan lambung. Misalnya, adanya asam yang berlebihan atau iritasi yang

berlebihan dalam bulbus duodeni menimbulkan kontraksi pilorus derajat sedang.

7. Keenceran Chyme

Semakin encer chyme pada lambung maka semakin mudah untuk

dikosongkan. Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung

dengan cepat masuk ke dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih padat

harus menunggu dicampur dengan sekret lambung serta zat padat mulai

diencerkan oleh proses pencernaan lambung. Selain itu pengosongan lambung

juga dipengaruhi olehpemotongan nervus vagus dapat memperlambat

pengosongan lambung, vagotomi menyebabkan peregangan lambung yang relatif

hebat, keadaan emosi, kegembiraan dapat mempercepat pengosongan lambung

dan sebaliknya ketakutan dapat memperlambat pengosongan lambung.

Pengamatan Laju Pengosongan Lambung menggunakan prinsip bahwa

lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong kembali

karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk diserap oleh

tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung ini

dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan.

Setiap ikan memiliki bentuk dan ukuran lambung yang berbeda-beda.

Derajat kepenuhan lambung pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat,

panjang dan bentuk lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar ukuran
8

makanannya juga bertambah, jadi semakin besar derajat kepenuhan lambung

maka semakin besar kepenuhan lambung ikan dalam satu kali makan. Volume

material lambung yaitu jumlah isi material yang berada pada lambung pada waktu

tertentu. Sedangkan volume total lambung yaitu jumlah kapasitas total lambung.

Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor

yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh

yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh

ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan

makanan (affandi, 2002).

2.4 Manajemen Pemberian Pakan Ikan Tawes

Ikan tawes (Puntius javanicus) atau dikenal dengan nama tawas atau

lampam merupakan salah satu ikan budidaya air tawar asli indonesia. Ikan ini

bersifat herbivora sehingga menguntungkan bagi pembudidaya tradisional

(Bardach et al., 1972). Keunggulan lain dari ikan ini adalah dapat dipelihara di

perairan payau sehingga dapat dikembangkan di tambak-tambak tradisional selain

itu, tawes merupakan salah satu ikan konsumsi ekonomis yang harganya

terjangkau oleh masyarakat.

Manajemen pemberian pakan merupakan salah satu usaha yang dilakukan

untuk mendukung keberhasilan usaha budidaya, dengan manajemen pemberian

pakan diharapkan agar pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh ikan secara

efektif dan efisien sehingga menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal. Salah

satu penerapan manajemen pemberian pakan adalah pengaturan frekuensi

pemberian pakan yaitu berapa kali pakan diberikan dalam satu hari. Pembudidaya

pada umumnya memberikan pakan pada ikan budidaya hanya menurut kebiasaan,
9

tanpa mengetahui tentang kebutuhan nutrisi masing-masing ikan budidaya, baik

itu kualitas, kuantitas dan waktu pemberian pakan yang tepat. Hal ini

menyebabkan pakan yang diberikan kurang memberikan pertumbuhan yang

optimal bagi ikan karena tidak sesuai dengan kebutuhan ikan.

Manajemen pemberian pakan mengharuskan pakan yang diberikan kepada

ikan harus tepat secara kualitas, kuantitas dan tepat waktu pemberiannya demi

keberhasilan usaha budidaya. Pemberian pakan dengan waktu yang berbeda akan

mempengaruhi pertumbuhan ikan. Menurut Subandiyono dan Hastuti (2011)

pembudidaya ikan yang ingin memaksimalkan konsumsi pakan, pertumbuhan dan

efisiensi konversi pakan harus memperhatikan nafsu makan dan tingkat

kekenyangan ikan yang dibudidayakannya karena masing-masing ikan

mempunyai perbedaan dalam hal tersebut dan secara umum pengosongan perut

akan merangsang nafsu makan sehingga interval optimum untuk waktu pemberian

pakan adalah sesuai dengan pengosongan isi perut ikan. Pemberian pakan pada

waktu yang tepat berkaitan dengan frekuensi pemberian pakan yakni berapa kali

pakan diberikan dalam satu hari pada organisme budidaya. Konsumsi pakan ikan

dipengaruhi oleh sejumlah faktor diantaranya adalah ukuran tubuh, stadia,

ketersediaan pakan, laju pengosongan lambung, suhu air, aktifitas dan kesehatan

tubuh ikan. Wardhani et al. (2011) berpendapat bahwa pemilihan pakan untuk

ikan air tawar tidak hanya melibatkan kriteria nilai gizi dan efisiensi biaya saja

namun juga harus mempertimbangkan kriteria lainnya seperti kecernaan,

kandungan racun dan ketersediannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rifqi (2014) Pakan yang

digunakan dalam penelitian adalah pakan buatan komersil bentuk pellet dengan
10

diameter 2 mm. Pakan tersebut bersifat terapung berwarna coklat tua. Kandungan

nutrisi pada pakan tersebut adalah sebagai berikut: protein 31-33%; lemak3- 5%;

serat 4-6%; abu 10-13% serta air 11-13%. Pemberian pakan dilakukan dengan

metode at satiation, yakni pakan diberikan sedikit demi sedikit sampai 80% ikan

tidak lagi merespon pakan yang diberikan, lama waktu tiap pemberian pemberian

pakan berkisar 30-45 menit. Jumlah pakan pada setiap kali pemberian dilakukan

penimbangan sehingga dapat diketahui jumlah pakan yang diberikan untuk setiap

waktunya dan jumlah total pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan.

Perlakuan yang dicobakan adalah tingkat frekuensi pakan. Perlakuan-

perlakuan yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

 Perlakuan A: Frekuensi pemberian pakan satu kali sehari yaitu pada pukul

08.00

 Perlakuan B: Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pukul

08.00 dan 20.00

 Perlakuan C: Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul

08.00; 14.00; 20.00

 Perlakuan D: Frekuensi pemberian pakan empat kali sehari yaitu pada pukul

08.00; 12.00; 16.00 dan 20.00

Dari penelitian Rifqi (2014) ini diperoleh hasil bahwa frekuensi

pemberian pakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan relatif

benih tawes, dimana perlakuan C dan D menghasilkan laju pertumbuhan relatif

tertinggi (6,26-6,38% per hari). Perlakuan C dan D menghasilkan pertumbuhan

relatif individu tawes tertinggi karena memiliki tingkat konsumsi pakan tertinggi

dibandingkan dengan perlakuan A dan B sehingga lebih banyak asupan nutrisi


11

yang digunakan untuk pertumbuhan. Perlakuan A menghasilkan laju pertumbuhan

individu terendah karena dalam sehari hanya mendapatkan pakan sekali sehingga

jumlah pakan yang dikonsumsi dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan lebih

sedikit jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan B menghasilkan

laju pertumbuhan relatif yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan C

dan D karena perlakuan B memiliki tingkat konsumsi pakan yang lebih rendah

jika dibandingkan dengan perlakuan C dan D. Jadi dapat disimpulkan bahwa

pemberian pakan tiga sampai empat kali sehari sesuai dengan kebutuhan

konsumsi pakan untuk benih tawes sehingga menghasilkan pertumbuhan yang

maksimal. NRC (1993) berpendapat bahwa pakan yang diberikan harus benar-

benar mempertimbangkan kuantitasnya, karena jika pakan yang diberikan terlalu

sedikit akan menghasilkan pertumbuhan ikan kurang, sedangkan jika terlalu

banyak maka akan menyebabkan metabolisme tidak efisien sehingga tidak

tercerna dengan baik dan terbuang yang memungkinkan pencemaran kualitas air,

oleh sebab itu frekuensi pemberian pakan yang tepat sangat diperlukan untuk

meningkatkan efisiensi pakan.

Hasil penelitian menunjukkan seiring dengan meningkatnya tingkat

konsumsi pakan maka menyebabkan peningkatan nilai laju pertumbuhan relatif,

namun pada batas tertentu peningkatan tingkat konsumsi pakan tidak memberikan

peningkatan pertumbuhan karena masing-masing ikan mempunyai tingkat

konsumsi pakan optimal, jadi apabila pemberian pakan telah melewati tingkat

konsumsi optimal maka pakan tidak dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan

melainkan dibuang dalam bentuk feses. Hasil penelitian Sunarto dan Sabariah

(2009) menunjukkan bahwa perbedaan dosis pemberian pakan berpengaruh


12

terhadap pertumbuhan ikan semah, dimana pemberian pakan dengan dosis 6% per

hari menghasilkan laju pertumbuhan harian tertinggi dibandingkan dengan dosis

3%; 9%; dan 12% per hari dengan nilai laju pertumbuhan harian berturut-turut:

1.99%; 1.58%; 1.46%; dan 1.44%. Rifqi (2014)


13

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dosis, frekuensi, dan jenis pakan pada manajemen pemberian pakan

berbeda beda. Tergantung jenis ikan, umur, ukuran, dan juga ligkungan.

pengosongan lambung setiap ikan berbeda, karena memiliki perbedaan ukuran

dan jenis lambung. Semakin lama periode maka lambung akan semakin kosong.

Lama waktunya pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh jenis pakan, faktor

lingkungan, dan daya cerna ikan tersebut.

Faktor yang mempengaruhi Laju pengosongan lambung adalah pompa

pylorus dan gelombang peristaltik, volume makanan, hormone gastrin, refleks

enterogastrik, umpan balik dari hormonal, Kontraksi Pyloric Sphincter, Kontraksi

Pyloric Sphincter.

3.2 Saran

Sebaiknya pemberian pakan ikan dikontrol dengan baik, karena kesalahan

dalam memberi pakan merupakan hal yang menyebabkan kegagalan dan kerugian

pada budidaya ikan


14

DAFTAR PUSTAKA

Bardach, J.E., Ryther and W. O. Mclarney. 1972. Aquaculture. Wiley


Interscience, 104 p.
Gumisiriza, R. et al., 2009. Enhancement of Anaerobic Digestion of Nile Perch
FishProcessing Wastewater. Journal of Biotecnology,8(2), pp. 328-333.
https://www.academia.edu/36367662/LAJU_DIGESTI_PADA_IKAN diakses
pada 6 November 2018
https://www.academia.edu/5236824/Laporan_Praktikum_FHA_Laju_Pengosonga
n_Lambung diakses pada 6 November 2018
National Research Council (NRC). 1993. Nutrient Requirement of Warm Water
Fishes. National Academy of Science, Washington D. C., 78 p.
Rifqi Hanief Muhammad Ahda, Subandiyono, Pinandoyo. 2014. Pengaruh
Frekuensi Pemberian Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan
Benih Tawes (Puntius javanicus). Journal of Aquaculture Management and
Technology Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 67-74
Subandiyono dan S. Hastuti. 2011. Buku Ajar Nutrisi Ikan. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang, 182 hlm
Sunarto dan Sabariah. 2009. Pemberian Pakan Buatan dengan Dosis Berbeda
terhadap Pertumbuhan dan Konsumsi Pakan Ikan Semah (Tor douronensis)
dalam Upaya Domestifikasi. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(1): 67-76.
Wardhani, L.K, M. Safrizal dan A. Chariri. 2011. Optimasi Komposisi Bahan
Pakan pada Ikan Air Tawar menggunakan metode multi-objective genetic
algorithm. dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI)
di Yogyakarta Tanggal 17-18 Juni 2011. pp. 112-117.

Anda mungkin juga menyukai