Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Asuhan Kebianan Pada Kehamilan
Disusun Oleh :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya
penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu menyelesaikan
makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan dengan
judul “Kehamilan Dengan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Andi Asrina, S.ST., M.Keb
selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan yang telah memberikan
bimbingan, arahan, serta motivasi.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
tugas yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. ii
Daftar Isi............................................................................................................................. 1
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 3
2.3 Peran Bidan Dalam Meningkatkan Dukungan Psikosial Ibu Hamil ........... 5
1
3.1 Simpulan ..................................................................................................... 15
3.2 Saran ............................................................................................................ 15
2
BAB I
PENDAHULUAN
KDRT hampir selalu terjadi di sekeliling kita. Setiap hari selalu ada pemberitaan
mengenai KDRT yang terjadi baik di televisi maupun media masa. Dalam keseharian,
banyak suami yang melakukan kekerasan pada istrinya, baik secara fisik, psikis, verbal,
seksual maupun ekonomi. Perlakuan kekerasan tersebut sudah tidak lagi memandang
waktu, tempat, dan keadaan istri. Beberapa kasus kekerasan bahkan dilakukan ketika istri
sedang hamil atau baru beberapa saat melahirkan.
Berdasarkan studi di banyak negara, 4-12 % ibu hamil dilaporkan dipukul selama
kehamilan, lebih dari separuh ibu hamil ini telah ditendang perutnya. Para wanita yang
melaporkan kekerasan fisik dan seksual yang dialaminya lebih sedikit daripada yang
tidak melapor. Di Indonesia, menurut catatan Mitra Perempuan, hanya 15,2% perempuan
yang mengalami KDRT menempuh jalur hukum, sedangkan mayoritas (45,2%)
memutuskan pindah rumah dan 10,9% memilih diam.
3
seksual selama hamil 7% dan kekerasan emosional selama hamil 10% (Hakimi, et al,
2001).
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
Menurut Nichols dan Humanick (2000), dukungan psikososial dapat mencegah stres
pada ibu hamil yang diberikan oleh pasangannya dan meningkatkan kepercayaan ibu
pada saat persalinan serta menurunkan kejadian depresi postpartum. Selama kehamilan
ibu membutuhkan bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya seperti
menyiapkan makanan, mencuci, belanja. Mereka juga membutuhkan dorongan,
penghargaan dan pernyataan bahwa ia adalah ibu yang baik (Murray, Mc. Kinney &
Gorrie, 2000). Dalam proses penyesuaian menjadi ibu, ibu sangat rentan terhadap
gangguan emosi terutama selama kehamilan, proses persalinan dan pasca persalinan
(Alfiben, Wiknjosastro & Elvira, 2000).
5
2.4 Gangguan Emosional (Perilaku Kekerasan) pada Ibu Hamil
Konstitusi UUD 1945 Pasal 28G ayat 1 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, martabat, dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”. Selanjutnya dalam
Pasal 28H ayat 2 diatur bahwa “Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan
dan keadilan”. Ketentuan-ketentuan tersebut sejalan dengan prinsip Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (DUHAM, 1948) yang menyatakan bahwa “semua orang dilahirkan
bebas dan dengan martabat yang setara”. Akan tetapi bagi perempuan, kebebasan,
martabat dan kesetaraan masih sering dilanggar, baik oleh hukum yang berlaku maupun
oleh ketentuan adat dan tradisi yang berlaku bagi perempuan. Kekerasan terhadap
perempuan merupakan tindakan pelanggaran hak-hak asasi manusia terhadap perempuan.
Tidak salah apabila tindakan ini oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai sebuah
6
kejahatan kemanusiaan. Tindakan ini antara lain mencakup pelecehan seksual, kekerasan
dalam rumah tangga, perkosaan serta ingkar janji (Aripurnami, 2000).
2.6 Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Teori siklus kekerasan dalam rumah tangga dikemukakan oleh Walker (1979) yang
dikutip oleh LKP2 (2003):
1. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut.
7
2. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah
tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu.
Kekerasan ekonomi adalah berupa menelantarkan orang yang menjadi tanggung
jawabnya atau mengakibatkan ketergantungan ekonomi terhadap seseorang atau
membatasi/ melarang bekerja,sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Karakteristik kekerasan ekonomi meliputi tidak diberi nafkah, diberi nafkah tetapi
kurang, harta bersama tidak dibagi, eksploitasi kerja, dan lain-lain.
2.8 Faktor Risiko Terjadinya KDRT
1. Faktor individual
Laki-laki yang melakukan penyerangan kepada istrinya menunjukkan
ketergantungan emosional, harga diri rendah dan ketidakmampuan mengendalikan
emosional.
2. Faktor hubungan
Penyebab terjadinya kekerasan adalah konflik perkawinan atau perselisihan
hubungan. Perselisihan verbal secara signifikan diikuti oleh kekerasan secara fisik
pada istri.
3. Faktor komunitas/lingkungan
Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap masalah KDRT, karena dianggap
masalah keluarga.
4. Faktor ekonomi
Biasanya kemiskinan, yang menyebabkan laki-laki stres, frustasi dan perasaan tidak
mampu/gagal dalam hidup.
5. Faktor sosial/ masyarakat
Perempuan diposisikan lebih rendah daripada laki-laki secara sosial, ekonomi, status
hukum, yang seringkali membuat kesulitan bagi perempuan keluar dari KDRT.
2.9 Dampak KDRT Bagi Ibu Hamil
Trauma fisik maupun psikis ibu hamil tentu berimbas pada gangguan pertumbuhan dan
perkembangan janin, seperti:
a. Cacat pada janin, seperti bibir sumbing dan kelainan tulang belakang,
b. Gangguan mental seperti down syndrom (ADHD) dan autisme,
c. Keguguran (abortus) pada janin,
d. Bayi lahir prematur dengan berat bayi lahir kurang,
e. Bahkan ketika bayi sudah lahir, kondisi trauma mental pada ibu hamil akan
menyebabkan gangguan pertumbuhan ketika sudah besar anak akan mengalami
8
kesulitan belajar, mudah gelisah dan ketakutan, serta hiperaktif. Hal ini dikarenakan
ketika ibu hamil stres terjadi perubahan neurotransmitter di otak yang memengaruhi
sistem neurotransmitter janin melalui plasenta.
Disamping itu, terjadi peningkatan produksi neural adrenalin, serotin, dan gotamin
yang masuk ke peredaran darah janin dan memengaruhi sistem sarafnya. Selain itu,
selama hamil calon ibu harus menjaga emosinya dengan baik. Kekerasan fisik dan
psikis yang dialami ibu hamil bisa berdampak pada kesehatan bayi yang
dikandungnya. Bayi yang dilahirkan dari ibu yang mengalami kekerasan akan rentan
mengalami gangguan psikis seperti sering mimpi buruk, gampang terkejut, mudah
terganggu suara bising, menghindari kontak fisik, dan sulit merasa gembira.
Hasil penelitian dari para ahli dari Michigan yang mengatakan bahwa kekerasan
fisik dan emosional yang dialami ibu hamil akan meninggalkan trauma pada bayi
dan gejala tersebut muncul pada setahun pertama usia bayi. Menurut Levendosky,
kekerasan saat hamil bisa mengubah sistem respon stres ibu, meningkatkan level
hormon kortisol, sehingga level kortisol pada bayi ikut meningkat. Hal ini bisa
menjelaskan mengapa bayi-bayi itu setelah lahir mengalami masalah emosional.
BAB III
KASUS
9
Jakarta - Menikah bukanlah perkara mudah, seringkali yang tak siap mental membawa
petaka di rumah tangga. Kisah ini diambil dari sebuah trit di Twitter seorang wanita bernama
Riya dengan akun @pentolzzz. Ia menceritakan kehidupan rumah tangga sahabatnya, Dilla.
Riya mengunggah foto percakapannya dengan Dilla lewat chat. Saat itu, Dilla tengah
hamil besar. Ia mengadu ke Riya lewat direct message di Instagram setelah mengalami
KDRT. Ia dipukuli suaminya, Daud. Ternyata, itu bukan kali pertama Daud melayangkan
tangannya ke tubuh Dilla. Sang suami sering memukul Dilla ketika ia bersalah. Tak cuma itu,
nomor telepon dan akun media sosial Dilla semuanya diblokir.
Riya pun heran, ia menyarankan Dilla untuk mengadu ke mertua. Namun, sedihnya Dilla
juga ternyata dibenci oleh mertuanya. Ini karena pengaruh sang suami, ceritakan hal buruk
Dilla pada orang tuanya.
"Mau ngadu mertua, mertua juga enggak senang sama aku Ri. Gimana enggak mau
peduli, dia (Daud) aja sering bicarain aku sama orang tuanya. Apa enggak tambah dipojokkan
aku di sana?" tulis Dilla.
Dilla juga mengaku sudah cukup taat dengan suami, jaga kehormatan sebagai wanita. Ia
juga tak pernah macam-macam saat menikah, pun tak pernah chat dengan lawan jenis.
"Aku digimanain manut aja, meski dikata-katain sama mertuaku, Ri, aku bertahan demi
suamiku di Lumajang. Aku pulang minta jemput gara-gara Bapak sama Ayah bertengkar
gara-gara masalah ini. Ayahnya bilang kalau Daud sudah enggak betah sama Dilla. Bapakku
enggak terima Ri pas aku dijemput," jelas Dilla.
Bagian pedihnya, diceritakan Dilla, sang suami sering main game hingga jam 2 malam.
Masuk kamar ketika Dilla sudah tidur. Dilla yang sedang hamil besar juga tak disentuh.
Ia ingin pijatan karena kesakitan, namun sang suami menolak. Apa pun yang Dilla
keluhkan, dianggap seperti anak kecil. Padahal sudah sewajarnya ibu hamil butuh perhatian
lebih apalagi dari pasangannya.
Saat ngidam pun tak dituruti. Dilla juga tak bisa ke mana-mana karena kandungannya
lemah. Sementara Dilla diabaikan, sang suami asyik selingkuh. Ia mengantar makanan hingga
ke Jember bersama wanita lain.
10
"Cewek itu enggak minta padahal dan dia enggak bilang kalau punya istri. Parahnya lagi
adik iparku yang ngenalin cewek itu ke suamiku. Adik iparku bilang, 'Aku enggak tega lihat
masku stres gara-gara mbak,'" ujar Dilla.
Dilla juga ceritakan selama ini suami tak menafkahinya. Barang-barangya juga dijual
oleh suami. Dilla masih bingung kenapa suaminya bisa stres. Ditambah, sudah ketiga kali
sang suami mendekati wanita lain tanpa ngaku sudah punya istri.
Saat pergoki pertama kali, Dilla malah digebuki. Bajunya sampai robek, tubuhnya
memar. Tak tega mendengar kisah sahabatnya, Riya pun menyarankan Dilla untuk segera
bercerai dengan Daud.
"Udah cukup kamu dibuat sakit, udah cukup dia bikin berantakan hidup kamu, karir
kamu, pendidikan kamu. Stop ya stop plis jangan diterusin lagi, Dil," kata Riya.
Tak lama setelah Dilla melahirkan, rupanya Dilla masih bersikukuh untuk rujuk dengan
suaminya. Ia merasa tak bisa lepas. Namun Riya kembali meyakinkan untuk tetap cerai demi
kebaikan anak Dilla, Fatimah.
Dilla terpaksa harus bekerja untuk menghidupi dirinya dan putrinya, Fatimah. Gajinya
hanya cukup untuk beli susu dan popok. Sementara sang suami masih tak mau mengajukan
gugatan cerai.
Begitu sampaikan ingin rujuk, Dilla malah diminta kembali ke Lumajang. Padahal si
kecil Fatimah masih belum cukup umur untuk diajak berpergian.
"Aku ngerasa direndahin banget pas bilang gitu. Malah dia juga bilang kita serumah tapi
aku enggak ada perasaan apa-apa lagi sama kamu. Jujur sakit sama aku ditahan," kata Dilla.
Dilla pun juga memberikan foto percakapannya dengan sang suami pada Riya. Dalam
percakapan Dilla melontarkan kalimat ketus dan pertanyaan bertubi-tubi, kenapa tega seorang
suami dan juga ayah menelantarkan keluarga kecilnya, hanya memikirkan kepentingannya
sendiri.
Dilla kini bertahan menjadi single mother dan bekerja demi putrinya, Fatimah.
Sementara itu, ia tak pedulikan suami. Ia hanya ingin suami menceraikannya dengan baik-
baik.
Ia juga berterima kasih pada Riya karena ceritanya menjadi pelajaran dan banyak simpati
tertuju padanya.
11
"Aku kira dengan statusku gini aku dikucilkan dan dipandang sebelah mata. Ternyata
aku salah. Riya kamu baik banget. Terima kasih semuanya, aku jadi lebih semangat lagi buat
bangkit dan nata kembali mimpi-mimpi aku," ujarnya.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Menjalankan kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam
kondisi hamil. Perempuan berisiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah tangga
dari pasangannya selama kehamilan. American College of Obstetricians and Gynecologists
(ACOG) mengatakan bahwa lebih dari 320.000 wanita dilecehkan oleh pasangnnya selama
kehamilan setiap tahunnya.
UCSF Health mengatakan bahwa KDRT saat hamil dapat memiliki peluang lebih
tinggi mengalami cedera pada rahim, keguguran, bayi lahir prematur, lahir mati, serta
perdarahan. Risisko buruk akibat KDRT juga dapat terjadi pada bayi yakni bayi dengan berat
badan rendah saat lahir, mengalami kesulitan menyusu, memiliki masalah tidur, menjadi
lebih sulit untuk terhibur, mrmiliki masalah belajar berjalan, berbicara, dan belajar secara
normal, atau bahkan mengalami trauma emosional yang abadi.
Faktor penyeybab terjadinya KDRT terhadap istri dalam kasus ini adalah berhubunan
dengan kekuasaan suami dan diskriminasi gender di keluarga. Dalam keluarga dan
masyarakat suami meiliki otoritas, memiliki pengaruh terhadap istri dan angota keluarga yang
lain, suami juga berperan sebaai pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara
suami dan istri dalam masyrakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan
diyakini sebagai ketentuan agama. Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang
yang memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap sitri
juga dipengaruhi oleh penguasaan suami dalam sistem ekonomi, hal ini mengakibatkan
masyarakat memandang pekerjaan suami lebih bernilai.
Faktor kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan konflik merupakan faktor
dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini dilakukan
sebagai bentuk pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena tidak
dipenuhinya keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh anggapan
bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia menjadi penurut.
Selain itu faktor kekerasan juga dapat disebabkan oleh adanya perselingkuhan dengan wanita
lain. Untuk menutupi perbuatannya, maka suami akan balik memarahi istrinya agar
perbuatannya tersebut tidak diketahui.
Perlindungan hukum untuk korban KDRT diatur dalam UU nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Definisi Kekerasan dalam Rumah
Tangga (KDRT), sebagaimana dikemukakan alam Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang
13
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah setiap perbuatan
terhadap seeorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dal lingkup rumah tangga.
14
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Menjalankan kehidupan rumah tangga bukanlah hal yang mudah, apalagi dalam
kondisi hamil. Perempuan berisiko lebih besar mengalami kekerasan dalam rumah
tangga dari pasangannya selama kehamilan. American College of Obstetricians and
Gynecologists (ACOG) mengatakan bahwa lebih dari 320.000 wanita dilecehkan oleh
pasangnnya selama kehamilan setiap tahunnya.
Faktor kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan konflik merupakan faktor
dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga. Biasanya kekerasan ini
dilakukan sebagai bentuk pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun kekecewaan karena
tidak dipenuhinya keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini didasari oleh
anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras agar ia
menjadi penurut. Selain itu faktor kekerasan juga dapat disebabkan oleh adanya
perselingkuhan dengan wanita lain. Untuk menutupi perbuatannya, maka suami akan
balik memarahi istrinya agar perbuatannya tersebut tidak diketahui. Sedangkan
perlindungan hukum untuk korban KDRT diatur dalam UU nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
5.2 Saran
1. Perlunya keimanan dan ahlak yang baik serta berpegang teguh dengan ajaran aama,
aar terhindar dari perbuatan yang tercelah sehingga setiap permasalahan yang terjadi
dalam keluarga dapat terselesaikan dengan baik tanpa harus melakukan tindakan
yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
2. Di dalam keluarga harus ada komunikasi yang baik antara suami dan istri, sehingga
dapat tercipta keluara yang harmonis, jika dalamkeluarga tidak ada komunikasi yang
baik maka akan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.
3. Bagi korban KDRT seharusnya dapat berbagi dengan angota keluarga, dan teman
yang dianggap mampu untuk menjaga dan membantu memecahkan masalah yang
dialaminya, atau melapor ke pihak yang berajib mengenai apa yang dialaminya.
4. KDRT cendrung akan semakin keras dan semakin sering dilakukan maka jangan
pernah takut untuk melapor kepada pihak yang berwenang yaitu pihak kepolisian.
15
DAFTAR PUSTAKA
Desember 2021.
Handayani, T.L. (2006). Pengaruh Kekerasan Fisik, Psikologis, Ekonomi, dan Seksual
Harmono, S dan Diatri, H. (2008). Kekerasan Dalam Rumah Tangga: Dampaknya Terhadap
Safari, F. R. (2015). Dampak Psikologis Pada Ibu Yan Mengalami Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) Pada Masa Kehamilan Di Kota Kisaran Tahun 2014. Akbid Ibtisam
Aulia, Kisaran.
16
17