OLEH :
FITRIYANI
1604122748
BUDIDAYA PERAIRAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan karunia-
Pakan Pada Udang Vaname ( Litopenaeus vannamei) ” tepat pada waktu yang
telah ditentukan.
dosen mata kuliah Teknologi dan Manajemen Pemberian Pakan serta para asisten
yang telah membantu penulis selama melaksanakan proses belajar sampai pada
semua pihak.
Fitriyani
iii
DAFTAR ISI
Isi Halaman
I. PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Tujuan Dan Manfaat ................................................................... 2
I.PENDAHULUAN
Proses laju digesti dapat disebut dengan proses laju pengosongan lambung.
Proses digesti ikan dimulai dari lambung (pada ikan yang mempunyailambung)
sisa. Proses digesti dimulai dari makanan masuk ke mulut, dicerna secaramekanik
masuk ke usus untuk proses penyerapan atau absorpsi yang sisanya menuju
Proses digesti pakan yang diperoleh ikan akan dimulai dari lambung,dan di
lanjutkan pada intestine yang akan berakhir hingga anus. Yang merupakan
digestinya dapat di ukur dari laju pengosongan lambung. Laju digesti atau laju
oleh pakan yang dikonsumsi. Perbedaan kualitas pakan akan perbedaan komponen
Adapun tujuan dari penulisan paper kali ini yaitu agar mahasiswa dapat
mengetahui proses digesti atau laju pengosongan lambung pada ikan serta
II. PEMBAHASAN
mekanisme fisik dan kimiawi sehingga menjadi bahan yang mudah diserap dan
tetapi juga sebagai pnghasil cairan yang berfungsi sebagai katalisator dalam
sampai ke proses pencernaan dan selanjutnya sisa makanan yang tidak dicerna
dibuang dalam bentuk feses melalui anus, maka organ yang berperan dalam
rektum dan anus. Adapun organ penghasil kelenjar pencernaan, yakni hati,
Pengosongan lambung terjadi bila adanya faktor berikut ini : Impuls syaraf
Diproduksinya hormon gastrin pada saat makanan berada dalam lambung. Saat
akan terjadi distensi lambung oleh impuls saraf (nervus vagus). Disaat bersamaan,
menuju ke duodenum dalam 2-6 jam setelah makanan tersebut dicerna di dalam
yang paling sedikit di dalam lambung atau dengan kata lain lebih cepat
lambat, dan pengosongan yang paling lambat terjadi setelah kita memakan
pakan yang bergerak melwati saluran pencernaan per-satuan waktu tertentu, yang
dinyatakan sebagai g/jam atau mg/menit. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju
berikut :
peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap
jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak menutup
dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan sekitar 5 cm, air
dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat pyloric sphincter. Ini
cukup besar untuk mencegah aliran chyme ke duodenum kecuali bila terdapat
Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir
pasti tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan berjalan
5
2. Volume Makanan
lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan aktivitas
kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam
3. Hormon Gastrin
Hormon ini mempunyai efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung yang
sangat asam oleh bagian fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga mempunyai
efek perangsangan yang kuat pada fungsi motorik lambung. Yang paling penting,
gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus sedangkan pada saat yang sama
ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung ke dalam esofagus
4. Refleks Enterogastrik
lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan melalui serabut syaraf aferen dalam
nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali melalui serabut syaraf eferen
ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan tetapi, sebagian sinyal mungkin
chyme yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa pilorus
dan pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini memegang
masuk ke dalam usus yang lebih distal. Walaupun demikian, mekanisme yang
diketahui secara keseluruhan. Sebagian besar efek tetap terjadi meskipun refleks
enterogastrik telah dihambat. Diduga efek ini akibat dari beberapa mekanisme
umpan balik hormonal yang ditimbulkan oleh adanya lemak dalam duodenum.
pilorus mencapai pilorus. Akan tetapi, banyak faktor duodenum yang sama, yang
pengosongan lambung. Misalnya, adanya asam yang berlebihan atau iritasi yang
7. Keenceran Chyme
dikosongkan. Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung
dengan cepat masuk ke dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih padat
harus menunggu dicampur dengan sekret lambung serta zat padat mulai
lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong kembali
karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk diserap oleh
Derajat kepenuhan lambung pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat,
panjang dan bentuk lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar ukuran
8
maka semakin besar kepenuhan lambung ikan dalam satu kali makan. Volume
material lambung yaitu jumlah isi material yang berada pada lambung pada waktu
tertentu. Sedangkan volume total lambung yaitu jumlah kapasitas total lambung.
yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan ukuran tubuh
yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk lambung, keadaan tubuh
ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini dipengaruhi oleh kebiasaan
Ikan tawes (Puntius javanicus) atau dikenal dengan nama tawas atau
lampam merupakan salah satu ikan budidaya air tawar asli indonesia. Ikan ini
(Bardach et al., 1972). Keunggulan lain dari ikan ini adalah dapat dipelihara di
itu, tawes merupakan salah satu ikan konsumsi ekonomis yang harganya
pakan diharapkan agar pakan yang diberikan dapat dimanfaatkan oleh ikan secara
efektif dan efisien sehingga menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal. Salah
pemberian pakan yaitu berapa kali pakan diberikan dalam satu hari. Pembudidaya
pada umumnya memberikan pakan pada ikan budidaya hanya menurut kebiasaan,
9
itu kualitas, kuantitas dan waktu pemberian pakan yang tepat. Hal ini
ikan harus tepat secara kualitas, kuantitas dan tepat waktu pemberiannya demi
keberhasilan usaha budidaya. Pemberian pakan dengan waktu yang berbeda akan
mempunyai perbedaan dalam hal tersebut dan secara umum pengosongan perut
akan merangsang nafsu makan sehingga interval optimum untuk waktu pemberian
pakan adalah sesuai dengan pengosongan isi perut ikan. Pemberian pakan pada
waktu yang tepat berkaitan dengan frekuensi pemberian pakan yakni berapa kali
pakan diberikan dalam satu hari pada organisme budidaya. Konsumsi pakan ikan
ketersediaan pakan, laju pengosongan lambung, suhu air, aktifitas dan kesehatan
tubuh ikan. Wardhani et al. (2011) berpendapat bahwa pemilihan pakan untuk
ikan air tawar tidak hanya melibatkan kriteria nilai gizi dan efisiensi biaya saja
digunakan dalam penelitian adalah pakan buatan komersil bentuk pellet dengan
10
diameter 2 mm. Pakan tersebut bersifat terapung berwarna coklat tua. Kandungan
nutrisi pada pakan tersebut adalah sebagai berikut: protein 31-33%; lemak3- 5%;
serat 4-6%; abu 10-13% serta air 11-13%. Pemberian pakan dilakukan dengan
metode at satiation, yakni pakan diberikan sedikit demi sedikit sampai 80% ikan
tidak lagi merespon pakan yang diberikan, lama waktu tiap pemberian pemberian
pakan berkisar 30-45 menit. Jumlah pakan pada setiap kali pemberian dilakukan
penimbangan sehingga dapat diketahui jumlah pakan yang diberikan untuk setiap
waktunya dan jumlah total pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan.
Perlakuan A: Frekuensi pemberian pakan satu kali sehari yaitu pada pukul
08.00
Perlakuan B: Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pukul
Perlakuan C: Frekuensi pemberian pakan tiga kali sehari yaitu pada pukul
Perlakuan D: Frekuensi pemberian pakan empat kali sehari yaitu pada pukul
relatif individu tawes tertinggi karena memiliki tingkat konsumsi pakan tertinggi
individu terendah karena dalam sehari hanya mendapatkan pakan sekali sehingga
laju pertumbuhan relatif yang lebih rendah jika dibandingkan dengan perlakuan C
dan D karena perlakuan B memiliki tingkat konsumsi pakan yang lebih rendah
pemberian pakan tiga sampai empat kali sehari sesuai dengan kebutuhan
maksimal. NRC (1993) berpendapat bahwa pakan yang diberikan harus benar-
tercerna dengan baik dan terbuang yang memungkinkan pencemaran kualitas air,
oleh sebab itu frekuensi pemberian pakan yang tepat sangat diperlukan untuk
namun pada batas tertentu peningkatan tingkat konsumsi pakan tidak memberikan
konsumsi pakan optimal, jadi apabila pemberian pakan telah melewati tingkat
melainkan dibuang dalam bentuk feses. Hasil penelitian Sunarto dan Sabariah
terhadap pertumbuhan ikan semah, dimana pemberian pakan dengan dosis 6% per
3%; 9%; dan 12% per hari dengan nilai laju pertumbuhan harian berturut-turut:
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
berbeda beda. Tergantung jenis ikan, umur, ukuran, dan juga ligkungan.
dan jenis lambung. Semakin lama periode maka lambung akan semakin kosong.
Lama waktunya pengosongan lambung ini dipengaruhi oleh jenis pakan, faktor
Pyloric Sphincter.
3.2 Saran
dalam memberi pakan merupakan hal yang menyebabkan kegagalan dan kerugian
DAFTAR PUSTAKA