Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH ASUHAN PERSALINAN PATOLOGI

KELAINAN GASTROINTESTINAL

DISUSUN OLEH :

1. FIDYA HANIFA (1811060013)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA dan PENDIDIKAN


PROFESI BIDAN PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, taufik
dan hidayah-Nya kepada kami semua sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan makalah
tentang Asuhan Persalinan Patologi yang berjudul “Kelainan Gastrointestinal” ini dapat
diselesaikan tepat waktu sesuai dengan kesepakatan dalam proses pembelajaran mata kuliah
Asuhan Persalinan Patologi di Program Studi Kebidanan Program Sarjana dan Pendidikan
Profesi Bidan Program Profesi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Ucapan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis sehingga makalah
ini dapat terselesaikan. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah
ini

Purwokerto, 10 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..... 2

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………... 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................…………………………….................. 4
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………...............................................5
1.3 Tujuan …………………………………………………………………………………. 5

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Fisiologi Sistem Gastrointestinal..................……………………................ 6
2.2 Kelainan Gastrointestinal………………………................….............................12
2.3 Emesis Gravidarum dan Hiperemesis Gravidarum …….……………...... 16
2.4 Diare…………………………………………………………………………….20
2.5 Konstipasi…………………………………………………………………. 22

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………............. 25
3.2 Saran ............................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….......... 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

3.2 LATAR BELAKANG

Dewasa ini, presentasi kasus-kasus penyakit yang berdampak pada gangguan saluran
pencernaan mulai mengalami peningkatan. Kecukupan nutrisi
tubuh berpengaruh besar terhadap produktivitas dan hal itu sangat berkaitan erat dengan fungsi
kerja saluran pencernaan. Saluran pencernaan yang berfungsi secara optimalakan mampu
memaksimalkan nilai pemanfaatan ransum melalui proses pencernaan dan penyerapan nutrisi

Salah satu yste makhluk hidup adalah memerlukan makanan. Makanan yang telah
dimakan akan diuraikan dalam ystem pencernaan menjadi sumber ystem, komponen penyusun
sel dan jaringan, dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Salah satu ystem kompleks dalam
tubuh adalah ystem pencernaan. stem pencernaan merupakan ystem yang memproses
mengubah makanan dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan
oleh tubuh. Sistem pencernaan juga akan memecah molekul makanan yang kompleks menjadi
molekul yang sederhana dengan bantuan enzim sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Sistem
pencernaan pada manusia ystem sama dengan ystem pencernaan hewan lain yaitu terdapat
mulut, lambung, usus, dan mengeluarkan kotorannya melewati anus.

Gangguan Gastrointestinal adalah suatu kelainan atau penyakit pada jalan


makanan/pencernaan. Penyakit Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan penyakit
kerongkongan (eshopagus), lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon), hati
(liver), saluran empedu (traktus biliaris) dan ystem i.

Bidan harus mengetahui ystem gastrointestinal dan kelaianan yang terjadi didalam
gastrointestinal. sehingga dapat menerapkan penanganan sesuai dengan batas kewenangannya.

4
Makalah ini akan membahas patofisiologis ystem gastrointestinal khususnya emesis
gravidarum, hiperemesis gravidarum, diare dan konstipasi.

3.2 RUMUSAN MASALAH


1.  Bagaimana anatomi fisiologi sistem gastrointestinal?
2. Apa yang dimaksud dengan kelainan gastrointestinal?
3.  Bagaimana terjadinya emesis gravidarum dan hiperemesis gravidarum?
4.  Bagaimana terjadinya diare?
5. Bagaimana terjadinya konstipasi?

3.2 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui anatomi fisiologi sistem gastrointestinal
2. Untuk mengetahui pengertian Kelainan gastrointestinal
3. Untuk mengetahui terjadinya emesis gravidarum dan hiperemesis gravidarum
4. Untuk mengetahui terjadinya diare
5. Untuk mengetahui terjadinya konstipasi

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Fisiologi Sistem Gastrointestinal

3. Rongga Mulut

Secara umum berfungsi untuk menganalisis makanan sebelum menelan, proses


penghancuran makanan secara mekanis oleh gigi, lidah dan permukaan palatum, lubrikasi
oleh sekresi saliva serta digesti pada beberapa material karbohidrat dan lemak (Simon,
2003).
3. Mulut

Mulut dibatasi oleh mukosa mulut, pada bagian atap terdapat palatum dan bagian
posterior mulut terdapat uvula yang tergantung pada palatum.
3. Lidah

Lidah terdiri dari jaringan epitel dan jaringan ystem ing lidah dibasahi oleh sekresi
dari kelenjar ludah yang menghasilkan sekresi berupa air, yste dan enzim lipase.
ystem in berfungsi untuk menguraikan lemah terutama trigleserida sebelum makanan di
telan. Fungsi utama lidah meliputi, proses mekanik dengan cara menekan, melakukan
fungsi dalam proses menelan, analisis terhadap karakteristik material, suhu dan rasa serta
mensekresikan yste dan enzim.
3. Kelenjar saliva

Kira-kira 1500 Ml saliva disekresikan per hari, Ph saliva pada saat istirahat sedikit
lebih rendah dari 7,0, tetapi selama sekresi aktif, Ph mencapai 8,0. Saliva mengandung 2
enzim yaitu lipase lingual disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan α-amilase yang
disekresi oleh kelenjar-kelenjar saliva. Kelenjar saliva tebagi atas 3, yaitu kelenjar parotis
yang menghasilkan serosa yang mengandung ystem . Kelenjar sublingualis yang
menghailkan yste yang mengandung musin, yaitu glikoprotein yang membasahi

6
makanan dan melndungi mukosa mulut dan kelenjar submandibularis yang menghasilkan
gabungan dari kelenjar parotis dan sublingualis. Saliva juga mengandung IgA yang akan
menjadi pertahanan pertama terhadapkuman dan virus.
Fungsi penting saliva antara lain, memudahkan poses menelan,mempertahankan
mulut tetap lembab,bekerja sebagai pelarut olekul-molekul yang merangsang indra
pengecap, membantu proses bicara dengan memudahkan gerakan bibir dan lidah dan
mempertahankan mulut dan gigi tetap bersih (Ganong, 2002).
d.      Gigi

Fungsi gigi adalah sebagai penghancur makanan secara mekanik. Jenis gigi di
sesuaikan dengan jenis makanan yang harus dihancurkannya dan prosses
penghancurannya. Pada gigi seri, terdapat di bagian depan rongga mulut berfungsi untuk
memotong makanan yang sedikit lunak dan potongan yang dihasilkan oleh gigi seri
masih dalam bentuk potongan yang kasar, nantinya potongan tersebut akan dihancurkan
sehingga menjadi lebih lunak oleh gigi geraham dengan dibantu oleh saliva sehingga
nantinya dapat memudahkan makanan untuk menuju saluran pencernaan seterusnya. Gigi
taring lebih tajam sehingga difungsikan sebagai pemotong daging atau makanan lain
yang tidak mampu dipotong oleh gigi seri.
3. Faring

Faring merupakan jalan untuk masuknya material makanan, cairan dan udara
menuju ystem in. Faring berbentuk seperti corong dengan bagian atasnya melebar dan
bagian bawahnya yang sempit dilanjutkan sabagai ystem in setinggi vertebrata
cervicalis keenam. Bagian dalam faring terdapat 3 bagian yaitu nasofaring,orofaring dan
laringfaring. Nasofaring adalah bagian faring yang berhubungan ke hidung. Orofaring
terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum sampai ke pinggir atas
ystem ing. Sedangkan laringfaring terletak dibelakang pada bagian posterior laring dan
terbentang dari pinggir atas ystem ing sampai pinggir bawah ystem in cricoidea (Snell,
2006).
3. Laring

Laring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan
nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Sfingter pada laring mengatur pergerakan

7
udara dan makanan sehingga tidak akan bercampur dan memasuki tempat yang salah atau
yang bukan merupakan tempatnya. Sfingter tersebut meupakan ystem ing. Epiglotis
akan menutup jalan masuk udara saat makanan ingin masuk ke ystem in (Snell, 2006).
4.      Esofagus

Esofagus merupakan suatu organ silindris berongga yang terbentang dari


hipofaring hingga kardia lambung fungsinya adalah untuk menghantarkan bahan yang
dimakan. Sfingter mengatur makanan yang bertahan dalam ystem in. Sfingter ystem in
bagian atas dibentuk oleh otot krikofaringeus, secara normal berada dalam keadaan
kontraksi kecuali pada saat menelan. Sfingter ystem in bagian bawah bertindak sebagai
sawar terhadap refluksisi lambung.

Dinding ystem in terdiri atas lapisan mukosa, submukosa, muskularis dan


serosa. Kadar keasaman (Ph) ystem in adalah agak basa dan kurang dapat menoleransi
kandungan asam lambung Deglutinasi atau menelan merupakan suatu aksi fisiologis
kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung dan terjadi dalam
tiga fase. Yang pertama disebut fase oral, yaitu bolus didorong ke belakang oleh gerakan
ystem in lidah. Pada fase faringeal, bolus bergerak melewati ystem ing ke faring
bagian bawah berlanjut ke ystem in. Pada fase ystem in akhir gelombang ystem ing
primer yang dimulai dari faring terus berjalan sepanjang ystem in, mendorong bolus
menuju sfingter ystem in bagian distal. Adanya bolus merelaksasi otot sfingter distal ini
sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung

3. Lambung

Lambung terbagi atas fundus, korpus, dan antrum pilorikum/ ystem .Sfingter
kardia atau sfingter ystem in bawah mengalirkan makanan ke dalam lambung dan
mencegah refluksisi lambung ke dalam ystem in. Sfingter ystem terminal berelaksasi
dan 6 berkontraksi untuk mengalirkan makanan ke duodenum dan mencegah terjadinya
aliran balik isi usus ke dalam jantung Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika
serosa (lapisan luar) merupakan bagian dari ystem ing viseralis. Tunika muskularis
tersusun atas tiga lapisan longitudinal di sebelah luar, lapisan sirkular di tengah dan
lapisan oblik di sebelah kanan. Lapisan ssubmukosa tersusunatas jaringan areolaris

8
longgar yang menghubungkan lapisan muskularis dan mukosa. Lapisan bagian dalam
yaitu lapisan mukosa tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae yang
memungkinkan terjadinya penegangan isi lambung.
Lambung mendapat suplai saraf ekstrinsik dari ystem saraf otonom. Suplai saraf
parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan melalui saraf vagus yang
mencabangkan ramus pastrika, pilorika dan selaka. Persarafan simpatis disuplai melalui
nervus splanchricus mayor dan ganglia selaka. Jaringan saraf ystem in lambung (yang
melanjut ke seluruh saluran gastrointestinal) dibentuk oleh pleksus saraf Auerbach
(mienterikus) dan Meissner yang memudahkan komunikasi dan kordinasi motilitas dan
sekresi gastrointestinal. Misalnya ystem gastrokolik (gelombang ystem ing dalam
kolom yang disebabkan oleh masuknya makanan atau minuman panas ke dalam lambung
kosong) berdasarkan pada persarafan ystem in saluran gastrointestinal.
Fungsi motorik lambung adalah penyimpanan, pencampuran dan pengosongan
makanan semi cair yang tercerna sebagian dicampur dengan ystem lambung. Substansi
ini disebut sebagaii kimus. Kelenjar kardia yang berada dekat orifisium kardia lambung
menyekresi yste. Kelenjar gasstrik yang terletak di fundus dan korpus lambung memiliki
tiga tipe sel, sel parietal menyekresi HCl dan ystem ystem in (penting untuk absorpsi
vitamin B12 di dalam usus halus), sel chief menyekresi pepsinogen yang teraktivasi
menjadi pepsin dalam lingkungan Ph asam, dan sel yste (leher) yang menyekresi yste.
Sel G yang terletak di daerah ystem lambung menyekresi ystem gastrin.
Sekresi lambung terbagi menjadi tiga fase. Yang pertama adalah fase sefalik yaitu ketika
kelenjar lambung terangsang oleh penglihatan, bau, pikiran, atau rasa makanan dan
merupakan 10% dari sekresi asam lambung. Yang kedua adalah fase hormonal atau
ystem merupakan 67% dari sekresi asam lambung. Apabila makanan memasuki
lambung, Ph basa dan peregangan lambung merangsang saraf vagus secara kimiawi
maupun mekanis. Impuls vagus merangsang sel parietal dan sel G untuk melepaskan
gastrin, menyebabkan sekresi HCl dan sekresi pepsinogen. Yang terakhir adalah fase 7
intestinal yang dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum dan sangat
dipengaruhi oleh ystem .

3. Usus Halus

9
Usus halus merupakan usus berbentuk tabung yang kompleks, berlipat-lipat
membentang dari ystem hingga katup ileosekal dan dibagi menjadi duodenum,
jejunum, dan yste. Dua fungsi utamanya adalah pencernaan dan absorpsi zat gizi dan air
yang terdapat dalam makanan yang masuk dalam tubuh. Villi dan mikrovilli merupakan
tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari yang terdapat di seluruh usus halus, srtktur ini
meningkatkan permukaan absorpsi usus sebesar 1000x lipat. Setiap villus terdiri atas
saluran limfe sentral yang disebut sebagai ystem dan dikelilingi oleh kapiler darah.
Makanan yang telah dimakan akan masuk ke dalam ystem dan kapiler vilus.

Enzim terletak pada brush border dan menyelesaikan proses pencernaan saat
proses absorpsi berlangsung. Di sekeliling villus terdapat beberapa sumur kecil yang
disebut sebagai kripte Lieberkuhn. Kripta ini merupakan kelenjar-kelenjar usus yang
menghasilkan ystem mengandung enzim pencernaan. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat yang dimakan dengan ystem ystem i, hepalobiliar, dan sekresi usus
sedangkan pergerrakan ystem ing mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung
laindengan kecepatan yang sesuai untuk terjadinya absorpsi yang optimal dan asupan isi
lambung secara kontinu.

Absorpsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan


protein (gula sederhana, asam lemak, dan asam amino) melalui dinding usus ke sirkulasi
darah dan limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorpsi air,
elektrolit dan vitamin. Absorpsi berbagai zat berlangsung melalui mekanisme ystem in
aktif dan pasif. Absorpsi gula, asam amino dan lemak ystem selesai pada saat kimus
mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar diabsorpsi di dalam
duodenum dan jejunum. Absorpsi kalsium memerlukann vitamin D. Vitamin larut lemak
(A, D,E, K) diabsorpsi dalam duodenum dan memerlukan garam-garam empedu.
Sebagian besar vitamin yang larut air diabsorpsi dalam usus halus bagian atas. Absorpsi
vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui mekanisme ystem in khusus
yang membutuhkan ystem ystem in lambung.

3. Usus Besar (Kolon)

10
Usus besar atau kolon berbentuk saluran maskular berongga yang membentang
dari sekum hingga kanalis ani dan dibagi menjadi sekum, kolon (asendens, transversum,
desendems dan sigmoid) dan ystem. Katup ileosekal mengontrol masuknya kimus ke
dalam kolon, sedangkan otot sfingter eksternus dan internus mengontrol ke luarnya feses
dari kanalis ani. Usus besar secara klinis dibagi menjadi baagian kanan dan kiri
berdasarkan pada aliran darah. Arteria mesenterika superior mendarahi sekum, kolon
asendens dan dua pertiga proksimal kolon transversum (separuh kanan). Arteria
mesenterika inferior mendarahi sepertiga distal kolon transversum yang turun dan kolon
sigmoid serta bagian proksimal ystem (separuh kiri).
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang terpenting adalah absorpsi aair dan
elektrolit. Absorpsi ini sudah ystem selesaai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid
merupakan reservoir untuk massa feses yang terdehidrasi sampai terjadinya defekasi.
Kapasitas absorpsi kolon adalah sekitar 1500 sampai 2000 ml. Bila jumlah ini dilampaui
akibat pengiriman air yang berlebihan dari ileum akan terjadi diare.
13 Sejumlah kecil pencernaan dalam usus besar terutama disebabkan oleh bakteri
dan bukan oleh kerja enzim. Bakteri dalam usus besar menyintesis vitamin K dan
beberapa vitamin B. Selain itu juga terjadi fermentasi bakteri beberapa karbohidrat dalam
kolon. Sekitar 1000 ml flatus kebanyakan dari udara yang tertelan di keluarkan setiap
hari. Ciri khas gerakan usus besar adalah pengadukan haustral. Gerakan meremas yang
tidak progresif ini menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik sehingga memberikan
waktu untuk terjadinya absorpsi. Peristalsis mendorong feses ke dalam ystem dan
menyebabkan peregangan dinding ystem dan aktivitas ystem defekasi.

8.      Rektum dan Anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan


yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ
ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya ystem ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam ystem, maka timbul keinginan untuk buang
air besar (BAB). Mengembangnya dinding ystem karena penumpukan material di dalam
ystem akan memicu ystem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan

11
defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar,
di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode
yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi
dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting
untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana
bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
ystem in. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar– BAB),
yang merupakan fungsi utama anus.

2.2 KELAINAN GASTROINTESTINAL

3. Pengertian gangguan Gastrointestinal

Suatu kelainan atau penyakit pada jalan makanan/pencernaan. Penyakit


Gastrointestinal yang termasuk yaitu kelainan penyakit kerongkongan (eshopagus),
lambung (gaster), usus halus (intestinum), usus besar (colon), hati (liver), saluran empedu
(traktus biliaris) dan ystem i (Sujono Hadi, 2002). Pencernaan makanan ialah suatu
proses biokimia yang bertujuan mengolah makanan yang dimakan menjadi zat-zat yang
mudah dapat diserap oleh selaput-selaput ystem usus, bilamana zat-zat tersebut
diperlukan oleh badan(Sujono Hadi, 2002)

3. Klasifikasi

Menurut Linda Chandranata (2000) Klasifikasi gastrointestinal dibagi menjadi


dua yaitu Gastrointestinal atas seperti gangguan nafsu makan, mual muntah dan
Gastronitestinal bawah yaitu konstipasi, diare. Penyakit gangguan gastrointestinal yang
termasuk yaitu Gangguan ystem in, gangguan lambung dan usus, neoplasma intestinal
dan proses inflamasi, trauma abdomen, gangguan ystem dan billiaris.

3. Patofisiologi

12
Proses pencernaan mulai dengan aktivitas mengunyah dimana makanan dipecah
kedalam partikel kecil yang dapat ditelan dan dicampur dengan enzim- enzim
pencernaan. Makan, atau bahkan melihat, mencium, atau mencicip makanan dapat
menyebabkan ystem ystem . Saliva adalah sekresi pertama yang kontak dengan
makanan. Saliva disekresi dalam mulut melalui kelenjar saliva pada kecepatan kira-kira
1,5 L setiap hari. Saliva juga mengandung yste yang membantu melumasi makanan saat
dikunyah, sehingga memudahkan menelan. Dua pusat dalam inti retikularis ystem
oblongata adalah zona pencetus kemoreseptif yaitu uremia, emesis yang diinduksi oleh
obat, emesis karena radiasi dan pusat yang terintegrasi. Jaras eferen muncul dari ystem
semua tempat tubuh. Jaras vagal adalah sangat penting, tetapi vagotomi tidak
menghilangkan muntah . jaras eferen empatik yang memperantarai muntah berkaitan
dengan distensi abdomen.

Muntah terjadi bila kedua jaras eferen ystem dan ystem i menyebabkan
penutupan ystem , kontraksi diagfragma mempunyai ystem dan relaksi lambung
diikuti oleh kontraksi ystem ing yang berjalan dari lambung tengah keujung insisura
dengan kontraksi abdmen, diagfragma, dan interkosta, muntah berkaitan dengan tanda
dan gejala cetusan otonom. Seamua ada kaitan dengan gangguan traktus
gastrointestinalis, terutama obstruksi, dengan obstruksi tinngi akut menyebabkan muntah
dini. Kekacauan otonom, obat-obatan gangguan psikogenik, dan penelanan bahan-bahan
yang berbahaya merupakan menyebab lain yang sering.

Faktor-faktor yang mengurangi pasokan darah dan penghantar oksigen ke ystem


(renjatan, oklusi ystem i, peningkatan tekanan ystem ing ). Dapat menginduksi
emesis. Obat-obat ystem menghasilkan efeknya melalui stimulasi sentral langsung atau
dengan iritasi mukosa lambung. Pola muntah mendadak, sering kali proyektil tanpa
didahului mual, sangat kuat menunjukkan penyebab sentral. Konsekuensi muntah
ystem in, dengan muntah hebat terjadi hipovolemia, hipokalemia, dan alkalosis
ystem in serta deplesi natrium total.( Linda Chandranata, 2000)

4.      Manifestasi Klinik

Menurut Linda Chandranata (2000), manifestasi klinis gastrointestinal yaitu:

13
a. Keluhan pada mulut, bau mulut yang tidak sedap, atau rasa tidak enak atau rasa
pahit pada mulut, rasa tidak enak pada mulut yang menetap biasanya disebabkan
karena keluhan psikhis.

b. Anoreksia, keluhan nafsu makan menurun dapat ditemukan pada semua penyakit,
termasuk juga penyakit saluran makan.

c. Disfagia, merupakan keluhan yang disebabkan kelainan pada ystem in, yaitu
timbulnya kesulitan pada waktu menelan makanan atau cairan. Kesulitan menelan
terjadi baik pada bentuk makanan padat maupun cairan, terutama bila terjadi refluks
nasa, berarti adanya kelainan saraf (neuromuscular disorder). Kesulitan meneruskan
makanan dari mulut kedalam lambung biasanya disebabkan oleh kelainan dalam
tenggorokan biasanya infeksi atau tumor di oropharynx, larynx, spasme dari oto
cricopharynx. Rasa terhentinya makanan didaerah retrosternal setelah menelan
makanan, biasanya disebabkan kelainan dalam ystem in sendiri, yaitu timbulnya
regurgitasi, refluks asam, rasa nyeri didada yang intermiten, misalnya pada
akhalasia, karsinoma ystem in, spasme yang difus pada ystem in.

d. Nausea, beberapa rangsangan yang dapat menimbulkan rasa mual, rasa mual
diantaranya adalah: rasa nyeri dalam perut, rangsangan labirin, daya ingat yang tak
menyenangkan.

e. Vomitus, timbulnya muntah-muntah sebagai akibat karena kontraksi yang kuat


dari antrum dan ystem dan timbulnya anti ystem ing yang kuat pada antrum
dengan disertai relaksasi dari otot-otot spinghter kardia, disusul melebarnya
ystem in dan menutupnya ystem .

f.   Nyeri tekan, kekakuan, demam, massa yang dapat diraba, bising usus berubah,
perdarahan gastrointestinal, ystem nutrisional, ikterus dan tanda disfungsi hepar.

5.      Komplikasi

Menurut Linda Chandranata (2000)komplikasi dari gastrointestinal adalah:

14
a.       Kanker ystem in, meliputi disfagia,tidak bisa makan dan perasaan penuh di
perut adalah tidak jelas dan dapat dihubungkan dengan beberapa kondisi lain.
Gejala-gejala ini dapat dengan mudah dihubungkan dengan konsumsi tipe makanan
tertentu (pedas, gorengan, dll)

b.      Kanker lambung, rasa tidak nyaman epigastrik, tidak bisa makan dan perasaan
gembung setelah makan.. ini adalah gejala semu yang dengan mud ah dikaitkan
dengan kegagalan lambung.

c.       Kanker ystem i, penurunan barat badan, ikterik dan nyeri daerah punggung
atau epigastrik adalah triad gejala yang umum.

d.      Kanker hepar, nyeri abdomen yang sangat sakit , tumpul, dan pada kuadran
atas kanan, nyeri bersifat terus menerus, mengganggu tidur dan bertambah sakit saat
posisi tidur miring kekanan dan mungkin menyebar keskapula kanan.

e.       Kanker kolorektal, perubahan dalam defekasi, darah pada feses, konstipasi,


perubahan dalam penampilan fesestenesmus, anemia, dan perdarahan ystem
merupakan keluhan utama yang mungkin mengindikasikan adanya kanker
kolorektal.

6.      Penatalaksanaan

Menurut Linda Chandranata (2000), penatalaksanaan penyakit gastrointestinal


yaitu:

a.       Pemeriksaan saluran Gastrointestinal atas, seri gastrointestinal atas


memungkinkan pemeriksa untuk mendeteksi atau melihat adanya ketidakdaruratan
anatomi atau fungsi organ gastrointestinal atas atau sfingter, ini juga membantu
dalam mendiagnosis ulkus, varises, tumor, enteritis regional, dan sindrom
malabsorbsi.

b.      Pemeriksaan saluran gastrointestinal bawah, untuk mendeteksi adanya polip,


tumor, dan lesi lain dari usus besar serta untuk mendemontrasikan adanya anatomi
abnormal atau malfungsi dari usus.

15
c.       Pembedahan.

2.3 EMESIS GRAVIDARUM dan HIPEREMESIS GRAVIDARUM


3. Pengertian

Emesis gravidarum merupakan keluhan umum yang di sampaikan pada kehamilan


muda. Terjadinya kehamilan menimbulkan perubahan hormonal pada wanita karena
terjadi peningkatan hormone estrogen, progesterone, dan dikeluarkannya human
chorionic gonadothropine ( HCG ) plasenta. Hormone-hormon inilah yang diduga
menyebabkan emesis gravidarum.  Terjadi sekitar 65-70% .  disertai muntah ringat, tetapi
tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Gejala klinis emesis gravidarum adalah kepala
pusing, terutama pagi hari, disertai mual dan muntahsampai kehamilan berusia 4 bulan.

Hiperemesis gravidarum adalah suatu keadaan ( biasanya pada hamil muda)


dimana penderita mengalami mual-muntah yang berlebihan, sedemikian rupa sehingga
mengganggu aktivitas dan kesehatan penderita secara keseluruhan. Hiperemesis
gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat habis untuk keperluan energy,
sehingga pembakaran tubuh beralih pada cadangan lemak dan protein. Melalui muntah
dikeluarkan sebagian cairan lambung serta elektrolit natrium, kalium dan kalsium.
Muntah yang berlebihan mengakibatkan cairan tubuh makin berkurang, sehingga darah
menjadi kental (hemokonsentrasi)yang dapat memperlambat peredaran darah yang berarti
konsumsi O2 dan makanan ke jaringan berkurang. Kekurangan makanan dan
O2 kejaringan akan emnimbulkan kerusakan jaringan yang dapat menambahkan beratnya
keadaan janin dan wanita hamil.

Muntah yang berlebihan akan menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler


pada lambung dan esophagus, seingga muntah bercampur darah. Hal tersebut dapat
menimbulkan kekhawatiran wanita  hamil, dan mengagetkan keluarganya. Sekalipun
kejadian muntah dalam bentuk hiperemesis gravidarum tidak banyak dijumpai,
penanganannya memerlukan perhatian yang serius.

16
3. Penyebab

Kejadian hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti. Namun,


beberapa factor predisposisi dapat dijabarkan sebagai berikut :

3. Faktor adaptasi dan hormonal

Pada ibu hamil yang kekekurangan darah lebih sering terjadi hiperemesis
gravidarum yang termasuk dalam ruang lingkup factor adaptasi adalah ibu hamil dengan
anemia, wanita primigravida, dan overdistensi rahim pada kehamilan ganda dan
kehamilan mola hidatidosa. Sebagian kecil primi gravid belum mampu beradaptasi
terhadap hormone estrogen dan gonodotropin korionik, sedangkan pada kehamilan ganda
dan mola hidatidosa, jumlah hormone yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan
terjadinya hiperemesis gravidarum.

3. Faktor psikologis

Hubungan factor psikologis, dengan kejadian hiperemesis gravidarum belum


jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang menolak hamil, takut kehilangan
pekerjaan, keretakan hubungan dengan suami, diduga dapat menjadi factor kejadian
hiperemesis gravidarum. Dengan perubahan suasana dan masuk rumah sakit,
penderitanya dapat berkurang sampai menghilang.

3. Faktor alergi

Pada kehamilan, diduga terjadi invasi jaringan vili korialis yang masuk kedalam
peredaran darah ibu sehingga factor alergi di anggap dapat menyebabkan kejadian
hiperemesis gravidarum. Sekalipun batas antara Muntah yang fisiologis dan patologis
tidak jelas, tetapi muntah yang menimbulkan aktivitas sehari-hari dan dehidrasi ystem
petunjuk bahwa ibu hamil tersebut memerlukan perawatan yang intensif.

3. Patofisiologi

Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya
kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh
psikologik ystem estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari ystem saraf pusat atau

17
akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita
hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan – bulan.

Hiperemesis garavidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada


hamil muda, bila terjadi terus – menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak
seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Mekanisme mual dan muntah
merupakan mata rantai panjang yang dikendalikan oleh keseimbangan antara ystem i,
serotonin, histamine dan estil kolid. Dalam penelitian lebih lanjut mekanisme yang lebih
sederhana tentang bagaimana pengendalian mual dan muntah. Ternyata, menurunnya
serotonin dalam darah akan meningkatkan terjadinya mual dan muntah. Oleh karena itu,
upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menambahkan vitamin B6 atau protein
khususnya triptofan. Makanan dan susu tambahan ibu hamil akan membentuk konsentrasi
serotonin yang cukup dan niasin dalam darah. Fungsi serotonin dan niasin adalah
mencegah berlangsungnya mual dan muntah secara berlebihan yang dapat  mengganggu
keseimbangan elektrolit, dehidrasi, dengan manisfestasi klinis nya sebagai emesis
gravidarum dan dapat berlanjut menjadi hiperemesis gravidarum.

Pada pemerikasaan urine akan dijumpai makin meningkatnya pengeluaran


kynurenic dan xanthurenic. Jika diperhatikan dengan seksama, upaya untuk menurunkan
terjadinya mual dan muntah memerlukan kombinasi yang cukup tinggi antara pemberian
vitamin B6 dan protein khususnya asam amino triptofan.

4.      Tanda Gejala

a.       Mual dan sampai muntah yang terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan,
biasanya menghilang pada akhir waktu tersebut, tapi kadang muncul kembali menjelang
akhir kehamilan .

b.      Mual dan muntah yang terjadi kira-kira mulai 2 minggu sesudah haid tidak datang
dan berlangsung kira-kira selama 6 sampai 8 minggu. Sesudah 12 minggu biasanya
menghilang .

c.       Mual dan muntah yang terjadi pada tribulan pertama kehamilan dan akan berakhir
pada awal tribulan kedua kehamilan (Rustam, 2002).

18
d.      Perasaan mual kadang disertai muntah di pagi hari. Ada yang merasakan siksa ini
hanya dipagi hari, namun tidak jarang yang harus mengalaminya seharian penuh dan
nyaris tidak dapat melakukan aktivitas apapun (Maramis, 2006)

Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 (tiga)
tingkatan yaitu :

3. Tingkatan I :

Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa
lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium.Nadi
meningkat sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit
berkurang, lidah ystem in dan mata cekung.

3. Tingkatan II

Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah
ystem in dan ystem kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata
sedikit ikterus.Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah,
hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan,
karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.

3. Tingkatan III:

Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen
sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun.
Komplikasi fatal dapat terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati
Wemicke, dengan gejala : nistagtnus dan diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat
kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks.Timbulnya ikterus adalah tanda
adanya payah hati.

5.      Penatalaksanaan

a.       Emesis Gravidarum

19
1)      KIE tentang ibu hamil muda yang yst disertai emesis gravidarm akan berangsur-
angsur berkurang sampai 4 bulan

2)      Dinasehtkan bangun tidur secara bertahap sehingga tercapai adaptaptasi aliran darah
menuju saraf pusat

3)      Nasehatkan diet, dianjurkan makan sedikit tapi sering

4)      Obat-obatan tanpa masuk rumahsakit (vitamin B kompleks, mediamer B6 sebagai


vitamin anti muntah)

b.      Hiperemesis Gravidarum

1)      Isolasi

2)      Terapi Psikologik

3)      Cairan

4)      Obat

5)      Penghentian Kehamilan

2.4 DIARE
3. Pengertian

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besardengan bentuk tinja yang encer atau cair.
Menurut WHO (1980), Diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa
jam atau hari. Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja, berbentuk cairan atau
setengah cairan (setengah padat), dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak
dari biasanya (normal : 100-200 ml/jam tinja) (Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi Ketiga,
Penerbit FKUI,  Jakarta, 1998).

20
2.      Penyebab

a.       Infeksi: Virus (Ratovirus, Adenovirus, Norwalk), Bakteri (Shigelia, Salmonella, E.


Coli, Vibrio), Parasit (Protozoa, E. Histolitica, G. Lamblia, Balantidium Coli, Cacing
perut, Ascaris, Trichiuris, Strongilucdes).

b.      Malabsorbsi : Karbohidrat (intoleransi laktosa), lemak dan protein.

c.       Makanan : makanan basi, beracun, alergi atau protein.

d.      Imunodefisiensi

e.       Psikologis : rasa takut dan cemas

3.     Patofisiologi

Meningkatnya mortilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan


akibat gangguan dari ystem dan ekskresi cairan dan elektolit yang berlebihan. Cairan,
sodium, potassium dan bikarbonat berbindah dari rongga ekstraseluler kedalam tinja,
sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis
metabolic, Diare yang terjadi merupakan proses dari transportasi aktif akibat rangsangan
toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal
mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang
masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan
intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan ystem cairan elektrolit.
Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan
elektrolit dan bahan-bahan makanan. Ini terjadi pada sindrom melabsorbsi. Meningkatnya
motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan ystem intestinal

4.      Penatalaksanaan

Cara mengatasi penyakit diare pada bayi

a.       Tetap beri ASI agar tidak dehidrasi . pastikan cairan yang ketubuh bayi adekuat.
ASI diberikan perlahan tapi terus menerus tanpa henti selama sekitar 10-30 menit

b.      Pemberian oralit untuk bayi harus atas petunjuk dari dokter

21
c.       Bila bayi sudah makan , beri dia makanan yang mudah dicerna seperti pisang dan
kentang

2.5 KONSTIPASI

3. Pengertian

Konstipasi adalah buang air besar yang keras/susah buang besar lebih Selama 3 hari atau
lebih. Lebih dari 90 % BBL akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan
sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi,
maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Tetapi harus diingat ketidak teraturan defekasi bukanlah
suatu obstipasi ada bayi yang menyusu pada ibunya dapat terjadi keadaan tanpa defekasi selama
5-7 hari dan tidak menunjukkan ketidak adanya gangguan. Yang kemudian akan mengeluarkan
tinja yang banyak sewaktu defeksasi hal ini masih dikatakan normal. Dengan bertambahnya usia
dan variasi dalam dietnya akan menyebabkan defekasi menjadi lebih jarang dan tinjanya lebih
keras.

3. Penyebab

Penyebab sembelit sering tidak terdeteksi. Hal ini mungkin berhubungan dengan
makanan atau penyakit atau karena kelainan bawaan pada usus besar (sangat jarang terjadi). Bayi
yang diberi ASI jarang mengalami konstipasi/sembelit.

Bayi sangat berbeda dalam kebiasaan buang air mereka. Sembelit berhubungan dengan
keteraturan buang air besar saja, bukan seringnya. Setelah satu atau dua bulan , bayi yang diberi
ASI mungkin akan jarang mengalami gangguan

a.       Hypothyroidisme: Obstipasi merupakan gejala dari dua keadaan yaitu kretinisme


dan myodem. Dimana tidak terdapat cukup ekskresi ystem tiroid semua proses
ystem ing berkurang.

22
b.       Keadaan mental: Faktor kejiwaan memegang peranan penting terhadap terjadinya
obstipasi terutama depresi berat sehingga tidak mempedulikan keinginannya untuk buang
air besar. Biasanya terjadi pada anak 1-2 tahun. Jika pada usia 1-2 tahun pernah buang air
besar keras dan terasa nyeri, mereka cenderung tidak mau buang air besar selama
beberapa hari, bahkan beberapa minggu ssampai beberapa bulan karena takut mengalami
kesukaran lagi. Dengan tertahannya feses dalam beberapa hari/minggu/bulan akan
mengakibatkan kotoran menjadi keras dan lebih terasa nyeri lagi, sehingga anak menjadi
semakin malas buang aiar besar. Anak dengan keterbelakangan mental sulit dilatih untuk
buang air besar.

c.       Penyakit organis: Obstipasi bisa terjadi berganti – ganti dengan diare pada kasus
carcinoma colon dan divericulitis. Obstipasi ini terjadi bila buang air besar sakit dan
sengaja dihindari seperti pada fistula ani dan wasir yang mengalami ystem ing.

d.      Kelainan ystem ing: Adanya penyakit seperti atresia, stenosis. Megakolon


aganglionik congenital (penyakit hirscprung). Obstruksi bolos usus illeus mekonium atau
sumbatan mekonium. Hal ini dicurigai terjadi pada neonatus yang tidak mengeluarkan
mekonium dalam 36 jam pertama.

3.      Patofisiologi

Pada keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong kecuali bila adanya
ystem masa dari kolon yang mendorong feses kedalam rectum yang terjadi sekali atau duakali
sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari ystem defekasi. Dengan
dirasakan arkus aferen menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga terjadilah
defekasi. Mekanisme usus yang ystem terdiri dari 3 faktor :

a.       Asupan cairan yang adekuat.

b.      Kegiatan fisik dan mental.

c.       Jumlah asupan makanan berserat.

Dalam keadaan normal, ketika bahan makanan yang kan dicerna memasuki kolon, air dan
elektrolit di ystem melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada

23
perubahan bentuk feses dari bentuk cair menjadi bentuk yang lunak dan berbentuk. Ketika feses
melewati rectum, feses menekan dinding rectum dan merangsang untuk defekasi. Apabila anak
tidak mengkonsumsi cairan secara adekuat, produk dari pencernaan lebih kering dan padat, serta
tidak dapat dengan segera digerrakkan oleh gerakan ystem ing menuju rectum, sehingga
penyerapan terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin kering, padat dan sudah dikeluarkan
serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit ini menyebabkan anak malas atau tidak mau buang air
besar yang dapat menyebabkan kemungkinan berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila
anak kurang beraktivitas, menurunnya ystem ing usus dan lain-lain. Hal tersebut
menyebabkan sisa ystem ing berjalan lambat yang kemungkinan. Penyerapan air yang
berlebihan.

4.      Penatalaksanaan

Penilaian pada saat melakukan manajemen kebidanan:

a.       Penilaian asupan makanan dan cairan

b.      Penilaian dari kebiasaan usus (Kebiasaan pola makan

c.       Penilaian penampakan stress emosional pada anak, yang dapat mempengaruhi pola
defekasi bayi

Penatalaksanaan

a.       Mencari penyebab

b.      Menegakkan kembali kebiasaan defekasi yang normal dengan memperhatikan gizi,


tambahan cairan dan kondisi psikis

c.       Pengosongan rectum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakkan kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rectum biasa dengan disimpaksi
digital, enema minyak zaitun, laksativa. yang harus diperhatikan apakah anak kurang
minum cairan ystem ing biasanya atau makan lebih banyak makanan padat yang bisa
mengakibatkan sembelit

24
BAB II
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
1. Saluran pencernaan atau disebut juga dengan saluran gastrointestinal (GI), adalah saluran
panjang yang masuk melalui tubuh dari mulut ke anus. Saluran ini mencerna, memecah
dan menyerap makanan melalui lapisannya ke dalam darah. Gangguan ystem
gastrointestional diantaranya emesis gravidarum, hiperemesis gravidarum, konstipasi dan
diare.
2. Emesis Gravidarum Terjadinya kehamilan menimbulkan perubahan hormonal pada
wanita karena terjadi peningkatan hormone estrogen, progesterone, dan dikeluarkannya
human chorionic gonadothropine ( HCG ) plasenta.
3. mual dan muntah secara berlebihan yang dapat  mengganggu keseimbangan elektrolit,
dehidrasi, dengan manisfestasi klinis nya sebagai emesis gravidarum dan dapat berlanjut
menjadi hiperemesis gravidarum.
4. Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena
frekuensi satu kali atau lebih buang air besardengan bentuk tinja yang encer atau cair.

3.2 SARAN

1. Mahasiswa diharapkan mampu menambah wawasan ystem gastrointestional melalui


internet maupun jurnal terbaru.
2. Kita sebagai manusia yang termasuk makhluk hidup, setelah mendapatkan ilmu yang
dipelajari melalui makalah ini, kita jadi mengetahui begitu banyak proses penting yang
terjadi di dalam tubuh kita

25
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E, J, 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ester, Monica. 2009. Keperawatan Medikal Bedah: Pendekatan Sistem Gastrointestinal. Jakarta:

EGC.

Manoppo, Jeanette. 2019. Gangguan Sistem Gastrointestinal. Manado: Universitas Sam

Ratulangi Manado

Pardede, Sudung. 2012. Gangguan Gastrointestinal Pada Anak Dengan Gagal Ginjal Stadium

Akhir. Majalah Kedokteran FK UKI Vol XXVIII No 3. Depok: Universitas


Indonesia

http://repository.maranatha.edu/2676/3/0910132_Chapter1.pdf

26

Anda mungkin juga menyukai