Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronisyang telah menjadi


masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Penyakit
ini dapat terjadi karena sedikitnya produksi insulin, atau terdapat faktor-faktor yang
menghambat kerja insulin, atau keduanya. Hal ini menghasilkan suatu keadaaan
dimana kadar glukosa dalam darah sangat tinggi atau disebut dengan hiperglikemia.
Karakteristik klinis dari hiperglikemia dapat meliputi polifagia, poliuria, polidipsia,
penurunan berat badan, dan menurunnya kemampuan penglihatan (Brooks et al.,
2009). Diagnosis diabetes dapat ditegakkan apabila ditemukan karakteristik klinis
hiperglikemia seperti yang telah disebutkan, serta didapatkan konsentrasi glukosa
darah 200 mg/dL (>11.1 mmol/L) atau konsentrasi glukosa darah puasa 126 mg/dL
(>7 mmol/L).
Diabetes mellitus dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yakni DM tipe 1,
tipe 2, diabetes gestasional, dan DM tipe khusus lainnya.
Pada saat kehamilan terjadi diabetes namun sebelum kehamilan gula darah
normal disebut dengan Diabetes Melitus Gestasional. Diabetes Mellitus
Gestasional sebagai derajat intoleransi glukosa yang terjadi karena hormone
kehamilan atau faktor lain mengganggu penggunaan insulin dalam tubuh. DM pada
ibu hamil harus segera dilakukan penganganan karena dapat berpengaruh / pada
kehidupan janin/bayi dimasa akan dating dan juga saat proses persalinan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan persalinan Sectio Caesarea ?
2. Apa saja indikasi persalinan Sectio Caesarea?
3. Apa yang dimaksud dengan Diabetes Mellitus Gestasional ?
4. Mengapa dapat terjadi Diabetes Gestasional
5. Bagaimana penanganan pada ibu yang mengalami Diabetes Mellitus
Gestasional?

1
6. Bagaimana Proses Persalinan Sectio Caesarea dengan ibu Diabetes
Mellitus Gestasional ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Secto Caesarea
2. Untuk mengetahui indikasi Sectio Caesarea
3. Untuk mengetahui pengertian Diabetes Mellitus Gestasional
4. Untuk mengetahui penanganan pada ibu Diabetes Mellitus Gestasional
5. Untuk mengetahui proses persalinan Sectio Caesarea dengan Ibu Diabetes
Mellitus Gestasional

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Sectio Caesaria

2.1.1 Pengertian
Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia disebut bahwa bedah Caesar
adalah pembedahan yang dilakukan dengan pengirisan dinding perut dan Peranakan
untuk melahirkan janin.
Dalam ilmu kedokteran, section caesarian adalah suatu persalinan buatan,
dimana janin dilajirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding Rahim
dengan syarat Rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram.
Sectio caesarea adalah suatu melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau section caesarea
adalah suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam Rahim.

2.1.2 Jenis-jenis sectio caesarea

Pada umumnya, section caesarea memiliki 2 tipe utama , yaitu segmen atas dan
segmen bawah. Secara teknis, kedua tipe ini adalah sebagai berikut :
a. Segmen atas
Segmen atas pada persalina section caesaria adalah pembedahan melalui
sayatn vertical pada dinding perut (abdomen) yang lebih dikenal dengan
sayatan klasik atau classical incision. Jenis ini kini jarang digunakan oleh
tenaga kedoktera karena lebih beresiko terhadap kelahiran. Seringkali
diperlukan luka insisi yang lebih lebar karena bayi sering dilahirkan dengan
bokong dahulu.
Indikasi pada persalinan jenis klasik ini diantaranya :
1. Kesulitan menyikap segmen bawah
a. Adanya pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior
b. Vesical urinaria yang letaknya tinggi dan melekat
c. Myoma oada segmen bawah

3
2. Bayi yang terletak lintang
3. Beberapa kasus plasena previa anterior
4. Malformasi uterus tertentu

Kerugian pada persalinan ini :


1. Myometrium yang tebal harus dipotong,sinus sinus yang harus dibuka
lebar dan pendarahan yang banyak
2. Bayi sering diekstaksi bokong dahulu, sehingga kemungkinan aspirasi
cairan ketuban lebih besar.
3. Apabila plasenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan
memtongnya dan dapat menimbulkan kehilngan darah dari sirkulasi
janin yang berbahaya.
4. Letak insisi tidak tertutup pada cavum peretonei generalist dan isi uterus
yang terinfeksi kemungkinan besr merembes dengan akibat peritonitis.
5. Isidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi
6. Insidensi rupture upteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi.

b. Segmen Bawah
Pembedahan pada segmen bawah meliputi dua jenis :
1. Insisi melintang
Yaitu dengan melakukan sayatan secara mendatar. Pada jenis ini, dibuat
sayatan kecil melintang dibawah uterus (rahim). Kemudian sayatan ini
dilebarkan dengan jari- jari tangan dan berhent didaerah pembuluh-

4
pembluh darah uterus. Pada sebagaian besar kasus persalinan, posisi
kepala bayi terletak dibalik sayatan, sehingga harus diekstraksi atau di
dorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya, dan plasenta serta selaput
ketuban.
Keuntungan :
1. Insisi tedapat dibagian bawah yang cenderung tipis dan bukan pada
bagian interior segmen atas.
2. Otot tidak dipotong tetapi dipisah kesamping, cara ini dapat
mengurangi pendarahan
3. Insisi atau pembedahan jarang terjadisampai plasenta
4. Kepala bayi atau janin pada umumnya berada dibawah insisi atau
sayatan sehingga memudahkan ekstraksi
5. Lapisan otot pada segmen bawah yang tipis lebih mudah dirapatkan
kembali dibandingkan dengan segmen atas yang lebih tebal.
6. Keseluruhan luka insisi terbungkus oleh lipatan visicouterina
sehingga mengurangi perembesan ke dalam cavum peritonei
generalist
7. Rupture jaringan cicatrix yang melintang kurang membahayakan
jiwa ibu dan janin karena :
a. Insidensi rupture lebih rendah
b. Kejadian tersebut sebelum aterm sehingga pasien sudah dalam
pengamanan ketat di RS
c. Pendarahan yang ditimbulkan dari segmen bawah lebih sedikit
karena daerah tersebut kurang mengandung pembuluh darah
dibandingkan dengan yang tedapat pada bagian atas
d. Rupture bekas insisis melintang yang rendah letaknya kadang
diikuti dengan ekspulsi janin atau terpisahnya plasenta sehingga
masih ada kesempatan untuk menyelamatkan janin.

Kerugian :

5
1. Apabila insisi atau irisan terlalu jauh ke lateral, seperti pada
kasus bayi terlalu besar maka pembuluh darah uterus dapat
terobek sehingga menimbulkan pendarahan yang cukup hebat
2. Prosedur ini tidak dianjurkan apabila terdapat abnormalitas pada
segmen bawah atau adanya fibroid atau varises yang luas
3. Adanya pembedahan sebelumnya
4. Kondisi segmen bawah yang kurang baik, sehingga pembedahan
sulit dilakukan
5. Kadang verisca urinaria melekat pada jaringan cicantrix yang
terjadi sebelumnya sehingga vesical urinaria dapat terluka

2. Insisi membujur
Pada insisi membujur hamper sama dengan sayatan pada insisi
melintang, hanya saja letak sayatan menjadi vertical dibawah rahi
(uterus).
Keuntungan :
1. Apabila terjadi pada kasus bayi yang terlalu besar, luka pada insisi
dapat diberlebar ke atas
2. Adanya malposisi atau posisi janin yang melintang
3. Adanya anomaly janin seperti pada keadaan bayi kembar yang
menyatu

Kerugian :

6
1. Pendarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotognya
otot
2. Luka insisi meluas sampai ke segmen atas

Pada kasus tertentu, section caesaria juga dilakukan dengan beberapa Teknik seperti
:
a. Section caesarea berulang
ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sc, maka kehamilan selanjutnya
dilakukan seksio caesarea lagi. Umunya sayatan dilakukan pada luka bekas
operas sebelumnya.
b. Seksio caesarea histerektomi
Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio caearea
dilanjutkan dengan pengangkatan Rahim (uterus).
Indikasi :
1. Pendarahan akibat atonia uteri setelah terapi konservatif gagal
2. Pendarahan yang ditidak dapat dikendalikan
3. Plasenta accreata
4. Fibromyoma yang multiple dan luas
5. Pada kasus -kasus tertentu kanker serviks atau ovarium
6. Rupture uteri yang tidak dapat diperbaiki
7. Sebagai metode sterilisasi apabila kelanjutan haid tidak dikehendaki
demi alasan medis

7
8. Cicantix yang menimbukan cacat pada uterus
9. Perlebaran luka insisi yang mengenai pembuluh – pembuluh darah
sehingg
10. a pendarahn tidak dapat dihentikan dengan pengikatan lignature

c. Operasi porro
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin
sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi misalnya pada keadaan
infeksi Rahim yang berat. Seksio caesarea oleh ahli kebidanan disebut
obstetric panacea yaitu obat atau terapi ampuh dari semua masalah obstetric.

2.1.3 Etiologi
1. Indikasi section caesarea
Sectio caesarea dilakukan jika kelahiran melalui vagina membawa resiko
pada ibu dan janin. Indikasi section Caesaria ialah :
a. Indikasi Medis
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
1. Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan
lemah, ibu berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang
mempengaruhi tenaga.
2. Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak
lintang, primi gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan
terlalu lama pada pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress
syndrome (denyut jantung janin kacau dan melemah).
3. Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan
lahir atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa
menular ke anak, umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis),condyloma
lota (kondiloma sifilitik yang lebar dan pipih), condyloma acuminata

8
(penyakit infeksi yang menimbulkan massa mirip kembang kol di kulit luar
kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C. (Dewi Y, 2007, hal. 11-12)
b. Indikasi Ibu
1. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun,
memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita
dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki
penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia (keracunan
kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga dokter
memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.
2. Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul
ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak melahirkan secara alami. Tulang panggul sangat
menentukan mulus tidaknya proses persalinan.
3. Persalinan Sebelumnya dengan sectio caesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
Apabila memang ada indikasi yang mengharuskan dilakukanya
tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu besar, panggul terlalu sempit,
atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi bisa saja dilakukan.
4. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku
sehingga tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit
bernafas.
5. Kelainan Kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate
uterine action) atau tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat

9
melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi tidak
terdorong, tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.
6. Ketuban Pecah Dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan
bayi harus segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban
merembes ke luar sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban
(amnion) adalah cairan yang mengelilingi janin dalam rahim.
7. Rasa Takut Kesakitan
Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan
mengalami proses rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit
di pinggang dan pangkal paha yang semakin kuat dan “menggigit”.
Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah atau baru melahirkan
merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini bisa
karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit.
Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat proses persalinan
alami yang berlangsung.
c. Indikasi Janin
1. Ancaman Gawat Janin (fetal distress)
Detak jantung janin melambat, normalnya detak jantung janin
berkisar 120- 160. Namun dengan CTG (cardiotography) detak jantung
janin melemah, lakukan segera sectio caesarea segara untuk
menyelematkan janin.
2. Bayi Besar (makrosemia)
3. Letak Sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai
dengan arah jalan lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang
satu dan bokong pada posisi yang lain.
4. Faktor Plasenta
 Plasenta previa
Posisi plasenta terletak dibawah rahim dan menutupi sebagian atau
seluruh jalan lahir.

10
 Plasenta lepas (Solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari
dinding rahim sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi
dilakukan untuk menolong janin segera lahir sebelum ia mengalami
kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
 Plasenta accrete
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Pada
umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan yang berulang
kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang
pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan
menempelnya plasenta.
5. Kelainan Tali Pusat
 Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan
ini, tali pusat berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah
berada di jalan lahir sebelum bayi.
 Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali
pusat tidak terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi
dari plasenta ke tubuh janin tetap aman.(Kasdu, 2003, hal. 13-18).

2.1.4 Prosedur Tindakan Sectio Caesarea


A. Fase Pembedahan
Ada tiga fase dalam tahap pembedahan, yaitu :
a) Fase praoperatif
Dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhirketika
pasien dikirim ke meja operasi.
b) Fase intraoperatif
Dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau departemen bedah
dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
c) Fase pascaoperatif

11
Dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah

B. Langkah – Langkah Operasi Sectio Caesarea


1. Izin Keluarga
Pihak rumah sakit memberikan surat yang harus ditanda tangani oleh
keluarga, yang isinya izin pelaksanaan operasi.
2. Pembiusan
Pembiusan dilkakukan dengan bius epidural atau spinal. Dengan cara ini ibu
akan tetap sadar tetapi ibu tidak dapat melihat proses operasi karena
terhalang tirai.
3. Disterilkan
Bagian perut yang akan dibedah, disterilkan sehingga diharapkan tidak ada
bakteri yang masuk selama operasi.
4. Pemasangan Alat
Alat-alat pendukung seperti infus dan kateter dipasangkan. macam
peralatan yang dipasang disesuaikan dengan kondisi ibu.
5. Pembedahan
Setelah semua siap, dokter akan melakukan sayatan demi sayatan sampai
mencapai rahim dan kemudian selaput ketuban dipecahkan. Selanjutnya
dokter akan mengangkat bayi berdasarkan letaknya.
6. Mengambil Plasenta
Setelah bayi lahir, selanjutnya dokter akan mengambil plasenta.
7. Menjahit
Langkah terakhir adalah menjahit sayatan selapis demi selapis sehingga
tetutup semua.

12
2.2 Diabetes Mellitus
2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes adalah kata Yunani yang berarti mengalirkan/ mengalihkan
(siphon). Mellitusadalah kata Latin untuk madu, atau gula. Diabetes
mellitus adalah penyakit dimanaseseorang mengeluarkan/mengalirkan
sejumlah besar urin yang terasa manis.
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh kelainan
hormon yangmengakibatkan sel-sel dalam tubuh tidak dapat menyerap glukosa
dari darah. Penyakit initimbul ketika di dalam darah tidak terdapat cukup insulin
atau ketika sel-sel tubuh kita dapat bereaksi normal terhadap insulin dalam
darah.

2.2.2 Tipe Diabetes Mellitus


Terdapat tiga macam tipe diabetes mellitus, yaitu:
1. Diabetes Mellitus Tipe I
Diabetes mellitus tipe I adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan
absolute insulin.Penyakit ini disebut diabetes mellitus dependen insulin
(DMDI). Pengidap penyakit ini harusmendapatkan insulin pengganti.
Diabetes tipe I biasanya dijumpai pada orang yang tidak gemuk berusia
kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak
daripada wanita. Karena insidens diabetes tipe I memuncak pada usia
remaja dini, makadahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenile.
Namun, diabetes tipe I dapat timbul padasegala usia.
2. Diabetes Mellitus Tipe II
Diabetes mellitus tipe II ini terjadi karena resistensi insulin dan atau
kurangnya sekresi insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel
beta pancreas tidak dapat memenuhi jumlah yang dibutuhkan, maka
diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai noninsulin dependent diabetes
mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II biasanya timbul pada orang

13
yang berusia lebih dari 30 tahun, dan dapat disebabkan oleh faktor genetik
maupun faktor gaya hidup atau lingkungan.
3. Diabetes Gestasional
Diabetes mellitus gestasional (DMG) adalah intoleransi glukosa yang
dimulai atau baru ditemukan pada wkatu hamil. Tidak dapat
dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang tidak
diketahui yang muncul seiring kehamilan. Setelah ibu melahirkan, keadaan
diabetes mellitus gestasional (DMG) akan kembali ke regulasi glukosa
normal.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan diabetes
sangat bervariasi. Pada ibu akan meningkatkan risiko terjadinya
preeklamsia,seksio sesarea, dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di
kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan resiko terjadinya
makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia, hipoglikemi,
hipokalsemia, polisitermia, sindroma distres respirasi (RDS), serta
meningkatnya mortalitas atau kematian janin. (Sarwono
Prawirohardjo,2014)

2.2.3 Faktor Resiko


1. Faktor risiko diabetes mellitus secara umum
a. Umur h. Status kerja
b. Jenis kelamin i. Pendidikan
c. Genetik j. Obesitas
d. Suku k. Hipertensi
e. Riwayat Keluarga l. Penyakit Mental
f. Konsumsi Zat Gizi m. Kondisi Psikologis
g. Aktivitas fisik

2. Faktor risiko diabetes melitus gestasional meliputi,


a. obesitas

14
b. adanya riwayat e. abortus berulang
diabetes melitus f. adanya
gestasional sebelumya riwayat melahirkan
c. glucosuria dengan cacat bawaan atau
d. adanya riwayat bayi >4000 gram
keluarga dengan g. adanya riwayat
diabetes preeklampsia.

2.2.4 Diagnosis Diabetes Mellitus


Standar nilai glukosa darah
Kadar Glukosa Darah

Regulasi Glukosa Normal Puasa <<5,6 mmol/L (100,9 mg/dl)

Glukosa Puasa Terganggu Puasa : ≥≥5,6mmol/L (100,9


mg/dl)hingga <7mmol/L (126 mg/dl)
2 jam setelah makan : ≥7,8 mmol/L
(140,5 mg/dl)
Toleransi Glukosa Terganggu Puasa :<7mmol/L (126 mg/dl)
2 jam setelah makan : ≥7,8
mmol/L(140,5 mg/dl) hingga <11,1
mmol/L (200 mg/dl)
Diabetes Mellitus Puasa : ≥7mmol/L(126 mg/dl) ; atau
2 jam setelah makan : ≥11,1 mmol/L
(200 mg/dl)

 Semua ibu hamil dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan untuk melihat


adanya diabetes melitus gestasional, namun waktu dan jenis pemeriksaannya
bergantung pada faktor risiko yang dimiliki ibu. Pasien dengan faktor risiko
tersebut perlu diperiksa lebih lanjut sesuai standar diagnosis diabetes melitus
di kunjungan antenatal pertama

15
 Diagnosis diabetes melitus ditegakkan bila:
1. Kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl (disertai gejala klasik
hiperglikemia)
2. Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Gejala klasik adalah: poliuria,
polidipsia dan berat badan turun tanpa sebab ATAU
3. Kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl * Puasa adalah pasien tak mendapat
kalori sedikitnya 8 jam ATAU
4. Kadar glukosa 2 jam setelah TTGO >200 mg/dl * Tes Toleransi Glukosa
Oral dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Apabila
hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa Terganggu (TTGO)
atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) ATAU Kadar HbA1C
>6,5%. Hasil yang lebih rendah perlu dikonfirmasi dengan melakukan
pemeriksaan TTGO di usia kehamilan antara 24-28 minggu.
 Pemeriksaan konfirmasi dan pemeriksaan untuk ibu hamil tanpa faktor risiko
dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara sebagai berikut:
1. Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari,
kemudian berpuasa selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
2. Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari, kemudian
diikuti pemberian beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan
pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam kemudian.
3. Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan:

o Kadar gula darah puasa > 92 mg/dl, ATAU


o Kadar gula darah setelah 1 jam > 180 mg/dl, ATAU
o Kadar gula darah setelah 2 jam > 153 mg/dl

16
2.2.5 Etiologi Diabetes Mellitus Gestasional
Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormone
pertumbuhan yang terus menerus tinggi selama kehamilan. Hormon
pertumbuhan dan estrogen merangsang pengeluaran insulin dan dapat
menyebabkan gambaran sekresi berlebihan insulin seperti diabetes tipe II
yang akhirnya menyebabkan penurunan responsivitas sel. Hormon
pertumbuhan memiliki beberapa efek anti-insulin, misalnya perangsangan
glikogenolisis (penguraian glikogen) dan penguraian jaringan lemak.

17
Semua faktor ini mungkin berperan menimbulkan hiperglikemia pada
diabetes gestasional.Wanita yang mengidap diabetes gestasional mungkin
sudah memiliki gangguan subklinis pengontrolan glukosa bahkan sebelum
diabetesnya muncul.

2.2.6 Predisposisi
1. Obesitas
2. riwayat intoleransi glukosa
3. riwayat DMG pada kehamilan sebelumnya
4. riwayat diabetes pada keluarga.

2.2.7 Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus Gestasional


 Pandangan Kabur
 Lelah, letih
 Seringnya terjadi infeksi, diantaranya pada kandung kemih, vagina dan
kulit
 Merasa sangat haus
 Sering buang air kecil
 Mual dan Muntah
 Penurunan berat badan, meskipun nafsu makan meningkat
Gejala Diabetes Mellitus
Gejala awal diabetes adalah penderita merasa lemas, tidak bertenaga,
ingin makanan yang manis, sering buang air kecil, dan mudah sekali merasa
haus. Dan setelah jangka Panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu
berbagai komplikasi kronis, seperti:
 Gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan
 Gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
 Gangguan pada jardiovaskula, disertai lesi membrane basalis yang dapat
diketahuidengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron

18
 Gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi autonom, foot ulcer,
amputasi,charcit joint, dan disfungsi seksual.
 Dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria, dan
hiperosmolar nonketotik yangdapat berakibat pada stupor dan koma.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu padasimtoma yang disebut
glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika tidak
segeramendapatkan perawatan.

Gejala Klasik Diabetes Mellitus


1. Pouria ( banyak kencing), merupakan gejala klasik umum pada penderita
diabetes mellitus. banyaknya kencing ini disebabkan kadar gula dalam
darah berlebihan, sehingga rangsang tubuh untuk berusaha
mengeluarkannya melalui ginjal bersama air dan kencing. Gejala banyak
kencing ini terutama menonjol pada waktu malam hari, yaitu saat kadar gula
dalam darah relatif tinggi.
2. Polidipsi ( banyak minum ), sebenarnya merupakan akibat reaksi tubuh dari
banyak kencing tersebut. Untuk menghindari tubuh kekurangan cairan
(dehidrasi), maka secara otomatis akan timbul rasa haus atau kering yang
menyebabkan timbulnya keingnan untuk terus minum selama kadar gula
dalam darah belum terkontrol baik. Sehingga dengan demikian, akan terjadi
banyak kencing dan minum.
3. Polipagio (banyak makan), merupakan gejala klasik diabetes yang tidak
menonjol. Terjadinya banyak makan ini disebabkan oleh berkurangnya
cadangan gula dalam tubuh meskipun kadar gula dalam darah tinggi.
Sehingga demikian, tubuh berusaha untuk memperoleh tambahan cadangan
gula dari makanan yang diterima.

2.2.8 Patofisiologis
Sebagian kehamilan ditandai dengan adanya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, yang pada beberapa perempuan akan menjadi faktor
predisposisi untuk terjadinya DM selama kehamilan. Resistensi ini berasal

19
dari hormon diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas hormon
pertumbuhan (growth hormon), corticotropin releasing hormon, placental
lactogen, dan progesteron. Hormon ini dan perubahan endokrinologik serta
metabolik akan menyebabkan perubahan dan menjamin pasokan bahan
bakar dna nutrisi ke janin sepanjang waktu. Akan terjadi diabetes mellitus
gestasional apabila fungsi pankreas tidak cukup untuk mengatasi keadaan
resistensi insulin yang diakibatkan oleh perubahan hormon diabetogenik
selama kehamilan.
Kadar glukosa yang meningkat pada ibu hamil sering menimbulkan
dampak yang kurang baik terhadap bayi yang diakndungnya. Bayi yang
lahir dari ibu dengan Diabetes Meliitus biasanya lebih besar, dan bisa terjadi
juga pembesaran dari organ-organnya (hepar, kelenjar adrenal, jantung).
Segera setelah lahir, bayi dapat hipoglikemia karena produksi insulin janin
yang meningkat, sebagai reaksi terhadap kadar glukosa ibu yang tinggi.
Oleh karena itu, setelah bayi dilahirkan, kadar glukosanya perlu dipantau
dengan ketat.
Ibu hamil penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik
akan meningkatkan resiko terjadinya keguguran atau bayi lahir mati. Bila
diagnosis diabetes mellitus sudah dapat ditegakkan sebelum kehamilan,
tetapi tidak terkontrol dengan baik, maka janin beresiko mempunyai
kelainan kongenital.

2.2.9 Dampak Diabetes Mellitus terhadap kehamilan


a. Dalam kehamilan
1. Insufisiensi plasenta menyebabkan:
 Abortus-prematurius.
 Kematian janin dalam rahim.
 Kelainan kongenital meningkat
2. Komplikasi kehamilan dengan DM:
 Hidramnion.
 Makrosomia diikuti kelainan letak janin.

20
 Pre-eklampsia dan eklampsia.
3. Pengaruh diabetes tehadap persalinan
 Inersia uteri primer dan sekunder.
 Persalinan operatif makrosomia.
4. Pengaruh terhadap kala nifas
Mudah terjadi infeksi sampai sepsis.
Pengaruh terhadap janin
Gangguan insufisiensi plasenta :
i. Abortus sampai kematian janin dalam rahim.
ii. Makrosomia dengan komplikasinya.
iii. Dismaturitas dan meningkatnya kematian neonatus kelainan
kongenital.
iv. Kelainan neurologis sampai IQ rendah.
v. Kematangan paru terhambat menimbulkan RDS, asfiksia, dan
lahir mati.

2.2.10 Pencegahan
Obesitas merupakan faktor risiko utama diabetes melitus. Dengan demikian,
kita bisa menurunkan risiko diabetes melitus dengan mencegah obesitas.
Beberapa metode pencegahan disarankan di bawah ini:
a) Menjaga berat badan ideal. Mereka yang sudah mengalami kelebihan
berat DM/ badan wajib menetapkan sasaran penurunan berat badan (5-
10% dari berat badan saat ini).
 Indeks Massa Tubuh (IMT/BMI - Body Mass Index) dari orang
Asia adalah 18,5 - 22,9.
 IMT = Berat (kg) ÷ Tinggi (m) ÷ Tinggi (m)
b) Pola makan yang seimbang yaitu dengan prinsip pola makan rendah
lemak, rendah gula, rendah natrium, dan tinggi serat.
c) Tetap aktif, berolahraga secara teratur dengan intensitas sedang
(dianjurkan untuk berolahraga setiap hari selama 30 menit atau lebih
selama setidaknya 5 hari seminggu).

21
d) Karena gejala awal Diabetes Melitus yang tidak jelas, pemeriksaan
kesehatan yang tepat setiap tahun bisa membantu mendeteksi penyakit
ini sesegera mungkin.

2.1.10 Pengobatan Diabetes Mellitus


Tujuan pengobatan diabetes mellitus adalah secara konsisten menormalkan
kadar glukosa darah dengan variasi minimum. Penelitian-penelitian terakhir
mengisyaratkan bahwa mempertahankan glukosa darah senormal dan
sesering mungkin dapat mengurangi angkakesakitan dan kematian. Tujuan
ini dicapai melalui berbagai cara, yang masing-masingdisesuaikan secara
individual.
a. Insulin: pengidap diabetes tipe I memerlukan terapi insulin. Tersedia
berbagai jenis insulin dengan asal dan kemurnian yang berbeda-
beda.insulin juga berbeda-beda dalam aspek saat awitan kerja, waktu
puncak kerja, dan lama kerja. .pengidap diabetes tipe II,
walaupundianggap tidak bergantung insulin, juga dapat memperoleh
manfaat dari terapi insulin. Pada pengidap diabetes tipe II, mungkin
terjadi defisiensi pelepasan insulin atau insulin yangdihasilkan kurang
efektif karena mengalami sedikit perubahan.
b. Pendidikan dan kepatuhan terhadap diet: adalah komponen penting lain
pada pengobatan diabetes tipe I dan II. Rencana diet diabetes dihitung
secara individual bergantung pada kebutuhan pertumbuhan, rencana
penurunan berat (biasanya untuk pasiendiabetes tipe II), dan tingkat
aktivitas. Distribusi kalori biasanya 50-60% dari karbohidratkompleks,
20% dari protein, dan 30% dari lemak. Diet juga mencakup serat,
vitamin, danmineral. Sebagian penderita diabetes tipe II mengalami
pemulihan kadar glukosa darahmendekati normal hanya dengan
intervensi diet karena adanya peran faktor kegemukan.
c. Program Olahraga: terutama untuk pengidap diabetes tipe II, adalah
intervensi terapetik ketiga untuk diabetes mellitus. Olahraga, digabung
dengan pembatasan diet, akan mendorong penurunan berat dan dapat

22
meningkatkan kepekaan insulin. Untuk kedua tipe diabetes,olahraga
terbukti dapat meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel sehingga
kadar glukosadarah turun. Olahraga juga dapat meningkatkan
kepekaan sel terhadap insulin.

2.1.11 Pengelolaan
Penanganan yang paling umum dan sering digunakan secara klinis
adalah pemeriksaan konsentrasi gula darah ibu agar konsentrasi gula darah
dapat dipertahankan seperti kehamilan normal. Pada perempuan dengan
DMG harus dilakukan pengamatan gula darah Preprandial dan
Posprandial. Fourth International Workshop Conference on Gestational
Diabetes Mellitus menganjurkan untuk mempertahakan konsentrasi gula
darah kurang dari 95 mg/dl (5,3 mmol/l) sebelum makan dan kurang dari
140 dan 120 mg/dl (7,8 dan 6,7 mmol/l), satu atau dua jam setelah makan.
Pendekatan dengan pengaturan pola makan bertujuan untuk
menurunkan konsentrasi glukosa serum maternal, dengan cara membatasi
asupan karbohidrat hingga 40%-50% dari keseluruhan kalori, protein 20%,
lemak 30-40% (saturated kurang dari 10%), dan makan makanan tinggi
serat. Kenaikan berat badan selama kehamilan (weight gain) diusahakan
hanya sekitar 11-12,5 kg saja. Program pengaturan gizi dan makanan yang
dianjurkan oleh Ikatan Diabetes Amerika (American Diabetes Assosiation)
adalah pemberian kalori dan gizi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan
kehamilan dan mengurangi hiperglikemi ibu. Kalori harian yang dibutuhkan
bagi perempuan dengan berat badan normal pada paruh kedua kehamilan
adalah 30 kcal per kg berat badan normal.
Bila indeks Massa Tubuh (body mass index) lebih dari 30 kg per m2 ,
maka dianjurkan asupan rendah kalori sampai 30-33% (sekitar 25 kilo
Kalori per kg). Diet ini akan mencegah terjadinya ketonemia. Olahraga
teratur akan memperbaiki kontrol kadar gula darah pada perempuan hamil
dengan Diabetes Mellitus Gestasional walaupun pengaruhnya terhadap
hasil perinatal belum jelas.

23
Selain hal-hal tersebut, para Ibu hamil juga harus disarankan melakukan tes
toleransi glukosa oral pada waktu kehamilan sudah mencapai 6 sampai 7
bulan. Hal ini juga bertujuan untuk mengontrol kadar gula darah atau
glukosa pada ibu hamil

2.1.12 Pemberian Insulin pada ibu hamil


Perempuan yang memiliki gejala morbiditas janin (berdasarkan
pemerikasaan glukosa atau adanya janin yang besar) atau perempuan yang
mempunyai konsentrasi gula darah yang tinggi harus dirawat dengan
seksama dan biasanya diberi insulin. Terapi insulin dapat menurunkan
kejadian makrosemia janin dan morbiditas perinatal.
Dosis insulin yang diberikan sangat individual. Pemberian insulin
ditujukan untuk mencapai konsentrasi gula darah pascaprandial kurang dari
140 mg/dl sampai mencapai kadar glikemi dibawah rata-rata dan hasil
perinatal yang lebih baik, ketimbang dilakukannya upaya mempertahankan
konsentrasi gula darah praprandial kurang dari 105 mg/dl, tetapi keadaan
janin tidak diperhatikan.
Kejadian makrosomia dapat diturunkan dengan cara pemberian insulin
untuk mencapai konsentrasi gula darah praprandial kurang lebih 80 mg/dl
(4,4 mmol/l). Oleh karena itu, dalam merancang penatalaksanaan pemberian
insulin harus dipertimbangkan ketepatan waktu pengukuran gula darah,
konsentrasi target glukosa, dan karakteristik pertumbuhan janin.
Sebagai alternatif pemberian obat antidiabetik seperti metformin dan
sulfonylurea dapat dipakai untuk mengendalikan gula darah.

2.1.13 Penatalaksanaan Antepartum


Penatalaksanaan antepartum pada perempuan dengan DMG bertujuan
untuk:
1. Melakukan penatalaksanaan kehamilan TM 3 dalam upaya mencegah
bayi lahir mati atau asfiksia, serta menekan sekecil mungkin kejadian
morbiditas ibu dan janin akibat persalinan.

24
2. Memantau pertumbuhan janin secara berkala dan terus menerus (
misalnya dengan USG) untuk mengetahui perkembangan dan
pertumbuhan ukuran janin sehingga dapat ditentukan saat dan cara
persalinan yang tepat.
3. Memperkirakan maturitas (kematangan) paru-paru janin apabila ada
rencana terminasi (SC) pada kehamilan 39 minggu.
4. Pemeriksaan antenatal dianjurkan dilakukan sejak umur kehamilan 32 –
40 minggu. Pemeriksaan ini dilakukan terhadap ibu hamil yang kadar
gula darahnya tidak terkontrol, yang mendapat pengobatan insulin.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan nonstress test, profil biofisik,
atau modifikasi pemeriksaan profil biofisik seperti nonstress test dan
indeks cairan amnion.

2.1.14 Cara dan Waktu Persalinan


Perempuan hamil dengan DMG bukan merupakan indikasi seksio sesarea.
Penanganan persalinan tetap harus berdasar kepada indikasi ibu dan janin, sama
halnya dengan pengelolaan perempuan jamil tanpa diabetes.
Pada perempuan hamil diabetes gestasional dengan bayi makrosomnia,
komplikasi utama yang mungkin terjadi pada persalinan adalah trauma
kelahiran seperti distosia bahu, faktur tulang, dan injuri pleksus brakialis. Bayi
yang dilahirkan juga beresiko mengalami hipoglikemi dan kelainan metabolik
lainnya.
Pengambilan keputusan untuk melakukan persalinan lebih awal ( pada
kehamilan 38 minggu) dengan cara induksi persalinan atau seksio sesarea
dilakukan agar pertimbangan risiko terjadinya kematian perinatal atau
morbiditas perinatal yang berhubungan dengan makrosomia, distosia bahu,
gawat janin, dan terjadinya sindroma distres respirasi.Pada perempuan hamil
dengan DMG yang mendapat pengobatan insulin, tidak ada manfaatnya
menunda persalinan sampai melampaui umur kehamilan 38 – 39 minggu, bisa
menurunkan kemungkinan terjadinya makrosomia.

25
2.1.15 Pengelolaan Pasca Persalinan
 Karena sudah tidak ada resistensi terhadap insulin lagi, maka pada
periode pascapersalinan, perempuan dengan Diabetes Mellitus
Gestasional jarang memerlukan insulin.
 Pasien dengan Diabetes yang terkontrol dengan diet, setelah persalinan
tidak perlu diperiksa kadar glukosanya. Namun, bila pada waktu
kehamilan diberi pengobatan insulin, sebelum meninggalkan rumah
sakit perlu diperiksa kadar glukosa puasa dan 2 jam pascaprandial.
 Karena resiko terjadinya tipe 2 Diabetes Mellitus di kemudian hari
meningkat, maka 6 minggu pascapersalinan perlu dilakukan
pemeriksaan Diabetes dengan cara pemeriksaan gula darah puasa dalam
dua waktu atau 2 jam setelah pemberian 75 g glukosa pada glucose
tolerance test (kadar kurang dari 140 mg per dl berarti normal, kadar
140-200 mg per dl, berarti ada gangguan toleransi glukosa, kadar lebih
dari 200 berarti Diabetes Mellitus). Bila tes ini menunjukkan kadar yang
normal, maka kadar glukosa darah puasa dievaluasi lagi setelah 3 tahun.
 Skrining Diabetes ini harus dilakukan secara berkala, khususnya pada
pasien dengan kadar glukosa darah puasa yang meningkat waktu
kehamilan.
 Perempuan yang menderita Diabetes Mellitus Gestasional harus diberi
konseling agar menyusui anaknya karena pemberian ASI akan
memperbaiki kontrol kadar gula darah.
 Harus direncanakan penggunaan kontrasepsi karena sekali perempuan
hamil menderita Diabetes, maka dia beresiko terkena hal yang sama
pada kehamilan berikutnya. Tidak ada pembatasan penggunaan
kontrasepsi hormonal pada pasien dengan riwayat Diabetes Mellitus
Gestasional.
 Bagi perempuan yang Obesitas, setelah melahirkan harus melakukan
upaya penurunan berat badan dengan diet dan berolahraga secara teratur
agar resiko terjadinya Diabetes menjadi menurun.

26
2.1.16 Komplikasi Akut
a. Ketoasidosis Diabetes, adalah suatu komplikasi akut yang hampir selalu
dijumpai pada pengidap diabetes tipe I. kelainan inni ditandai oleh
perburukan dastis semua gejala diabetes.Ketoasidosis dapat timbul
setelah stress fisik misalnya kehamilan atau penyakit akut atautrauma.
Individu dengan ketoasidosis diabetes sering mengalami mual dan nyeri
abdomen.Dapat tibmul muntah-muntah, yang memperparah dehidrasi
ekstrasel dan ibtrasel. Kadar kalium tubuh total turun akibat poliura
berkepanjangan dan muntah-muntah.
b. Efek Somogyi, ditandai oleh penuruna unit kadar glukosa darah pada
malam hari, diikutioleh penigkatan rebound pada paginya. Penyebab
hipoglikemia malam hari kemungkinan besar berkaitan dengan
penyuntikan insulin di sore harinya. Pengobatan untuk efek
fomogyiditujukan untuk memanipulasi penyuntikan insulin sore hari
sedemikian sehingga tidak menimbulkan hipoglikemia. Intervensi diet
juga dapat mengurangi efek somogyi.
c. Fenomena Fajar (dawn phenomenon), adalah hiperglikemia pada pagi
hari (antara jam 5dan 9) yang tampaknya disebabkan oleh peningkatan
sikadian kadar glukosa pada pagi hari.Fenomena ini dapat dijumpai
pada pengidap diabetes tipe I dan tipe II.

27
BAB III
TINJAUAN KASUS
a. Pengkaijan

Hari : Jumat
Tanggal : 17 November 2017
Jam masuk : 07.30 WIB
Tempat : Ruang OK RSUP Persahabatan

SUBJEKTIF
Nama Ibu : Ny. Mujiati Nama Suami : M. Aris
Umur : 40 Tahun Umur : 47 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Swasta
Alamat : Komp Keuangan Jl. Perhubungan VI,DD 17 RT10/07, Jati,
Pulogadung

b. Keluhan Utama
Ibu M mengatakan ini merupakan kehamilan anak keduanya dan ingin
merencanakan lahir secara operasi Caesar karena persalinan sebelumnya juga
secara Caesar. Saat ini ibu tidak merasakan mulas- mulas atau kontraksi, tidak
ada lender darah, tidak ada air- air yang keluar. Dan ibu mengatakan kehamilan
ini berat badannya naik 25 kg dan kakinya bengkak.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular seperti HIV/AIDS,
Hepatitis, TBC, PMS), Penyakit Menahun (Asma), Penyakit Menurun
(Hipertensi, Diabetes Melitus
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan saat ini tidak menderita penyakit menular seperti TBC,
Jantung,Hepatitis, namun saat ini ibu mengalami penyakit Diabetes Mellitus
Gestasional

28
e. Riwayar Menstruasi

Menarche : 13 tahun Siklus :-


Lama : 3-5 hari Teratur : Tidak
Banyak : 2-3x ganti Dismenorhea : Kadang-kadang
pembalut/hari

f. Riwayat perkawinan

Status : Menikah
Jumlah : 1 kali
Lama :-
g. Riwayat kehamilan, persalinan yang lalu

Tahun Umur Jenis Tempat Jenis Hidup/


No Penolong Penyulit Mati
Lahir Kehamilan Persalinan Persalinan Kelamin

Laki- Hidup
1. 2013 38 mgg SC RS Dokter KPD
laki
Hamil
2.
ini

h. Riwayat Kehamilan ini


 HPHT : 23- 02-2017
 TP : 30- 11-2017
 Gerakan Janin : Ibu mengatakan janinnya bergerak aktif lebih dari 10x/12
jam
i. Riwayat kontrasepsi yang akan datang
Ibu mengatakan setelah melahirkan anak keduanya, ibu ingin menggunakan
alat kontrasepsi IUD
j. Riwayat Psikososial

29
Ibu mengatakan ini merupakan kehamilan yang diharapkan dan keluarga
mendukung penuh kehamilan ini. Dan ibu merasa cemas karena akan di
operasi.
k. Perilaku Kesehatan
Ibu mengatakan tidak menkonsumsi jamu-jamuan selama kehamilan, tidak
minum minuman keras, tidak merokok, dan tidak memantang makanan apapun.
l. Pola kebiasaan sehari-hari
 Nutrisi
Ibu mengatakan makan 3-4x dengan nasi, sayuran, dan lauk pauk dengan
porsi sedang, serta terkadang ibu menkonsumsi cemilan dan buah-buahan.
Dan ibu mengatakan menkonsumsi air putih 1-2 liter dalam sehari
 Eliminasi
Ibu mengatakan BAK 7-8x dalam sehari dan BAB 1x dalam sehari
 Aktivitas
ibu mengatakan kegiatan kesehariannya adalah melakukan pekerjaan rumah
seperti mencuci, mengepel, menyapu dan mengurus keluarganya.
 Istirahat
Ibu mengatakan saat hamil ini sering merasa lelah, ibu melakukan tidur
siang selama 1-2 jam, dan tidur pada malam hari selama 7-8 jam dan tidak
ada gangguan saat tidur.
 Personal Hygiene
Ibu mengatakan mandi 2x sehari dan mengganti pakaian dalam 2-3 kali
sehari serta pakaiannya 2x sehari
- Seksualitas
Ibu mengatakan tidak ada keluhan

OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis

30
- Tanda-tanda Vital

TD : 110/70 mmHg N : 97 x/menit


S : 36,5 °C RR : 22x/menit
- Antropometri
BB sebelum hamil : 77 kg
BB saat hamil : 102 kg
TB : 155 cm

b. Pemeriksaan Fisik
- Kepala dan rambut
Rambut hitam lebat, berwarna hitam, tidak ada ketombe, tidak bau
- Wajah
- Simetris, tidak terdapat cloasma gravidarum, tidak ada odema, terlihat pucat
dan cemas
- Mata
Simetris, sklera tidak ikterik, dan konjungtiva merah muda
- Hidung
Simetris, terdapat 2 lubang,bersih, tidak ada secret, tidak ada polip
- Telinga
Simetris, bersih, tidak ada sumbatan serumen
- Mulut
Bersih, tidak ada lesi, tidak ada sariawan, gusi merah muda, tidak ada karies
gigi
- Leher

tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,tidak ada pembesaran kelenjar limfa


- Payudara
Simetris, putting susu menonjol, aerola kehitaman, tidak ada benjolan, tidak
ada nyeri tekan, tidak ada kolostrum
- Abdomen

31
Terdapat luka bekas operasi dan kering, tedapat linea nigra, terdapat striae
gravidarum, TFU sesuai usia kehamilan
- Genetalia
Vulva vagina : tidak ada kelainan
Varises : Tidak ada
Pengeluaran pervaginam : tidak ada
- Eksremitas
Atas : simetris, kuku bersih, tidak terdapat odema
Bawah : simetris, tidak ada varises, kuku bersih, reflek patella (+) terdapat
oedema

SOAP PRE OPERASI


Tanggal : 17-11-2017
Pukul : 07.45 WIB

SUBJEKTIF
Ibu kiriman dari ruang Griya Puspa datang ke ruang operasi ditemani oleh perawat.
Ibu mengatakan ingin melakukan operasi Caesar pada tanggal 17-11-2017 karena
keinginannya sendiri dan juga karena persalinan sebelumnya secara SC.
Ibu mengatakan belum terdapat tanda- tanda persalinan seperti ibu belum
merasakan adanya kontraksi, keluar lendir darah, dan keluar air- air ketuban.
OBJEKTIF
Pemeriksaan Inspeksi
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran :Compos Mentis
Konjungtiva : Merah muda
Odema : (+) ekstremitas bawah
Varises : (-)
Kateter : Folley No.16
Jumlah urin : 30 cc

32
Pemeriksaan TTV
TD :110/70 mmHg
N : 97 x/m
RR : 22 x/m
T :36,5◦C

Pemeriksaan Palpasi
TFU : 2 jari dibawah prosessus xifoideous
Leopold I : teraba lunak,bulat, tidak melenting (Bokong)
Leopold II : Bagian kanan teraba Panjang, keras, terdapat tahanan seperti papan
(punggung)
Bagian kiri teraba bagian – bagian kecil (ekstremitas)
Leopold III : Bagian terbawah terbawah teraba bulat,keras, melenting (kepala)
Leopold IV : sudah masuk PAP
TBJ :-
His :-

Pemeriksaan Auskultasi
DJJ : 148x/menit

Pemeriksaan penunjang:
HB : 10,9 gr/dl pt pasien : 9,5 Kontrol : 32,4
Ht : 33,3 Kontrol : 10,9 SGOT/SGPT : 11/7
Leukosit : 7,87 INR : 0,84 GDP : 98
Trombosit : 277 APTT pasien : 31,7 GDS : 208

Pemeriksaan dalam
Tidak dilakukan

ASSASMENT

33
Ny.M G2P1A0 usia kehamilan 38 minggu dengan Pre Sectio Caesaria atas
indikasi riwayat SC dan Diabetes Mellitus Gestasional

PENATALAKSANAAN
1. Menerima pasien dan menyiapkan baju, cap, selimut dan tempat tidur untuk
ibu, membantu ibu dalam mengganti baju rawat dengan baju operasi, lalu
membantu ibu memindahkan dirinya ke tempat tidur ok
- sudah dilakukan
2. Menerima status pasien dan memastikan informed consent sudah ditanda
tangani oleh keluarga
- Informed consent sudah disetujui dan ditanda tangani oleh suami
3. Memastikan pasien dalam keadaan sadar dengan menganamnesa pasien
seperti apakah terdapat gigi palsu, perhiasan, dan riwayat kehamilannya
- Sudah dilakukan
4. Memastikan ibu sedang berpuasa selama 6 jam
- Ibu saat ini berpuasa sejak pukul 02.00 wib
5. Mengobservasikan tanda-tanda vital pasien
- Hasil pemeriksaan normal
6. Memastikan IVFD dan kateter terpasang dengan baik
- IVFD dan kateter terpasng dengan baik
7. Membantu mempersiapkan alat dan bahan untuk tindakan Sectio Caesaria dan
menyiapkan meja operasi
- Set Sectio Caesaria, Duk steril, NaCl, under pad, kain alas bokong.
8. Observasi petugas instrument mempersiapkan instrumen operasi.
- Sudah dilakukan
9. Memindahkan pasien ke ruang OK 11 dan membantu ibu untuk pindah ke
meja operasi
- Pasien sudah di pindahkan dan berada di meja operasi
10. Membantu dokter &perawat anastesi dalam memposisikan ibu yang akan di
lakukan anastesi secara spinal
- Sudah dilakukan

34
11. Menganjurkan ibu agar bersikap tenang dan santai, dan mengajarkan Teknik
relaksasi untuk ibu
- Sudah dilakukan

SOAP INTRA OPERASI


Pukul : 08.25 WIB

SUBJEKTIF
Ibu merasa cemas dan takut saat proses operasi dimulai. Namun ibu mencoba
untuk melakukan Teknik relaksasi
OBJEKTIF
Keadaan umum : sedang
TD : 149/93 mmHg
N : 70 x/m
RR : 23 x/m
T : 36,5◦C
Spinal anastesi : injeksi Decain 3 ml
IVFD : RL 60 tetes/menit
O2 : 3 liter/ menit
Kateter : folley kateter no.16
Jumlah urine :-
Warna urine : kuning jernih
Konsistensi : cair

ASSASMENT
G2 P1 A0 dengan intra sectio caesarea atas indikasi diabetes mellitus gestasional
dengan spinal anastesi.

PENATALAKSANAAN

35
1. Memberitahukan ibu bahwa proses persalinan section caesarea akan segera
dimulai.
- Ibu mengatakan mengerti
2. Membantu ibu untuk duduk dengan wajah menunduk kearah perut dan dagu
menempel di dada dan ingatkan ibu untuk merilekskan badannya sebelum
injeksi Anestesi Spinal dimulai.
- Ibu dapat melakukannya
3. Mengamati proses penyuntikan Anastesi spinal
- Telah dilakukan
4. Mengamati proses Operasi yang dilakukan dr.Yuyun spOG dengan dibantu oleh
perawat instrument.
- Proses Operasi sudah dilakukan
5. Mengamati proses pemecahan ketuban
- Ketuban pecah pukul 08.55 WIB berwarna jernih
6. Mengamati dokter dan asisten melahirkan bayi
- Bayi lahir tanggal 17-11-2017 pukul 08.57 WIB. Menangis kuat, kulit
kemerahan, tonus otot aktif, jenis kelamin laki- laki dengan BB: 3950 gram,
PB : 50 cm, kelainan congenital (-).
7. Mengamati proses kelahiran plasenta dan selaput plasenta
- Plasenta lahir pukul 09.08 dengan keadaan lengkap
8. Mengamati dokter menjahit lapisan uterus, lapisan abdomen sampai klit
abdomen
- Sudah dilakukan
9. Membantu perawat instrument menutup jahitan abdomen ibu
- Sudah dilakukan
10. Memberitahukan ibu bahwa tindakan section caesaria sudah selesai dan
membersihkan ibu dan memindahkannya ke brangkar untuk di pindahkan ke
ruang perawatan
- Sudah dilakukan

36
SOAP POST OPERASI
Pukul : 09.55 WIB
SUBJEKTIF
Ibu mengatakan sangat lega dan senang karena proses operasi telah selesai
dilakukan. Dan ibu tidak sabar ingin melihat anaknya yang berada di ruang perina.
Dan Ibu mengeluh mengigil kedinginan karena suhu ruangan terasa dingin

OBJEKTIF
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Jumlah urine : 200 cc
Warna urine : kuning jernih
Konsistensi : cair
Perdarahan pervaginam : 400 cc
Perdarahan bekas operasi : (-)
Kontraksi uterus : baik
TFU : 2 jari dibawah pusat
IVFD : RL 20 tetes/menit
Pemeriksaan Tanda –Tanda Vital :
- TD : 122/88 mmHg
- N : 78 x/m
- RR : 21 x/m
- S : 36◦C

ASSASMENT
P2 A0 dengan post section caesaria atas indikasi diabetes mellitus gestasional dan
post spinal Anestesi.

PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan kepada ibu hasil pemeriksaan
- Hasil normal

37
2. Memberikan konseling kepada ibu bahwa rasa menggigil dan kedinginan
merupakan efek dari obat bius/anastesi yang diberikan pada saat operasi.
- Ibu mengerti
3. Memasangkan tensi, nadi, dan oksigen di ruang recovery room sebelum
ibu dijemput oleh perawat Griya Puspa
- Sudah dilakukan
4. Memberikan ibu menghangat
- Sudah dilakukan
5. Memberitahu ibu saat ini jangan banyak bergerak dahulu, dan nanti aka
nada waktunya ibu untuk melakukan mobilisasi dan akan di bimbing
mobilisasinya oleh perawat jaga diruang ibu di rawat
- ibu mengerti
6. Mengingatkan ibu untuk menkonsumsi makan – makanan yang bergizi
dan tidak melakukan pantangan makanan apapun
- ibu mengerti
7. Memotivasi ibu untuk melakukan ASI Ekslusif selama 6 bulan tanpa
dicambur makanan tambahan lainnya
- ibu mengerti

38
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tanggal 17 November 2017, penulis menerima pasien atas nama Ny.Mujiati
yang akan melakukan operasi section Caesarea atas kemauannya sendiri untuk
melahirkan tangga 17-11-2017, namun Ny.M memiliki indikasi dilakukannya SC
ialah riwayat persalinan sebelumnya dengan SC dan saat ini Ny.M di diagnose
Diabetes Mellitus Gestasional.
Dari hasil pengkajian Subjektif,diketahui Ny. M merasakan kecemasan saat
ingin dioperasi dilihat dari Ny.M sering bertanya tentang jalannya operasi,kulitnya
teraba dingin, ibu terlihat tegang.
Dan hasil Objektinya adalah TD : 110/70 mmHg, N : 97 x/m, RR : 22 x/m, T
:36,5◦C. Dari hasil tersebut maka penulis memberikan dukungan emosional dengan
selalu berpikir positif, mengajarkan Teknik relaksasi dengan mengatur nafas, dan
observasi tanda-tanda vital ibu.
Sebelum operasi dimulai, pasien diberikan anastesi dahulu dengan cara
spinal yaitu bagian yang terbius yaitu bagian abdomen hingga ekstremitas bawah.
Saat operasi dimulai, penulis tetap memberikan dukungan emosional kepada ibu
dan memantau tanda-tanda vital ibu.
Saat Intraoperasi, menjaga kesterilan lingkungan dan alat sangat
dibutuhkan, karena pada saat ini adanya pembedahan pada abdomen. Dan sebelum
dilakukannya insisi pada abdomen maka bagian yang akan di insisi diberkan
desinfektan dahulu. Lalu setelah proses insisi telah dilakukan, maka bayi dilahirkan
dengan menangis kuat, kulit kemerahan, tonus otot aktif, dan penulis beserta
perawat memberikan asuhan BBL dengan hasil BB 3950 gram, PB : 50 cm, dan
melakukan pemeriksaan fisik didapat tidak ada kelainan.
Setelah bayi berhasil dilahirkan, maka dilakukan penutupan luka insisi dan
penulis tetap memberikan dukungan emosional kepada ibu. Setelah luka selesai
dijahit, penulis membantu menutup luka jahitan ibu,memberitahu ibu bahwa
operasi telah selesai lalu membersihkan kondisi ibu , dan juga memberikan selamat
kepada ibu atas kelahiran anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki.

39
Setelah ibu dibersihkan, dan alat- alat sudah dirapihkan, maka ibu
dipindahkan dari meja operasi ke brangkar untuk dipindahkan ke ruang recovery
room. Di recovery room, penulis memasangkan tensi, nadi, dan oksigen lalu
memantau tanda-tanda vital ibu melalui monitor. Dan menunggu ibu dijemput oleh
perawat untuk dipindahkan keruang perawatan.

40
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum melakukan operasi kita sebagai bidan harus melakukan perawatan pre
operatif, menganamnesa kembali keluhan pasien, memberikan motivasi dan
dukungan emosinal kepada pasien agar tidak cemas terhadap tindakan operasi
yang akan dihadapinya
Saat operasi berjalan, mahasiswi harus ikut aktif menyiapkan kebutuhan dan
perlengkapan pasien. Serta membantu kakak perawat atau dokternya untuk
mengambil barang yang berharga
Setelah dilakukan operasi, efek anestesi dapat mempengaruhi sistem
pernafasan dan sistem motorik pasien. Maka dari itu pemantauan secara terus
menerus diperlukan guna mengurangi resiko akan cidera yang akan dialami
pasien karena efek anestesi.

B. Saran
Pengetahuan dalam tindakan asuhan kebidanan di ruang bedah sangat diperlukan
maka untuk mahasiswa harus menambah wawasan dan pengetahuanya tentang
konsep ruang OK dan asuhan kebidanan yang dapat diberikan pada pasein.

41
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC


Prawirohardjo, Sarwono. 2014. Buku Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Buku
Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan Dasar Dan Rujukan. Jakarta
: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013
USU.Sectio caesaria.http://repository.usu.ac.id. Di akses tanggal 19 November
2017 pukul 09.00 WIB
USU.Diabetes Mellitus Gestasional.http://repository.usu.ac.id. Di akses tanggal 19
November 2017 pukul 10.00 WIB
USU.Diabetes Mellitus.http://repository.usu.ac.id. Di akses tanggal 19 November
2017 pukul 10.00 WIB
Uin.malang. Sectio Caesaria.etheses.uin-malang.ac.id. diakses tanggal 20
November 2017 pukul 08.00 WIB
A.B.Saifudin.Buku Panduan Praktis Pelayanan kesehatan Maternal Neonatal.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo:Jakarta,2002

42

Anda mungkin juga menyukai