Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH EVIDENCE BASED DALAM PELAYANAN KEBIDANAN

Pemantauan Penilaian Kemajuan Persalinan ( Partograf )


dan Pemantauan Ibu Dan Janin

Dosen Pengampu : Dewi Nopiska Lilis SST, M.Keb

Nama Kelompok:
1. Ira Puspita
2. Emilsy Maya
3. Riri Andaluci
4. Risty Andaluci

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI DIV KEBIDANAN ALIHJENJANG
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua. Alhamdulillah berkat kerja keras dengan petunjuk dan ridha-Nya kami
berhasil menyelesaikan Makalah Kelompok Evidence Based Pelayanan Kebidanan dengan
judul Pemantauan Penilaian Kemajuan Persalinan (partograph) dan Pemantauan Ibu dan
janin. Penulis sangat berterimakasih kepada seluruh pihak yang membantu dalam
penyelesaian makalah ini terutama kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang ikut
serta dalam mendukung terselesaikannya makalah ini. Dalam pembuatan makalah ini, Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan meskipun penulis telah berusaha semaksimal
mungkin dalam penulisan makalah ini namun kesempurnaan hanya milik Allah SWT.Oleh
karena itu, untuk kesempurnaan makalah ini penulis mengharapkan segala kritik dan saran
pembaca yang bersifat membangun. Semoga ini dapat bermanfaat bagi pembaca dari semua
kalangan.dan juga semua pembaca dapat memahami isi dari makalah ini sehingga dapat
dimengerti.

Jambi, September 2021

PENULIS
BAB I

PENDAHULUAN

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), salah satu persyaratan penting untuk
mencegah kematian ini adalah penyediaan perawatan oleh penolong persalinan terampil
sebelum, selama, dan setelah melahirkan [4]. Perawatan penolong persalinan yang terampil
perlu tersedia di semua tingkat sistem kesehatan untuk mengurangi keterlambatan rujukan ke
tingkat perawatan yang lebih tinggi jika masalah diperkirakan akan muncul atau memang
muncul selama persalinan.

Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan penggunaan partograf secara


universal selama persalinan untuk pemantauan persalinan rutin, dan membantu penyedia
layanan kesehatan dalam mengidentifikasi kemajuan yang lambat dalam persalinan, dan
untuk membuat keputusan yang lebih baik untuk diagnosis dan manajemen persalinan lama
dan macet [16, 17]. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memproduksi dan
mengesahkan partograf dengan tujuan untuk meningkatkan manajemen persalinan dan
mengurangi morbiditas dan mortalitas ibu dan janin [1].
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Partograf

Partograf adalah alat untuk mencapai informasi yang didasarkan pada


observasi/riwayat dan pemeriksaan fisik ibu dalam proses persalinan serta merupakan alat
utama dalam mengambil keputusan klinik, khususnya pada persalinan kala I. (Depkes RI,
2007). Dalam partograf ini memiliki garis tindakan dan peringatan untuk merangsang
dimulainya intervensi tambahan oleh penolong persalinan terampil yang memantau kemajuan
persalinan [6]. Partograf merupakan alat yang efektif untuk memantau kemajuan persalinan.
Ketika digunakan secara efektif, ini mencegah persalinan macet, yang merupakan penyebab
utama kematian ibu dan bayi, terutama di negara berkembang [7-9]. Secara global,
diperkirakan bahwa persalinan macet terjadi pada 5% kehamilan dan menyumbang sekitar
8% kematian ibu [10-12].

Partograf merupakan catatan grafis yang menunjukkan kemajuan persalinan serta


perincian yang relevan dari ibu dan janin. Pedoman pemantauan persalinan seperti partograf
didasari dari observasi oleh Friedman dalam teorinya mengenai persalinan.  Pada tahun 1954,
ia memperkenalkan konsep partogram oleh kurva secara grafis yang memperlihatkan dilatasi
serviks terhadap waktu.[1–4]

Friedman membagi tahap pertama persalinan menjadi fase laten dan fase aktif.  Fase
aktif terdiri atas fase percepatan (akselerasi), fase dilatasi maksimal dan fase kurangnya
kecepatan (deselerasi).[1-4] Partograf yang paling sering digunakan di Indonesia  adalah
partograf yang dimodifikasi oleh WHO pada tahun 2000.

B. TUJUAN PENGGUNAAN PARTOGRAF

 Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan memeriksa


pembukaan serviks berdasarkan pemeriksaan dalam.
 Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal dan dengan
demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus
lama. Hal ini merupakan bagian penting dari proses pengambilan keputusan
klinik pada persalinan kala I.
  Dokumentasi proses persalinan dan kelahiran dari kala I, II, III, IV dan bayi
baru lahir.
 Melaksanakan aspek pencatatan (dokumentasi) dari lima benang merah dalam
asuhan persalinan normal.

C. Tehnik

Teknik pencatatan partograf terbukti secara signifikan membantu dalam kelancaran


persalinan dan mengurangi angka operasi sectio caesarea. Dokumentasi partograf yang tidak
baik dapat mempengaruhi hasil akhir dalam praktik klinis. Pencatatan partograf terkadang
sulit bagi beberapa dokter karena memakan waktu untuk melengkapi namun bukti
menunjukkan bahwa petugas kesehatan lainya seperti perawat dan bidan dapat membantu
untuk melengkapi partograf secara efektif.[1,9]

Dokumentasi yang diselaraskan secara universal membantu setiap petugas kesehatan untuk
mengerti cara membaca partograf dan jika didokumentasikan dengan tepat serta konsisten
akan memberikan hasil yang efektif dalam membantu proses persalinan , berikut ini
merupakan poin-poin dalam pencatatan partograf.[1,9]

D. Poin-poin Partograf

1. Informasi ibu yang meliputi;

1. Nama

2. Informasi kehamilan (GPA)

3. Rekam medis

4. Tanggal dan waktu rawat

5. Waktu pecahnya ketuban

2. Kondisi janin dimonitor dari;

1. Denyut jantung janin

2. Warna air ketuban

3. Molase atau penyusupan kepala janin

3. Kemajuan persalinan yang dipantau melalui;

1. Pembukaan serviks
2. Penurunan bagian terbawah janin

3. Kontraksi uterus

4. Kondisi ibu dinilai dari;

1. Denyut nadi, tekanan darah dan suhu

2. Urin yang mencakup volume urin, protein dan aseton

5. Terdapat kolom khusus untuk pencatatan pemberian obat-obatan, cairan infus


dan oksitosin[1,3]

D. Jenis Partograf menurut WHO

WHO meluncurkan inisiatif safe motherhood, sejak saat itu WHO telah menerbitkan tiga
jenis partograf yang berbeda.

1. Partograf komposit
mencakup fase laten 8 jam dan fase aktif dimulai pada pembukaan serviks 3
cm. Memiliki garis waspada dengan kemiringan 1 cm/jam dan garis aksi 4 jam
ke kanan dan sejajar dengan garis waspada. Ini juga menyediakan ruang untuk
merekam penurunan kepala janin, kondisi ibu, kondisi janin dan obat-obatan
yang diberikan (Gbr. 1)

  
Drag image to reposition. Double click to magnify further.
 

2. Partograf Modifikasi

WHO memodifikasi partograf pada tahun 2000, fase laten dikeluarkan, dan

fase aktif dimulai pada pembukaan serviks 4 cm [4]. Fitur lainnya tetap sama.

Alasan untuk mengecualikan fase laten adalah lebih banyak kemungkinan

intervensi karena fase laten berkepanjangan yang didiagnosis secara berlebihan.

Ada juga kesulitan yang dilaporkan dalam mentransfer dilatasi dari fase laten

ke fase aktif (Gbr. 2).


3. Partograf Sederhana

WHO selanjutnya memodifikasi partograf untuk ketiga kalinya. Partograf yang

disederhanakan ini diberi kode warna. Area di sebelah kiri garis peringatan berwarna

hijau mewakili kemajuan normal. Area di sebelah kanan garis aksi berwarna merah

menunjukkan kemajuan yang sangat lambat. Area antara garis waspada dan garis

tindakan berwarna kuning yang menunjukkan perlunya kewaspadaan yang lebih besar

[5] Dalam uji coba yang dilakukan di Vellore, partogram yang disederhanakan dinilai

lebih ramah pengguna dibandingkan partogram komposit (Gbr. 3).


E. Cara Pencatatan Partograf

1. Merekam Informasi Tentang Ibu

Melengkapi informasi bagian atas pada partograf secara teliti. Perhatikan kemungkinan ibu
datang pada fase laten. Seluruh informasi tersebut berupa informasi ibu seperti nama dan
informasi kehamilan. Informasi rekam medis juga tersedia pada kolom atas partograf.
Tanggal dan waktu kedatangan serta pencatatan waktu jika selaput ketuban pecah.[1]

2. Kondisi Janin

Tepat dibawah informasi tentang ibu terdapat bagian untuk pencatatan denyut jantung janin
(DJJ), air ketuban dan penyusupan tulang kepala janin (Molase).[1]
 Denyut Jantung Janin (DJJ)

Setiap satu kotak kecil menunjukan waktu 30 menit. Pencatatan DJJ ialah setiap 30 menit
pada persalinan yang dianggap normal, namun penambahan frekuensi pemeriksaan DJJ dapat
ditambah sesuai indikasi. Tandai DJJ dengan memberi tanda titik pada garis yang sesuai
dengan angka denyut jantung janin. Kemudian hubungkan titik tersebut pada titik berikutnya
dengan garis lurus. DDJ berkisar 100-180 kali/menit, ditandai dengan garis tebal pada
partograf. Waspadai kurang dari 120 (bradikardi) dan diatas 120 (takikardi).[1]

 Air Ketuban

Pencatatan kondisi ketuban setiap melakukan pemeriksaan ditandai dengan lambang sebagai
berikut;

U: Utuh, selaput ketuban masih utuh

J: Jernih, selaput ketuban pecah dan air ketuban

M: Mekonium, air ketuban bercampur dengan feses bayi

D: Darah, air ketuban bercampur darah

K: Kering, tidak didapatinya cairan ketuban

 Penyusupan Tulang Kepala Janin (Molase/Molding).


Pencatatan penyusupan antar tulang kepala janin berada tepat di bawah kolom air ketuban,
pemeriksaan ini dilakukan setiap 4 jam sekali. Pencatatan penemuan menggunakan lambang-
lambang berikut ini:

0: Sutura terpisah

1: Tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan

2: Sutura tumpang tindih tetapi masih dapat diperbaiki

3: Sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki

Molase merupakan indikator yang memberikan gambaran kepada petugas medis dalam
mengetahui seberapa sanggup kepala bayi menyesuaikan diri dengan tulang panggul ibu.
Semakin besar nilai tumpang tindih antara tulang kepala menunjukan
risiko disproporsi kepala panggul (CPD). Apabila ada dugaan CPD maka penting untuk
memantau kondisi janin dalam kemajuan persalinan.[1]

3. Kemajuan Persalinan
Pada kolom berikutnya setelah pencatatan kondisi janin merupakan kolom kemajuan
persalinan yang terdiri dari pembukaan serviks dan penurunan bagian terbawah janin.

 Pembukaan Serviks

Pada kolom besar kedua pada partograf adalah grafik dimana pencatatan kemajuan dilatasi
serviks ditandai dengan tanda ‘X’. Angka 0-10 dapat terlihat di sebelah kiri kolom. Angka
tersebut masing-masing mewakili dilatasi sebanyak 1 cm. Di sepanjang bawah grafik terdapat
angka 0-24 yang menyatakan jam. Pada ibu yang datang saat fase aktif, pencatatan dilatasi
serviks ditandai pada garis waspada. Jika persalinan berjalan dengan baik, maka pencatatan
titik “X” biasanya berada pada sebelah kiri garis waspada.[1,5]

 Penurunan Bagian Terbawah Janin

Pada kolom yang mencatat penurunan bagian terbawah janin angka 1-5 disesuaikan dengan
metode perlimaan. Pencatatan ini didokumentasikan menggunakan lambang ‘O’. Lakukan
pemeriksaan leopold terlebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan VT (Vaginal Toucher)
atau pemeriksaan dalam karena kaput besar dapat memberikan penilaian yang salah.[1]
Hal yang perlu diperhatikan pada kolom ini saat memonitor dilatasi serviks adalah jika
penandaan X mulai bergerak kearah kanan kolom. Karena jika penandaan pembukaan serviks
mengarah kearah garis bertindak yang berjarak 4 jam dari garis waspada maka hal ini dapat
menunjukan adanya keadaan yang menyulitkan persalinan.[1,3]

 Kontraksi Uterus

Kolom kontraksi uterus berada tepat di bawah kolom untuk pencatatan penurunan bagian
terbawah janin. Pencatatan kolom kontraksi uterus dilakukan setiap 30 menit sekali selama
10 menit. Selama 10 menit petugas medis akan mencatat berapa kali kontraksi yang terjadi
selama 10 menit serta berapa lama kontraksi dalam hitungan detik.[1] Pencatatan
menggunakan simbol sebagai berikut;

1. Tandai kotak dengan titik-titik untuk hasil kontraksi yang berlangsung selama <20
detik.

2. Tandai kotak dengan garis-garis untuk hasil kontraksi yang berlangsung selama 20-40
detik

3. Arsir penuh kotak untuk hasil kontraksi yang berlangsung selama >40 detik[1]

4. Kondisi Ibu

Pada kolom pencatatan kondisi ibu, denyut nadi yang diperiksa selama 30 menit. Tekanan
darah dan suhu diperiksa setiap 4 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium urin juga dicatat
dalam partograf, pemeriksaan meliputi produksi urin, adanya aseton atau protein. Berikut
merupakan simbol khusus pada kolom partogram untuk pemeriksaan kondisi ibu.[1]

“∙”: Simbol pencatatan denyut nadi ibu

“∧”: Simbol pencatatan tekanan darah sistolik ibu

“∨”: Simbol pencatatan tekanan darah diastolik ibu

5. Kolom Khusus Tersedia untuk Pencatatan Terapi Pemberian seperti Oksitosin dan
Pemberian Obat-obatan serta Cairan Infus.

Sebagai follow up partograf, partograf dapat mengidentifikasikan distosia persalinan seperti


persalinan yang lama dan persalinan yang macet. Perubahan grafik pada partograph terlihat
dari dokumentasi pembukaan serviks pada partograf yang berada diantara garis waspada dan
bertindak, atau dokumentasi sudah memotong garis bertindak [1,3,4]. Persalinan tidak
adekuat yang terlihat dari partograph tersebut berupa pola-pola berikut ini;

1. Protraction disorder atau perkembangan persalinan yang lebih lambat dari normal


2. Arrest disorder atau terhentinya proses kemajuan persalinan
3. Persalinan presipitatus yaitu persalinan berlangsung sangat cepat yang berlangsung
kurang dari 3 jam[1]

Kriteria untuk protraction disorder dibagi menjadi 2 yaitu dilatasi serviks dan desensus


(penurunan).
 Dilatasi Serviks

Kurang dari 1,2 cm/jam untuk primipara

Kurang dari 1,5 cm/jam untuk multipara

 Desensus atau Penurunan

Kurang dari 1cm pada primipara

Kurang dari 2cm pada multipara

Kriteria untuk arrest disorder juga dibagi menjadi tidak ada dilatasi dan tidak ada penurunan
 Tidak Ada Dilatasi

Tidak adanya pembukaan selama lebih dari 2 jam pada nulipara dan multipara

 Tidak Ada Penurunan


Tidak adanya penurunan selama 1 jam atau lebih pada nulipara dan multipara.[1]

F. Pedoman Klinis
Pedoman klinis yang perlu diketahui pada prosedur partograf adalah sebagai berikut;
1. Mengetahui pentingnya pengamatan melalui partogram.

Partograf atau merupakan gold standard alat bantu untuk memantau persalinan secara


universal. Pemantauan dengan menggunakan partograf dapat menyelamatkan hidup ibu dan
janin dengan mengidentifikasi dan segera bertindak saat komplikasi persalinan yang dapat
mengancam jiwa seperti persalinan macet terjadi.[1,2]

Indikasi partograf merupakan hal sederhana yang harus diketahui oleh tenaga medis yang
berhubungan langsung dengan ibu hamil untuk memonitor persalinan. Indikasi partograf
digunakan untuk mengetahui serta mencegah keterlambatan dan dapat secara dini mengambil
keputusan yang dapat menyelamatkan ibu dan janin.[2,3]

G. Indikasi partograf 

1. Semua wanita hamil dalam proses persalinan tanpa memperhatikan tempat


melahirkan. WHO merekomendasikan penggunaannya partogram secara universal
sebagai alat yang diperlukan untuk memonitor persalinan

2. Semua wanita hamil dalam proses persalinan fase aktif. Berdasarkan partograf yang
telah dimodifikasi oleh WHO pada tahun 2000, pencatatan dimulai saat fase aktif
yaitu pada saat serviks mengalami 4 cm dilatasi[1-5]

 Komplikasi prosedur partograf dapat dihindari jika adanya pemerataan pengetahuan


dalam pengisian partograf. Partograf merupakan alat yang penting untuk petugas
kesehatan yang menangani persalinan guna untuk mengidentifikasikan baiknya proses
persalinan atau masalah patologis. Peran penting partograf digunakan untuk
memonitor ketepatan waktu persalinan dan pengambilan tindakan sesuai indikasi
yang diperlukan agar komplikasi dapat dihindar.[8,10]
 Komplikasi dapat dihindari jika pencatatan dan interpretasi yang benar dilakukan.
Selama persalinan ibu dan anak memiliki resiko yang mengancam jiwa. Jika prosedur
partograf tidak didokumentasi dengan efektif dan memiliki interpretasi yang salah
dapat meningkatkan komplikasi kehamilan yang sebenarnya dapat dicegah atau
diobati sedini mungkin.[8,10]
 Komplikasi lainya dari partograf adalah pengambilan tindakan secara berlebihan yang
sebenarnya dapat dicegah. Pelatihan untuk petugas kesehatan haruslah pada bagian
pengisian dan pengambilan keputusan berdasarkan partogram seperti detail kapan
permulaan pencatatan, kapan mengambil keputusan dan kapan membuat referral.
[1,8,10]Kontraindikasi prosedur partograf terdapat terhadap beberapa keadaaan
kehamilan. Beberapa keadaan tersebut menghalangi petugas medis untuk
mengumpulkan data partograf. Salah satu contoh adalah pencatatan saat dilatasi
serviks merupakan salah satu komponen penting dari partograf dan hal ini diperiksa
melalui pemeriksaan dalam. Pemeriksaan dalam tidak bisa dilakukan pada beberapa
kasus kehamilan sehingga pengumpulan data partograf tidak bisa dilakukan secara
lengkap.[6-8]

H. Kontra Indikasi
Beberapa keadaan yang memiliki kontraindikasi dengan prosedur partograf adalah:
 Perdarahan antepartum: tidak memungkinkan untuk mendapatkan data seperti dilatasi
serviks, penurunan bagian terbawah janin dan pemeriksaan air ketuban

 Intrauterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam rahim


 Ibu hamil yang sudah menjalani 2 kali operasi sectio caesarea elektif
 Kelainan letak seperti presentasi bokong (frank breech)
 Prolaps tali pusat

 Kehamilan gemeli[7,8,9]

Edukasi pasien untuk prosedur partograf adalah kerjasama yang baik antara ibu dengan
petugas kesehatan yang menangani persalinan. Pasien akan diamati dengan pengamatan
secara rutin seperti denyut nadi, tekanan darah dan jantung janin. Pengamatan ini juga
dilakukan dilakukan secara interval. Agar berjalan dengan baik pemberitahuan jadwal
pengamatan dapat diberitahukan kepada pasien.[11]
Pemantauan Ibu Dan Janin
Beberapahal yang harus dipantau oleh tenaga kesehatan dalam menghadapi persalinan antara
lain yaitu:
Keadaan ibu meliputi nadi, TD, suhu dan urine (volume kadar protein dan aseton), serta obat-
obatan dan cairan IV yang diberikan. Sedangkan keadaan janin yang di pantau yakni
Frekuensi denyut jantung. Warna, jumlah dan lamanya ketuban pecah serta moulage kepala
janin.
PEMANTAUAN KONDISI IBU
1. NADI
Pengukuran denyut nadi dilakukan untuk mengetahui jumlah detak jantung per menit. Selain
itu, pengukuran ini juga dapat mengetahui ritme detak jantung dan kekuatan detak jantung.
Nilai denyut nadi yang normal untuk orang dewasa adalah 60-100 kali per menit. Namun,
denyut dapat lebih rendah atau tinggi dari rentang normal sehabis berolahraga, sedang sakit,
cedera, atau ketika mengalami kondisi psikologis yang tidak stabil.

Dalam pemantauan persalinan nadi ibu dipantau setiap 30 menit sekali.


2. TEKANAN DARAH
Mengukur tekanan darah adalah salah satu pengukuran tanda-tanda vital yang sudah familiar.
Hasil pengukuran tekanan darah, akan ditulis dalam dua angka, seperti 120/80 mmHg. Angka
120 menunjukan angka sistolik sedangkan angka 80 merupakan angka diastolik. Sistolik
merupakan angka yang memperlitahkan ukuran tekanan di pembuluh darah (arteri) jantung,
saat jantung berdetak dan memompa darah keluar dari jantung.Sementara itu, diastolik
merupakan angka yang mengukur tekanan di arteri saat jantung berada pada posisi istirahat,
di antara detakan. Angka 120/80 mmHg merupakan ukuran tekanan darah normal. Berikut ini
rentang nilai tekanan darah yang menandakan adanya gangguan kesehatan.
• Tekanan darah rendah
Seseorang dikatakan memiliki tekanan darah rendah apabila tensinya teraba pada angka
90/60 mmHg atau kurang. Bagi beberapa orang, tekanan darah tersebut memang tidak
menimbulkan masalah.Namun, jika pada tekanan darah tersebut Anda merasakan gejala lain
seperti pusing, mual, keringat dingin, hingga pingsan, segeralah memeriksakan diri ke dokter.
• Tekanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi dibagi ke dalam beberapa tingkat, yaitu pra-hipertensi, tingkat 1, dan
tingkat 2.

 Pra-hipertensi. Seseorang dikatakan berada pada tingkat pra-hipertensi apabila hasil


pengukuran tekanan darahnya menunjukkan angka sistole sebesar 120-129,
sedangkan diastolenya kurang dari 80.
 Tingkat 1. Kondisi ini terjadi jika tekanan sistole tercatat pada angka 130-139 dan
diastole pada angka 80-89.
 Tingkat 2. Jika tekanan sistole tercatat pada angka 140 atau lebih dan diastole 90 atau
lebih, tekanan darah tinggi masuk pada tingkat 2. 

Dalam pemantau ibu bersalin, tekanan darah ini di periksa setiap 2 jam sekali.

3. SUHU

Ukuran suhu tubuh seseorang dapat berbeda, tergantung dari:

 Jenis kelamin
 Aktivitas yang dilakukan
 Makanan dan minuman yang dikonsumsi
 Cuaca
 Siklus menstruasi pada wanita

Untuk orang dewasa yang sehat, temperatur tubuh yang normal dapat berkisar antara 36,5
derajat Celcius hingga 37,2 derajat Celcius. Pengukuran temperatur tubuh dapat dilakukan
dengan bermacam cara, seperti:

 Secara oral atau melalui mulut


 Melalui rektal atau anus
 Dengan menjepit termometer di ketiak
 Melalui telinga
 Dengan menempelkan termometer pada kulit dahi
 Secara internal, melalui pengukuran suhu di organ dalam seperti kerongkongan,
jantung, atau kandung kemih.

Seseorang dikatakan demam apabila suhu tubuhnya meningkat sekitar satu derajat dari
rentang suhu tubuh yang normal. Sementara itu, seseorang dikatakan hipotermia apabila suhu
tubuhnya kurang dari 35 derajat Celcius. Dalam pemantauan ibu bersali, suhu ini dipantau
setiap 2 jam sekali.

4. URIN

Pada saat pemantauan persalinan, sangat penting untuk memperhatikan jumlah urin yg
dikeluarkan oleh sang ibu. Karena hal tersebut dapat mempengaruhi proses persalinan.
Adapun standard pengeluaran urin pada orang dewasa yaitu

Dalam pemantauan persalinan urine di periksa setiap 2 jam sekali.


PEMANTAUAN KONDISI JANIN
1. DETAK JANTUNG JANIN
Denyut jantung janin perlu dipantau, terutama pada saat proses persalinan dan sesaat
setelah bayi lahir dengan menggunakan peralatan khusus. Tujuan pemantauan ini
adalah untuk membantu mendeteksi perubahan pola detak jantung selama proses
persalinan berlangsung. Pola detak jantung yang terlalu cepat atau terlalu lambat
menandakan kemungkinan adanya masalah pada janin, seperti kekurangan oksigen.
Meski belum ada kesepakatan bersama, pedoman dunia internasional menyatakan
bahwa normal denyut jantung janin yang direkomendasikan adalah 110-150 denyut
per menit atau 110-160 denyut per menit. Namun di lain sisi, sebuah penelitian
menyatakan bahwa detak jantung janin yang normal berkisar antara 120-160 denyut
tiap menit. Data itu sendiri didapat dari penelitian tahun 2000-2007 di Jerman. Dalam
pemantauan detak jantung janin, ketika terlihat adanya perubahan pola detak jantung,
maka langkah-langkah penanganan dapat diambil untuk mengantisipasi atau
mengatasi sumber permasalahan, serta menentukan metode persalinan yang terbaik
bagi janin.

Metode Pemantauan Detak Jantung Janin


Berdasarkan alat yang digunakan, ada dua macam cara yang bisa dilakukan untuk memantau
detak jantung janin, yaitu:

 Auskultasi
Cara pertama untuk memonitor detak jantung janin adalah dengan metode auskultasi,
yaitu menggunakan stetoskop khusus(funanduskop). Metode ini terbilang aman
karena minim risiko atau efek samping. Dengan mengandalkan stetoskop khusus,
dokter dapat mendengar masalah terkait detak jantung janin. Dengan metode ini pula,
beberapa hal terkait jantung yang bisa didengarkan seperti bagaimana suara jantung
janin, seberapa sering berdetak, dan seberapa keras berdetak.

 Pemantauan jantung janin secara elektronik


Cara kedua untuk memantau detak jantung janin adalah dengan alat pemantau
elektronik. Alat ini akan digunakan selama masa kehamilan hingga saat kelahiran
bayi. Selain memantau detak jantung janin, alat ini berguna juga untuk mengetahui
kekuatan dan durasi kontraksi rahim. Ada dua cara menggunakan alat pemantauan
elektronik, di antaranya:

- Pemantauan eksternal, yaitu pemantauan yang menggunakan alat gelombang suara


(ultrasound) Doppler untuk memeriksa apakah detak jantung janin terlalu cepat atau terlalu
lambat. Jika diperlukan, dokter juga bisa melakukan tes menggunakan sabuk bersensor guna
menghitung berapa kali detak jantung janin bertambah cepat selama 20 menit. Ketika Ibu
hendak bersalin, dokter juga bisa menggunakan alat yang disebut kardiotokografi
(CTG) untuk mengetahui detak jantung janin dan pola kontraksi rahim ibu.
- Pemantauan internal, yaitu pemantauan yang hanya bisa dilakukan jika kantong ketuban
sudah pecah. Pemantauan internal dilakukan dengan memasukkan kabel bersensor ke dalam
rahim melalui vagina. Kabel inilah yang nantinya akan ditempelkan ke kepala janin untuk
mengukur detak jantungnya. Setelah pemasangan, pemantauan akan dilakukan secara terus
menerus. Akan tetapi, cara ini belum tersedia di Indonesia.
Hanya karena pola detak jantung janin abnormal, bukan berarti langsung dinyatakan bahwa
calon buah hati memiliki gangguan kesehatan tertentu. Dokter akan memerlukan hasil
pengamatan dari aneka tes lainnya, guna memastikan hal tersebut. Jika dokter berhasil
menemukan adanya gangguan kesehatan, maka tindakan selanjutnya adalah menemukan
penyebabnya. Jika gangguan tidak bisa teratasi dan dapat mengganggu kelahiran bayi, maka
biasanya bayi akan segera dilahirkan melalui operasi caesar, ekstraksi vakum,
maupun forceps. Pemantauan detak jantung janin ini dilakukan setiap 30 menit sekali pada
saat kala 1 fase laten, dan 15 menit sekali pada saat kala 1 akhir fase aktif.
 Pemantauan Ketuban Janin

 Pemantauan Moulage Kepala Janin


;

BAB III
PENUTUP

Partograf merupakan lembaran form dengan berbagai grafik dan kode yang
menggambarkan berbagai parameter untuk menilai kemajuan persalinan. Gambar partograph
dinyatakan dengan garis tiap parameter ( vertical) terhadp garis perjalanan waktu
(horizontal).
Dengan menggunakan partograf pada setiap menolong persalinan, perawat dapat
mendeteksi masalah dan penyulit sesegera mungkin, menatalaksana masalah dan merujuk ibu
dalam kondisi gawat darurat, sehingga terjadinya kematian ibu dapat dicegah dan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi akibat persalinan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dalal AR, Purandare AC. The Partograf in Childbirth: An Absolute Essentiality or a Mere
Exercise? Journal Obstetrics and Gynecology of India. 2018; 68(1): 3–14. doi:
10.1007/s13224-017-1051y. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5783902

2. Chouhan YS, Sharma A, Megha Agrawal M. A Randomized Comparative Study Of


Progress Of Labour And Fetal Outcome Of Delivery Amongst Spontaneous Versus
Induced Labour In Term Pregnancy Primi Gravida Of Using Modified WHO
Partograph In The Department Of Obstetrics And Gynecology Sms Medical College,
Jaipur. International Journal of Medical and Biomedical Studies. 2018: 75. Volume 3,
Page No. 88-93.
https://www.ijmbs.info/index.php/ijmbs/article/view/806/638
3. Mandiwa C, Zamawe C. Documentation of the partograph in assessing the progress of
labour by health care providers in Malawi’s South-West zone. Mandiwa and Zamawe
Reproductive Health (2017) 14:134. DOI 10.1186/s12978-017-0401-7
https://link.springer.com/article/10.1186/s12978-017-0401-7

4. Partograph utilization as a decision-making tool and associated factors among


obstetric care providers in Ethiopia: a systematic review and meta-analysis (nih.gov)
https://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7640697

Anda mungkin juga menyukai