Anda di halaman 1dari 31

ANAMNESA DAN TANDA-TANDA VITAL

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 2

Disusun Oleh :
Filsya Khoirina Fildzah 220110150001
Rafika Dita 220110150006
Oktorullah 220110150029
Retyan Rahmi Kuntari 220110150042
Farah Nadiyah 220110150044
Dewi Sintia Risnowati 220110150089
Ichlas Damar Oktory 220110150091
Shelen Indah Tripriantini 220110150101
Neneden Budiani Hanum 220110150103
Erina Elhaqqa 220110150119
Athaya Shofiyya Saleh 220110150132

Fakultas Keperawatan
Universitas Padjadjaran
2016
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah tentang “Anamnesa dan Tanda-Tanda Vital”. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi tugas salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Dasar 2.
Makalah ini berisi tentang cara melakukan anamnesis dan hal-hal yang
harus diperhatikan ketika melakukannya serta bagian-bagian yang harus
diperhatikan ketika melihat tanda-tanda vital(TTV).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dian Adiningsih, dosen yang
telah memberikan tugas ini dan membimbing mahasiswa untuk menyelesaikannya.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari bahwa terdapat
kesalahan. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.

Sumedang, Februari 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 3
2.1 Anamnesa ........................................................................................................... 3
2.1.1 Pengertian Anamnesa ........................................................................................ 3
2.1.2 Teknik Anamnesa ............................................................................................... 3
2.1.3 Tahap-tahap Anamnesa ..................................................................................... 3
2.1.4 Keterampilan yang Harus Dikuasai dalam Melakukan Anamnesa..................... 5
2.1.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan Ketika Melakukan Anamnesa........................ 6
2.2 Tanda-Tanda Vital ..................................................................................................... 7
2.2.1 Pengertian .......................................................................................................... 7
2.2.2 Nadi .................................................................................................................... 7
2.2.3 Suhu (Temperatur Tubuh)................................................................................ 10
2.3 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................... 12
2.3.1 Prinsip dalam pemeriksaan fisik....................................................................... 14
2.3.2 Pemerikksaan Head to Toe .............................................................................. 14
CONTOH KASUS............................................................................................................. 22
3.1 Anamnesa ............................................................................................................... 22
3.2 Pemeriksaan Fisik .................................................................................................... 23
3.2.1 Status Generalis ............................................................................................... 23
3.2.2 Status Lokalis.................................................................................................... 24
3.3 Diagnosis Kerja ........................................................................................................ 25
3.4 Diagnosis Banding ................................................................................................... 25
3.5 Usulan Pemeriksaan................................................................................................ 25
3.6 Terapi ...................................................................................................................... 25
PENUTUP ....................................................................................................................... 26
4.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 26

ii
4.2 Saran ....................................................................................................................... 26
Daftar Pustaka............................................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu keterampilan yang paling penting saat berhadapan dengan
pasien adalah kemampuan anamnesa dan melakukan pemeriksaan fisik,
sehingga bisa menyingkirkan perbedaan diagnosis (different diagnosis)
sebelum menegakkan diagnosis. Ketidakmampuan dalam mencari
informasi ketika meng-anamnesa pasien membuat kita tidak bisa
menentukan pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk menyingkirkan
perbedaan diagnosis. Kesalahan mendiagnosis juga berarti kesalahan
melakukan terapi yang tepat. Perlu diingat lagi bahwa keterampilan
anamnesa sudah memenuhi 70% dalam penegakan diagnosis. Untuk itu
buat sejawat yang bekerja di perifer dengan keterbatasan alat pemeriksaan
penunjang, ada baiknya mempelajari lagi bagaimana menganamnesa
pasien yang baik dan bagaimana melakukan pemeriksaan fisik yang
diperlukan untuk menyingkirkan perbedaan diagnosis.
Pemeriksaan tanda vital merupakan suatu cara untuk mendeteksi
adanya perubahan sistem tubuh. Tanda vital meliputi suhu tubuh, denyut
nadi, frekuensi pernapasan, dan tekanan darah. Tanda vital mempunyai
nilai yang sangat penting pada fungsi tubuh. Adanya perubahan tanda vital,
misalnya suhu tubuh dapat menunjukkan keadaan metabolisme dalam
tubuh, denyut nadi dapat menunjukkan perubahan pada sistem
kardiovaskular, frekuensi pernapasan dapat menunjukkan fungsi
pernapasan, dan tekanan darah dapat menilai kemampuan sistem
kardiovaskuler, yang dapat dikaitkan dengan denyut nadi. Semua tanda
vital tersebut saling berhubungan dansaling memengaruhi. Perubahan
tanda vital dapat terjadi bila tubuh dalam kondisi aktifitas berat atau dalam
keadaan sakit dan perubahan tersebutmerupakan indikator adanya
gangguan sistem tubuh.
Pemeriksaan tanda vital yang dilaksanakan oleh perawat digunakan
untuk memantau perkembangan pasien. Tindakan ini bukan hanya
merupakan kegiatan rutin pada klien, tetapi merupakan tindakan
pengawasan terhadap perubahan atau gangguan sistem tubuh.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diuraikan berdasarkan latar belakang
yang telah diuraikan adalah sebagai berikut :
1. Apa itu Anamnesa?
2. Apa saja tahap-tahap Anamnesa?

1
3. Hal-hal apa yang harus di perhatikan dalam anamnesa?
4. Bagian fisik mana saja yang akan diperiksa ketika melakukan
pemeriksaan fisik?
5. Bagian vital apa saja yang perlu di perhatikan?

1.1 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan :
1. Mengetahui cara yang benar dalam menganamnesis pasien.
2. Tujuan dilakukan pemeriksaan tanda vital pada pasien, yaitu :
 untuk memantau adanya perubahan tanda vital pada pasien
 untuk mendeteksi adanya perubahan sistem tubuh
 untuk memantau perkembangan pasien

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anamnesa
2.1.1 Pengertian Anamnesa

Anamnesa / Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara


pasien/keluarga pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang
berwenang untuk memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan
penyakit yang diderita pasien
Anamnesa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
 Auto-anamnesa yaitu kegiatan wawancara langsung kepada pasien karena
pasien dianggap mampu tanya jawab
 Allo-anamnesa yaitu kegiatan wawancara secara tidak langsung atau
dilakukan wawancara/tanya jawab pada keluarga pasien atau yang
mengetahui tentang pasien.
Allo-anamnesa dilakukan karena ;
 Pasien belum dewasa (anak-anak yang belum dapat mengemukakan
pendapat terhadap apa yang dirasakan)
 Pasien dalam keadaan tidak sadar karena sesuatu
 Pasien tidak dapat berkomunikasi
 Pasien dalam keadaan gangguan jiwa

2.1.2 Teknik Anamnesa


1. Ciptakan suasana kondusif agar pasien dapat mengemukakan keadaan
pasien dengan spontan dan wajar dilakukan dengan cara
menyapa/memberi salam kepada penderita/keluarga,
memperkenalkan diri, meminta izin untuk melakukan anamnesis dan
memeriksa.
2. Pemeriksa harus bersikap empatik dan menyesuaikan diri dengan
keadaan sosial, ekonomi dan pendidikan, serta emosi orang yang
diwawancarai dengan cara jangan memakai istilah yang mungkin
tidak dimengerti oleh keluarga
3. Anamnesis dilakukan dengan wawancara secara tatap muka
4. Keberhasilan anamnesis bergantung pada kepribadian, pengalaman
dan kebijakan pemeriksa
5. Pertanyaan yang diajukan oleh pemeriksa sebaiknya tidak sugestif
dan sedapat mungkin dihindari pertanyaan yang jawabannya “ya”
atau “tidak”

2.1.3 Tahap-tahap Anamnesa

3
Anamnesis yang baik dilakukan sesuai dengan langkah-langkah
yang disusun secara sistematis.Langkah-langkah tersebut dilakukan
dengan cara menanyakan pertanyaan yang telah disusun dengan
berpedoman pada empat pokok pikiran (The Fundamental Four) dan tujuh
butir mutiara anamnesis (The Sacred Seven). Yang dimaksud dengan
empat pokok pikiran, adalah melakukan anamnesis dengan cara mencari
data :
1.Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
2.Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
3.Riwayat Kesehatan Keluarga
4.Riwayat Sosial dan Ekonomi
Sebelum melakukan anamnesis lebih lanjut, pertama yang harus
ditanyakan adalah identitas pasien, yaitu umur, jenis kelamin, ras, status
pernikahan, agama dan pekerjaan.
 Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Hal ini meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Keluhan
utama adalah keluhan yang membuat seseorang datang ke tempat
pelayanan kesehatan untuk mencari pertolongan, misalnya :
demam, sesak nafas, nyeri pinggang, dll. Keluhan utama ini
sebaiknya tidak lebih dari satu keluhan. Kemudian setelah keluhan
utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan
menggunakan tujuh butir mutiara anamnesis, yaitu :
1.Lokasi (dimana ? menyebar atau tidak ?)
2.Onset / awitan dan kronologis (kapan terjadinya? berapa lama?)
3.Kuantitas keluhan (ringan atau berat, seberapa sering terjadi ?)
4.Kualitas keluhan (rasa seperti apa ?)
5.Faktor-faktor yang memperberatkeluhan.
6.Faktor-faktor yang meringankan keluhan.
7.Analisissistem yang menyertai keluhan utama

 Riwayat Penyakit Dahulu


Ditanyakan adakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya,
apabila penderita pernah mengalami keluhan yang sama tanyakan
kapan terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa
saja, serta mencari penyakit yang relevan dengan keadaan sekarang
dan penyakit kronik (hipertensi, diabetes mellitus, dll), perawatan
lama, rawat inap, imunisasi, riwayat pengobatan dan riwayat
menstruasi (untuk wanita).

 Riwayat Penyakit Keluarga

4
Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit
keturunan dari pihak keluarga (diabetes mellitus, hipertensi, tumor,
dll) atau riwayat penyakit yang menular.

 Riwayat sosial dan ekonomi


Hal ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi
pendidikan, pekerjaan, pernikahan, kebiasaan yang sering
dilakukan (pola tidur, minum alkohol atau merokok, obat-obatan,
aktivitas seksual, sumber keuangan, asuransi kesehatan dan
kepercayaan).

Langkah-Langkah Anamnesis

Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau


sistematika yang baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar
selama melakukan anamnesis tidak kehilangan arah dan agar tidak ada
pertanyaan atau informasi yang terlewat. Sistematika ini juga berguna
dalam pembuatan status pasien agar memudahkan siapa saja yang
membacanya.

Langkah -langkah tersebut terdiri dari :


1. Data umum pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang
4. Riwayat penyakit dahulu
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Riwayat kebiasaan/sosial
7. Anamnesis system

2.1.4 Keterampilan yang Harus Dikuasai dalam Melakukan


Anamnesa
Keterampilan yang harus dikuasai saat anamnesis adalah dengan
memiliki keterampilan untuk mengeksplorasi maslah pasien yang
dilakukan dengan cara :
1. Memberi kesempatan pada pasien untuk menceritaka permasalahan
yang dihadapinya (dengan kata – kata pasien sendiri).
2. Gunakan pertanyaan terbuka dan tertutup secara tepat. Mulailah
dengan pertanyaan terbuka terlebih dahulu, baru diikuti dengan
pertanyaan tertutup.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian. Berilah kesempatan pada
pasien untuk menyelesaikan ceritanya, dan jangan menginterupsi.

5
4. Berilah kesempatan pada pasien untuk memberikan respons baik
secara verbal maupun nonverbal. Teknik yang digunakan bisa
pemberian dukungan/ dorongan, adanya pengulangan,
paraphrasing, interpretasi, dll.
5. Mengenali isyarat verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh
pasien.
6. Mengklarifikasi pernyataan pasien yang kurang jelas, atau yang
membutuhkan suatu keterangan tambahan.
7. Secara berkala buatlah ringkasan dari pernyataan yang dibuat
pasien untuk memverifikasi pengertian anda. Mintalah pasien
untuk mengkoreksi pernyataan anda, atau mintalah pada pasien
untuk memberikan keterangan tambahan bila diperlukan.
8. Gunakan pertanyaan yang ringkas dan mudah dipahami. Hindari
menggunakan istilah-istilah medis yang tidak dipahami pasien.
9. Buatlah urutan waktu suatu kejadian.

2.1.5 Hal-hal yang Harus Diperhatikan Ketika Melakukan Anamnesa


Ketika seseorang melakukan anamnesis, ada beberapa hal yang
herus diperhatikan ketika melakukannya :
1. Pemeriksaan pada waktu datang pertama kali harus jauh lebih
lama daripada sewaktu pemeriksaan kedua/lanjutan. Anamnesis
pada pemeriksaan lanjutan berupa pertanyaan terhadap hal-hal
yang terlewati pada pemeriksaan anamnesis pertama kali.
2. Usahakan keluhan-keluhan yang penting (yang berhubungan
dengan keluhan utama) dicatat secara singkat, baik keluhan
yang positif maupun negatif.
3. Untuk kasus yang diagnosisnya sulit, usahakan anamnesis dari
setiap sistem yang ada dalam tubuh , yang ada kaitannya
dengan keluhan utama.
4. Usahakan menjadi pendengar yang baik, karena keterangan
spontan dari pasien biasanya lebih bisa dipercaya daripada
jawaban pasien terhadap pertanyaan dokter yang mungkin
bersifat sugestif sehingga mengaburkan/menyesatkan.
5. Setelah selesai anamnesis, dokter harus punya rencana
tindakan yang akan di kerjakan terhadap pasien. Jadi, jelaslah
disini meskipun anamnesis sepintas lalu memboroskan waktu
tetapi berguna untuk penyederhanaan tindakan pemeriksaan
fisik.

6
6. Pada saat akan melakukan tindakan ad 5 (pemeriksaan fisik)
tentunya dokter sudah harus mempunyai gambaran tentang
diagnosis penyakit atau diagnosis banding.
7. Apabila diagnosis penyakit belum bisa ditegakkan setelah
pemeriksaan anamnesis dan pemeriksaan fisik , usahakan
pemeriksaan ulangan pada hari berikutnya, sambil evaluasi
atau belajar membaca dari buku kepustakaan. Bila perlu
dikonsultasikan kepada dokter ahli dan untuk itu pilihlah dokter
ahli yang bersedia membimbing atau mejawab surat konsultasi
kita (dokter umum). Hal ini perlu ditekankan, karena pada
zaman modern ini nampaknya ada kecenderungan dari dokter
ahli yang melupakan (baik sengaja atau tidak) jawaban rujukan
tersebut atau barangkali malas (karena sibuk/banyak pasien)
atau mungkin menganggap dokter yang merujuk kurang
berminat mengetahui jawaban/diagnosisnya.
8. Usahakan pemeriksaan penunjang (laboratorium, X foto dsb)
seminimal mungkin, apabila mungkin dicegah untuk
pertimbangan ekonomis (hal ini perlu untuk negara indonesia
karena pasien banyak dari kalangan kurang mampu).

2.2 Tanda-Tanda Vital


2.2.1 Pengertian
Tanda-tanda vital digunakan sebagai indikator dari status
kesehatan, ukuran-ukuran ini menandakan keefektifan sirkulasi,
respirasi, fungsi neural dan endokrin tubuh. Karena sangat penting,
maka disebut dengan tanda vital.Tanda vital merupakan cara yang
cepat dan efisien untuk memantau kondisi klien atau
mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi respon klien terhadap
intervensi.

2.2.2 Nadi
Nadi adalah gelombang atau alunan darah yang ditimbulkan oleh
kontraksi pada bagian ventrikel kiri jantung. Pada umumnya gelombang
nadi menggambarkan stroke volume output atau jumlah darah yang masuk
ke arteri pada setiap kontraksi ventrikel. Pemenuhan arteri terjadi karena
kemampuan jantung untuk mengembang dan mengempis. Ketika arteri
seseorang kehilangan kemampuan untuk mengembang, misalnya karena
umur, maka dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk memompa darah
ke arteri.
Cardiac output adalah volume darah yang dipompakan ke arteri oleh
jantung dan sebanding dengan hasil stroke volume (SV) dikali heart rate (HR)

7
per menit. Misalnya 65 ml x 70 denyut per menit = 4,55 liter per menit.
Ketika orang dewasa beristirahat, jantung memompakan darah sekitar 5 liter
pada setiap menit.
Pada orang yang sehat, nadi akan menimbulkan denyutan yang
jumlahnya sama seperti jumlah kontraksi pada ventrikular jantung. Namun,
pada orang yang menderita penyakit jantung , jumlah denyut jantung dan
denyut nadi dapat berbeda. Misalnya, pada pasien jantung akan menghasilkan
gelombang nadi yang lebih kecil atau lemah sehingga tidak mudah dideteksi
pada nadi periperal yang letaknya jauh dari jantung yaitu pada kaki. Berbeda
dengan nadi apical yang merupakan pusat nadi yang terletak pada apeks
jantung. Bagian ini menunjukan point of maximal impulse (PMI).
 Faktor-faktor yang mempengaruhi nadi
Jumlah nadi dapat diketahui dengan menghitung banyak denyutan per
menit. Pada setiap orang, jumlah nadi dapat berbeda karena beberapa
faktor, yaitu:
1. Umur
Semakin umur bertambah, jumlah nadi berangsur menurun secara
keseluruhan.
Perbedaan jumlah denyut nadi dan respirasi berdasarkan umur:
Umur Rata-rata jumlah nadi
(rentang nadi)
Baru lahir 130 (80-180)
1 tahun 120 (80-140)
5-8 tahun 100 (75-120)
10 tahun 70 (50-90)
Remaja 75 (50-90)
Dewasa awal 80 (60-100)
Dewasa akhir 70 (60-100)

2. Jenis kelamin
Setelah pubertas, jumlah rata-rata nadi laki-laki sedikit menurun
daripada perempuan.
3. Latihan
Jumlah nadi biasanya akan meningkat sesuai aktivitas. Peningkatan
jumlah nadi pada atlet profesional akan lebih rendah daripada orang
biasa karena atlet profesional ukuran jantungnya lebih besar, kuat dan
efisien.
4. Demam
Jumlah nadi akan meningkat sebagai respon menurunnya tekanan
darah sebagai hasil dari vasodilatasi yang dihubungkan dengan
meningkatnya suhu tubuh dan meabolisme.

8
5. Obat
Beberapa obat akan menurunkan jumlah nadi dan ada beberapa juga
yang dapat meningkatkan jumlah nadi. Misalnya cardiotonics akan
menurunkan jumlah nadi, sedangkan epineprin akan meningkatkan
jumlah nadi.
6. Hypovolemia/ dehidrasi
Kehilangan darah dari sistem vaskular akan meningkatkan jumlah nadi.
Pada orang dewasa, kehilangan volume darah sebagai hasil dari
penyesuaian jumlah nadi karena tekanan darah meningkat.
7. Stres
Pada respon stres, saraf simpatis menstimulasi untuk meningkatkan
keseluruhan aktivitas jantung, sehingga meningkatkan jumlah denyut
nadi.
8. Posisi
Ketika seseorang duduk atau berdiri, darah biasanya menggenang pada
pembuluh vena. Darah pada vena hanya sementara, kemudian
dikembalikan ke jantung, selanjutnya menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan jumlah nadi.
9. Patologi/ Penyakit
Penyakit tertentu seperti penyakit jantung atau kekurangan oksigen
dapat menyebabkan jumlah nadi menurun.

 Tempat adanya nadi


Nadi ada di sembilan tempat yaitu:
1. Temporal
Arteri temporal berada melewati tulang temporal bagian atas dari kepala.
Tempat untuk mendeteksi yaitu di bagian superior dan mengarah pada
lateral mata ke kanan maupun ke kiri.
2. Carotid
Arteri karotid terletak pada bagian leher (berada di antara trakea dan otot
sternocleidomastoideus).
3. Apical
Terletak pada bagian apeks jantung.
4. Brachial
Terletak pada bagian dalam otot bisep atau di area tengah antecubital.
5. Radial
Arteri radial berada di sepanjang tulang radial. Untuk mendeteksi pada
bagian atas ibu jari mengarah pada pergelangan tangan bagian dalam.
6. Femoral
Arteri femoral melewati sepanjang ligamen inguinal.
7. Popliteal
Arteri popliteal melewai belakang lutut.

9
8. Posterior tibial
Di atas bagian tengah permukaan mata kaki merupakan tempat arteri
posterior tibial berada dan melewatibelakang medial malleolus.
9. Dorsalis pedis
Arteri dorsalis pedis melewati bagian atas tulang kaki, dengan garis khayal
dapat digambarkan dari bagian tengah mata kaki dan mengarah pada
tempat di antara jempol kaki dan jari kedua pada kaki.
 Memeriksa Nadi
Cara memeriksa nadi atau menghitung jumlah nadi yaitu dengan cara
menekan tempat adanya nadi dengan menggunakan tiga jari yaitu :
telunjuk, jari tengah dan jari manis. Kemudian hitung dalam waktu satu
menit.

2.2.3 Suhu (Temperatur Tubuh)


 Pengaturan temperatur tubuh
Sistem yang mengatur suhu tubuh ada pada tiga bagian penting yaitu:
sensor bagian luar dan dalam, hipotalamus dan sistem efektor yang
mengatur produksi dan kehilangan panas. Kebanyakan sensor reseptor ada
pada kulit. Kulit memiliki reseptor dingin lebih banyak daripada hangat.
Oleh karena itu, kulit mendeteksi sensor dingin lebih efisien daripada
hangat. Ketika kulit kita kedinginan, maka akan terjadi tiga fisiologi
proses untuk bisa meningkatkan suhu tubuh, yaitu:
1. Menggigil akan meningkatkan produksi panas
2. Berkeringat akan dicegah untuk mengurangi kehilangan panas
3. Vasokontriksi untuk mengurangi kehilangan panas
 Faktor yang mempengaruhi temperatur tubuh
1. Umur
Bayi sangat terpengaruh oleh suhu pada lingkungannya, oleh karena
itu harus dilindungi dari perubahan suhu yang ekstrim. Suhu anak
lebih mudah berubah-ubah daripada dewasa sampai ia mengalami
pubertas. Pada orang tua, khususnya yang umurnya lebih dari 75 tahun,
mereka sangat rentan terkena hipotermia. Hal ini biasanya disebabkan
karena makanan yang tidak tercukupi, kehilangan substansi lemak,
kekurangan aktivitas dan penurunan efisiensi termoregulator. Dewasa
akhir sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
karena penurunan kontrol termoregulator.
2. Perbedaan siang hari
Suhu tubuh biasanya berubah sepanjang hari, kurang lebih sebesar 1,0
O
C antara pagi hari sampai sore hari. Pada dewasa akhir, suhu tubuh
mungkin lebih rendah daripada yang lebih muda. Hal ini disebabkan
oleh perubahan atau penurunan fungsi anatomitubuh seiring
bertambahnya usia.

10
3. Latihan
Bekerja keras atau latihan berat akan menyebabkan suhu tubuh
meningkat hingga mencapai 38,3 oC sampai 40 oC.
4. Hormon
Pada perempuan biasanya terjadi fluktuasi hormon yang lebih daripada
laki-laki. Pada perempuan, sekresi progesteron pada saat ovulasi akan
meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 oC sampa 0,6 oC di atas suhu
normal.
5. Stres
Stimulasi saraf simpatis dapat meningkatkan produksi epineprin dan
norepineprin sehingga menyebabkan aktivitas metabolisme meningkat
dan memproduksi panas.
6. Lingkungan
Lingkungan dengan suhu yang ekstrim dapat mempengaruhi sistem
pengaturan suhu tubuh seseorang. Jika temperatur ruangan sangat
hangat, dan suhu tubuh tidak dapat mengubah secara konveksi,
konduksi, maupun radiasi, maka suhu tubuh akan meningkat. Dan
sebaliknya, jika seseorang berada di luar dengan lingkungan yang
sangat dingin tanpa menggunakan pakaian yang sesuai, maka suhu
tubuh akan menurun.

 Perubahan temperatur tubuh


Rentang suhu yang normal untuk orang dewasa yaitu antara 36oC- 37,5
O
C. Ada dua perubahan utama suhu tubuh sehingga menyebabkan suhu
tidak normal, yaitu:
1. Hipotermia
Yaitu keadaan dimana suhu tubuh berada jauh di bawah normal. Ada
tiga mekanisme fisiologis yang terjadiyaitu:
1. Kehilangan panas secara berlebihan
2. Produksi panas yang tidak cukup untuk menetralkan kehilangan
panas
3. Lemahnya pengaturan suhu pada hipotalamus
2. Pyrexia
Yaitu keadaan dimana suhu tubuh berada di atas normal, misalnya 41
o
C. Pyrexia disebut juga hipertermia atau demam.
 Memeriksa temperatur tubuh
Ada beberapa cara mengukur suhu tubuh, yaitu dengan cara menempatkan
termometer pada bagian tubuh seperti: oral atau mulut, rectal atau anus,
axillary atau ketiak, tympanic dan arteri temporal.
 Jenis-jenis termometer
1. Electronic Thermometers
2. Infrared thermometers

11
3. Artery temporal Thermometer
 Penempatan Termometer
1. Oral
2. Rectal (anus)
3. Axillary (ketiak)
4. Tympanic
5. Temporal Artery

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah proses pemeriksaan
tubuh pasien yang dilakukan oleh ahli medis untuk menemukan tanda klinis
suatu penyakit. Keemudian hasil dari pemeriksaan ini akan dicatat dalam
rekam medis yang membantu dalam penegakkan diagnosis dan perencanaan
perawatan pasien kedepannya. Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara
sistematis, mulai dari bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah
pemeriksaan organ utama diperiksa, beberapa tes khusus mungkin diperlukan.
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai ujung
kaki pada setiap sistem tubuh yang memberikan informasi objektif tentang
klien dan memungkinkan perawat untuk mebuat penilaian klinis. Keakuratan
pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima klien dan
penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry, 2005)
Dalam melakukan pemeriksaan fisik pasien, tenaga kesehatan bisa
memulainya dari pemeriksaaan keadaan umum. Pemeriksaan keadaan umum
sendiri meliputi 3 aspek, yaitu :
1. Kesan keadaan sakit, pemeriksaan kesan keadaan sakit adalah
menganalisa respon pasien terhadap penyakitnya, apakah pasien
mengalami sakit yang ringan, berat atau sedang. Selain itu, fasis
pasien juga harus diperhatikan. Fasis adalah istilah lain yang
menunjukan ekspresi wajah pasien untuk bisa menganalisa
tingkat sakit yang dialami pasien
2. Kesadaran, pada pemeriksaan kesadaran pasien dapat dianalisa
berdasarkan kesadaran pasien apakah sadar, setengah sadar, atau
tidak sadar sama sekali. Selain itu juga diperhatikan keadaan
status mental pasien serta perilaku pasien.
3. Status gizi, pada pemeriksaan status gizi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan inspeksi dan palpasi. Inspeksi sendiri berarti
memeriksa keadaan pasien dengan cara mengamati,
memperhatikan keadaan pasien, sedangkan palpasi adalah
tindakan lanjut dari inspeksi dengan cara menyentuh langsung
tubuh pasien untuk memastikan hasil analisa dari inspeksi
sebelumnya.

12
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan
adalah:
1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi ini dengan
kata lain berarti pemeriksaan yang dilakukan dengan melihat
bagian tubuh yang diperiksa melalui pengamatan. Inspeksi
umum dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu
gambaran atau kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang
di bentuk. Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi lokal
yang berfokus pada suatu sistem tunggal atau bagian dan
biasanya mengguankan alat khusus seperto optalomoskop,
otoskop, speculum, daan lain-lain.
Fokus inspeksi pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran
tubuh, warna, bentuk, posisi, kesimetrisan, lesi, dan penonjolan
atau pembengkakan. Setelah inspeksi perlu dibandingkan hasil
normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan bagian tubuh
lainnya.
2. Palpasi
Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera
peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat
di jangkau tangan. Indera peraba yang digunakan seperti tangan
dan jari-jari, bertujuan untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan
atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.
Hal yang di deteksi adalah suhu, kelembaban, tekstur,
gerakan, vibrasi, pertumbuhan atau massa, edema, krepitasi dan
sensasi.
3. Perkusi
Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan
permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan membantu
dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan posisi struktur di
bawahnya. Pemeriksaan ini akan membandingkan bagian
permukaan tubuh tertentu dengan bagian tubuh lainnya (kiri/kanan),
bertujuan untuk mengidentifikasi batas atau lokasi dan konsistensi
jaringan.
4. Auskultasi
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.
Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-
hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan
bising usus.

13
2.3.1 Prinsip dalam pemeriksaan fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang
harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan steril,
memasang masker, dan membantu klien mengenakan baju periksa jika
ada.
b. Kontrol lingkungan
Mengontrol lingkungan yaitu dengan memastikan ruangan
dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup penerangan untuk
melakukan pemeriksaan fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa
itu sendiri. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy.
2.3.2 Pemerikksaan Head to Toe
1. Pemeriksaan Kepala
o Tujuan : Mengetahui ukuran, bentuk, fungssi, dan kelainan yang ada di
kepala

o Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan, adanya lesi atau tidak,
kebersihan rambut dan kulit kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi
rambut.
Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak menunjukkan tanda-tanda
kekurangan gizi(rambut jagung dan kering)
 Palpasi : adanya pembengkakan atau penonjolan, dan tekstur rambut.
Normal: tidak ada penonjolan atau pembengkakan, rambut lebat dan kuat atau
tidak rapuh.

2. Pemeriksaan wajah
 Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan kesimetrisan.
Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak pucat/ikterik, simetris.
 Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.

3. Pemeriksaan mata
o Tujuan : Mengetahui bentuk, fungsi, dan adanya kelainan pada mata
o Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata, kelopak mata,
kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva dan sclera
(anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa kontak, dan respon
terhadap cahaya.
Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna
konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.

14
 Kelopak mata
Kelainan yang sering timbul :
 Ptosis, sembab, peradangan, koreng
 Pada tahap ini, diperiksa juga tekanan bola mata untuk mengetahui:
Glaukoma, konsistensi bola mata keras seperti batu.
Koma hiperglikemia,konsistensinya lebih lunak daripada biasa.
Koma hipoglikemia, konsistensinya terasa agak keras.
 Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda dengan orang lain.
Tajam penglihatan tersebut merupakan derajad persepsi deteil dan kontour beda.
Visus tersebut dibagi dua yaitu:
1). Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis jauh dan visus sentralis
dekat.
2). Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan penglihatan dan diperiksa
dengan perimeter. Fungsi dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu
benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh dengan reaksi menghindar jika
ada bahaya dari samping.
 Pemeriksaan Pergerakan Bola Mata
Pemeriksaan pergeraka bola mata dilakukan dengan cara Cover-Uncover Test atau
Tes Tutup-Buka Mata. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi adanya
Heterophoria. Heterophoria berhubungan dengan kelainan posisi bola mata,
dimana terdapat penyimpangan posisi bolamata yang disebabkan adanya
gangguan keseimbangan otot-otot bolamata yang sifatnya tersembunyi atau latent.
Ini berarti mata itu cenderung untuk menyimpang atau juling, namun tidak nyata
terlihat.

4. Pemeriksaan telinga
o Tujuan : Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga,
dan fungsi pendengaran.
o Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan, integritas, posisi
telinga, warna, liang telinga (cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu
dengar..
Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit bagus, warna
sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan alat bantu
dengar.
 Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus.
Normal: tidak ada nyeri tekan.
 Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala
a. Pemeriksaan Rinne
b. Pemeriksaan Webber

15
5. Pemeriksan hidung dan sinus
o Tujuan :
 Mengetahui bentuk dan fungsi hidung.
 Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi atau
infeksi
o Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan),
rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan, pendarahan), hidung internal
(kemerahan, lesi, tanda2 infeksi)
Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain, tidak ada
lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi.
 Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak, nyeri, dan
septum deviasi.
Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.
6. Pemeriksaan mulut dan bibir
o Tujuan : Mengetahui bentuk kelainan mulut
o Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut dan bibir,
tekstur , lesi, dan stomatitis.
Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak ada lesi
dan stomatitis
 Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi lengkap atau penggunaan
gigi palsu, perdarahan/ radang gusi, kesimetrisan, warna, posisi lidah,
dan keadaan langit-langit.
Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang atau
kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi, lidah simetris,
warna pink, langit-langit utuh dan tidak ada tanda infeksi.

7. Pemeriksaan leher
o Tujuan
 Menentukan struktur integritas leher
 Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
 Memeriksa system limfatik
 Prosedur Pelaksanaan
 Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.
Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik, bentuk
simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
 Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi.
Normal: arteri karotis terdengar.
 Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus, pembesaran,batas,
konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada kulit), kelenjer limfe
(letak, konsistensi, nyeri, pembesaran), kelenjer parotis (letak, terlihat/
teraba).
 Normal: tidak teraba pembesaran kel.gondok, tidak ada nyeri, tidak
ada pembesaran kel.limfe, tidak ada nyeri.

16
 Auskultasi : bising pembuluh darah.

8. Pemeriksaan kulit dan kuku


o Tujuan :
 Mengetahui kondisi kulit dan kuku.
 Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan jaringan
setempat, dan hidrasi.
o Prosedur Pelaksanaan

a. Pemeriksaan kulit

 Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, pucat, sianosis,


dan ikterik.
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
 Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan, turgor
kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.

b. Pemeriksaan kuku

 Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku.


Normal: bersih, bentuk normaltidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
 Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile ( pengisian kapiler ).
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.

9. Pemeriksaan dada (dada dan punggung)


o Cara/prosedur:
 System pernafasan
 Tujuan :
a. Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan
kulit, dan dinding dada.
b. Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan.
c. Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan,
traktil premitus
 Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi,
irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu
pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan.
Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda
distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak
ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema.
 Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile
fremitus. Perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk

17
mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil
melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung
pasien.
Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda
peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan
lebih teraba jelas.
 Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi
dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi
ke sisi)
Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada
bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar
dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas
jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
 Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan
menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas
manubrium dan di atas trachea)
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.

 System kardiovaskuler
 Tujuan:
a. Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
b. Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
c. Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
d. Mendeteksi gangguan kardiovaskuler
 Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri karotis.
 Palpasi: denyutan
Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
 Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari arah samping
ke tengah dada, dan dari atas ke bawah sampai bunyi redup)
Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah kiri dari garis
mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
 Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian diafragma
dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung.
Normal: terdengar bunyi jantung I/S1 (lub) dan bunyi jantung II/S2
(dub), tidak ada bunyi jantung tambahan (S3 atau S4)
 Dada dan aksila
 Tujuan :
a. Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam
jaringan payudara.
b. Mendeteksi awal adanya kanker payudara

 Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi payudara: Integritas kulit.

18
 Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan
penyebaran vena
 Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe, konsistensi.
 Pemeriksaan Abdomen (Perut)
 Tujuan:
a. Mengetahui betuk dan gerakan-gerakan perut
b. Mendengarkan suara peristaltic usus
c. Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga
perut benjolan dalam perut.
 Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar, ostomy,
distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus, dan gerakan
dinding perut.
Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak ikterik tidak
terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus.
 Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran (bagian
diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah dan friction rub :
aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).
Normal: suara peristaltik terdengar setiap 5-20x/dtk, terdengar denyutan
arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
 Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas bergerak searah
jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri dan bagaiman kualitas
bunyinya.
 Perkusi hepar: Batas
 Perkusi Limfa: ukuran dan batas
 Perkusi ginjal: nyeri
Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar (redup) dan apabila
banyak cairan (hipertimpani)
 Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan): massa,
karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular, lokasi, dan
nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan terlebih dahulu
Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa
dan penumpukan cairan
 Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di dapat
dengan membandikan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

10. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, dan tangan)


 Tujuan :
 Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian
 Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan
pada bagian-bagian tertentu.
 Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,
Integritas ROM, kekuatan dan tonus otot.

19
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
 Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
 Tes reflex: tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif

11. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan


telapak kaki)
 Prosedur pelaksanaan
 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,
integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh
 Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
 Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif.

12. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, dan rectum)


 Tujuan:
 Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam
genetalia.
 Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya varises,
edema, tumor atau benjolan, infeksi, luka atau iritasi, pengeluaran
cairan atau darah.
 Melakukan perawatan genetalia
 Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau
persalinan.

a. Pemeriksaan rectum
 Tujuan :
 Mengetahui kondisi anus dan rectum
 Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari dinding
rectal
 Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
 Memeriksa kanker rectal, dll.
 Prosedur Pelaksanaan
1. Wanita
 Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit, contour
simetris, edema, pengeluaran.
Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik, semetris tidak
ada edema dan tanda-tanda infeksi (pengeluaran pus /bau)
 Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa, pengeluaran

20
 Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran, konsistensi
dan, massa
 Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema, haemoroid,
fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/
tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

2. Pria:
 Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan pengeluaran
Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau pembengkakan, tidak
ada pengeluaran pus atau darah
 Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan bentuk, turunan
testes dan mobilitas, massa, nyeri dan tonjolan
 Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema, hemoroid,
fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema / hemoroid/ polip/ tanda-
tanda infeksi dan pendarahan.

21
BAB III
CONTOH KASUS
3.1 Anamnesa
Pasien ♀ umur 45 tahun mengeluhkan benjolan pada payudara kanan tidak
cepat membesar sejak 1 tahun yang lalu disertai gatal-gatal di daerah benjolan,
meluas menjadi luka, berdarah, dari puting tidak keluar cairan, nyeri tulang dan
punggung. Nafsu makan dan berat badan menurun. 10 hari yang lalu pasien ke
dokter diterapi amoxicillin.
1. Keluhan utama : Benjolan pada payudara kanan
2. Keluhan tambahan : Luka yang tidak sembuh-sembuh di payudara
kanan
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
± 1 tahun yang lalu, pasien menyadari benjolan di payudara kanan,
awalnya sebesar kelereng, dan muncul gatal-gatal tidak lama kemudian.
Awalnya gatal-gatal diabaikan, lama-lama gatal menjadi perlukaan yang
terus meluas, dan mulai berdarah. Payudara tidak nyeri, tidak perih, tidak
keluar nanah. Benjolan membesar 1 tahun ini, hingga kira-kira sebesar
bola ping pong. Puting tidak pernah keluar cairan, maupun darah. Pasien
ke dokter, 10 hari yll, diberikan Amoxycillin. Karena tidak ada perubahan,
pasien ke poliklinik bedah RSUD Wonosobo, pasien juga mengeluh nyeri
tulang dan punggung kiri linu dan panas, tidak nyeri di ketiak. Nafsu
makan dan berat badan menurun. Tidak ada keluhan pada payudara kiri.
Tidak ada riwayat trauma.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat sakit hipertensi ada
- Riwayat pembedahan disangkal
- Tidak pernah menderita penyakit tumor atau kanker
- Tidak ada riwayat alergi
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit kanker atau tumor.
6. Riwayat Reproduksi :
- Pasien menarche pertama usia 17 tahun, durasi 7 hari dan tiap bulan 2x.
- Pasien mempunyai anak 1 orang, tidak pernah keguguran.
- Anak pertama lahir saat pasien berumur 25 tahun
- Pasien tidak haid lagi sejak 1 tahun yang lalu
- Pasien tidak menyusukan anaknya setelah melahirkan.
- Riwayat pemakai KB : tidak ada.

7. Anamnesis Sistem :

22
- Sistem serebrospinal : pasien sadar dan berorientasi penuh, tidak demam,
tidak pusing
- Sistem respiratorius : tidak batuk, tidak sesak nafas
- Sistem kardiovaskular : tidak berdebar-debar, tidak nyeri dada, tidak sesak
nafas
- Sistem gastrointestinal : tidak anoreksia, tidak mual, tidak muntah, bab
normal lancar.
- Sistem muskuloskeletal : gerakan bebas, ada nyeri otot di punggung, pegal
di punggung, tidak ada patah tulang
- Sistem integumentum : gatal-gatal pada payudara kanan, juga ada benjolan
yang tidak sakit, dirasakan mengganggu

3.2 Pemeriksaan Fisik


3.2.1 Status Generalis
1. Keadaan Umum : Composmentis, GCS : 15
2. Vital sign :
T : 180/100 mmHg
R : 20 x/menit, teratur
N : 84 x/menit, teratur
S : 36,8 C
3. Kepala : Mesocephal, simetris, tidak ada deformitas, rambut
hitam distribusi merata, tidak mudah dicabut, tidak rontok,
tidak nyeri tekan, tidak oedem facial
4. Pemeriksaan Mata : Palpebra tidak edema, Conjunctiva tidak
anemis, Sklera tidak ikterik, pupil reflek cahaya +, isokor Ø 2
mm
5. Pemeriksaan Telinga : Tidak ada otore, tidak ada deformitas
6. Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, tidak
ada deformitas, tidak ada rinore/ discharge.
7. Pemeriksaan Mulut: Bibir tidak sianosis, Bibir tidak kering,
Lidah tidak kotor, gigi ada yang berlubang, tidak karies, tidak
ada stomatitis, Faring tidak hiperemis, Tonsil tidak membesar.
8. Pemeriksaan Collum : tidak ada deviasi trakhea, Kelenjar
Thyroid tidak membesar, Lnn tidak membesar, JVP tidak
naik
9. Pemeriksaan Thorax :
- Inspeksi : IC tidak terlihat
- Palpasi : IC teraba tidak kuat angkat di SIC V linea
midclavicula sin
- Kanan atas : SIC IV linea mid clavicula sinistra
- Kiri atas : SIC IV parasternalis sinistra

23
- Auskultasi : BJ I lebih keras daripada II, reguler, tidak ada
gallop, tidak ada bising
- Pulmo
- Inspeksi : simetris, tidak ada retraksi, tidak nampak ada
ketinggalan gerak nafas
- Palpasi : tidak ada ketinggalan gerak, fremitus suara D = S.
- Pnadierkusi : sonor seluruh lapang paru kanan dan kiri
- Auskultasi : Suara dasar vesikuler, tidak ada Suara
tambahan
10. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : cembung (gemuk), tidak terlihat darm steifung,
tidak terlihat darm contour, tidak ada sikatrik
- Auskultasi : peristaltik (+) normal
- Palpasi : supel, tidak ada nyeri tekan di seluruh lapang perut,
hepar teraba 2 jari bac dextra, tepi tumpul konsistensi lunak,
lien tak teraba
- Perkusi : tymphani, tidak asites, pemeriksaan shifting
dullness (-)
11. Pemeriksaan Costovertebrae
- Inspeksi : tidak ada deformitas
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : ti
12. Pemeriksaan extremitas :
- Superior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat,
tidak edema
- Inferior : tidak ada deformitas, tidak sianosis, tidak pucat,
tidak edema

3.2.2 Status Lokalis


1. Regio Mammae Dextra
a. Inspeksi : Payudara kiri dan kanan asimetris. Tampak
benjolan di payudara kanan pada kuadran caudo lateral,
kulit payudara pada benjolan kemerahan, tampak
mengkilat dan tegang, retraksi papilla mammae ke arah
benjolan, tampak ulserasi, tampak tanda radang. Tampak
perdarahan pada ulserasi, tidak ada pus, kulit di sekitar
ulserasi berlekuk, tampak oedem, tidak ada gambaran
Peau d’ Orange
b. Palpasi : Benjolan dengan diameter 5 cm pada kuadran
caudo lateral. Berbentuk bulat, konsistensi keras, batas
tidak jelas, mobile, melekat terfiksir pada kulit lepas dari

24
dasar dinding dada, tidak ada nyeri tekan. Dengan
pemijitan pada papilla mamae tidak ada keluar cairan.
2. Regio Mammae Sinistra
a. Inspeksi : tidak tampak benjolan, warna kulit sama dengan
sekitar, tidak ada retraksi papilla mammae, tidak ada
ulserasi
b. Palpasi : Tidak teraba massa/benjolan.
3. Regio Aksila Dextra :
a. Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
b. Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan
tidak teraba benjolan.
4. Regio Aksila Sinistra :
a. Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
b. Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan
tidak teraba benjolan.
5. Regio supraklavikuler dextra dan sinistra
a. Inspeksi : Tidak tampak benjolan dan ulserasi.
b. Palpasi : Tidak teraba pembesaran kelenjar aksila dan
tidak teraba benjolan.
3.3 Diagnosis Kerja
Tumor Mammae Dextra suspect Ca Mammae (T3N0M0)

3.4 Diagnosis Banding


- Paget’s disease
- Mastitis TB
- Abses Mammae
- Dermatitis eksematosa

3.5 Usulan Pemeriksaan


1. Biopsy (untuk menetukan rencana tx lanjut)

3.6 Terapi
a. Operatif: Mastectomy (melihat hasil PA dari biopsy, curiga malignansi
mastectomy radikal)
b. Radioterapi setelah dilakukan mastectomy radikal
c. Khemoterapi lanjutan setelah mastectomy radikal
d. Terapi hormonal uji reseptor estrogen untuk melihat keefektifan terapi ini.

25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Anamnesis adalah suatu kegiatan wawancara antara pasien/keluarga
pasien dan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang berwenang untuk
memperoleh keterangan-keterangan tentang keluhan dan penyakit yang
diderita pasien
Dalam melakukan anamnesis, langkah langkah yang harus dilakukan
adalah menanyakan identitas diri klien, seperti nama, umur, jenis kelamin, ras,
status pernikahan, agama dan pekerjaan. Setelah itu, tanyakan tentang riwayat
penyakit yang sedang diderita, yang pernah diderita, keluarga, serta sosial dan
ekonomi.
Anemnesa sangat penting untuk dilakukan, begitu pula dengan
melakukan memeriksa tanda-tanda vital pada klien. Tanda-tanda vital yang
diperiksa antara lain nadi, tekanan darah, pernapasa, serta suhu klien.

4.2 Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi


pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap
penulisan juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan
makalah yang telah di jelaskan. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari
kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih
banyak .

26
Daftar Pustaka
Djamaloeddin, Kelainan pada Mammae dalam Ilmu Kandungan, ed. 2,
Wiknjosastro H, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta,
1997.
Aryandono, T., Prinsip Oncologi dan Kanker Payudara dalam Hand Out Bedah
Tumor, FK-UGM, Yogyakarta, 1997.
https://prezi.com/yv92vl8ogkwo/anamnesa/
http://fk.uns.ac.id/static/file/Manual_Semester_II-2012.pdf Dhani Redhono*,
Wachid Putranto*, Veronika Ika Budiastut, diakses tanggal 28feb16
https://www.academia.edu/8432839/ANAMNESIS_DAN_PEMERIKSAAN_FIS
IK_ANAK_modul
Juwono,T. Pemeriksaan Klinik Neurologik dalam Praktek.Jakarta:Buku
Kedokteran (EGC)
www.academia.edu/9563406/PBL_25
Jonathan, Gleadle, (2007), Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik, Jakarta : Erlangga.
Potter, Patricia A. dan Perry, Anne Griffin, (2005), Buku Ajar Fundamental
Keperawatan,Edisi 4, Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Yuni Kusmiati. 2010. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Keperawatan.
Yogyakarta: Fitramaya
Pery, Anne Griffin, Potter, patricia A.,(1999). Fundamental Keperawatan Konsep
proses dan praktek.EGC: Jakarta

27

Anda mungkin juga menyukai