Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

RUPTURE UTERI
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah “OBSTETRI”
Dosen Pengampu : dr. Sitti N. Korompot Sp.OG

Disusun Oleh :

Sri Dewinal Ibrahim (0211102039)


Sitti Nayla Makalalag (0211102036)
Meyta Indrawaty Loly (0211102028)
Rahayu Mokodompit (0211102034)
Dede Hipsi Gobel (0211102010)
Tirsa Mamonto (0211102043)

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI DIII KEBIDANAN
T.A 2022/2023

1
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR...................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
C. Tujuan Masalah..........................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ruptur Uteri..............................................................................................6
B. Peyebabkan Ruptur Uteri...........................................................................................6
C. klasifikasi Ruptur Uteri..............................................................................................6
D. Faktor Resiko Ruptur Uteri........................................................................................9
E. Gejala Klinis Ruptur Uteri.........................................................................................9
F. Komplikasi Ruptur Uteri..........................................................................................11
G. Pemeriksaan Penunjang Ruptur Uteri......................................................................12
H. Penatalaksanaan Ruptur Uteri..................................................................................13
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN.............................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena rahmat dan karunianya kami
bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “RUPTURE UTERI”. Penulisan makalah ini
dimaksudkan untuk menunjang proses pembelajaran pada mata kuliah “OBSTETRI”. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khusus bagi kami dan umumnya bagi kita semua
pembaca.

Kotamobagu 04 November 2022

Kelompok VI

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perdarahan masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping
preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri dapat dibagi menjadi
perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu), perdarahan pada kehamilan lanjut
dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan.
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut
dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan gangguan pembekuan darah. Batasan
perdarahan pada kehamilan lanjut berarti perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai
sebelum bayi dilahirkan, sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum
sebelum kelahiran. Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus.
Ruptura uteri atau robekan rahim merupakan peristiwa yang amat membahayakan baik
untuk ibu maupun untuk janin. Ruptura uteri dapat terjadi secara komplet dimana robekan terjadi
pada semua lapisan miometrium termasuk peritoneum dan dalam hal ini umumnya janin sudah
berada dalam cavum abdomen dalam keadaan mati ; rupture inkomplet , robekan rahim secara
parsial dan peritoneum masih utuh. Angka kejadian sekitar 0.5%
Ruptura uteri dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada
uterus yang utuh atau yang sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pascasectio
caesar) serta dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu
(akhir kehamilan). Kejadian ruptura uteri yang berhubungan dengan cacat rahim adalah sekitar
40% ;r uptura uteri yang berkaitan dengan low segmen caesarean section ( insisi
tranversal )adalah kurang dari 1% dan pada classical caesarean section ( insisi longitudinal ) kira
kira4% – 7%
B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Dengan Ruptur Uteri?
2. Apa Saja Yang Meyebabkan Ruptur Uteri?
3. Apa Saja klasifikasi Ruptur Uteri?
4. Apa Saja Faktor Resiko Ruptur Uteri ?
5. Apa Saja Gejala Klinis Ruptur Uteri?

4
6. Apa Saja Komplikasi Ruptur Uteri?
7. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang Ruptur Uteri?
8. Apa Saja Penatalaksanaan Ruptur Uteri?
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Ruptur Uteri
2. Menjelaskan Peyebabkan Ruptur Uteri
3. Menjelaskan klasifikasi Ruptur Uteri
4. Menjelaskan Faktor Resiko Ruptur Uteri
5. Menjelaskan Gejala Klinis Ruptur Uteri
6. Menjelaskan Komplikasi Ruptur Uteri
7. Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang Ruptur Uteri
8. Menjelaskan Penatalaksanaan Ruptur Uteri

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ruptur uteri adalah robekan pada rahim sehingga rongga uterus dan rongga peritoneum
dapat berhubungan. Beberapa pendapat mengatakan bahwa ruptur uteri adalah adalah robekan
atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miometrium.
Ruptur uteri sendiri dapat di bedakan menjadi ruptur uteri komplit dan ruptur uteri
inkomplit. Ruptur uteri komplit adalah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi
hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum. Peritoneum viserale dan
kantong ketuban keduanya ikut ruptur dengan demikian janin sebagia atau seluruh tubuhnya
telah keluar oleh kontraksi terakhir rahim dan berada dalam kavum peritonei atau rongga
abdomen. Pada ruptura uteri inkomplit hubungan kedua rongga tersebut masih dibatasi oleh
peritoneum viserale. Pada keadaan yang demikian janin belum masuk ke dalam rongga
peritoneum.

B. Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada sebelumnya,
atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan parut
akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering terjadi
bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus percobaan pada
persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi ruptur uteri lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi atau
operasi traumatik, misalnya kuretase, perforasi, dan miomektomi. Stimulasi uterus yang
berlebihan atau tidak tepat dengan oksitosin juga dapat menjadi penyebabnya, meskipun hal ini
sekarang sudah sangat jarang terjadi. Umumnya, uterus yang sebelumnya tidak pernah
mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak akan terus berkontraksi dengan
kuat sehingga merusak dirinya sendiri.

C. Klasifikasi
1. Menurut terjadinya, ruptur uteri dibedakan menjadi 2, yaitu:

6
a. Ruptur uteri tanpa jaringan parut
1) Ruptur uteri spontan
Yaitu bila ruptur uteri terjadi secara spontan pada uterus tanpa parut (utuh) dan
tanpa adanya manipulasi dari penolong. Faktor pokokdisini ialah bahwa persalinan tidak
maju karena panggul sempit, hidrosepalus, janin dalam letak lintang dan
sebagainya,sehingga segmen bawah uterus makin lama makin meregang. Faktor
yangmerupakan predisposisi terhadap terjadinya ruptur uteri adalahmultiparitas, disini
ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyakjaringan ikat yang menyebabkan
kekuatan dinding uterus menjadi kurang,sehingga regangan lebih mudah menimbulkan
robekan.
2) Ruptur uteri traumatika
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan
seperti tabrakan dan sebagainya. Robekan demikian ituyang bisa terjadi pada setiap saat
dalam kehamilan, jarang terjadi karenarupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma
dari luar. Yang lebihsering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri
violenta. Faktor utama disebabkan oleh distosia sudah ada regangan segmenbawah
uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya rupture
uteri. Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi padaletak lintang yang dilakukan
bertentangan dengan syarat-syarat untuktindakan tersebut. Kemungkinan besar yang
lain ialah ketika melakukanembriotomi. Berhubung dengan itu, setelah
tindakantindakan tersebutdiatas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar
perlu dilakukanpemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah
terjadiruptur uteri. Gejala-gejala ruptur uteri violenta tidak berbeda dari rupturuteri
spontan.
b. Ruptur uteri dengan jaringan parut pada uterus
Ruptur uteri demikian ini terdapat paling sering pada parut bekasseksio sesarea,
peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasiuntuk mengangkat mioma
(miomektomi) dan lebih jarang lagi pada uterusdengan parut karena kerokan yang
terlampau dalam. Di antara parut-parutbekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah
seksio sesarea klasiklebih sering menimbulkan ruptur uteri daripada parut bekas seksio
sesareaprofunda. Perbandingannya ialah 4:1. Hal ini disebabkan oleh karena lukapada

7
segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebihtenang dalam masa nifas
dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parutlebih kuat. Ruptur uteri pada bekas seksio
bisa menimbulkan gejala-gejalaseperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga
terjadi tanpabanyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadirobekan
secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekasluka menipis untuk
akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah rupturuteri. Disini biasanya peritoneum tidak
ikut serta, sehingga terdapat rupturuteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan
arteria besar terbukadan timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di
ligamentumlatum dan untuk sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalamuterus
dan his kadang-kadang masih ada. Sementara itu penderita merasanyeri spontan atau nyeri
pada perabaan tempat bekas luka. Jika arteriabesar luka, gejala-gejala perdarahan dengan
anemia dan syok, janin dalamuterus meninggal.
2. Menurut tingkat robekan :
a. Ruptur uteri komplit, bila robekan terjadi pada seluruh lapisan dinding uterus
b. Ruptur uteri inkomplit, bila robekan hanya sampai miometrium, disebut juga dehisensi.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan eksplorasi dinding rongga uterus setelah
janin dan plasenta lahir
c. Ruptur uteri imminens, bila baru ada gejala akan terjadi ruptur. Penderita merasa kesakitan
terus menerus baik waktu his maupun di luar his. Teraba ligamentum rotundum menegang.
Teraba cincin Bandle setinggi pusat. Segmen bawah rahim menipis
3. Menurut waktu terjadinya:
a. Ruptur Uteri Gravidarum, terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus
b. Ruptur Uteri Durante Partum, Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR.
Jenis inilah yang terbanyak
4. Menurut lokasi:
a. Korpus uteri, biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti
seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b. Segmen bawah rahim (SBR), biasanya pada partus sulit dan lama (tidak maju). SBR
tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur.
c. Servik uteri, biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forcep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap

8
d. Kolpoporeksis-kolporeksis, robekan-robekan diantara servik dan vagina.

D. Faktor resiko
Pasien yang berisiko tinggi antara lain :
1. Persalinan yang mengalami distosia, grande multipara, penggunaan oksitosin atau
prostaglandin untuk mempercepat persalinan
2. Pasien hamil yang pernah melahirkan sebelumnya melalui bedah seksio sesarea atau operasi
lain pada rahimnya
3. Pasien yang pernah mengalami histerorafi
4. Pelaksanaan trial of labor terutama pada pasien bekas seksio sesarea, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk pasien dengan panggul sempit atau bekas seksio sesarea klasik berlaku
“Once Sesarean Section always Sesarean Section”. Pada keadaan tertentu seperti ini dapat dipilih
elective cesarean section (ulangan) untuk mencegah ruputura uteri dengan syarat janin sudah
matang.

E. Gejala Klinis
1. Menurut gejala klinis, ruptur uteri dapat dibedakan :
a. Ruptur uteri iminens (membakat/mengancam)
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptur uteri
mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat bertindak
secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.Gejala ruptur uteri
iminens/mengancam :
1) Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan, partus sudah
lama berlangsung)
2) Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeridiperut
3) Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
4) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
5) Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering,
lidah kering dan haus, badan panas (demam)
6) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus

9
7) Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras
terutama sebelah kiri atau keduanya.
8) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba
tipis dan nyeri kalau ditekan.
9) Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang
bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang semakin tipis dan teregang.
Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu
dilakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di
dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus
posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
10) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas,
terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada
hematuri.
11) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur
12) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi, seperti oedem
porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
b. Ruptur uteri sebenarnya
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptur
uteri sebenarnya.
1) Anamnesis dan Inspeksi
a) Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yangluar biasa, menjerit
seolah-olah perutnya sedang dirobekkemudian jadi gelisah, takut, pucat, keluar
keringat dinginsampai kolaps.
b) Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
c) Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum
d) Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidakterukur.
e) Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih kalau
bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan lahir.
f) Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkaibawah dan dibahu.
g) Kontraksi uterus biasanya hilang.

10
h) Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadikembung dan
meteoristis (paralisis usus)
2) Palpasi
a) Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema subkutan.
b) Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
c) Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di ronggaperut, maka teraba
bagian-bagian janin langsung dibawah kulitperut dan disampingnya kadang-kadang
teraba uterus sebagaisuatu bola keras sebesar kelapa
d) Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga perut.
4) Pemeriksaan Dalam
a) Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, denganmudah dapat didorong
ke atas dan ini disertai keluarnya darahpervaginam yang agak banya
b) Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan padadinding rahim dan kalau
jari atau tangan kita dapat melaluirobekan tadi, maka dapat diraba usus, omentum
dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang didalam kita temukandengan
jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh bagianyang tipis seklai dari dinding
perut juga dapat diraba fundusuteri.
5) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.

F. Komplikasi
Komplikasi yang paling menakutkan dan dapat mengancam hidup ibu dan janin adalah
ruptura uteri. Konsekuensi yang dialami bayi yang lahir pada kasus ruptur uteri adalah hipoksia
atau anoksia janin, asidosis janin. Ruptura uteri pada jaringan parut dapat dijumpai secara jelas
atau tersembunyi. Secara anatomis, ruptura uteri dibagi menjadi ruptura uteri komplit
(symptomatic rupture) dan dehisens (asymptomatic rupture). Pada ruptura uteri komplit, terjadi
diskontinuitas dinding uterus berupa robekan hingga lapisan serosa uterusdan membran
khorioamnion. Sedangkan disebut dehisens bila terjadi robekan jaringan parut uterus tanpa

11
robekan lapisan serosa uterus, dan tidak terjadi perdarahan. Ketika ruptura uteri terjadi,
histerektomi, transfusi darah masif, asfiksia neonatus, kematian ibudan janin dapat terjadi. Tanda
ruptura uteri yang paling sering terjadi adalah pola denyut jantung janin yang tidak menjamin,
dengan deselerasi memanjang. Deselerasi lambat, variabel, bradikardi, atau denyut jantung
hilang sama sekali juga dapat terjadi. Gejala dantanda lain termasuk nyeri uterus atau perut,
hilangnya stasion bagian terbawah janin,perdarahan pervaginam, hipotensi.
Adapun risiko ruptura uteri adalah sebagai berikut:
a. Jenis parut uterus
b. Penutupan uterus satu lapis atau dua lapis
c. Jumlah sectio caesaria sebelumnya
d. Riwayat persalinan pervaginam
e. Jarak kelahiran
f. Usia ibu
g. Demam pasca seksio
h. Ketebalan segmen bawah uterus ( SBU )
Diperlukan upaya untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi ruptura uteri, yaitu:
1. Anamnesis yang teliti mengenai riwayat persalinan sebelumnya, jumlah sectiocaesaria,
riwayat persalinan pervaginam, jarak antar kehamilan, riwayat demam pascasectio caesaria
serta usiaibu.
2. Faktor - faktor yang berhubungan dengan kehamilan sekarang : makrosomia, usiakehamilan,
kehamilan ganda, ketebalan segmen bawah uterus, presentasi janin.
3. Faktor yang berhubungan dengan penatalaksanaan persalinan : induksi danaugmentasi,
maupun kemungkinan adanya disfungsi pada persalinan.
4. Pemantauan penatalaksanaan VBAC terhadap tanda ancaman ruptura uteriseperti takikardi
ibu, nyeri suprasimpisis dan hematuria.
5. Kemampuan mengadakan operasi dalam waktu kurang lebih 30 menit bila terjadiancaman
ruptura uteri.

12
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Umum
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya perdarahan
eksterna dan perdarahan intra abdomen
2. Pemeriksaan Abdomen
Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus yang tiba-tiba
dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat terkontraksi dan erat dengan
bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundu syang berkontraksi.
Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba
menghilang. Sewaktu atau segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan
nyeri lepas mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.
3. Pemeriksaan Pelvis
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui
vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga peritoneum. Perdarahan
pervaginam mungkin hebat. Ruptur uteri setelah melahirkan dikenali melalui eksplorasi
manual segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah
merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur.
Apabila robekannya lengkap, jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung ke dalam
rongga peritoneum, yang dapat dikenali melalui :
1. Permukaan serosa uterus yang halus dan licin
2. Adanya usus dan momentum
3. jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas

H. Penatalaksanaan
Ruptura uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin oleh karena itu tindakan
pencegahan sangat penting dilakukan setiap ibu bersalin yang disangka akan mengalami distosia,
karena kelainan letak janin, atau pernah mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio
sesarea, dan lain-lain, harus diawali dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan agar tindakan dapat
segera dilakukan jika timbul gejala-gejala ruptura uteri, sehingga ruptura uteri dicegah terjadinya
pada waktu yang tepat
Penanganan

13
1. Pertolongan yang tepat untuk ruptura uteri adalah laporotomi. Sebelumnya penderita diberi
trasfusi darah atau sekurang-kurangnya infus cairan garam fisiologik / ringer laktat untuk
mencegah terjadinnya syok hipovolemik.
2. Umumyna histerektomi dilakukan setelah janin yang berada dalam rongga perut dikeluarkan.
Penjahitan luka robekan hanya dilakukan pada kasus-kasus khusus,dimana pinggir robekan
masih segar dan rata, serta tidak terlihat adanya tanda-tanda infeksi dan tidak terdapat jaringan
yang rapuh dan nekrosis

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di Indonesia, ruptur uteri merupakan salah satu penyebab kematian maternal dan janin
dalam rahim paling tinggi. Untuk mencegah hal tersebut terjadi maka harus dapat mendiagnosis
adanya ruptur uteri sehingga dapat segera menatalaksana dengan cepat serta meningkatkan
kecermatan dan kehati-hatian dalam memimpin persalinan. Selain itu pula tatalaksana yang baik
terhadap syok dan infeksi sangat penting dalam penanganan ruptur uteri.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedigdomarto MH, Prabowo RP. Ruptura uteri. Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H,


Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005.
2. Albar E. Ruptura uteri, Dalam: Prawirohardjo S, Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu bedah kebidanan. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo; 2007.
3. Syamsuddi K. Ruptura uteri, Dalam: Pangebean W, Syamsuri K, editor. Bunga rampai
obstetri. Palembang: Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya; 2004.
4. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan peristiwa lain dalam persalinan. Dalam:
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2002.

16

Anda mungkin juga menyukai