Anda di halaman 1dari 26

1

MAKALAH

GAWAT DARURAT MATERNAL NEONATUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “Z” G5P4A0H4 USIA KEHAMILAN 32

MINGGU DENGAN RUPTURE UTERI DI PADANG

DISUSUN OLEH KELOMPOK VI

1. Netri Ninda Monica (204330796)


2. Nofia Maulida (204330797)
3. Novita Eka Dwiningrat (204330798)
4. Nurjihaan Ladesta (204330799)
5. Rahma Sariwulan (204330800)
Dosen Pembimbing : Yussie Ater Merry, S.ST, M.Keb

PROGRAM STUDI DIV KEBIDANAN

POLITEKNI KEMENTRIAN KESEHATAN PADANG

2020/2021
i

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar...............................................................................................i

Daftar Isi........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................1
C. Tujuan ...............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Ruptur Uteri.....................................................................3


B. Etiologi...............................................................................................5
C. Ruptur Uteri di indonesia...................................................................6
D. Klasifikasi Ruptur Uteri.....................................................................7
BAB IV PEMBAHASAN

A. Tinjauan Kasus...................................................................................14
B. Pembahasan........................................................................................
BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................
B. Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendarahan masih merupakan 3 penyebab utama kematian maternal (ibu)

tertinggi, disamping preeklamsi/eklamsi dan infeksi. Pendarahan dalam bidang

obstetri dibagi menjadi 3 yaitu, pendarahan pada kehamilan muda (kurang dari

22 minggu), pendarahan pada kehamilan lanjut, pendarahan saat persalinan, dan

pendarahan pasca persalinan (masa nifas).

Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk pendarahan pada kehamilan lanjut

dan pada saat persalinan selain dari plasenta previa, solusio plasenta, dan

gangguan pembekuan darah. Pendarahan pada keahmilan lanjut yaitu

pendarahan yang terjadi pada kehamilan yang lebih dari 22 minggu sampai

sebelum bayi dilahirkan. Pendarahan pada persalinan pendarahan intrapartum

sebelum kelahiran (proses kelahiran bayi).

Penyumbang kematian terbesar bayi dalam kandungan adalah faktor dari ibu

yaitu partus lama akibat ruptur uteri dan diabetes militus. Maka hali ini

menandakan bahwa ruptur uteri memberikan dampak negati pada kematian ibu

atau bayi.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pendokumentasian asuahan kebidanan pada ibu ruptur uteri dengan

metode SOAP?

C. Tujuan

1. Untuk dapat mengetahui pengertian dari ruptur uteri.

1
2

2. Untuk dapat mengetahui kasus ruptur uteri di indonesia.

3. Untuk dapat mengetahui klasifikasi ruptur uteri.

4. Untuk dapat mengetahui etiologi ruptur uteri.

5. Untuk dapat mengetahui menegakkan diagnosis.

6. Untuk dapat mengetahui penanggulangannya.

7. Untuk mengetahui bagaimana cara pendokumentasian kasus asuhan

kebidanan apada ibu ruptur uteri dengan metode SOAP?


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Ruptur Uteri

Ruptur uterus adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau

persalinan pada saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Ruptur uteri adalah

Keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubungan langsung antara

rongga amnion dan rongga peritoneum atau hubungan kedua rongga masih

dibatasi oleh peritoneum viserale. (Sarwono, 2010). Pada umumnya janin

meninggal dunia pada kasus rupture uteri. Janin hanya dapat ditolong apabila

pada saat terjadinya rupture uteri ia masih hidup dan segera dilakukan

laparatomi untuk melahirkannya. Angka kematian bayi pada kasus rupture uteri

mencapai 85%.

B. Proses Terjadinya Rupture Uteri

Pada kehamilan 28 minggu isthmus uteri berubah menjadi segmen bawah

Rahim, dan saat kehamilan aterm segmen bawah Rahim berada 1-2 cm diatas

simfisis. Saat persalinan kala I dan awal kala II maka batas antara segmen

bawah Rahim dan segmen atas Rahim dinamakan lingkaran retraksi fisiologis.

Pada saat persalinan kala II apabila bagian terbawah tidak mengalami

kemajuan sementara segmen atas Rahim terus berkontraksi dan makin menebal,

maka segmen bawah Rahim makin tertarik ke atas dan menjadi tipis sehingga

batas antara segmen bawah Rahim dan segmen atas Rahim akan naik ke atas.

Apabila batas tersebut sudah melampau pertengahan antara pusat dan simfisis

maka lingkaran retraksi patologis (Bandl Ring). Apabila persalinan tetap tidak

3
4

ada kemajuan, segmen bawah uterus makin lama makin teregang sehingga

akhirnya pada saat renggangan yang terus bertambah ini melampaui batas

kekuatan jaringan myometrium sehingga terjadilah rupture uteri.

C. Ruptur Uteri di Indonesia

Angka kematian ibu dan anak di indonesia masihlah tinggi, yaitu berkisar

antara 1:92 sampai 1:428 persalinan. Angka ini masih sangat tinggi dari negara-

negara maju yang hanya 1:1250 sampai 1:2000 kelahiran ( persalinan).

Angka kematian akibat ruptur uteri juga masih tinggi yaitu sekitar 17,9

sampai17,9sampai 26,6 . sedangkan angka kematian angka kematian anak

akibat ruptur utrui berkisar antara 69,1 sampai 100%. Pada bayi umumnya

meninggal saat terjadinya ruptur uteri bayi masih hidup, sehingga dilanjutkan

dangan laparatomi.

D. Klasifikasi Ruptur Uteri

1. Menurut keadaan robek

a. Ruptur uteri inkomplit (subperitoneal)

Yaitu ruptur uteri yang hanya bagian dinding uterus yang ribek

sedangkan bagian mukosa (peritoneum) masih utuh.

b. Ruptur uteri komplit (transperitoneal)

Yaitu ruptur uteri yang mana dinding dan mukosanya robek sehingga

dapat berada di rongga perut.

2. Menurut waktu terjadinya

a. Rupture uteri pada waktu kehamilan (rupture uteri gravidarum)


5

Rupture uteri yang terjadi Karen didnding uterus yang lemah,

disebabkan oleh :

1) Bekas SC

2) Bekas enukleasi mioma uteri

3) Bekas kuretase manual plasenta

4) Sepsis post partum

5) Hypoplasia uteri

b. Rupture uteri pada waktu persalinan (rupture uteri intrapartum)

Bagian terbawah janin tidak maju / turun yang dapat disebabkan oleh :

1) Versi firceo

2) Ekstraksi bahu

3) Manual plasenta

3. Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi:

a. Korpus Uteri

Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,

seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.

b. Segmen Bawah Rahim

Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR

tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur

uteri.

c. Serviks Uteri

Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan

ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.


6

d. Kolpoporeksis-Kolporeksis

Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

4. Menurut penyebab terjadinya, ruptur uteri di bagi menjadi:

a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil:

1) Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau histerotomi,

histerorafia, Miomektomi yang sampai menembus seluruh

ketebalan otot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian

interstisial, metroplasti.

2) Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde

pada penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau

atau palu, ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent

rupture in previous pregnancy).

3) Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak

berkembang.

b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan:

1) Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus

menerus, pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang

persalinan, instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang

amnion seperti larutan garam fisiologik atau prostaglandin,

perforasi dengan kateter pengukur tekanan intrauterin, trauma luar

tumpu atau tajam, versi luar, pembesaran rrahim yang berlebihan

misalnya hidramnion dan kehamilan ganda.


7

2) Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yang

sukar, ekstraksi bokong, anomali jantung yang menyebabkan

distensi yang berlebihan pada segmen bawah rahim, teanan yang

kuat pada uterus saat melahirkan, kesulitan dlam melakukan manual

plasenta.

3) Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta, neoplasia

trofoblas gastasional, adenomiosis, retroversio uterus gravidus

inkarserata.

5. Menurut etiologinya, ruptur uteri dibedakan menjadi:

a. Rupture uteri spontan (non violent)

Rupture uteri spontan pada uterus normal dapat terjadi karena

peregangan yang luar biasa dari uterus. Beberapa faktor lain seperti

adanya panggul sempit, hidrosefalus, makrosomia, janin dalam letak

lintang, presetasi bokong, hamil ganda, pada ibu grandemultipara

dengan perut gantung, pimpinan persalinan yang salah, dan tumor pada

jalan lahir.

b. Ruptur Uteri Violenta (Traumatika)

Faktor utama pada uterus meliputi kecelakaan dan tindakan yang

berhubungan dengan proses kehamilan dan persalinan seperti:

1) Ekstraksi Forsep

2) Versi dan ekstraksi

Embriotomi
8

3) Versi Braxton Hicks

4) Sindroma tolakan (Pushing syndrome)

5) Manual plasenta

6) Kuretase

7) Ekspresi Kristeller atau Crede

8) Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan

9) Trauma tumpul dan tajam dari luar.

c. Rupture uteri jaringan parut

Rupture uteri yang terjadi karena adanya locus minoris pada dinding

uterus sebagai akibat adanya jaringan parut bekas operasi pada uterus

sebelumnya, enukleasi mioma atau miomektomi, histerektomi,

histerorafi dan lain-lain. Secsio sesarea klasik empat kali lebih sering

menimbulkan rupture uteri daripada parut bekas secsio sesarea

profunda. Hal ini disebabkan oleh

6. Komplikasi

a. Gawat janin

b. Syok hipovolemik

Terjadi kerena perdarahan yang hebat dan pasien tidak segera

mendapat infus cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam

waktu cepat digantikan dengan tranfusi darah.

c. Sepsis

Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri

telah terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai
9

manipulasi termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan

yang demikian pasien tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang

sesuai, hampir pasti pasien akan menderita peritonitis yang luas dan

menjadi sepsis pasca bedah.

d. Kecacatan dan morbiditas.

1) Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum

punya anak hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang

berat dan mendalam.

2) Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga

merupakan komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

E. Tanda-Tanda Ruptur Uteri

Menurut buku kapita selekta tanda-tanda ruptur uteri yaitu:

1. Nyeri abdomen

Dapat terjadi tiba-tiba, tajam dan seperti di sayat pisau. Apabila tejadi

ruptur saat persalinan, kontraksi uterus yang intermiten dan kuat akan

berhenti secara tiba-tiba, dan pasien akan mengeluh nyeri uterus yang

menetap.

2. Pendarahan pervaginan

Dapat simptomatik karena karena pendarahan aktif dari pembuluh darah

yang robek.

Sebelum mendiagnosa pasien terkena ruptura uteri maka, petugas kesehatan

harus mengenal tanda-tanda dari gejala ruptura uteri mengancam. Hal ini
10

dimakksudkan agar petugas kesehatan seperti bidan dapat mencegah rupture

uteri yang sebenarnya.

Tanda-tanda gejala ruptura uteri yang mengancam adalah:

a. Dalam anamnesa, pasien mengatakan telah ditolong/dibantu oleh

dukun/bidan, dan partus sudah lama berlangsung atau partus macet.

b. Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut

c. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang

kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.

d. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.

e. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu

mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).

f. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.

g. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan

keras terutama sebelah kiri atau keduanya.

h. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan

SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.

i. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan

teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih,

maka pada kateterisasi ada hematuri.

j. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)

k. Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,

seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
11

Jika ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus maka akan terjadi gejala

ruptur uteri yang sebenarnya yaitu:

1. Gejala yang terlihat saat anamnesis dan inspeksi:

a. Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar

biasa, menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi

gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps

b. Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.

c. Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.

d. Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.

e. Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak,

lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan

menyumbat jalan lahir.

f. Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah

dan dibahu.

g. Kontraksi uterus biasanya hilang.

h. Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi

kembung dan meteoristis (paralisis usus).

2. Gejala yang teraba saat palpasi:

a. Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema

subkutan.

b. Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas

panggul.
12

c. Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut,

maka teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan

disampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras

sebesar kelapa.

d. Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.

3. Auskultasi

Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa

menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk

ke rongga perut.

4. Pemeriksaan dalam

a. Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah

dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam

yang agak banyak

b. Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding

rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka

dapat diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan

kita yang didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti

dipisahkan oleh bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat

diraba fundus uteri.

5. Kateterisasi

Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung

kemih. Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagai kerja
13

rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya sesudah

versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi dan lain-lain.

F. Penanganan Ruptur Uteri

Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan

dengan cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan

pada wanita yang pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada

uterus. Pada distosia harus diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim,

bila ditemui tanda-tanda seperti itu, persalinan harus segera diselesaikan.

Jiwa wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada

kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan

perdarahan. Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa

dipulihkan kembali dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan,

karena itu keterlambatan dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.

Jadi, segera perbaiki shok dan kekurangan darah. Perbaikan shok meliputi

pemberian oksigen, cairan intravean, darah pengganti dan antibiotik untuk

pencegahan infeksi.

Bila keadaan umum penderita mulai membaik dan diagnosa telah ditegakkan,

selanjutnya dilakukan laparotomi (tindakan pembedahan) dengan tindakan jenis

operasi:

a. Histerektomi, baik total maupun subtotal.

b. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.

c. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang

cukup.
14

Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:

a. Keadaan umum

b. Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta

c. Jenis luka robekan

d. Tempat luka

e. Perdarahan dari luka

f. Umur dan jumlah anak hidup

g. Kemampuan dan keterampilan penolong.


BAB III

TINJAUAN KASUS

Tanggal : 10 Oktober 2019


Pukul : 17.00 WIB
I. PENGUMPULAN DATA
Identitas / Biodata
Istri Suami
Nama : Ny “Z” Nama : Tn “A”
Umur : 42 tahun Umur : 43 tahun
Suku / Bangsa : Indonesia Suku/bangsa : Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Swasta
Alamat : Padang
No. Hp : 0821711xxxxx
A. Data Subjektif
Pasien masuk tanggal : 10 Oktober 2019
Pukul : 17.00 WIB
1. Alasan utama masuk RS : partus lama
3. Tanda-tanda bersalin
His : 5 kali
Frekuensi : 10 menit
Lamanya : 55 detik
Kekuatan : kuat
Lokasi ketidaknyamanan : nyeri perut yang kuat
4. Pengeluaran pervaginam
Darah lendir : ada
Air ketuban : (+)
Darah : ada

14
15

5. Masalah-masalah khusus : nyeri seluruh lapangan perut tidak tertahankan,


keluar darah yang banyak dari jalan lahir, nyeri
kuat
6. Riwayat kehamilan sekarang
a. HPHT : 03-01-2019
b. TP : 10-10-2019
c. Riwayat haid sebelumnya
Siklus : 28 hari
Lama : 6-7 hari
d. ANC : perbulan
e. Keluhan : perut sering meregang
7. Pola imunisasi
TT Catin : ada
TT 1 : ada
TT 2 : ada
8. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

Tan Persalinan Komplikasi Bayi Nifas


ggal Pe- Ke-
No
Lahi Temp BB/PB/J
Usia Jenis Nolon Ibu Bayi adaa Lochea Laktas
r at K
g n i
1 20 th Atr N BPM Bidan Tidak Tidak 2.700g Baik Normal Ya
m ada ada
2 16 th Atr N BPM Bidan Tidak Tidak 2.900g Baik Normal Ya
m ada ada
3 11 th Atr SC RS Dokte Kala 1 - 3.500 Baik Normal Ya
m r lama
4 9 th Atr SC RS Dokte Post SC - 3.300 Baik Normal Ya
m r
5 Ini
16

9. Kontrasepsi yang digunakan : KB suntik 3 bulan


10. Pergerakan janin dalam 24 jam terakhir : (-)
Mulai gerakan janin pertama kali : usia kehamilan
11. Makan dan minum terakhir : ± 3 jam yang lalu
Jenis makanan / minuman : makanan padat
12. BAK terakhir : 1 hari yang lalu
13. BAB terakhir : satu hari yang lalu
14. Psikologis : baik
15. Keluhan lain : sakit perut yang berlebihan
seperti tersayat
B. Data Objektif
1. Keadaan umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Keadaan emosional : Stabil
4. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 80/60mmHg
Nadi : 107x/menit
Pernapasan : 30x/menit
Suhu : 380C
BB sebelum hamil : 60 kg
BB sekarang : 71kg
TB : 150cm
Lila :28cm
5. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
1) Mata
a) Konjungtiva : pucat
b) Sklera : tidak ikterik
2) Mulut
a) Lidah dan mulut : tampak kering
17

b) Gigi dan geraham : tidak ada karies


3) Leher
a) Kelenjar tiroid : tidak ada
b) Kelenjar limfe : tidak ada
4) Payudara
a) Bentuk : simetris kiri dan kanan
b) Puting susu : menonjol
c) Pengeluaran : tidak ada
d) Pembengkakan : tidak ada
e) Retraksi :+
f) Areola : hyperpigmentasi
5) Abdomen
a) Pembesaran : tidak sesuai dengan usia kehamilan
b) Pembengkakan : tidak ada
c) Bekas luka operasi : ada
d) Konsistensi : lenbek
e) Kandung kemih : tidak teraba
6) Ekstermitas atas dan bawah
a) Oedema : tidak ada
b) Kemerahan : tidak ada
d) Varices : tidak ada
6. Pemeriksaan kebidanan
a. Palpasi
Leopold I : pada fundus teraba bulat, lunak, lingkaran
bundl, tidak melenting (kemungkinan
bokong)
Leopold II : pada perut sebelah kanan teraba bagian-
bagian kecil kemungkinan ekstermitas janin,
bagian kiri perut ibu teraba memapan, keras,
panjang kemungkinan punggung janin
18

Leopold III : pada bagian bawah perut ibu teraba buat,


keras melenting kemungkinan kepala janin,
masih bias di goyangkan
Leopold IV : divergen, belum masuk PAP
MC. Donald : 30cm
TBJ : 2.635g
Fetus
Letak : punggung kiri
Posisi : membujur
Pergerakan :-
Presentasi : kepala
Penurunan : tidak ada
b. Auskultasi
DJJ : (-)
Punctum maksimum :-
c. Perkusi
Reflek patella kanan :+
Reflek patella kiri :+
d. Ano-genital (inspeksi)
Perineum
Luka parut : ada
Vulva dan vagina
Warna : kemerahan
Luka : tidak ada
Varices : tidak ada
Pengeluaran pervaginam : air ketuban + darah
Anus : tidak ada hemoroid
e. Pemeriksaan dalam
Atas indikasi : inpartu
Dinding vagina : kaku
19

Portio : tidak teraba


Pembukaan :0
Ketuban : (-)
Penurunan bagian terendah: -
Presentasi :-
C. Pemeriksaan laboratorium
Golongan darah :O
Hb : 7,8gr%
Glukosa urine :-
Protein urine :-
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “Z” USIA 42 TAHUNG5P4A0H4 USIA KEHAMILAN 32 MINGGU

DENGAN RUPTUR UTERI

SUBJEKTIF OBJEKTIF ANALISA PENATALAKSANAAN


Ibu mengatakan : - Keadaan umum : lemes dan Ny. Z, Usia 42 1. Menyampaikan hasil pemeriksaan (bahwa ada
tampak cemas, penyulit yang menyertai, menjelaskan  kemungkinan
- Umur 42 tahun, - Kesadaran : composmentis, tahun, G5P4 A0, hamil  untuk ditranfusi darah, dan  dilakukan operasi).
- hamil anak ke 5 - TTV : TD: 80/60 mmHg, Evaluasi : ibu paham dengan penjelasana yang
- 2 kali lahiran normal N: 107x/menit, 32 minggu, Janin diberikan
dan 2 kali operasi S: 380C, 2. Mengatur posisi ibu senyaman mungkin.
- Tidak pernah R: 30x/menit, Tunggal, Intra Uterin, 3. Memberi dukungan  psikologis  pada  ibu
keguguran - Inspeksi : Evaluasi : ibu merasa lebih tenang dari sebelumnya
- Uk 32 minggu, Muka pucat, Konjungtiva pucat, membujur, Presentasi 4. Memberikan oksigen pada ibu (Pemberian O2 3-4 L/i)
- nyeri seluruh abdomen terdapat luka bekas Evaluasi : O2 terpasan (4L/i)
lapangan perut tidak operasi, Kepala dengan ruptur 5. Memasang infus 2 line.
tertahankan, nyeri - Palpasi : TFU : ¹/2 PX - pusat , Evaluasi : infus telah terpasang
kuat L1 = fundus teraba bulat, lunak, uteri. 6. Memberikan asam tranexamat 1000mg (IV)
- sesak nafas dan tidak melenting ( Bokong ), Evaluasi : asam tranexamat telah di injeksikan
mules-mules sejak 1 LII = sebelah kanan teraba 7. Skintest cetriaxone subcutan 0.05cc
jam yang lalu. kecil-kecil ( ektermitas ), Evaluasi : telah dilakukan skintest
sebelah kiri teraba lurus seperti Masalah potensial : - 8. Melapor ke dokter penanggung jawab
papan ( punggung ), - Syok hipovilemik Evaluasi :
LIII = bagian bawah teraba - Kematian ibu - Jam 07.00 Lapor, dokter visite d ponek
keras, bulat, melenting - Jam 07.05 dokter visite, dokter mengatakan OK
( kepala ) masih bisa SC cito. Pemberian antibiotik cetriaxone 1gr IV
digoyangkan, Kebutuhan utama: (ST), transfusi 2 bag (WB)
LIV =  belum masuk PAP.  - Persiapan operasi - Jam 07.10 informd consent pasien dan keluarga
Mc Donals : 30cm sc - Jam 07.12 isi form persetujuan zin operasi
DJJ : -, - Jam 07.15 Isi form edukasi
Data penunjang : Hb : 9 gr %. - Jam 07.15 Boking ok cito
- Jam 07.15 pemberian antibiotik ceftriaxone
- Jam 07. 16 ambil sample darah crosmed dan
pengisian form permintaan darah serta double cek
ke ptugas laboratorium

20
- Jam 07.20 Pasien di antar keruang operasi dan
handover dengan perawat ok
- Jam 07.25 Telpon pmi boking darah...
- Jam 08.30 pengambilan darah
- Jam 08.32 double cek kantong darah
- Jam 08.35 serah terima darah dengan petugas
ruangan OK.

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Sesuai dengan Direktorat Bina Kesehatan Ibu, Kementrian Kesehatan RI,

bahwa pelayanan atau asuhan standar minimal pemeriksaan 10 T. Pasien telah

melakukan 2 kali kunjungan ANC. Dari hasil anamnesa didapat Ny. Z berumur 42

tahun, hamil yang ke 5, menurut teori bahwa umur yang baik untuk ibu hamil adalah

20-35 tahun agar segalanya sehat, baik reproduksinya maupun psikologinya. Berarti

tidak sama antara teori dengan kasus yang diambil, jadi Ny. Z tergolong resiko

tinggidan hamil ke 5 ini tidak sesuai dengan program pemerintah yaitu dua anak lebih

baik.

Nyeri perut bagian bawah, keluar darah pada kemaluan, sesak nafas dan nadi

cepat yang dialami ibu, menurut teori adalah tanda gejala ruptur uteri. Tekanan

darah Ny Z juga mengalami penurun 80/60 mmHg. Muka pucat, konjungtiva pucat.

Pemeriksaan abdomen: terdapat luka bekas operasi, saat dilakukan pemeriksaan

penunjang, didapat hasil Hb: 9 gram % Hal ini menunjukan keadaan ibu anemis

karena menurut teori bahwa normal ibu hamil 11 gr % (Depkes RI ). Sehingga ibu

didiagnosa mengalami rupture uteri, dilihat dari faktor riwayat persalinan yang

lalu.Dikarenakan adanya komplikasi kehamilan pada Ny.Z, maka harus segera

dirujuk ke tempat yang memiliki fasilitas yang memadai, hal ini sesuai dengan APN

2008 rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu.

22
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ruptur uteri adalah robekan dinding uterus yang dapat terjadi saat periode

antenatal ketika induksi, persalinan, dan kelahiran atau bahkan selama stadium

ketika persalinan saat umur kehamilan lebih dari 28 minggu.

Ruptur uteri dapat disebabkan oleh dinding rahim yang lemah dan cacat,

misalnya pada bekas SC, kuratase, pelepasan plasenta secara manual dan tindakan

persalinan lainnya, serta kerena peregangan luar biasa pada rahim.

Untuk mencegah terjadinya ruptur uteri sebleum persalinan, penolong

persalinan telah melakukan pemeriksaan terlebih dahulu apakah ada tanda-tanda

yang dapat menyebabkan ruktur uteri. Bila telah teradi ruptur uteri maka lakukan

penanganan shok terlebih dahulu yairu pemberan cairan intravena, oksigen,

transfusi darah, dan bila diagnosa telah ditegakkan maka lakukan laparatomi

(pembedahan).

4.2 Saran

Saran yang dapat kami sampaikan yaitu seorang bidan atau tenaga kesehtan

lainnya harus lebih cepat mendiagnosa dan menegakkan diagnosa, agar kematian

ibu karena ruptur uteri bisa berkurang di indonesia.

23

Anda mungkin juga menyukai