DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
NAMA NPM
Nia Karniah 211560111027
Nur Hasanah 211560111028
Olivia Salma Quratu’ain 211560111029
Pipit Rohanah 211560111030
Putri Nurhazizah 211560111031
Rani Kania 211560111032
Yollanda Putri Ayu Shrva 211560111052
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam pembuatan makalah ini. Dan harapan kami semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................4
C. Tujuan Masalah.............................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................................17
A. Kesimpulan..................................................................................................................................17
B. Saran.............................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gastritis atau Dyspepsia atau istilah yang sering dikenal olehmasyarakat sebagai maag
atau penyakit lambung adalah kumpulan gejala yangdirasakan sebagai nyeri ulu hati, orang yang
terserang penyakit ini biasanyasering mual, muntah, rasa penuh, dan rasa tidak nyaman.
Biasanya keluhanyang diajukan penderita tersebut ringan dan dapat diatasi dengan
mengaturmakanan, tetapi kadang-kadang dirasakan berat, sehingga ia terpaksa meminta
pertolongan dokter bahkan sampai terpaksa diberi perawatan khusus(Wardaniati, 2016).
Menurut WHO di Indonesia pada tahun 2012 angka kejadian gastritismencapai 40,8%
pada beberapa daerah dengan prevalensi 274.396 kasus dari238.452.952 jiwa pendududuk.
Selain itu pada tahun 2007 penyakit gastritismenempati urutan kelima dengan jumlah penderita
218.872 dan kasuskematian 899 orang (Suryono, 2016).
Tingginya angka kejadian gastritis dipengaruhi oleh beberapa faktorsecara garis besar
penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanyakondisi yang memicu pengeluaran
asam lambung yang berlebihan, dan zateksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikutrumusan masalah makalah:
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi lambung?
2. Apa yang dimaksud gastritis?
3. Bagaimana epidemiologi gastritis?
4. Bagaimana etiologi gastritis?
5. Bagaimana patofisiologi gastritis?
6. Bagaimana gejala gastritis?
7. Apakah terdapat komplikasi gastritis?
8. Bagaimana terapi farmakologi gastritis?
9. Bagaimana terapi non-farmakologi gastritis?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, berikut tujuan penulisan
makalah:
1. Menggambarkan anatomi dan fisiologi lambung
2. Memaparkan pengertian gastritis
3. Memaparkan epidemiologi
4. Memaparkan etiologi gastritis
5. Memaparkan patofisiologi gastritis
6. Memaparkan gejala gastritis
7. Memaparkan komplikasi gastritis
8. Memaparkan terapi farmakologi gastritis
9. Memaparkan terapi non-farmakologi gastritis
BAB II
PEMBAHASAN
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka berperan dalam
membentuk getah lambung (gastric juice ) (Sherwood, 2010).
Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di
mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar
kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferens6iasi ke bawah untuk menjadi
sel utama atau sel parietal. Melaluiaktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga
hari (Sherwood, 2010).
B. Pengertian Gastritis
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu gastro,
yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.Gastritis bukan
merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapakondisi yang kesemuanya itu
mengakibatkan peradangan pada lambung.Biasanya, peradangan tersebut merupakan
akibat dari infeksi oleh bakteri yangsama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan
borok di lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik
dan pemakaiansecara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga
menyebabkan gastritis.
Secara histologis dapat dibuktikan dengan inflamasi sel-sel radang padadaerah
tersebut didasarkan pada manifestasi klinis dapat dibagi menjadi akut dankronik (Hirlan,
2001 : 127).
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer)dan
dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyakorang, gastritis
bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan pengobatan.
Gastritis merupakan gangguan yang sering terjadi dengan karakteristik adanya anorexia,
rasa penuh, dan tidak enak pada epigastrium, nausea, muntah.
Secara umum definisi gastritis ialah inflamasi pada dinding lambungterutama pada
mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguanyang paling sering ditemui
diklinik karena diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis
Bila mukosa lambung sering kali atau dalam waktu cukup lama bersentuhan dengan
aliran balik getah duodenum yang bersifat alkalis, peradangansangat mungkin terjadi dan
akhirnya malah berubah menjadi tukak lambung. Hal ini disebabkan karena mekanisme
penutupan pylorus tidak bekerja dengan sempurna, sehinga terjadi refluks tersebut. Mukosa
lambung dikikis oleh garam-garam empedu dan lysolesitin (dengan kerja detergens).
Akibatnya timbul luka-luka mikro, sehingga getah lambung dapat meresap ke jaringan-
jaringan dalamdan menyebabkan keluhan-keluhan (Obat-obat Penting hlm 262).
1. Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkanmukosa
menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis besar yaitu :
Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar,seperti
bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid ,mekanis iritasi
bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin (aspirin yang dosis
rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosalambung) ).
Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan badan).
2. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna ataumaligna dari
lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritiskronik
dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakangastritis kronik tipe A
jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkandengan atropi dari kelenjar
lambung dan penurunan mukosa. Penurunan padasekresi gastrik mempengaruhi produksi
antibodi. Anemia pernisiosa berkembang pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih
lazim. Tipe ini dikaitkan dengan infeksi Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus
pada dinding lambung.
C. Epidemiologi
Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapannegara
dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadiangastritis di dunia,
dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya palingtinggi yaitu Amerika dengan
persentase mencapai 47% kemudian diikuti olehIndia dengan persentase 43%, lalu
beberapa negara lainnya seperti Inggris 22%,China 31%, Jepang 14,5%, Kanada 35%,
Perancis 29,5% dan Indonesia 40,8%.Penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh
Depertemen Kesehatan RI angkakejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia yang
tertinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti
Surabaya 31,2%,Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh
31,7%dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat
(Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapanlaporan
sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada pada urutan
kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus) (Piero,2014) .
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaituadanya kondisi
yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zateksternal yang
menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi Ketika mekanisme
perlindungan dalam lambung mulai berkurang sehingga menimbulkan peradangan
(inflamasi). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh gangguan kerja fungsi lambung,
gangguan struktur anatomi yang bisa berupa luka atau tumor, jadwal makan yang tidak
teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan stres, merokok, pemakaian
obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dansecara terus menerus, stres fisik, infeksi
bakteri Helicobacter pylori (Suryono,2016).Ketidakseimbangan antara faktor-faktor
agresif (asam dan pepsin) dan faktor-faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa
lambung dan duodenummenyebabkan terjadinya gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan
ulkusduodenum. Asam lambung yang bersifat korosif dan pepsin yang bersifat proteolitik
merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakanmukosa lambung-
duodenum. Faktor-faktor agresif lainnya adalah garam empedu,obat-obat ulserogenik
(aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroiddosis tinggi), merokok,
etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain (Katzung,2004).Pemakaian obat-obatan
tertentu dalam jangka panjang beresikomengakibatkan penyakit gastritis karena obat-obat
tersebut mengiritasi dindinglambung dan menyebabkan mukosa pelindung lambung
menjadi tipis sehinggalebih mudah terluka. Selain itu, dapat pula disebabkan faktor
sosial, yaitu situasiyang penuh stres psikologis. Suatu pengamatan terhadap seorang
pasien yangmenderita fistula pada lambungnya sehingga perubahan-perubahan pada
lambungdapat diamati, ternyata mengalami peningkatan produksi asam lambung
saatdihadapkan pada situasi yang menegangkan yang menimbulkan perasaan
cemas.Timbulnya penyakit gastritis dan tukak lambung dipicu oleh stres yang
berkepanjangan. Stres yang berkepanjangan ini muncul karena gaya hidup saat iniyang
serba cepat akibat tuntutan hidup dan tuntutan kerja, misalnya mobilitas yang tinggi
maupun beban kerja yang dirasakan berat. Gaya hidup tersebu tmembuat individu selalu
berada dalam ketegangan sehingga berakibat pada munculnya stres. Selain itu pola
makan yang tidak teratur dan mengkonsumsi makanan instan sebagai akibat pola hidup
serba cepat juga merupakan salah satu pencetus penyakit gastritis (Subekti, 2011).
E. Patofisiologi
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
merupakan respons mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal. Patofisiologi terjadinya
gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat ketidak seimbangan faktor penyerang (ofensif)
dan faktor pertahanan (defensif) pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor
ofensif dan atau penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam
lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori yang bersifat
gram-negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas. Sedangkan sistem pertahanan atau faktor
defensif mukosa gastro duodenal terdiri dari tiga lapis yakni elemen preepitelial, epitelial,
dan subepitelial (Pangestu, 2003).
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan leukosit. Komponen terpenting lapis
pertahanan ini ialah mikro sirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu, 2003).
Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein,alkohol dan aspirin
merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H. pylori Lebih sering dianggap sebagai
penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat padaepitel lambung dan menghancurkan
lapisan mukosa pelindung, meninggalkan daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat,
misalnya OAINS (indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid, steroid, dan digitalis.
Asamempedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa
lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih merusak
dibandingkan dengan efek masing-masing agen tersebut bila diminum secara terpisah (Price
dan Wilson, 2005).
F. Gejala Gastritis
Gejala gastritis atau maag diantarnya yaitu tidak nyaman sampai nyeri pada saluran
pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, lambung terasa penuh, kembung,
bersendawa, merasa cepat kenyang, perut keroncongan dansering kentut serta timbulnya luka
pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadiakut, berulang dan kronis. Disebut kronis bila
gejala itu berlangsung lebih darisatu bulan terus-menerus dan gastritis ini dapat ditangani
sejak awal yaitu: mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi
makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta minuman beralkohol dan jika memang
diperlukan dapat minum antasida sekitar setengah jam sebelum makanatau sewaktu makan
(Misnadiarly, 2009).
G. Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis kronik. Gastristis
akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas berupa hematemesis dan
melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.Gastritis kronik komplikasinya
adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001).
H. Terapi Farmakologi
a. Antagonis reseptor H2 histamin
Obat golongan ini akan cepat diabsorbsi secara oral dan akan memblok kerja dari
histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Obat ini akan mengurangi nyeri
akibat gastritis dan meningkatkan kecepatan penyembuhan gastritis (Neal,2005 )
Empat macam obat yang digunakan yaitu simetidin, ranitidin, famotidindan nizatidin.
Simetidin dan antagonis H2 lainya diberikan secara per-oral,didistribusikan secara luas ke
seluruh tubuh dan diekskresikan dalam urin dengan waktu paruh yang singkat. Ranitidin
memiliki masa kerja yang panjang dan limasampai sepuluh kali lebih kuat. Efek farmakologi
famotidin sama denganranitidin, hanya 20−50 kali lebih kuat dibandingkan dengan simetidin
dan 3−20 kali lebih kuat dibandingkan ranitidin. Efek farmakologi nizatidin sama seperti
ranitidin, nizatidin dieliminasi melalui ginjal dan sedikit yang terjadi metabolisme(Mycek,
2001)
Conoh obat:
1. Simetidin
Simetidin mempunyai efek antiandrogen, namun jarang menyebab kangin ekomastia.
simetidin juga terikat pada sitokrom P-450 dan bisa menurunkan metabolisme dalam hati
(misalnya : warfarin, fenitoin dan teofilin) (Neal, 2005).
Indikasi : ulserasi gaster dan duodenum jinak, tukak stomal, refluks oesofagitis,kondisi
lain dimana pengurangan asam lambung bermanfaat (BNF, ed.68, hlm 52)
Kontraindikasi : hipersensitivitas (ISO vol.46, 2011-2012)
Efek samping : jarang terjadi dan berupa diare (sementara), nyeri otot, pusing- pusing
dan reaksi kulit. Pada penggunaan lama dengan dosis tinggi dapat terjadi impotensi dan
gynecomatia ringan, yaitu buah dada yang membesar (Tjay, 2015)
Farmakokinetik : Simetidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal dan konsentrasi
plasma puncak diperoleh setelah sekitar satu jam saat diberi perut kosong; Puncak kedua
bisa terlihat setelah sekitar 3 jam. Makanan menunda laju dan mungkin sedikit
mengurangi tingkat penyerapan, dengan konsentrasi plasma puncak terjadi setelah sekitar
2 jam. Ketersediaan hayati simetidin setelah dosisoral adalah sekitar 60 sampai 70%.
Simetidine didistribusikan secara luas dan memiliki volume distribusi sekitar 1 liter/kg
dan lemah terikat, sekitar 20%, untuk protein plasma. Itu Waktu paruh eliminasi dari
plasma sekitar 2 jam danmeningkat pada gangguan ginjal (Martindale ed.36, 2009)
Dosis : Gastritis, 1 dd 800 mg setelah makan malam. Ulkus peptikus 2 dd 400 mg pada
waktu makan atau 1 dd 800 mg selama 4 minggu dan maksimal 8 minggu.Dosis
pemeliharaan guna mencegah kambuh, malam hari 400 mg selama 3-6 bulan. Intravena
4-6 dd 200 mg (Tjay, 2015)
2. Ranitidin
Daya menghambat senyawa ini lebih kuat dibandingkan dengan simetidin.Tidak
merintangi perombakan oksidatif dari obat-obat lain sehingga tidak mengakibatkan
interaksi yang tidak diinginkan (Tjay, 2015)
Indikasi : pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung
aktif,mengurangi gejala refluks esofagitis.
Interaksi Obat : ranitidine tampaknya tidak mempengaruhi sitokrom P450
untuksebagian besar, dan karena itu dianggap memiliki sedikit efek pada metabolism obat
lain. Namun, seperti halnya antagonis H2 lainnya, efeknya pada pH lambung bisa
mengubah penyerapan dari beberapa obat lain (Martindale Ed.36, 2009)
Efek samping : penglihatan kabur; juga dilaporkan pankreatitis, gerakandisengaja
gangguan, nefritis interstisial, alopesia (BNF, ed.68 hlm 53)
Farmakokinetik : Ranitidin mudah diserap dari saluran gastrointestinal dengan
konsentrasi puncak dalam plasma terjadi sekitar 2 sampai 3 jam setelah dosis
oral.Ranitidine melintasi penghalang plasenta dan disebarkan ke ASI (Martindaleed.36,
2009)
Dosis : 1 dd 300 mg sesudah makan malam selama 4-8 minggu, sebagai pencegah 1 dd
150 mg, i.v 50 mg sekali (Tjay, 2015)
3. Famotidin
Indikasi : tukak usus 12 jari, hiper sekresi patologis seperti sindrom Zollinger Ellison
dan edenoma endokrin berganda (ISO Vol.46, 2011-2012).
Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung,
anoreksia,kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia (BNF, ed.68 hlm
53).
Dosis : Ulserasi gaster dan duodenum jinak, pengobatan 40 mg di malam hariselama 4-8
minggu; pemeliharaan (duodenal ulserasi), 20 mg di malam hari,Refluks oesofagitis, 20-
40 mg dua kali sehari selama 6-12 minggu; pemeliharaan,20 mg dua kali sehari Antasida
(BNF, ed.68 hlm 53)
Farmakokinetik : Famotidine mudah diserap di saluran gastrointestinal namuntidak
sempurna dengan konsentrasi puncak di plasma terjadi 1 sampai 3 jamsetelah dosis oral.
Ketersediaan hayati famotidine oral sekitar 40- 45% dan tidak terpengaruh secara
signifikan dengan adanya makanan. Waktu paruh eliminasi dari plasma dilaporkan terjadi
sekitar 3 jam dan berkepanjangan pada gangguan ginjal. Famotidine lemah terikat, sekitar
15 sampai 20%, ke plasma protein.Sebagian kecil famotidin adalah dimetabolisme di hati
menjadi famotidin S-oksida. Tentang 25 sampai 30% dosis oral, dan 65 sampai 70% dari
intravenaDosis, diekskresikan tidak berubah dalam air kencing dalam 24 jam,
terutamadengan sekresi tubular aktif (Martindale Ed.36, )
4. Nizatidin
Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung,
anoreksia,kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia (BNF, ed.68 hlm
53).
Dosis dan indikasi : Ulserasi gaster, duodenum atau terkait NSAID,Pengobatannya, 300
mg di malam hari atau 150 mg dua kali sehari selama 4-8 minggu; pemeliharaan, 150mg
dimalam hari. Penyakit refluks gastroesofagus,150-300 mg dua kali setiap hari sampai 12
minggu.
b. Antasida
Antasida tidak mengurangi volume HCL yang dikeluarkan lambung tetapi peningkatkan
pH dapat menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja antasida sangat bergantung pada kelarutan
dan kecepatan netralisasi asam, sedangkan kecepatan pengosongan lambung sangat
menentukan masa kerjanya. Antasida digolongkan menjadi 2 macam yaitu antasida sistemik
dan nonsistemik. Antasida sistemik yang diabsorbsi melalui usus halus sehingga urin akan
bersifat alkalis dan menyebabkan alkalosis metabolik dan antasida nonsistemik yang tidak
diabsorbsimelalui usus halus sehingga tidak akan menyebabkan alkalosis metabolic
(Ganiswara, 2015 )
Senyawa antasida :
Natrium bikarbonat merupakan satu-satunya antasida yang larut air dansangat berguna.
Natrium bikarbonat bekerja cepat tetapi mempunyai efek sementara dan bikarbonat yang
diabsorbsi dalam dosis tinggi dapat menyebabkan alkalosis sistemik.
Magnesium hidroksida dan magnesium trisilikat tidak larut dalam air dan bekerja cukup
cepat. Magnesium mempunyai efek laksatif dan bisa menyebabkan diare.
Alumunium hidroksida bekerja relatif lambat. Ion A1*3+ Membentuk kompleks dengan
obat-obatn tertentu (misalnya tetrasiklin) dan cenderungmenyebabkan konstipasi.
Campuran senyawa magnesium dan alumunium bisa digunakan untuk meminimalkan
efek pada motilitas (Tjay, 2015) Efek samping dari obat antasida bervariasi tergantung
zat komposisinya. Alumunium hidroksida dapat menyebabkan konstipasi, sedangkan
magnesium hidroksida dapat menyebabkan diare. Kombinasi keduanya dapat membantu
menormalkan fungsi usus. Selain menyebabkan alkalosis sistemik, natrium bikarbonat
melepaskan CO*2 yang dapat menimbulkan sendawa dan kembung(Mycek, 2001).
Indikasi : mengurangi gejala kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung,tukak usus 12
jari
Dosis : dewasa sehari 3-4x 1-2 tab atau 1-2 sdt suspensi. Anak 6-12 tahun sehari3-4x ½ - 1 tab
atau ½ (ISO Vol.46, 2011-2012).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedoktern Edisi III Jilid 1 Media AesculapiusnFK UI, Jakarta.
Crowin EJ, Schmitz G, Hans L. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.Fauci AS, Kasper
D, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., Harrey R.A., Champe P.C., 2009, Lippincott’s Illustrated
Review Pharmacology 4thEd Pliladelphia:Williams & Wilkins (329-335, 502-509).
Gupta, MK. 2008. Kiat mengendalikan pikiran dan bebas stress. Jakarta : PTIntisari
Mediatama.
Hirlan. 2009. Gastritis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V . Jakarta:Interna Publishing.
Jackson, S. 2006. Gastritis. Diambil dari http://www.gicare.com/pated /ecd9546.htm. Diakses
tanggal 23 februari 2018.Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter Pelayanan Primer Edisi 1.
Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. 2002. The Oral cavity and theGastrointestinal Tract In:
Robbins Basic Pathology 7th Ed. Philladephia.WB Saunders Company. 543 90.
Ikatan Apoteker Indonesia. 2011. ISO: Informasi Spesialite Obat IndonesiaVolume 46. Jakarta :
PT ISFI.
Katzung, B,G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik.Edisi 8. Jakarta: Penerbit buku kedokteran.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed. II Jilid II. Jakarta: MediaAesculapius FKUI.
Hlm 492.