Anda di halaman 1dari 26

Makalah Perubahan Fisiologi Pada

Ibu Nifas
18 Oktober 2014elok1219 Tinggalkan komentar

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang
diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu
kurang lebih 6 minggu (Saleha, 2009)

Pada masa nifas ini ibu akan mendapati beberapa perubahan pada tubuh maupun emosi. Bagi
yang belum mengetahui hal ini tentu akan merasa khawatir akan perubahan yang terjadi, oleh
sebab itu penting bagi ibu memahami apa saja perubahan yang terjadi agar dapat menangani
dan mengenali tanda bahaya secara dini.

Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan
fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada
kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan,
kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya
selama masa nifas ini (Bobak, 2009)

Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang
bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang perubahan-
perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.

Rumusan Masalah

o Bagaimana fisiologi ibu nifas pada sistem reproduksi ?

o Bagaimana fisiologi ibu nifas pada sistem pencernaan ?

o Bagaimana fisiologi ibu nifas pada sistem perkemihan ?

o Bagaimana fisiologi ibu nifas pada sistem muskuluskeletal ?

Tujuan

o Agar mahasiswa dapat mengetahui fisiologi ibu nifas pada sistem reproduksi

o Agar mahasiswa dapat mengetahui fisiologi ibu nifas pada sistem pencernaan

o Agar mahasiswa dapat mengetahui fisiologi ibu nifas pada sistem perkemihan
o Agar mahasiswa dapat mengetahui fisiologi ibu nifas pada sistem
muskuluskeletal

BAB II

Tinjauan Teori

Fisiologi Ibu Nifas Pada Sistem reproduksi

o Payudara

Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Proses
menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologis, yaitu sebagai berikut:

1. a) Produksi susu

2. b) Sekresi susu atau let down

Selama sembilan bulan kehamilan, jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya
untuk menyediakan makanan bagi bayi baru lahir. Setelah melahirkan, ketika hormon yang
dihasilkan plasenta tidak ada lagi untuk menghambatnya kelenjar pituitari akan mengeluarkan
prolaktin (hormon laktogenik). Sampai hari ketiga setelah melahirkan, efek prolaktin pada
payudara mulai bisa dirasakan. Pembuluh darah payudara menjadi bengkak terisi darah,
sehingga timbul rasa hangat, bengkak, dan rasa sakit. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI
juga mulai berfungsi. Ketika bayi menghisap puting, refleks saraf merangsang lobus
posterior pituitari untuk menyekresi hormon oksitosin. Oksitosin merangsang refleks let
down (mengalirkan), sehingga menyebabkan ejeksi ASI melalui sinus aktiferus payudara ke
duktus yang terdapat pada puting. Ketika ASI dialirkan karena isapan bayi atau dengan
dipompa sel-sel acini terangsang untuk menghasilkan ASI lebih banyak. Refleks ini dapat
berlanjut sampai waktu yang cukup lama (Saleha, 2009).

Uterus

Segera setelah lahirnya plasenta, pada uterus yang berkontraksi posisi fundus uteri berada
kurang lebih pertengahan antara umbilikus dan simfisis, atau sedikit lebih tinggi. Dua hari
kemudian, kurang lebih sama dan kemudian mengerut, sehingga dalam dua minggu telah
turun masuk kedalam rongga pelvis dan tidak dapat diraba lagi dari luar. Involusi uterus
melibatkan pengreorganisasian dan pengguguran desidua serta penglupasan situs plasenta,
sebagaimana di perlihatkan dalam pengurangan dalam ukuran dan berat serta warna dan
banyaknya lokia. Banyaknya lokia dan kecepatan involusi tidak akan terpengaruh oleh
pemberian sejumlah preparat metergin dan lainya dalam proses persalinan. Involusi tersebut
dapat dipercepat proses bila ibu menyusui bayinya.

Desidua tertinggal di dalam uterus. Uterus pemisahan dan pengeluaran plasenta dan membran
terdiri atas lapisan zona spongiosa, basalis desidua dan desidua parietalis. Desidua yang
tertinggal ini akan berubah menjadi dua lapis sebagai akibat invasi leukosit. Suatu lapisan
yang lambat laun akan manual neorco, suatu lapisan superfisial yang akan dibuang sebagai
bagian dari lokia yang akan di keluarkan melalui lapisan dalam yang sehat dan fungsional
yang berada di sebelah miometrium. Lapisan yang terakhir ini terdiri atas sisa-sisa kelenjar
endometrium basilar di dalam lapisan zona basalis. Pembentukan kembali sepenuhnya
endometrium pada situs plasenta skan memakan waktu kira-kira 6 minggu.

Penyebarluasan epitelium akan memanjang ke dalam, dari sisi situs menuju lapisan uterus di
sekelilingnya, kemudian ke bawah situs plasenta, selanjutnya menuju sisa kelenjar
endometriummasilar di dalam desidua basalis. Penumbuhan endometrium ini pada
hakikatnya akan merusak pembuluh darah trombosa pada situs tersebut yang
menyebabkannya mengendap dan di buang bersama dangan caira lokianya.

Dalam keadaan normal, uterus mencapai ukuran besar pada masa sebelum hamil sampai
dengan kurang dari 4 minggu, berat uterus setelah kelahiran kurang lebih 1 kg sebagai akibat
involusi. Satu minggu setelah melahiran beratnya menjadi kurang lebih 500 gram, pada akhir
minggu kedua setelah persalinan menjadi kurang lebih 300 gram, setelah itu menjadi 100
gram atau kurang. Otot-otot uterus segera berkontraksi setelah postpartum. Pembuluh-
pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan perdarahan setelah plasenta di lahirkan. Setiap kali bila di timbulkan, fundus
uteri berada di atas umbilikus, maka hal-hal yang perlu di pertimbangkan adalah pengisian
uterus oleh darah atau pembekuan darah saat awal jam postpartum atau pergeseran letak
uterus karena kandung kemih yang penuh setiap saat setelah kelahiran.

Pengurangan dalam ukuran uterus tidak akan mengurangi jumlah otot sel. Sebaliknya,
masing-masing sel akan berkurang ukurannya secara drastis saat sel-sel tersebut
membebaskan dirinya dari bahan-bahan seluler yang berlebihan. Bagaimana proses ini dapat
terjadi belum di ketahui sampai sekarang.

Pembuluh darah uterus yang besar pada saat kehamilan sudah tidak di perlukan lagi. Hal ini
karena uterus yang tidak pada keadaan hamil tidak mempunyai permukaan yang luas dan
besar yang memerlukan banyak pasokan darah. Pembuluh darah ini akan menua kemudian
akan menjadi lenyap dengan penyerapan kembali endapan-endapan hialin. Mereka dianggap
telah di gantikan dangan pembuluh-pembuluh darah baru yang lebih kecil.

1. InvolusiUterus

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi
sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:

1. Iskemia Miometrium: Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus
menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi
relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.

2. Atrofijaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen


saat pelepasan plasenta.

3. Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot
uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur
hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum
hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon
estrogen dan progesteron.

4. Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus
sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai
darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi
plasenta serta mengurangi perdarahan. Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil
seperti sebelum hamil.

Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum dapat dilihat di bawah ini:

Involusi Tinggi Fundus Berat Fundus


Bayi lahir Sepusat 1000 gr
Plasenta lahir 2 jari bawah pusat 750 gr
7 hari ( 1 mgg ) Pertengahan pusat symphisis 500 gr
14 hari ( 2 mgg ) Tak teraba diatas symphibis 350 gr
42 hari ( 6 mgg ) Bertambah kecil 50 gr
56 hari ( 8 mgg ) Normal 30 gr

Rustam Mochtar, 1998 : 115

1. Lochea

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi
nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara
darah dan desidua inilah yang dinamakan lokia.

Lochea adalah istilah untuk sekret dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium
(Varney, 2007; 960).

Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi.

Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan, yaitu:

Lochea Hari Warna Ciri ciri


Rubra 1-2 hari Merah kehitaman Berisi sisa-sisa
selaput ketuban,
sel-sel desidua,
verniks kaseosa,
lanugo, sisa
mekonium
Berisi darah +
Sanguinolenta 3-7 hari Merah kuning
lendir
Cairan tidak
Serosa 7-14 hari Kuning
berdarah lagi
Setelah 2 mgg
Alba putih Cairan putih
selesai

Vagina

Pada sekitar minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae kembali. Vagina yang semula
sangat teregang akan kembali secara bertahap seperti ukuran sebelum hamil pada minggu ke
6-8 setelah melahirkan. Rugae akan terlihat kembali pada minggu ke 3 atau ke 4. Esterogen
setelah melahirkan sangat berperan dalam penebalan mukosa vagina dan pembentukan rugae
kembali (Maryunani, 2009; 14).

Perineum

Jalan lahir mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
melahirkan bayi, sehingga menyebabkan mengendurnya organ ini bahkan robekan yang
memerlukan penjahitan, namun akan pulih setelah 2-3 minggu (tergantung elastic tidak atau
seberapa sering melahirkan) , walaupun tetap lebih kendur di banding sebelum melahirkan.

Fisiologi Ibu Nifas Pada Sistem pencernaan

Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya


tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh,
meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan,
kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian, faal usus memerlukan waktu 3-4
hari untuk kembali normal.

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:

1. Nafsu Makan

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 34 hari sebelum faal usus kembali
normal. Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga
mengalami penurunan selama satu atau dua hari.

2. Motilitas

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat
pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir.
Sistem pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.

Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:

1. Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.

2. Pemberian cairan yang cukup.

3. Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

4. Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.

Fisiologi Ibu Nifas Pada Sistem perkemihan

Hari pertama biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil, selain khawatir nyeri jahitan
juga karena penyempitan saluran kencing akibat penekanan kepala bayi saat proses
melahirkan. Pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan
fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-36 jam sesudah
melahirkan. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu postpartum, antara lain
:

Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi etensi urin.

Diaphoresis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang terentasi dalam
tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.

Depresi dari sfinter uretra oleh karna penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfinterani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi tidak
tertahankan

Fisiologi Ibu Nifas Pada Sistem Muskuluskeletal

Adaptasi sistem muscoluskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal hal yang membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat gravitasi ibu akibat pembesaran rahim.

1. Dinding perut dan peritoneum


Setelah persalinan, dinding perut longgar karena di regang begitu lama, tetapi
biasanya pulih kembali dalam 6 minggu.

Hari pertama abdomen menonjol masih seperti mengandung, 2 minggu menjadi rilek,
6 minggu kembali seperti sebelum hamil.

Kadang-kadang pada wanita terjadi diastasis dari otot otot rectus abdominis sehingga
sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, vascia tipis
dan kulit. Tempat yang lemah ini menonjol kalau bediri atau mengejan.

Bila kekuatan otot dinding perut tidak di capai kembali maka tidak ada kekuatan otot
yang menyokong kehamilan berikutnya.

Pengembalian tonus otot dengan latihan fisik dan ambulasi dini, secara alami dengan
menurunya progesterone.

1. Kulit abdomen

Kulit abdomen yang melebar selama masa kehamilan tampak melonggar dan mengendur
sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan yang di namakan strie. Melalui
latihan postnatal,otot otot dari dinding abdomen seharusnya dapat normal kembali dalam
beberapa minggu.

1. Striae

Striae pada dinding abdomen tidak dapat mengilang sempurna melainkan membentuk garis
lurus yang samar. Ibu postpartum memiliki tingkat diastasis sehingga terjadi pemisahan
muskulus rectus abdominalis tersebut dapat di lihat dari pengkajian keadaan
umum,aktivitas,paritas, jarak kehamilan yang dapat menentukan berapa lama tonus otot
kembali normal.

1. Perubahan ligamen

Ligamen-ligamen dan difragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
partus, setelah janin lahir, berangsur angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum retundum menjadi kendor mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi.

1. Simpisis pubis

Meskipun relatif jarang , tetapi simpisis pubis yang terpisah ini merupakan penyebab utama
morbiditas maternal dan kadang-kadang penyebab ketidak mampuan jangka panjang. Hal ini
biasanya di tandai oleh nyeri tekan signifikan pada pubis di sertai peningkatan nyeri saat
bergerak ditempat tidur atau saat saat bejalan.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pada masa nifas ini, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan
fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, di mana proses-proses pada
kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan,
kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya
selama masa nifas ini. Adapun perubahan yang terjadi adalah sebagai berikut :

1. Payudara

2. Uterus

3. Vagina

4. Perineum

5. Sistem pencernaan

6. Sistem perkemihan

7. Sistem muskuluskeletal

Perubahan-perubahan tersebut ada yang bersifat fisiologis dan patologis. Oleh karena itu,
tenaga kesehatan terutama bidan harus memehami perubahan-perubahan tersebut agar dapat
memberikan penjelasan dan intervensi yang tepat kepada pasien.

3.2 Saran

Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang
bidan atau perawat harus memahami dan memiliki pengetahauan tentang perubahan-
perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.

Dan semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya agar makalah ini selalu dapat
digunakan. Bagi mahasiswa dapat membaca makalah ini sebagai referensi dalam proses
kegiatan belajar mengajar. Dan juga sebagai referensi terhadap perubahan organ reproduksi
selama masa nifas.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 73-80)
Anggrani, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Pustaka Rihama : Yogyakarta

Bobak Irene, Lowdermik Deitra Leonard, Jensen Margaret Duncan. 2005. Keperawatan
Maternitas.Jakarta:EGC

Fitria, Dina. 2012, 16 Desember. Perubahan Organ Reproduksi Selama Masa Nifas. Di
Unduh : 04-09-14. http://difiramidwife.blogspot.com/2012/12/perubahan-organ-reproduksi-
selama-masa.html

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 53-57).

Sinta, Janing. 2013, 23 Juli. Perubahan fisiologis masa nifas. Di unduh : 01-08-14.

http://bidanshare.wordpress.com/2013/07/23/perubahan-fisiologis-masa-nifas/

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui masa nifas adalah suatu rentang waktu yang amat penting bagi
kesehatan ibu dan anak,setelah melewati masa hamil dan melahirkan. Pada masa ini terjadi
banyak sekali perubahan-perubahan penting seperti perubahan fisiologi yang berpengaruh
sekali pada Ibu. Perubahan pada ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani. Tanggung-
jawab bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota
keluarga lainnya merupakan dukungan positif untuk ibu. Dalam menjalani adaptasi setelah
melahirkan.
Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam asuhan masa nifas antara lain :
1. Mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi yang terjadi pada saat-
saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu.
2. Mengadakan kolaborasi antara orangtua dan keluarga.
3. Membuat kebijakan, perencanaan kesehatan dan administrator.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan masa Nifas?
2. Apa saja perubahan dalam sistem reproduksi pada ibu masa nifas?
3. Apa saja perubahan dalam sistem kardiovaskuler pada ibu masa nifas?
4. Apa saja perubahan dalam sistem hematologi pada ibu masa nifas?
5. Apa saja perubahan dalam sistem pencernaan pada ibu masa nifas?
6. Apa saja perubahan dalam sistem ekskresi pada ibu masa nifas?
7. Apa saja perubahan dalam sistem endoktrin pada ibu masa nifas?
8. Apa saja perubahan dalam sistem musculokeletal pada ibu masa nifas?
9. Bagaimana tanda-tanda vital pada ibu masa nifas?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Masa Nifas (Puerperium)
2. Untuk mengetahui tahapan-tahapan dari Masa Nifas
3. Untuk mengetahui perubahan-perubahan fisiologis pada ibu Masa Nifas

1.4 Manfaat
Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswi kebidanan untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai perubahan Fisiologis pada ibu nifas.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak
bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan.
Tahap Masa Nifas
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :
1.Periode DINI
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan
suhu.
2.Periode INTERMEDIAT postpartum (24 jam- 6-8minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,
lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta
ibu dapat menyusui dengan baik.
3.Periode REMOTE POSTpartum (SEHAT SEMPURNA)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling.

2.2 Sistem Reproduksi Pada Masa Nifas


1. Involusi menurut para ahli:
Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut
memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan ( hincliff, 1999 )
Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali kebentuk asal
( Ramali, 2003 )

A. Proses Involusi Uteri


Proses involusi uterus dalah sebagai berikut:
Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang tejadi di dalam otot uterin. Enzim
proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur sehingga 10 kali
panjangnya dari semula dan lima kali lebar dari semula selama kehamilan.Sitoplasma sel
yang berlebihan akan tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro elastic dalam jumlah
renik sebagai bukti kehamilan.
Atrofi Jaringan
Jaringan yang berfoliferasi karena adanya estrogen yang sangat besar kemudian mengalami
atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang menyertai pelepasan
plasenta, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan meninggalkan lapisan
basal yang akan beregenerasi menjadi endonetrium yang baru.
Efek oksitosin
Intensitas kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir diduga terjadi sebagai respon
terhadap penurunan volume intra uterin.Hormon oksitosin memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah dan membantu proses homeostatis.
Kontraksi dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah ke uterus sehingga akan
mengurangi bekas luka tempat implantasi plasenta dan mengurangi pendarahan

B. Involusi alat-alat kandungan :


1.Uterus
Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan retraksi akan
menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang bermuara pada bekas
implantasi plasenta. (Sarwono, 2002). Pada hari pertama ibu post partum tinggi fundus uteri
kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak
antara symphisis ke pusat. Dan hari ke 10 fundus sukar diraba di atas symphisis.
(Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus uteri menurun 1 cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara
berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

2. Bekas implantasi uteri


Plasenta mengecil karena kontraksi dan menonjol ke ovum uteri dengan diameter 7,5 cm.
Sesudah 2 minggu menjadi 3,5 cm. Pada minggu ke 6 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Mochtar,
1998).Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang
berada diantara anyaman-anyaman otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
perdarahan setelah plasenta lahir. Bagian bekas plasenta merupakan suatu luka yang kasar
dan menonjol ke dalam kavum uteri segera setelah persalinan. Penonjolan tersebut dengan
diameter 7,5 sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal, setelah 2 minggu
diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu 2,4 cm dan akhirnya pulih. (Sarwono, 2002)
3. Servik
Setelah persalinan, bentuk servik agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh
korpus uteri yang dapat mengandakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi,
sehingga seolah-olah pada berbatasan antara korpus dan servik uteri berbentuk, semacam
cincin. Warna servik sendiri merah kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah,
konsistensinya lunak, segera setelah janin dilahirkan. Tangan pemeriksa masih dapat
dimasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum
uteri. (Sarwono, 2002)
4. Ligamen-ligamen
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan
persalinan setelah jalan lahir berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala tidak
jarang ligamentum rotundum menjadi kendor mengakibatkan uterus jatuh kebelakang, untuk
memulihkan kembali jaringan-jaringan penunjang alat genetalia tersebut juga otot-otot
dinding perut dan dasar panggul dianjurkan untuk melakukan latihan-latihan tertentu. Pada
hari ke 2 post partum sudah dapat diberikan fisioterapi. (Sarwono, 2002)

D.Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi


Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi involusi
uterus antara lain :
1. Mobilisasi dini
Aktivitas otot-otot ialah kontraksi dan retraksi dari otot-otot setelah anak lahir, yang
diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan
berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak diperlukan, dengan adanya kontraksi dan
retraksi yang terus menerus ini menyebabkan terganggunya peredaran darah dalam uterus
yang mengakibatkan jaringan otot kekurangan zat-zat yang diperlukan, sehingga ukuran
jaringan otot-otot tersebut menjadi kecil.
2. Status gizi
Status gizi adalah tingkat kecukupan gizi seseorang yang sesuai dengan jenis kelamin dan
usia. Status gizi yang kurang pada ibu post partum maka pertahanan pada dasar ligamentum
latum yang terdiri dari kelompok infiltrasi sel-sel bulat yang disamping mengadakan
pertahanan terhadap penyembuhan kuman bermanfaat pula untuk menghilangkan jaringan
nefrotik, pada ibu post partum dengan status gizi yang baik akan mampu menghindari
serangan kuman sehingga tidak terjadi infeksi dalam masa nifas dan mempercepat proses
involusi uterus.
3. Menyusui
Pada proses menyusui ada reflek let down dari isapan bayi merangsang hipofise posterior
mengeluarkan hormon oxytosin yang oleh darah hormon ini diangkat menuju uterus dan
membantu uterus berkontraksi sehingga proses involusi uterus terjadi.
4. Usia
Pada ibu yang usianya lebih tua banyak dipengaruhi oleh proses penuaan, dimana proses
penuaan terjadi peningkatan jumlah lemak. Penurunan elastisitas otot dan penurunan
penyerapan lemak, protein, serta karbohidrat. Bila proses ini dihubungkan dengan penurunan
protein pada proses penuaan, maka hal ini akan menghambat involusi uterus.
5. Parietas
Parietas mempengaruhi involusi uterus, otot-otot yang terlalu sering tereggang memerlukan
waktu yang lama. (Sarwono, 2002)

2. Tahapan Perubahan Lochea


Lochea merupakan ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea berupa darah dimana di
dalamnya mengandung trombosit, sel-sel tua, sisa jaringan desidua yang nekrotik (sel-sel
mati) dari uterus.
Proses keluarnya lochea terdiri atas 4 tahapan :
1. Lochia lubra ( cruenta ) : berisi darah segar dan sisa sisa selaput ketuban, sel sel desidua
( decidua, yaitu selaput lendir rahim dalam keadaan hamil ), vernix caseosa ( yaitu palit bayi,
zat seperti salep terdiri atas palit atau semacam noda dan sel sel epitel, yang menyelimuti
kulit janin ), lanugo ( yaitu bulu halus pada anak yang baru lahir ), dan meconium ( yaitu isi
usus janin cukup bulan yang terdiri atas getah kelenjar usus dan air ketuban, berwarna hijau
kehitaman ), selama 2 hari pasca persalinan.
2. Lochia sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini terjadi pada hari
ke 3 -7 pasca persalinan.
3. Lochia serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke 7 14 pasca
persalinan.
4. Lochia alba: cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2 minggu.
Lochia mempunyai bau yang khas, tidak seperti bau menstruasi. Bau ini lebih terasa tercium
pada lokia serosa, bau ini juga akan semakin lebih keras jika bercampur dengan keringat dan
harus cermat membedakannya dengan bau busuk yang menandakan adanya infeksi.
Selain itu, kita juga harus bisa mengenali jika terjadi tanda ketidak normalan pada Lochia
yaitu berupa keluarnya cairan seperti nanah dan berbau busuk, Lochia yang seperti ini disebut
Lochea Purulenta. Loche Purulenta ini muncul jika terjadi infeksi. Di samping Lochea
Purulenta dapat juga terjadi suatu keadaan dimana pengeluaran Lochea tidak lancar. Lochea
ini disebut Lochea statis.

Klasifikasi Lochea :

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri


Terdiri dari sel desidua,
verniks caseosa, rambut
Merah lanugo, sisa mekoneum dan
Rubra 1-4 hari kehitaman sisa darah
Putih
bercampur
Sanguilenta 4-7 hari merah Sisa darah bercampur lendir
Lebih sedikit darah dan lebih
banyak serum, juga terdiri
7-14 Kekuningan/ dari leukosit dan robekan
Serosa hari kecoklatan laserasi plasenta
Mengandung leukosit, selaput
lendir serviks dan serabut
Alba >14 hari Putih jaringan yang mati.

3. Vulva dan Vagina


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses
melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, kedua organ ini
tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada
keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali
sementara labia menjadi lebih menonjol.
4.Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, Perineum sudah
mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap kendur dari pada keadaan
sebelum melahirkan.
5. Payudara
Perubahan pada payudara dapat meliputi :
Penurunan kadar progesterone secara tepat dengan peningkatan hormone prolaktin setelah
persalinan.
Kolostrum sudah ada saat persalinan. Produksi ASI terjadi pada hari ke-2 atau hari ke-3
setelah persalinan.
Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses laktasi.
2.3 Perubahan Sistem Kardiovaskuler Pada Masa Nifas
Selama kehamilan volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang
meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uterin. Penarikan kembali
esterogen menyebabkan diuresis terjadi, yang secara cepat mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran
bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron
membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada
jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Pada persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300 400 cc. Bila kelahiran
melalui seksio sesarea, maka kehilangan darah dapat dua kali lipat. Perubahan terdiri dari
volume darah (blood volume) dan hematokrit (haemoconcentration). Bila persalinan
pervaginam, hematokrit akan naik dan pada seksio sesaria, hematokrit cenderung stabil dan
kembali normal setelah 4-6 minggu.
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan
bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung, dapat menimbulkan
decompensation cordia pada penderita vitum cordia. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali
seperti sediakala, umumnya hal ini terjadi pada hari 3-5 postpartum.

2.4 Perubahan Sistem Hematologis Pada Masa Nifas


Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-
faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan
plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana
jumlah sel darah putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik
lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama. Jumlah hemoglobine, hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada
awal-awal masa postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh status gizi dan
hidrasi wanita tersebut. Kira-kira selama kelahiran dan masa postpartum terjadi kehilangan
darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan
diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum
dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum.

2.5 Perubahan Sistem Pencernaan Pada Masa Nifas


Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya disebabkan
karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Di samping itu rasa takut
untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada perineum, jangan sampai lepas dan
juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar harus dilakukan 3 4 hari setelah persalinan.
Apabila masih juga terjadi konstipasi dan buang air besarnya mungkin keras dapat diberikan
obat laksan per oral atau per rektal. Dan jika masih juga belum berhasil, dilakukan klysma
( klisma ), enema ( ing ) artinya suntikan urus urus.

2.6 Perubahan Sistem Ekskresi


Pasca persalinan ada suatu peningkatan kapasitas kandung kemih, pembengkakan dan
trauma jaringan sekitar uretra yang terjadi selama proses melahirkan. Ini terjadi akibat
kelahiran dan efek konduksi anestesi yang menghambat fungsi neural pada kandung
kemih.Distensi yang berlebihan pada kandung kemih dapat mengakibatkan perdarahan dan
kerusakan lebih lanjut. Pengosongan kandung kemih harus diperhatikan. Kandung kemih
biasanya akan pulih dalam waktu 5-7 hari pasca melahirkan sedangkan saluran kemih normal
dalam waktu 2-8 minggu tergantung pada keadaan/ status sebelum persalinan, lamanya kala
II yang dilalui, besarnya tekanan kepala janin saat keluar.
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia.
Kadang-kadang oedema trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga terjadi
retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan kapasitasnya
bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah kencing masih tertinggal urine
residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi.
Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine biasanya berlebihan
(poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena kelebihan cairan sebagai
akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat
proses katalitik involusi. Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang
disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot-otot rahim dan karena
kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot.
Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan
meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun
sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12 36 jam sesudah melahirkan.
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.kemungkinan terdapat spasine
sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala
janin dan tulang pubis selama persalinan.
Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 36 jam sesudah
melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air
akan memgalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang
berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
1. Hemostatis internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh
terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi
dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.
Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema
adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam
tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
2. Keseimbangan asam basa tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH
>7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
3. Pengeluaran sisa metabolisme
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung
nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu proses involusi
uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca melahirkan ibu merasa sulit buang air
kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara lain:
1. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.
2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh,
terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi
muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan
tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan
ini disebut dengan diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan
berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil
(reversal of the water metabolisme of pregnancy).
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam pasca persalinan
mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter selama 24 jam. Bila
kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila
jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter
tetap terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan
pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

2.7 Perubahan Sistem Endokrin Pada Masa Nifas


Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi seperti sebelum hamil.
Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah plasenta keluar. Turunnya estrogen dan
progesteron menyebabkan peningkatan prolaktin dan menstimulasi air susu. Perubahan
fisioligis yang terjadi pada wanita setelah melahirkan melibatkan perubahan yang progresif
atau pembentukan jaringan-jaringan baru. Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat
perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses
tersebut.
Hormon yang berperan dalam sistem endokrin sebagai berikut :
a.Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama tahap kala III persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi,
sehingga mencegah pendarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi
oksitosin yang dapat membantu uterus kembali kebentuk normal.
b. Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar pituitari bagian
belakang untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon ini berperan dalam pembesaran payudara
untuk merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap
tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita
yang tidak menyusui tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14 sampai 21 hari setelah
persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol ovarium
kearah permulan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel
ovulasi dan menstruasi.
c. Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh
belum dimengerti. Diperkirakan bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu, progesteron mempengaruhi
otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah yang sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul, perineum dan vulva,
serta vagina.
d. Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human chorionic gonadotropin
(HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7
postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3 postpatum. Penurunan
hormone human plecenta lactogen (Hpl), estrogen dan kortiosol, serta placenta enzyme
insulinasi membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara
yang bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara
mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya di capai kira-kira satu minggu pasca
partum. Penurunan kadar ekstrogen berkaitan dengan pembekakan payudara dan dieresis
ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak
melahirkan tidak menyusui kadar ekstrogen mulai meningkat pada minggu ke 2 setelah
melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada postpartum hari ke 17.
e. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu mulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui
berbeda. Kadar proklatin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam menekan
ovulasi karena kadar hormone FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui,
di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin
meningkat. Kadar prolaktin meningkat secara pogresif sepanjang masa hamil. Pada wanita
menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke 6 setelah melahirkan. Kadar
prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan banyak
makanan tambahan yang diberikan. Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali menstruasi pertama itu
bersifat anovulasi yang dikarenakan rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Di antara
wanita laktasi sekitar 15 % memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45% setelah 12
minggu dan 90% setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama anovulasi
dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama anovulasi.
2.8 Perubahan Sistem Musculoskeletal Pada Masa Nifas
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi
lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus
jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor.
Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.
Sebagai akibat putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara
waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.

2.9 Perubahan Tanda-Tanda Vital Pada Masa Nifas


a. Suhu Badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5C 38C) sebagai akibat
kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila keadaan normal suhu
badan menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya
pembentukan ASI, buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila
suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis, tractus genitalis
atau sistem lain.
b. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi itu akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan
hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda. Sebagian
wanita mungkin saja memiliki apa yng disebut bradikardi nifas (puerperal bradycardia) hal
ini terjadi segera setelah kelahiran an biasa berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran
anak. Wanita semacam ini bisa memiliki angka denyut jantung serendah 40-50 detak
permenit. Sudah banyak alasan-alasan yang diberikan sebagai kemungkinan penyebab,tetapi
belum satupun yang sudah terbukti. Bradycardia semacam itu bukanlah astu alamat atau
indikasi adanya penyakit,akan tetapi sebagai satu tanda keadaan kesehatan.
c. Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan
karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat menandakan terjadinya
preeklampsi postpartum.
d. Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus
pada saluran nafas.

4Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas

Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas


Peran dan Tanggung Jawab bidan dalam masa nifas yaitu :
1) Mendukung dan memantau kesehatan fisik ibu dan bayi.
2) Mendukung dan memantau kesehatan psikologis, emosi, sosial serta memberikan semangat pada

ibu
3) Membantu ibu dalam menyusui bayinya
4) Membangun kepercayaan diri ibu dalam perannya sebagai ibu
5) Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam perannya sebagai orang tua
6) Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga
7) Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman
8) Membuat kebijakan, perecana program kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak serta mampu

melakukan kegiatan administrasi


9) Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan
10) Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali,

tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekkan kebersihan yang aman
11) Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa dan

rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan, mencegah

komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas.
12) Memberikan asuhan secara professional (Anggraini, 2010)

referensi :

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jogjakarta : Pustaka Rihana

CARA MENAGGULANGI:

Melahirkan si Kecil adalah momen yang sangat membahagiakan. Kebahagiaan ini seakan
mengalahkan segala kelelahan yang dirasakan oleh ibu yang baru saja melahirkan. Namun,
perlu dicermati juga beberapa gangguan atau keluhan yang bisa saja dialami oleh ibu pada
masa nifas ini. Dengan begitu, ibu diharapkan dapat bersikap bijaksana agar keluhan pada
masa pasca melahirkan ini dapat diatasi. Nah, apa sajakah gangguan ibu pada masa nifas?
Berikut ini ulasannya ya, Mam.
1. Anemia
Anemia bisa disebabkan karena infeksi akibat perdarahan, kelelahan karena proses
persalinan yang lama, dan sudah menderita anemia sejak masa kehamilan. Untuk
mengatasinya, konsumsilah suplemen zat besi ya, Mam.

2. Perdarahan hebat
Masa nifas ditandai dengan keluarnya darah atau perdarahan selama sekitar 40 hari.
Pada hari pertama hingga kedua setelah melahirkan, darah segar yang keluar
bercampur sisa ketuban, kemudian darah bercampur lendir. Lalu, setelah seminggu
darah akan berubah menjadi kuning kecokelatan, lalu lendir keruh. Pada akhir masa
nifas, akan keluar cairan berwarna bening.

3. Rambut rontok
Rambut rontok wajar dialami oleh ibu pada masa nifas. Hal ini disebabkan adanya
penurunan hormon secara drastis. Gangguan ini biasa diatasi dengan menggunakan
produk shampoo dan kondisioner yang berkualitas, mengonsumsi makanan yang
mengandung vitamin E, memotong rambut lebih pendek, dll.

4. Payudara bengkak
Pada masa nifas juga terjadi proses menyusui. Mulainya proses menyusui ditandai
dengan payudara membengkak, keras, dan menghitam di sekitar puting susu. Bahkan,
payudara bengkak ini pada sebagian ibu diserta rasa nyeri bahkan demam.

5. Emosi yang tidak stabil (baby blues)


Ibu akan bisa merasa bahagia, bangga dan tiba-tiba menjadi sedih dan cemas. Kondisi
emosi ini disebabkan karena faktor perubahan hormon, kelelahan, kurangnya
perhatian keluarga, dll.

6. Infeksi vagina
Infeksi pada vagina ini ditandai dengan vagina berbau tidak sedap, terasa perih, panas,
berwarna merah, bahkan terdapat nanah. Infeksi jalan lahir ini bisa diatasi dengan
selalu menjaga kebersihan daerah kewanitaan.

7. Pegal
Proses persalinan yang mengeluarkan banyak energi serta kelelahan merawat bayi
membuat badan Anda terasa pegal. Anda bisa mengatasinya dengan memijat badan
Anda secara tepat.

8. Perut mulas
Perut mulas disebabkan adanya kontraksi untuk merapatkan dinding rahim sehingga
rahim akan mengecil secara berangsur-angsur.

9. Susah buang air kecil


Susah buang air kecil disebabkan karena terjadi penyempitan pada saluran kencing
akibat ditekan oleh kepala bayi saat proses kelahiran.

10. Wasir atau ambein


Gangguan ini biasanya disebabkan karena ibu salah mengejan saat proses persalinan
atau gangguan sembelit yang berkepanjangan.
11. Sembelit atau konstipasi
Sembelit pada masa nifas terjadi karena adanya perubahan kadar hormon dan
kurangnya gerakan tubuh sehingga fungsi usus menurun.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Masa nifas disebut juga masa post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak
bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim,sampai enam minggu berikutnya, disertai
dengan pulihnya kembali organ organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami
perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya brkaitan saat melahirkan.
Seorang ibu hamil akan mengalami banyak perubahan perubahan fisiologis pada saat
setelah melahirkan ( masa nifas ).Salah satu perubahan yang terjadi adalah perubahan pada
sistem reproduksi, sistem kardiovaskular, pada sistem hematologi, pada sistem pencernaan,
pada sistem ekskresi, pada sistem endokrin, pada sistem musculoskeletal, dan perubahan
tanda-tanda vital

3.2 Saran
Untuk menghadapi perubahan pada masa nifas yang dialami ibu, bidan memerlukan
manajemen yang baik, agar ibu nifas mampu melaluinya dengan baik. Selain itu penting
adanya bagi ibu nifas untuk memahami betul bagaimana perubahan yang terjadi pada saat
masa nifas, agar ibu mampu membedakan antara perubahan yang fisiologis atau patologis
pada saat masa nifas.

Anda mungkin juga menyukai