Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

Asuhan Kebidanan Pada Gangguan Kecemasan Masa Nifas

(Psikologi Kehamilan, Persalinan Dan Nifas)


Dosen Pengampu Mata Kuliah
Dr. Dr. Saidah Syamsuddin. Sp. KJ (K)

Disusun Oleh :

Julita Sari : P102201016

Kelas A

PRODI MAGISTER ILMU KEBIDANAN


SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun
dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Gangguan
Cemas Masa Nifas”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat
tantangan dan hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan
itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya.

Kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk


penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata dengan penuh harapan semoga
materi dalam penulisan ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pelayanan
kebidanan di masa yang akan datang.

Makassar, 23 oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan......................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan....................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kecemasan................................................................................... 1
1. Pengertian Kecemasan............................................................. 1
.....................................................................................................

2. Etiologi Kecemasan................................................................. 5
3. Tingkat Kecemasan................................................................. 7
4. Pengukuran Tingkat Kecemasan............................................. 11
E. Penataaksanaan Kecemasan.................................................... 14
B. Masa Nifas.................................................................................. 16
1. Pengertian Masa Nifas............................................................. 16
2. Tahapan Masa Nifas................................................................ 17
3 .Perubahan Psikologi Masa Nifas............................................. 17
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Psikologi Masa Nifas.... 18
C. Asuhan Kebidanan Pada Gngguan Cemas Masa Nifas.............. 20
1. Faktor- Faktor Yang Mempengarugi Gangguan Cemas......... 20
2. Asuhan Kebidanan Pada Gngguan Cemas Masa Nifas.......... 22

iii
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................. 22

B. Saran............................................................................................ 22

Daftar Pustaka 23

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan dan melahirkan adalah kondisi fisiologis yang normal dalam
kehidupan manusia. Hal ini mempunyai arti yang sangat besar dan memberi
kesan mendalam bagi setiap wanita. Pada ibu post partum akan terjadi
kelelahan, perubahan peran, perubahan mood seperti kesedihan dan
kecemasan.Periode postpartum, perubahan dalam kehidupan perempuan yang
membutuhkan berbagai penyesuaian. Periode postpartum menciptakan
banyak tantangan bagi ibu dan dapatmempengaruhi kemampuan mereka
untuk menikmati perawatan bayi mereka. Keprihatinan utama dan kecemasan
perempuan dalam periode post partum adalah perawatan bayi, pemberian
makanan pada bayi/nutrisi anak, merasa tidak mampu, kurangnya waktu
untuk pekerjaan pribadi, kelelahan, luka payudara dan citra negatif dari tubuh
mereka, kurang tidur yang dapat menyebabkan gangguan fisik serta
emosional.
Atkinson dalam Ardiyanto (2012 )menjelaskan Kecemasan atau dalam
Bahasa Inggris “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti
kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan adalah emosi
yang tidak menyenangkan, seperti perasaan tidak enak, perasaan kacau, was-
was dan ditandai dengan istilah kekhawatiran, keprihatinan, dan rasa takut
yang kadang dialami dalam tingkat dan situasi yang berbeda-beda.
Dalam penelitian Shaila,dkk (2016) menunjukkan Prevalensi kecemasan
di populasi umum adalah 2,9%, dengan perempuan dua kali lebih mungkin
terkena dampaknya dibandingkan laki-laki.Pada wanita pascapersalinan,
GAD mungkin lebih umum daripada di antara populasi umum, dengan
prevalensi berkisar dari 4,4% pada sampel berbasis komunitas yang terdiri
dari 68 perempuan hingga 8,2% pada sampel dari 147 perempuan pada 6-8
minggu pascapartum.
Pada masa nifas perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat
penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan

1
pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam
hal memberi pengarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan
psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan
psikologis yang patologis. Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga
bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian
anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Menurut Sheila, dkk (2011) terdapat 4 tingkatan kecemasan yaitu
kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik. Dalam
penatalaksanaan kecemasan diberikan dalam bentik farmakoloi dan non
farmakologi. Bidan mengambil peran dalam penatalaksanaan non
farmakologi yaitu melalui komunikasi terapeutik dan terapi relaksasi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalahnya adalah
bagaimana asuhan kebidanan gangguan cemas pada masa nifas ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui asuhan kebidanan gangguan
cemas pada masa nifas.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi ibu post partum
Menambah wawasan mengenai gambaran tingkat kecemasan pada ibu
post partum sehingga mereka akan dapat mengatasi apabila hal tersebut
terjadi padanya.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan
evaluasi bagi Rumah Sakit untuk menerapkan pendekatan pada ibu
postpartum yang mengalami kecemasan sehingga ibu merasa terbantu.
3. Manfaat bagi Bidan
Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan agar dapat memberikan
perawatan pada ibu post partum yang mengalami kecemasan dengan
pendekatan terapeutik.
4. Manfaat bagi institusi pendidikan

2
Dapat digunakan sebagai bahan referensi
5. Manfaat bagi peneliti
Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengetahuan penulis tentang
kecemasan pada ibu post partum

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Atkinson dalam Ardiyanto (2012)menjelaskan Kecemasan atau
dalam Bahasa Inggris “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus”
yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan
adalah emosi yang tidak menyenangkan, seperti perasaan tidak enak,
perasaan kacau, was-was dan ditandai dengan istilah kekhawatiran,
keprihatinan, dan rasa takut yang kadang dialami dalam tingkat dan
situasi yang berbeda-beda.1
Menurut Husdarta (2010: 73) kecemasan didefinisikan sebagai
suatu perasaan terhadap sesuatu yang ditandai dengan kekhawatiran.
Kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang
kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi
adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang
melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa
ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya
itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.2
Kecemasan Perasaan tidak nyaman yang samar -samar dari
ketidaknyamanan atau ketakutan disertai dengan respon otonom
(sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan khawatir yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Ini adalah
sinyal peringatan yang memperingatkan bahaya yang akan datang dan
memungkinkan individu untuk mengambil tindakan untuk menghadapi
ancaman tersebut. 3

1
Hengki Kumbara (dkk), Analisis Tingkat Kecemasan (Anxiety) Dalam Menghadapi Pertandingan
Atlet Sepak Bola Kabupaten Banyuasin Pada Porprov. Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 17 No.2,
Juli-Desember 2018, (Banyuasin) hal 29
2
Loc. Cit
3
Sheila L. Videbeck, Psychiatric–Mental Health Nursing 5 th Ed, (China, Lippincott Williams &
Wilkins, 2011),hal 230

4
Menurut penelitian (Patimah dkk., 2015) cemas merupakan respon
emosional yang tidak menyenangkan terhadap berbagai macam stressor
baik yang jelas maupun tidak teridentifikasikan yang ditandai dengan
adanya sebuah perasaan takut, khawatir, dan perasaan terancam.4
Gangguan kecemasan didiagnosis ketika kecemasan tidak lagi
berfungsi sebagai sinyal bahaya atau motivasi untuk perubahan yang
diperlukan tetapi menjadi kronis dan menembus sebagian besar
kehidupan seseorang, mengakibatkan perilaku maladaptif dan cacat
emosional
2. Etiologi Kecemasan
Beberapa teori yang mengemukakan faktor pendukung terjadinya
kecemasan menurut Sheila L. Videbeck(2011)5
a. Teori Biologis
1) Teori Genetik

Heritabilitas mengacu pada proporsi kelainan yang dapat dikaitkan


dengan faktor genetik:

a) Heritabilitas tinggi lebih besar dari 0,6 dan menunjukkan


bahwa pengaruh genetik mendominasi.
b) Heritabilitas sedang adalah 0,3 sampai 0,5 dan menunjukkan
pengaruh yang lebih besar dari faktor genetik dan nongenetik.

4
Patimah, I., Suryani. & Nuraeni, A.. Pengaruh Relaksasi Dzikir terhadap Tingkat Kecemasan
Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3
No. 1, April 2015(Garut), hal 19
5
Sheila, op.cit , hal 232-233

5
c) Heritabilitas kurang dari 0,3 berarti bahwa genetika dapat
diabaikan sebagai penyebab utama gangguan tersebut.

Gangguan panik dan fobia sosial dan spesifik, termasuk


agorafobia, memiliki heritabilitas sedang. GAD dan OCD
cenderung lebih umum dalam keluarga, menunjukkan komponen
genetik yang kuat, tetapi masih memerlukan studi yang lebih
mendalam (McMahon & Kassem, 2005). Pada titik ini, penelitian
terkini menunjukkan kerentanan genetik yang jelas atau
kemampuan kerentanan untuk gangguan kecemasan; namun, faktor
tambahan diperlukan agar kelainan ini benar-benar berkembang.

2) Teori Neurokimia
Asam Gamma-aminobutyric ( -aminobutyric acid [GABA])
adalah neurotransmitter asam amino yang diyakini disfungsi
dalam gangguan kecemasan. GABA, penghambat neurotrans
mitter, berfungsi sebagai agen antianxiety alami tubuh dengan
mengurangi rangsangan sel, sehingga menurunkan laju
penembakan saraf. Ini tersedia di sepertiga dari sinapsis saraf,
terutama di sistem limbik dan di lokus ceruleus, area di mana
neurotransmitter norepinefrin, yang merangsang fungsi seluler,
diproduksi. Karena GABA mengurangi kecemasan dan
norepinefrin meningkatkannya, para peneliti percaya bahwa
masalah regulasi neurotransmiter ini terjadi pada gangguan
kecemasan.
Serotonin, neurotransmitter indolamin yang biasanya
terlibat dalam gangguan psikosis dan mood. 5-

6
Hydroxytryptamine tipe 1a berperan dalam kecemasan, dan itu
juga mempengaruhi agresi dan suasana hati. Serotonin diyakini
memainkan peran berbeda dalam OCD, gangguan panik, dan
GAD. Kelebihan norepinefrin dicurigai pada gangguan panik,
GAD, dan gangguan stres pasca trauma (Neumeister, Bonne, &
Charney, 2005).6
b. Teori Psikodinamik
1) Teori Psikoanalitik

Mekanisme pertahanan adalah distorsi kognitif yang


digunakan seseorang secara tidak sadar untuk mempertahankan
rasa mengendalikan situasi, mengurangi gangguan, dan
mengatasi stres. Karena mekanisme pertahanan muncul dari alam
bawah sadar, orang tersebut tidak sadar menggunakannya.
Beberapa orang terlalu banyak menggunakan mekanisme
pertahanan, yang menghentikan mereka dari mempelajari
berbagai metode yang tepat untuk menyelesaikan situasi yang
menimbulkan kecemasan. Ketergantungan pada satu atau dua
mekanisme pertahanan juga dapat menghambat pertumbuhan
emosi, menyebabkan keterampilan pemecahan masalah yang
buruk, dan menciptakan kesulitan dalam hubungan. 7

2) Teori Interpersonal
Teori memandang kecemasan sebagai hasil dari masalah
dalam hubungan interpersonal. Kecemasan timbul dari perasan
takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan
interpersonal. Pada orang dewasa, kecemasan muncul dari
kebutuhan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan norma dan

6
Sheila, op.cit , hal 233
7
Sheila, op.cit , hal 234

7
nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi tingkat kecemasan,
semakin rendah kemampuan berkomunikasi dan memecahkan
masalah serta semakin besar peluang terjadinya gangguan
kecemasan.8
3) Teori Behaviour
Para ahli teori perilaku memandang kecemasan dapat
terjadi melalui pengalaman. Sebaliknya, orang dapat mengubah
atau "melupakan" perilaku melalui pengalaman baru. Para ahli
percaya bahwa orang dapat memodifikasi perilaku yang maladaptif
tanpa mendapatkan informasi tentang penyebabnya. Mereka
berpendapat bahwa perilaku mengganggu yang berkembang dan
mengganggu kehidupan seseorang dapat dipadamkan atau
dihilangkan dengan pengalaman baru yang dipandu oleh terapis
terlatih.9
3. Tingkat Kecemasan
Menurut Sheila L. Videbeck (2011) dalam buku Psychiatric–Mental
Health Nursing 5th Ed, kecemasan memiliki empat tingkatan yaitu ringan,
sedang, berat, dan panik. Setiap level menyebabkan perubahan fisiologis
dan emosional.
a. Kecemasan ringan
Perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan memerlukan
perhatian khusus. Sehingga memusatkan perhatian untuk belajar,
memecahkan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi dirinya sendiri. Kecemasan ringan sering kali memotivasi
orang untuk membuat perubahan atau terlibat dalam aktivitas yang
diarahkan pada tujuan. Misalnya, membantu siswa untuk fokus
belajar untuk ujian. 10
1) Reaksi Psikologi
a) Bidang persepsi yang luas
8
Sheila, op.cit , hal 234
9
Sheila, op.cit , hal 234
10
Sheila, op.cit , hal 228

8
b) Gelisah
c) Peningkatan motivasi
d) Pemecahan masalah yang efektif
e) Kemampuan belajar yang meningkat
f) Iritabilitas (peka terhadap rangsangan)

2) Reaksi Fisiologi

a) Indra yang dipertajam


b) "Kupu-kupu di perut"
c) Kesulitan tidur
d) Hipersensitivitas terhadap kebisingan

b. Kecemasan sedang
Perasaan gelisah bahwa ada sesuatu yang salah dimana
seseorang menjadi gugup atau gelisah. Dalam kecemasan sedang,
klien masih dapat memproses informasi, memecahkan masalah, dan
mempelajari hal-hal baru dengan bantuan dari orang lain untuk
memusatkan kembali perhatian dan mengarahkannya kembali ke
tugas yang ada.11
1) Reaksi Psikologi
a) Bidang tugas perseptual dipersempit Perhatian selektif
b) Tidak dapat menghubungkan pikiran atau peristiwa secara
mandiri
c) Peningkatan otomatisme

11
Sheila, op.cit , hal 228

9
2) Reaksi Fisiologi
a) Ketegangan otot
b) Diaphoresis (keringat dingin)
c) Jantung berdebar kencang
d) Sakit kepala
e) Mulut kering
f) Kecepatan bicara lebih cepat
g) Sakit perut
h) Sering buang air kecil

c. Kecemasan Berat
Keterampilan kognitif menurun secara signifikan. Seseorang
dengan kecemasan yang berat mengalami kesulitan berpikir dan
12
bernalar.
1) Reaksi Psikologi
a) Bidang persepsi direduksi menjadi satu detail atau tersebar
detailnya
b) Tidak dapat menyelesaikan tugas
c) Tidak dapat memecahkan masalah atau belajar secara efektif
d) Perilaku yang diarahkan untuk menghilangkan kecemasan dan
biasanya tidak efektif
e) Tidak menanggapi pengalihan
f) Merasa takut
g) Mudah tersinggung dan marah
h) Menangis
2) Reaksi Fisiologi
a) Sakit kepala yang parah
b) Mual, muntah, dan diare

12
Sheila, op.cit , hal 228

10
c) gemetar
d) sikap kaku
e) Vertigo
f) Pucat
g) Takikardia
h) Nyeri dada

d. Panik
keterampilan kognitif menurun secara signifikan, lonjakan
adrenalin sangat meningkatkan tanda-tanda vital. Pupil membesar
dan satu-satunya proses kognitif berfokus pada pertahanan orang
tersebut.
1) Reaksi Psikologi
a) Tidak dapat memproses rangsangan lingkungan apa pun
b) Persepsi terdistorsi
c) Kehilangan pemikiran rasional
d) Tidak dapat mengenali potensi bahaya
e) Tidak dapat berkomunikasi secara lisan
f) Kemungkinan delusi dan halusinasi
g) Kemungkinan bunuh diri

2) Reaksi Fisiologi
a) Peningkatan tekanan darah dan nadi
b) Benar-benar tidak bergerak dan bisu
c) Pupil membesar
d) Melarikan diri
e) Berkelahi

11
Sumber: Psychiatric–Mental Health Nursing 5th Ed
Gambar : Levels of Anxiety

4. Pengukuran Tingkat Kecemasan


Tingkat kecemasan dapat diukur dengan pengukuran skor
kecemasan menurut alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton
Anxiety Rating Scale).13

13
Sheila, op.cit , hal 238

12
Sumber: Psychiatric–Mental Health Nursing 5th Ed
Gambar : Levels of Anxiety
Menurut skala HARS terdapat 14 gejala yang nampak pada
14
individu yang mengalami kecemasan.
a. Perasaan ansietas berupa cemas, firasat buruk, takut akan pikiran
sendiri, mudah tersinggung.
b. Ketegangan berupa perasaan yang tegang, lesu, gelisah, mudah
terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah
c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal
sendiri dan terhadap binatang besar.
d. Gangguan tidur berupa kesukaran untuk tidur, terbangun di malam
hari, tidur tidak pulas, bangun dengan lesu dan mimpi buruk dan
menakutkan.

14
Kristina. Pengaruh Kegiatan Mewarnai Pola MANDALA Terhadap Tingkat Kecemasan
Mahasiswa Akademik Keperawatan Dirgahayu Samarinda, Vol.2 No.1. Mei 2017, hal 13

13
e. Gangguan kecerdasan berupa sukar konsentrasi dan penurunan daya
ingat.
f. Perasaan depresi berupa hilangnya minat, berkurangnya kesenangan
pada hobi, sedih, bangun dini hari dan perasaan yang cenderung
berubah-ubah sepanjang hari.
g. Gejala somatik: sakit dan nyeri pada otot-otot dan kaku, kedutan otot,
gertakan gigi dan suara tidak stabil.
h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka
merah dan pucat serta merasa lemah.
i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi semakin
cepat, perasaan lesu atau lemas seperti mau pingsan dan detak jantung
hilang sekejap.
j. Gejala respiratori: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering
menarik napas panjang dan merasa napas pendek dan sesak.
k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, berat badan menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas
di perut, konstipasi
l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing,
amenorrhea, ereksi lemah atau impotensi.
m. Gejala otonom: mulut kering, mudah berkeringat, pucat, muka merah,
bulu kuduk berdiri, pusing atau sakit kepala.
n. Perilaku selama wawancara: gelisah, tangan gemetar, mengkerutkan
dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas cepat
dan cepat, pupil melebar, menelan, bersendawa.
Pertanyaan – pertanyaan dalam kuesioner HARS memiliki skala 0-
5 diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4
(severe). Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai
dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

14
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Nilai rata-rata yang diperoleh responden selanjutnya
diklasifikasikan berdasarkan rentang nilai level tingkat kecemasan
a. Skor 0 – 14 = tidak ada kecemasan
b. Skor 15 – 20 = kecemasan ringan
c. Skor 21 – 27 = kecemasan sedang
d. Skor 28 – 41 = kecemasan berat
e. Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali
5. Penatalaksanaan Kecemasan

a. Penatalaksanaan Farmakologi

Perawat dapat merujuk klien ke psikiater atau ke perawat


psikiatri praktik lanjutan untuk diagnosis, terapi, dan pengobatan,
kecemasan jangka pendek dapat diobati dengan obat anxiolytic.
Sebagian besar obat ini adalah benzo diazepin, yang biasanya
diresepkan untuk mengatasi kecemasan. Benzodiazepin memiliki
potensi penyalahgunaan dan ketergantungan yang tinggi, sehingga
penggunaannya harus dalam jangka pendek, idealnya tidak lebih dari
4 hingga 6 minggu. Obat-obatan ini dirancang untuk meredakan
kecemasan sehingga orang tersebut dapat menangani secara lebih

15
efektif krisis atau situasi apa pun yang menyebabkan stres.15

Farmakoterapi pada periode perinatal harus mendukung


pengobatan dengan transmisi paling sedikit ke plasenta dan dengan
metabolit aktif minimal. Dosis harus dimulai serendah mungkin dan
harus dinaikkan sesuai kebutuhan. Monoterapi lebih disukai jika
memungkinkan. Contohnya, pemberian antidepresan dan
benzodiazepin.16

b. Penatalaksanaan Non Farmakologi

Pertama dan terpenting, perawat harus menilai tingkat


kecemasan orang tersebut karena hal itu menentukan intervensi apa
yang mungkin efektif.

1) Kecemasan ringan

15
Sheila, op.cit hal 231
16
Shaila Misri,Jasmin Abizadeh. Perinatal Generalized Anxiety Disorder: Assessment and
Treatment. Journal of women’s health Vol 24, No 9. 2015, hal 764

16
Pada tingkat kecemasan ini klien tidak memerlukan
intervensi langsung. Klien dengan kecemasan ringan dapat belajar
dan memecahkan masalah dan bahkan sangat ingin mendapatkan
informasi. Edukasi bisa menjadi sangat efektif bagi klien17

2) Kecemasan sedang

Pada tingkat kecemasan ini, perhatan klien bisa saja tidak


fokus, dan klien berpotensi mengalami kesulitan berkonsentrasi
seiring waktu. Perawat bisa berbicara dalam kalimat yang singkat,
sederhana, dan mudah dimengerti. Perawat perlu mengarahkan
klien kembali ke topik jika klien keluar dari topik. Kemudian ajari
klien untuk menggunakan teknik relaksasi18

3) Kecemasan berat

17
Sheila, op.cit hal 228
18
Sheila, op.cit hal 228

17
Klien tidak lagi dapat memperhatikan atau menerima
informasi. Tujuan perawat harus menurunkan tingkat kecemasan
orang tersebut menjadi sedang atau ringan sebelum melanjutkan
dengan hal lain. Penting juga untuk tetap bersama orang tersebut
karena kecemasan cenderung memburuk jika dia dibiarkan
sendiri. Jika orang tersebut tidak dapat duduk diam, berjalan
bersamanya sambil berbicara bisa efektif. Berbicara dengan
klien dengan suara rendah dan tenang dapat membantu. Bantu
klien menarik napas dalam-dalam dapat membantu menurunkan
kecemasan. 19

4) kecemasan tingkat panik

Pada tingkat ini keselamatan klien menjadi perhatian


utama. Dia tidak dapat melihat potensi bahaya dan mungkin tidak
memiliki kapasitas untuk berpikir rasional. Perawat harus tetap
berbicara dengan orang tersebut dengan cara yang menghibur,
meskipun klien tidak dapat memproses apa yang dikatakan
perawat. Pergi ke lingkungan yang tenang dan jauh dari
kebisingan dapat membantu mengurangi kecemasan. Perawat
dapat meyakinkan orang tersebut bahwa kecemasan ini akan
berlalu, dan bahwa ia berada di tempat yang aman. Ajari klien
untuk menggunakan teknik relaksasi. Perawat harus tetap

19
Sheila, op.cit hal 229

18
bersama klien sampai kepanikan mereda. Kecemasan tingkat
panik tidak berlangsung terus-menerus tetapi dapat berlangsung
selama 5–30 menit.20
Perawat tetap bersama klien untuk membantu
menenangkannya dan menilai perilaku dan kekhawatiran klien.
Setelah mendapatkan perhatian klien, perawat menggunakan
suara yang menenangkan dan memberikan arahan singkat untuk
meyakinkan klien bahwa dia aman:

“John, lihat sekeliling. Aman, dan aku di sini bersamamu. Tidak ada yang akan
terjadi. Tarik napas dalam-dalam. "

B. Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Menurut Suherni (2017), masa nifas (puerperium) adalah masa
pulih kembali dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas
ini yaitu 6 – 8 minggu.21
Masa nifas (puerperium) adalah masa kembalinya organ reproduksi
seperti keadaan sebelum hamil dalam waktu enam minggu setelah
melahirkan (Nirwana, 2011:59). Dalam masa nifas, ibu nifas akan
mengalami adaptasi fisiologis, psikologis dan adaptasi sosial. Namun,

Sheila, op.cit hal 229


20

21
Nurun Ayati Khasanah, Wiwit Sulistyawati. Asuhan Nifas dan Menyusui. Surakarta : CV.
Kekata Group. 2017, hal 1

19
tidak semua ibu nifas bisa melewati adaptasi masa nifas dengan lancar.
Ibu nifas bisa saja mengalami gangguan psikologis masa nifas.22
2. Tahapan Masa Nifas
Menurut Nurun Ayati Khasanah & Wiwit Sulistyawati (2017) masa
nifas dibagi dalam 3 periode:
a. Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lama 6-8 minggu.
c. Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulan atau tahunan (Angreni, 2010)
3. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting.
Pada masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan
pengertian dari keluarga-keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting
dalam hal memberi pengarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta
pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak
terjadi perubahan psikologis yang patologis. Dalam menjalani adaptasi
setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase sebagai berikut:
a. Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini
fokus perhatian ibu terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman
selama proses persalinan sering berulang diceritakannya.
Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah

22
Sumantri, Dewi Susilowati, Dian K W. Penurunan Kecemasan Ibu Nifas Menggunakan Totok
Wajah Di Fasilitas Pelayanan Persalinan. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional. Vol.1, No
1. Maret 2016. Hal 35

20
gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini membuat ibu
cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
b. Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 310 hari setelah melahirkan. Pada
fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat
sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-
hati. Oleh karena itu ibu memerlukan dukungan karena saat ini
merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa
percaya diri.
c. Fase Letting Go
1) Terjadi setelah ibu pulang ke rumah dan sangat berpengaruh
terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi. Ia harus
beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung, yang
menyebabkan berkurangnya hak ibu dalam kebebasan dan
berhubungan sosial.
3) Pada periode ini umumnya terjadi depresi postpartum.
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Psikologi Masa Nifas
Setelah sebelumnya menjalani fase sebagai anak kemudian berubah
menjadi istri dan harus bersiap menjadi ibu. Proses ini memerlukan waktu
untuk bisa menguasai perasaan dan pikirannya. Semakin lama akan
timbul rasa memiliki pada janinnya sehingga ada perasaan cemas
mengenai kesehatan bayinya. Ibu akan mulai berpikir bagaimana bentuk
fisik bayinya sehingga muncul “mental image” tentang gambaran bayi
yang sempurna dalam pikiran ibu seperti berkulit putih, gemuk, montok,
dan lain sebagainya. Tanggung jawab bertambah dengan hadirnya bayi
yang baru lahir.

21
Menurut Nurun Ayati Khasanah & Wiwit Sulistyawati (2017),
faktor – faktor yang mempengaruhi perubahan psikologi masa nifas,
antara lain :
a. Lingkungan
Faktor yang paling memengaruhi status kesehatan masyarakat
terutama ibu hamil, bersalin dan nifas adalah faktor lingkungan yaitu
pendidikan di samping faktor-faktor lainnya. Jika masyarakat
mengetahui dan memahami hal-hal yang memengaruhi status
kesehatan tersebut maka diharapkan masyarakat tidak melakukan
kebiasaan/adat-istiadat yang merugikan kesehatan khususnya bagi ibu
hamil, bersalin, dan nifas.23
b. Sosial
Secara sosial terjadi perubahan-perubahan pada wanita yang
sudah melahirkan, perlu menyesuaikan diri terhadap dasar sebagai
ibu, atau penambahan anak. Terdapat konflik rasa kewanitaan dan rasa
keibuan pada masa nifas. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri
dengan baik pada masa nifas, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan keadaan sosialnya sehingga mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma.
Berarti secara langsung bahwa perubahan sosial menentukan
psikologis ibu nifas. Perubahan sosial yang akan dialami oleh ibu
setelah melahirkan di antaranya:24
c. Budaya
Budaya atau kebiasaan merupakan salah satu yang memengaruhi
status kesehatan. Di antara kebudayaan maupun adat-istiadat dalam
masyarakat ada yang menguntungkan, ada pula yang merugikan.
Banyak sekali pengaruh atau yang menyebabkan berbagai aspek
kesehatan di negara kita, bukan hanya karena pelayanan medik yang
tidak memadai atau kurangnya perhatian dari instansi kesehatan,

23
Nurun, op.cit, hal 22
24
Nurun, op.cit, hal 22

22
antara lain masih adanya pengaruh sosial budaya yang turun temurun
masih 24dianut sampai saat ini. Selain itu ditemukan pula sejumlah
pengetahuan dan perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
kesehatan.25
C. Asuhan Kebidanan Pada Gangguan Cemas Masa Nifas
Menjadi seorang ibu dianggap sebagai salah satu pengalaman paling
penting dan berharga. Namun, bagi sebagian wanita, tahap pascapartum
adalah masa tantangan yang diburamkan oleh penyakit mental. Meskipun
tingkat kecemasan tertentu saat menjadi ibu baru adalah normal, dan bahkan
adaptif, beberapa ibu dapat mengalami kecemasan yang berlebihan dan
melemahkan. Kecemasan selama periode postpartum terkadang diangap hal
biasa namun Kecemasan jika tidak segera ditangani akan berkembang
menjadi depresi post partum dan memberikan efek yang lebih buruk baik
terhadap ibu maupun bayi serta hubungan pernikahannya.26Ibu yang
mengalami depresi post partum menyumbangkan tingginya angka kegagalan
bayi yang diberikan ASI ekslusif di Indonesia.
1. Faktor-faktor yan mempengaruhi Gangguan Cemas Masa Nifas
a. Usia
Menurut Bentulu dkk (2016) usia ibu mempengaruhi bagaimana
ibu mengambil keputusan dalam pemeliharaan kesehatan dirinya. Usia
ibu yang masih muda mungkinmembuat kestabilan emosi yang
dimilikinya masih belum matang bila dibandingkan dengan ibu yang
lebih tua. Namun ibu yang lebih tua dapat mengalami kecemasan akan
penyulit/komplikasi sejak kehamilan sampai masa nifasnya karena
kondisi dan fungsi fisik yang sudah mulai menurun yang
mempengaruhi psikologisnya.
b. Pengetahuan

Nurun, op.cit, hal 23


25

26
Lutfiana Puspita Sari, Harsono Salimo, Uki Retno Budihastuti. Hypnobreastfeeding Dapat
Menurunkan Kecemasan Pada Ibu Post Partum. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional.
Vol. 4, No 1,Maret 2019. Hal 21

23
Kecemasan ibu dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan
mengenai informasi berbagai media seperti majalah dan lain
sebagainya, tentang perawatan masa nifas baik dari orang terdekat
ataupun keluarga
c. Pekerjaan
Pekerjaan juga mempengaruhi tingkat kecemasan ibu nifas.
Pekerjaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik kebutuhan primer maupun
kebutuhan sekunder. Dengan tidak bekerja seseorang yang akan
menjalani masa nifas bisa berkonsentrasi penuh saat menghadapi masa
nifasnya dan tidak ada beban untuk menyelesaikan tuntutan pekerjaan.
Karena dengan adanya pekerjaan seseorang dituntut untuk
menyelesaikannya dan itu sangat mengganggu fokus terhadap diri
sendiri dan pengasuhan bayi saat masa nifas27
d. Hormon
Berdasarkan penelitian perubahan hormon setelah melahirkan
mempengaruhi mood. Hormone yang mengalami perubahan dalam
angka yang cukup besar akan membuat suasana hati ibu berubah yaitu
seperti hormon progesterone, estrogen, kelenjar tiroid, kortisol dan
prolaktin.28
e. Paritas
Paritas akan mempengaruhi ibu dalam mempersiapkan diri untuk
proses persalinan dan dalam menjalani masa nifasnya. Bagi ibu
multipara yang sudah mempunyai pengalaman melahirkan lebih tahu
dan paham tentang peralatan dan persiapan lain yang diperlukan selama
proses persalinan dan masa nifasnya. Masa nifas merupakan
pengalaman baru yang dapat menjadikan stresor bagi ibu primipara.

27
Lia Arian Apriani, Syajaratuddur F. 2017. Pengaruh Metode Pijat Endorphine Terhadap
Tingkat Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas Gunung Sari. Jurnal Kedokteran. Vol.
25, No. 3. Hal, 168
28
Ita Rahmaningtyas, dkk.Hubungan Beberapa Faktor Dengan Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah
Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 7, No. 4, oktober 2019. Hal

24
Seorang ibu dengan bayi pertamanya mungkin mengalami berbagai
masalah, hanya karena tidak mengetahui bagaimana cara-cara yang
sebenarnya sangat sederhana.
Dalam penelitian Bentelu, dkk (2015) menjelaskan bahwa
kebanyakan ibu primipara khawatir memikirkan bagaimana
kehidupannya kelak saat merawat dan mengasuh bayinya setelah keluar
dari rumah sakit. Kemungkinan penyebabnya adalah ibu primipara
masih perlu beradaptasi dengan keadaan pasca persalinan sedangkan
ibu multipara sudah mulai terbiasa dengan kehadiran anggota keluarga
baru. Kebanyakan ibu primipara lebih merasa gugup bila dibandingkan
dengan ibu multipara. Hal ini disebabkan tekanan yang dirasakan oleh
ibu primipara lebih besar daripada yang dirasakan ibu multipara.
Sebagai seorang ibu baru, ibu primipara akan berusaha keras menjadi
seorang ibu yang baik.29
2. Asuhan Kebidanan Pada Gangguan Cemas Masa Nifas
Seorang bidan dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
wewenang dan tangung jawabnya. Oleh karena itu, penting sekali bagi
seorang bidan untuk mengetahui gejala dan tanda dari kecemasan untuk
menentukan tinkat kecemasan, sehingga dapat mengambil kecemasan
mana yang dapat diatasi dan mana yang memerlukan rujukan kepada yang
lebih ahli dalam bidang psikologi. Terapi adalah pilihan lini pertama
untuk pengobatan kecemasan perinatal tingkat ringan hingga sedang30
a. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adala komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.
Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan bidan

29
Frilian E. M. Bentelu, Rina Kundre, Yolanda B. Bataha. 2015. Perbedaan Tingkat Kecemasan
Dalam Proses Menyusui Antara Ibu Primipara Dan Multipara Di Rs Pancaran Kasih Gmim
Manado. Jurnal Keperawatan. Vol 3. No 2. Hal 5
30
Shaila Misri,Jasmin Abizadeh. 2015. Perinatal Generalized Anxiety Disorder: Assessment and
Treatment. Journal of women’s health Vol 24, No 9, hal :764

25
untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan
psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara bidan
dengan pasien, dalam hubungan ini bidan dan pasien memperoleh
pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman
emosional pasien.31
Penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik
mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menurunkan kecemasan
klien. Rekomendasi dari hasil penelitian adalah ditujukan pada perawat
ruangan agar dapat menerapkan komunikasi terapeutik yang efektif
dalam menurunkan kecemasan ibu nifas dan bersalin.32
Komunikasi dengan klien dapat dilakuakan dengan suara yang
tenang dan meyakinkan. Bidan dapat berjalan dengan klien yang merasa
tidak nyaman ketika duduk dan berbicara. Bidan harus mengevaluasi
dengan cermat penggunaan sentuhan karena klien dengan kecemasan
tinggi dapat menafsirkan sentuhan oleh orang asing sebagai ancaman
dan menarik diri secara tiba-tiba. Ketika kecemasan telah mereda ke
tingkat yang dapat dikelola, bidan menggunakan teknik komunikasi
terbuka untuk membahas atau berbagi pengalaman oleh klien.33
b. Memberikan edukasi kepada Keluarga klien
Keluarga adalah bagian yang terpenting saat seorang bidan bekerja
dengan klien yang memiliki gangguan kecemasan. Keluarga juga diajarkan
cara-cara untuk mengelola dan mengatasi reaksi kecemasan. Keluarga
klien juga diedukasi mengenai rujukan yang mungkin dilakukan sesuai
tingkat kecemasan. Penting bagi bidan untuk mengedukasi klien dan
anggota keluarga tentang fisiologi kecemasan dan manfaat menggunakan
kombinasi psikoterapi dan manajemen obat.34

31
Rita Yusnita. Hubungan Komunikasi Teurapetik Bidan Dengan Kecemasan Ibu Bersalin Di
Ruang Kebidanan Dan Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pidie. Jurnal Kesehatan
Masyarakat. . 2012, hal 1
32
Ibid, hal 46
33
Sheila, op.cit, hal 239
34
Sheila, op.cit, hal 240

26
c. Memberikan Edukasi kepada klien
Memberikan edukasi kepada klien untuk
1) Istirahat yang cukup
2) Makan cukup dan bergizi
3) Olah raga ringan, karena selain gerakan tubuh akan melemaskan otot,
d. Terapi
Mengajar Teknik Relaksasi dan Perilaku Perawat dapat mengajari
klien tentang teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, relaksasi otot
progresif, dan citra terbimbing. Intervensi ini harus dilakukan ketika
kecemasan klien rendah sehingga dia dapat belajar lebih efektif.
Intervensi yang dapat dilakukan supaya kejadian kecemasan yang
dialami pada ibu post partum tidak berkembang menjadi depresi post
partum salah satunya dengan melakukan relaksasi
Relaksasi merupakan metode non farmakologi yang paling efektif
untuk menurunkan kecemasan karena terapi ini sangat sederhana, mudah,
aman, dan nyaman. Selain itu relaksasi memberikan dampak dapat
menurunkan denyut jantung dan tekanan darah sistolik dan diastolik,
memperlancar peredaran darah dan pernafasan sehingga memberikan efek
ketenangan bagi ibu (Toosi et al, 2014)35
1) Relaksasi Pernapasan
Bidan dapat mengajarkan teknik relaksasi klien untuk digunakan
ketika dia mengalami stres atau kecemasan. Teknik relaksasi nafas
dalam merupakan suatu bentuk asuhan , yang dalam hal ini dapat
diajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana
menghembuskan napas secara perlahan. Selain dapat menurunkan
intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah yang dapat

35
Lutfiana, op. cit, hal 23

27
mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu
menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan36
2) Hypnobreastfeeding
Dalam penelitian Lutfiana, dkk (2019) menjelaskan bahwa
hypnobreastfeeding efektif menurunkan tingkat kecemasan pada ibu
post partum. Hypnosis yang digunakan untuk mengurangi kecemasan
pada ibu post partum dan untuk melancarkan produksi ASI Teknik
rileksasi hypnobreastfeeding adalah cara atau metode terbaru yang
sangat baik untuk membangun niat positif dan motivasi dalam
menyusui serta mampu memaksimalkan kuantitas dan kualitas ASI.
Keberhasilan dari relaksasi adalah ibu mampu melakukan self
hypnosis. Ibu diajarkan untuk melakukan induksi hypnosis, teknik
pendalaman relaksasi, dan menanamkan sugesti hypnosis. Ibu
diajarkan bagaimana menggunakan self-hypnosis untuk
mempersiapkan diri mereka sendiri menghadapi situasi yang
menimbulkan kecemasan.
Selama self-hypnosis, ibu dilatih untuk membayangkan mengatasi
stres yang akan datang dan menamankan sugesti hypnosis untuk
mengurangi kecemasan dan membangun kepercayaan diri. Sehingga
ketika self hypnosis dilakukan secara terus menerus maka segala
kecemasan yang dialami ibu post partum akan berkurang
3) Akupuntur (Totok wajah)
Sumantri, dkk (2016) dalam penelitiannya menjelaskan dalam
bidang pelayanan kebidanan mulai bermunculan pelayanan kebidanan
berbasis terapi komplementer. Salah satu bidan praktek mandiri di
Blora melengkapi pelayanan kebidanannya dengan post natal nature
treatment, dengan perawatan meliputi totok wajah, pijat ASI,
pemijatan dan pemasangan bengkung. Di daerah Wonogiri, sebuah

36
Nasuha, Dyah Widodo, Esti Widiani. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Posyandu Lansia Rw Iv Dusun Dempok Desa Gading Kembar
Kecamatan Jabung Kabupaten Malang. Nursing News. Vol 1, No 2. 2016. Hal 56

28
rumah bersalin juga memberikan terapi totok wajah dan pemijatan
sebagai pelayanan tambahan bagi pasien.37
Dapat diketahui bahwa sebelum totok wajah didominasi oleh
kecemasan ringan, setelah totok wajah didominasi oleh tidak ada
kecemasan.
4) Pijat Endorphine
Upaya menangani kecemasan khususnya pada ibu nifas merupakan
salah satu solusi yang bermanfaat pada ibu dan bayinya salah satunya
dengan pijat endorphine. Pijat endorphine merupakan teknik sentuhan
dan pemijatan ringan yang sangat penting bagi ibu nifas untuk
membantu memberikan rasa tenang dan nyaman. Riset membuktikan
bahwa teknik ini meningkatkan pelepasan hormon endorphine
(memberikan rasa nyaman dan tenang) dan hormon oksitosin.
Memberdayakan keluarga terutama suami responden dalam
partisipasinya melakukan metode pijat endorphine di rumah. Dalam
penelitian.38

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

37
Sumantri, op. cit, hal 35
38
Lia, op. cit, hal 165

29
Kecemasan Perasaan tidak nyaman yang samar -samar dari
ketidaknyamanan atau ketakutan disertai dengan respon otonom (sumbernya
seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan
khawatir yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Ini adalah sinyal peringatan
yang memperingatkan bahaya yang akan datang dan memungkinkan individu
untuk mengambil tindakan untuk menghadapi ancaman tersebut. Gangguan
kecemasan didiagnosis ketika kecemasan tidak lagi berfungsi sebagai sinyal
bahaya atau motivasi untuk perubahan yang diperlukan tetapi menjadi kronis
dan menembus sebagian besar kehidupan seseorang, mengakibatkan perilaku
maladaptif dan cacat emosional.
Kecemasan selama masa nifas disebabkan beberapa hal. Periode
postpartum, perubahan dalam kehidupan perempuan yang membutuhkan
berbagai penyesuaian. Periode postpartum menciptakan banyak tantangan
bagi ibu dan dapatmempengaruhi kemampuan mereka untuk menikmati
perawatan bayi mereka. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi
pengarahan pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis
yang dilakukan bidan pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis
yang patologis. Setelah proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah
dengan hadirnya bayi yang baru lahir, dorongan serta perhatian anggota
keluarga lainnya merupakan dukungan positif bagi ibu.
Menurut Sheila, dkk (2011) terdapat 4 tingkatan kecemasan yaitu
kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat, dan panik. Dalam
penatalaksanaan kecemasan diberikan dalam bentik farmakoloi dan non
farmakologi. Bidan mengambil peran dalam penatalaksanaan non
farmakologi yaitu melalui komunikasi terapeutik dan terapi relaksasi.
B. Saran
1. Bagi ibu post partum
Agar ibu pasca melahirkan dapat mengetahui tentang kecemasan post
partum dan lebih maksimal mempersiapkan diri menjadi seorang ibu
sehingga kecemasan post partum tidak terjadi.
2. Bagi Bidan

30
Diharapkan lebih meningkatkan perawatan pada ibu post partum yang
mengalami kecemasan dengan menggunakan pendekatan terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Apriani, Lia Arian, Syajaratuddur F. 2017. Pengaruh Metode Pijat Endorphine


Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Nifas Di Wilayah Kerja Puskesmas
Gunung Sari. Jurnal Kedokteran. Vol. 25, No. 3. Pp :163-171

31
Bentelu, Frilian E. M., Rina Kundre, Yolanda B. Bataha. 2015. Perbedaan Tingkat
Kecemasan Dalam Proses Menyusui Antara Ibu Primipara Dan Multipara
Di Rs Pancaran Kasih Gmim Manado. Jurnal Keperawatan. Vol 3. No 2.
pp : 1-7
Elen, Ali. 2018. Women’s experiences with postpartum anxiety disorders: a
narrative literature review. International Journal of Women’s Health.
Vol.10. pp: 237–249
Fauziah, Namirotu, Imas Rafiyah, Tetti Solehati. 2016. Parent’s Anxiety Towards
Juvenile Deliquency Phenomenon In Bandung Indonesia. Nurseline
Journal. Vol. 3 No. 2. Pp :52-59
Ita Rahmaningtyas, dkk. 2019. Hubungan Beberapa Faktor Dengan Kecemasan
Ibu Nifas Di Wilayah Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.
7, No. 4, Pp : 303-310
Kumbara, Hengki, Yogi Metra, Zulpikar Ilham. 2017. Analisis Tingkat
Kecemasan (Anxiety) Dalam Menghadapi Pertandingan Atlet Sepak Bola n
Kabupaten Banyuasin Pada Porprov. Jurnal Ilmu Keolahragaan Vol. 17
No.2. pp: 28 - 35
Khasanah, Nurun Ayati, Wiwit Sulistyawati. 2017. Asuhan Nifas dan Menyusui.
Surakarta : CV. Kekata Group
Kristina, 2017. Pengaruh Kegiatan Mewarnai Pola MANDALA Terhadap Tingkat
Kecemasan Mahasiswa Akademik Keperawatan Dirgahayu Samarinda,
Vol.2 No.1. pp 11-16
Misri, Shaila,Jasmin Abizadeh, Shawn Sanders. 2015. Perinatal Generalized
Anxiety Disorder: Assessment and Treatment. Journal of women’s health
Vol 24, No 9, pp :762-771
Nasuha, Dyah Widodo, Esti Widiani. 2016. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas
Dalam Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Lansia Di Posyandu Lansia
RW IV Dusun Dempok Desa Gading Kembar Kecamatan Jabung
Kabupaten Malang. Nursing News. Vol 1, No 2, pp: 53-63
Patimah, I., Suryani. & Nuraeni, A. 2015. Pengaruh Relaksasi Dzikir terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani
Hemodialisa. Jurnal Keperawatan Padjadjaran Vol. 3 No. 1
Rita Yusnita. Hubungan Komunikasi Teurapetik Bidan Dengan Kecemasan Ibu
Bersalin Di Ruang Kebidanan Dan Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Pidie. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Hal 1-7
Sari, Lutfiana Puspita, Harsono Salimo, Uki Retno Budihastuti. 2019.
Hypnobreastfeeding Dapat Menurunkan Kecemasan Pada Ibu Post
Partum. Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional. Vol. 4, No 1, pp:
1-56
Sukmaningtyas W, Prahesti Anita Windiarti. 2016. Efektivitas Endorphine
Massage Terhadap Tingkat Kecemasan Ibu Bersalin Primipara. Jurnal
Ilmiah Kebidanan, Vol. 7 No. 1. Pp : 53-62
Sumantri, Dewi Susilowati, Dian Kurnia Wati. 2016. Penurunan Kecemasan Ibu
Nifas Menggunakan Totok Wajah Di Fasilitas Pelayanan Persalinan.
Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional. Vol.1, No 1,pp : 1-99

32
Tindaon, Rotua Lenawati, Elis Anggeria. 2018. Efektivitas Konseling Terhadap
Post Partum Blues Pada Ibu Primipara. Jurnal JUMANTIK Vol. 3 No.2
November. pp: 115-127
Videbeck, Sheila L. 2011. Psychiatric–Mental Health Nursing Fifth Edition. China
: Lippincott Williams & Wilkins

33

Anda mungkin juga menyukai