Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

PATOFISIOLOGI PERADANGAN SISTEM DIGESTIVE DAN


ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA DIARE DAN TYPHOID FEVER

Fasilitator

Iis Suwanti, S.ST., M.Kes

Disusun oleh :

Ade Fatika Pratama (0118002)

Dela Kusnovia (0118008)

Fitrotin Nisak (0118017)

Moh. Andi Darmawan (0118025)

Sonia Sholeha (0118040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin, rahmat dan
karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah dengan judul
“Patofisiologi Peradangan pada Sistem Digestive dan Asuhan Keperawatan Anak pada Diare dan
Typhoid Fever” ini disusun dengan tujuan untuk melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak 1. Melalui makalah ini, saya berharap agar saya dan pembaca mampu memahami dengan
baik tentang patofisiologi peradangan pada sistem digestive dan asuhan keperawatan anak pada
diare dan typhoid fever.
Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan banyak bimbingan dan dukungan dari
Ibu Iis Suwanti, S.ST., M.Kes selaku fasilitator dalam materi yang dibahas pada makalah ini.
Dan tidak lupa anggota kelompok yang ikut serta dalam penyelesaian makalah ini.
Saya berharap agar makalah yang telah saya susun ini dapat memberikan pengetahuan
serta perkembangan wawasan yang cukup bagi pembaca dan penulis yang lain. Saya juga
berharap agar makalah ini menjadi acuan yang baik dan berkualitas.

Mojokerto, 19 Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................................2
Daftar Isi..........................................................................................................................................3
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Sistem Digestive..................................................................................................................5
B. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare..................................................................8
C. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Typhoid Fever..................................................20
BAB III. PENUTUP
A. Simpulan............................................................................................................................32
B. Saran..................................................................................................................................32
Daftar Pustaka................................................................................................................................33

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tubuh manusia sangat membutuhkan energi untuk melakukan berbagai aktifitas, energy
ini dapat di peroleh tubuh melalui makanan. Makanan tidak begitu saja dapat menyalurkan
energy pada tubuh manusia, tubuh manusia hanya membutuhkan sari-sari dari makanan
tersebut. Selain untuk mendapatkan energy makanan juga berfungsi sebagai penutrisi tubuh.
Bagaimana cara tubuh mendapatkan sari-sari dari makanan? Yaitu dapat di dapatkan dalam
proses system pencernaan, Serta bagaimana kita mengenali berbagai macam penyakit yang
dapat menyerang sistem pencernaan akan dibahas di dalam makalah ini.
Dalam makalah ini akan membahas tentang penegrtian system pencernaan, apa saja
organ yang berperan dalam system pencernaan, serta kasus yang terjadi pada sistem
pencernaan yaitu diare dan typhoid fever.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu sistem digestive?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan diare?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan typhoid fever?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sistem digestive.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan diare.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak dengan typhoid fever.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Digestive
1. Pengertian
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
2. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.

Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :


1) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system
pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi
depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-
bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus
bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai

5
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang
memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
2) Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam lengkung
faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara
jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung,
didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga
mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian
superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian yang
sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan
tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas
ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.
3) Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan faring
pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian
yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot
rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
4) Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang
berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung
dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi
juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
5) Usus halus (usus kecil)
6
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot
melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan
(ileum).
a. Usus Dua Belas Jari (Duodenum) adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama
dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
b. Usus Kosong (Jejenum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas
jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh
usus halus antara 2-8 meter, 1- 2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan
usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Permukaan dalam
usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas
permukaan dari usus.
c. Usus Penyerapan (Illeum) adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam
empedu.
6) Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi
utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens
(kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan dengan
7
rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga
berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi
normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
7) Rektum dan Anus Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk
ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya
dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering
kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang
merupakan fungsi utama anus (Pearce, 1999).
B. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Diare
a) Konsep Medis
1. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat
disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar
encer lebih dari 3 x sehari.
Diare didefinisikan sebagai buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air
saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (3 kali atau lebih dalam sehari) (Depkes RI
Ditjen PPM dan PLP, 2002). Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare
akut dan kronis (Mansjoer,A.1999,501).

8
Berdasarkan dari pendapat para ahli maka dapat disimpulkan Diare adalah buang air
besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai lendir atau darah atau lendir
saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Menurut pedoman MTBS (2000), diare dapat dikelompokkan menjadi :
- Diare akut : terbagi atas diare dengan dehidrasi berat, diare dengan dehidrasi sedang,
diare dengan dehidrasi ringan
- Diare persiten : jika diare berlangsung 14 hari/lebih. Terbagi atas diare persiten
dengan dehidrasi dan persiten tanpa dehidrasi
- Disentri : jika diare berlangsung disertai dengan darah.
2. Etiologi
a. Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus),
parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
b. Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).
c. Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak, protein.
d. Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak
kutang matang.
e. Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
f. Obat-obatan : antibiotic.
g. Penyakit usus : colitis ulcerative, crohn disease, enterocolitis, obstruksi usus
3. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1) Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan
osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2) Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul diare
kerena peningkatan isi lumen usus.
3) Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.

9
4) Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang
biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang
selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1) Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2) Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak
tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam
laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat
karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya
pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak
yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.
Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada
bayi dan 50% pada anak-anak.
4) Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer
ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.

5) Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
Pathway
10
Etiologi : faktor infeksi, malabsorpsi,
makanan dan psikologis

makanan yg tidak adanya toksik/zat tertentu


dapat diserap pada dinding usus
hiperperistaltik/
tekanan osmotik rongga peningkatan sekresi air hipoperistaltik
usus meningkat dan elektrolit ke dlm
rongga usus
air dan elektrolit usus tidak mampu
dalam usus meningkat peningkatan isi rongga usus menyerap makanan

merangsang usus
untuk mengeluarkan DIARE

anak gelisah, tinja cair, berlendir, penyerapan sari


rewel berulang makanan menurun

cemas pada ortu output cairan


Defisit nutrisi
meningkat

anus lecet kelemahan


hipovolemia

Intoleransi
Gangguan
aktivitas
integritas kulit

4. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala anak yang menderita diare, yaitu:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah
b. Suhu tubuh meninggi/demam
c. Feces encer, berlendir atau berdarah
d. Warna feces kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu
e. Anus lecet
f. Muntah sebelum dan sesudah diare
g. Anoreksia
h. Gangguan gizi akibat intake makanan kurang

11
i. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, yaitu penurunan berat badan, turgor kulit berkurang,
mata dan ubun-ubun besar cekung, membran mukosa kering.
j. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer
k. Keram abdominal
l. Mual dan muntah
m. Lemah
n. Pucat
o. Perubahan TTV : Nadi dan pernafasan cepat.
p. Menurun atau tidak ada pengeluaran urine
5. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai
macam komplikasi, seperti:
1) Dehidrasi
 Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok. Penatalaksanaan:
Berikan cairan 1 jam pertama 25-50 ml/kg bb selanjutnya 125 ml/kg bb/hari
 Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam. Penatalaksanaan : Berikan cairan 1 jam
pertama 50-100 ml/kg bb selanjutnya 125 ml/kg bb/hari
 Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik seperti tanda-
tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai koma, otot-
otot kaku sampai sianosis. Penatalaksanaan:
- Bayi baru lahir (berat badan 2-3 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam dengan pemberian cairan 4:1 ( 4
glukosa5%+1 NaHCOз 1½%) dengan cara pemberian: 4 jam pertama 25 ml/kg
bb/jam, 20 jam berikutnya 150 ml/kg bb/20 jam.
- Bayi berat badan lahir rendah (berat badan < 2 kg)
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg bb/24 jam, pemberian cairan adalah 4 glukosa 10%
+ 1 NaHCOз 1½%, dengan pemberian 4 jam pertama 25 ml/kg bb/jam, 20 jam
berikutnya 150 ml/kg bb/20 jam.
- Umur 2-5 tahun (berat badan 3-10kg)

12
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 40 ml/kg bb/jam kemudian dilanjutkan
7 jam berikutnya 12 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
- Umur 2-5 tahun (berat badan 10-15 kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 30 ml/kg bb/jam kemudian dilanjutkan
7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 125 ml/kg bb.
- Umur 5-10 tahun (berat badan 15-25kg)
Cara pemberiannya adalah 1 jam pertama 20 ml/kg bb/jam kemudian dilanjutkan
7 jam berikutnya 10 ml/kg bb/menit dan 16 jam kemudian 105 ml/kg bb
(FKUI,1985).
2) Renjatan hipovolemik
3) Hipokalemia
4) Hipoglikemia
5) Intoleransi laktosa sekunder
6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik
7) Malnutrisi energi protein
6. Penatalaksanaan
 Medis
1) Pemberian cairan.
a. Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l dapat
dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula
dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa
kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.

b. Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya.
Jadwal pemberian cairan
a. Belum ada dehidrasi
- Oral: 1 gelas setiap kali anak buang air besar
- Parenteral dibagi rata dalam 24 jam
b. Dehidrasi ringan
13
- 1 jam pertama: 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik
- Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
c. Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama: 50-100ml/kgBB peroral atau intragastrik
- Selanjutnya: 125 ml/kgBB/hari
d. Dehidrasi berat
- Jadwal pemberian cairan didasarkan pada umur dan BB anak
2) Diatetik: pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan
penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan :
- Memberikan asi
Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral
dan makanan yang bersih.
- Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau
minum susu
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu rendah
laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.
3) Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau
karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)
 Obat anti sekresi.
 Obat anti spasmolitik.
 Obat pengeras tinja.
 Obat antibiotik.
 Pencegahan diare bisa dilakukan dengan mengusahakan lingkungan yang bersih dan sehat :
1) Usahakan untuk selalu mencuci tangan sebelum menyentuh makanan
2) Usahakan pula menjaga kebersihan alat-alat makan.
3) Sebaiknya air yang diminum memenuhi kebutuhan sanitasi standar di lingkungan
tempat tinggal. Air dimasak benar-benar mendidih, bersih, tidak berbau, tidak berwarna
dan tidak berasa.
4) Tutup makanan dan minuman yang disediakan di meja.
5) Setiap kali habis pergi usahakan selalu mencuci tangan, kaki, dan muka.
6) Biasakan anak untuk makan di rumah dan tidak jajan di sembarangan tempat. Kalau
bisa membawa makanan sendiri saat ke sekolah.

14
7) Buatlah sarana sanitasi dasar yang sehat di lingkungan tempat tinggal, seperti air bersih
dan jamban/WC yang memadai.
8) Pembuatan jamban harus sesuai persyaratan sanitasi standar. Misalnya, jarak antara
jamban (juga jamban tetangga) dengan sumur atau sumber air sedikitnya 10 meter agar
air tidak terkontaminasi. Dengan demikian, warga bisa menggunakan air bersih untuk
keperluan sehari-hari, untuk memasak, mandi, dan sebagainya.
b) Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman
usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan
insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas
aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman
enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga
berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya.
b. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
c. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi
encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7
hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka
panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan,
ISPA, ISK, OMA campak.
e. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang
diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak
usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan
dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan.
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
g. Riwayat Kesehatan Lingkungan

15
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan
tempat tinggal.
h. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
 Pertumbuhan
- Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB
6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
- Kenaikan lingkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan
seterusnya.
- Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring,
seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
- Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
 Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
- Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, mulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas
utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan
mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
- Autonomy vs Shame and doundt
- Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan
dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug).
Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa
malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
- Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri. Umur
2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
i. Pemeriksaan Fisik
o pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar
kepala, lingkar abdomen membesar
16
o keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
o Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun
lebih
o Mata : cekung, kering, sangat cekung
o Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat >
35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum
lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
o Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic
(kontraksi otot pernafasan)
o Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare
sedang.
o Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 37 5 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 detik,
kemerahan pada daerah perianal.
o Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ),
frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
o Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang
berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang
ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
j. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
- feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
- Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
- AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO 2 meningkat, PCO2 meningkat, HCO3
menurun )
- Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

2. Diagnosa Keperawatan
o Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien (D.0019)
o Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.0023)
o Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan volume cairan (D.0129)
o Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)

17
3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi


1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
b.d intervensi Observasi
ketidakmampuan keperawatan - Identifikasi status nutrisi
mengabsorbsi selama di RS - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
nutrient maka status - Identifikasi makanan yang disukai
nutrisi membaik - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
(D.0019)
dengan kriteria - Identifikasi perlunya penggunaan selang
hasil : nasogastrik
- Diare - Monitor asupan makanan
menurun - Monitor berat badan
- Berat badan - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
membaik Terapeutik
- Nafsu makan - Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
membaik perlu
- Bising usus - Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
membaik piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu
L.03030 yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
komplikasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis. pereda nyeri, antlemetik), jika
perlu

18
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
I.03119
2. Hipovolemia b.d Setelah dilakukan Manajemen Hipovolemia
kekurangan intervensi Observasi
intake cairan keperawatan - Periksa tanda dan gejala hipovolemia
selama 3 x 24 jam - Monitor intake dan output cairan
(D.0023)
maka status Terapeutik
cairan membaik - Hitung kebutuhan cairan
dengan kriteria - Berikan posisi modified trendelenburg
hasil : - Berikan asupan cairan oral
- Frekuensi Edukasi
nadi - Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
membaik - Anjurkan menghindari perubahan posisi
- TD membaik mendadak
- Berat badan Kolaborasi
membaik - Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis.
- Intake cairan NaCl, RL)
membaik - Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis
- Turgor kulit (mis. glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
meningkat - Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
(L.03028) - Kolaborasi pemberian produk darah

I.03119

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan perencanaan atau intervensi keperawatan yang sesuai standart operasional
yang ada. Yang mana tindakan ini berkaitan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat.
5. Evaluasi
Penilaian akhir dari asuhan keperawatan terutama pada intervensi dan implementasi
keperawatan. Hal yang dievaluasi sesuai dengan format SOAP (Subjektif, Objektif,
Assassment, dan Planning).

C. Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Typhoid Fever


19
a) Konsep Medis
1. Pengertian
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna,
dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, gangguan kesadaran
(Sodikin, 2011).
Demam tifoid ialah suatu sindrom sistemik terutama di sebabkan oleh Salmonella
Thyphi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari jenis Salmonellosis. Jenis lain dari
demam enteric adalah demam paratifoid yang di sebabkan oleh S. Paratyphi A, S.
Schottmuelleri, dan S. Hirschfeldii (Widagdo, 2011).
2. Etiologi
Penyebab terjadinya demam tifoid adalah bakteri Salmonella Typhi, kuman salmonella
typhi berbentuk batang, gram negative, tidak berspora, berkapsul tumbuh baik di suhu 37 oC
serta mati pada suhu 700C dan antiseptik.
Salmonella mempunyai tiga macam antigen, yaitu Antigen O=Ohne Hauch=somatik
antigen (tidak menyebar) ada dalam dinding sel kuman, Antigen H=Hauch (menyebar),
terdapat pada flagella dan bersifat termolabil dan Antigen V1=kapsul ; merupakan kapsul
yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis. Ketiga jenis
antigen ini di manusia akan menimbulkan tiga macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.
Manusia merupakan satu satunya natural reservoir. Kontak langsung atau tidak
langsung dengan individu yang terinfeksi merupakan hal penting terjadinya infeksi
(Ardyansyah, 2012). Ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih
dari 1 tahun.
3. Patofisiologi

20
4. Manifestasi Klinis
Menurut Ngastiyah (2005, hal: 237) Gambaran klinik demam tifoid pada anak biasanya
lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit ini masa tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari
jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.
Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang.
Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah (2005, hal: 237) adalah:
1) Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan
suhu tidak tinggi sekali.
Selama seminggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam, gejala sudah
jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya
hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir
minggu ketiga.
2) Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut
kembung (meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya
sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat terjadi diare atau normal.
3) Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai
samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah kecuali penyakitnya berat dan
terlambat mendapatkan pengobatan. Di samping gejala tersebut mungkin terdapat gejala
lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik
kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu
pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardi dan epitaksis pada anak
dewasa.

4) Relaps
21
Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi
berlangsung ringan dan lebih singkat. Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan
normal kembali, terjadinya sukar diterangkan.
Menurut teori relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak
dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin terjadi pada waktu
penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan
fibrosis.
5. Penatalaksanaan
 Perawatan
- Istirahat dan perawatan professional; bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
pertumbuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih selama 14 hari.
- Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Bila tidak ada
panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
- Dalam perawatan perlu sekali dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur,
pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
- Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu diubah-ubah untuk mencegah
dekubitus dan pneumonia nipostatik.
- Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi abstipasi
dan retensi urin.
 Diit
- Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
- Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
- Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
- Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
 Pengobatan
- Pemberian antibiotic; untuk menghentikan dan memusnakan penyebaran kuman.
Antibiotik diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas demam. Antibiotik yang
dapat digunakan :
a. Kloramfenikol : Kloramfenikol dosis hari pertama 4 x 250
mg, hari kedua 4 x 500 mg, diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas
demam, kemudian dosis diturunkan menjadi 4 x 250 mg selama 5 hari kemudian.
Penelitian terakhir (Nelwan, dkk di RSUP Persahabatan), penggunaan kloramfenikol
masih memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru dari
jenis kuinolon.
22
b. Tiamfenikol : 4 x 500 mg sehari oral
c. Kotrimoksazol : 2 x 2 tablet (1 tablet = 400 mg
sulfametoksasol + 80 mg trimetoprim) atau dosis yang sama iv dilarutkan dengan 250
ml cairan infus
d. Ampisilin / Amoksilin; dosis 50 – 150 mg / kg BB,
diberikan selama 2 minggu
- Antipiretik seperlunya
- Vitamin B kompleks dan vitamin C
6. Komplikasi
Menurut Widagdo (2011, hal: 220-221) Komplikasi dari demam tifoid dapat
digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.
1) Komplikasi intestinal diantaranya ialah :
a. Perdarahan
Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu pertama dengan ditandai
antara lain oleh suhu yang turun disertai dengan peningkatan denyut nadi.
b. Perforasi usus
Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama didahului oleh perdarahan
berukuran sampai beberapa cm di bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen
yang kuat, muntah, dan gejala peritonitis.
2) Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :
a. Sepsis
Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik
b. Hepatitis dan kholesistitis
Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan amilase serum menunjukkan
peningkatan sebagai petunjuk adanya komplikasi pankreatitis
c. Pneumonia atau bronkhitis
Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya disebabkan karena adanya
superinfeksi selain oleh salmonella
d. Miokarditis toksik
Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan segmen ST dan gelombang
T, pada miokard dijumpai infiltrasi lemak dan nekrosis

e. Trombosis dan flebitis


23
Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan gejala residual yaitu termasuk
tekanan intrakranial meningkat, trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara,
tuna rungu, mielitis tranversal, dan psikosi.
f. Komplikasi lain
Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis, sindrom nefrotik, meningitis,
parotitis, orkitis, limfadenitis, osteomilitis, dan artritis.
b) Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Data indetitas klien serta identitas penanggung jawab. Menurut T.H. Rampengan dan
I.R. Laurentz diperkirakan insiden demam tifoid pada tahun 1985 di Indonesia adalah
sebagai berikut umur 0-4 tahun 25,32 %, umur 5-9 tahun 35,59 % dan umur 10-14 tahun
39,09%. Insiden penyakit ini tidak berbeda antara anak laki dan anak perempuan,
tergantung pada status gizi dan status imunologis penderita.
b. Keluhan Utama
Demam lebih dari 1 minggu, gangguan kesadaran : apati sampai somnolen, dan
gangguan saluran cerna seperti perut kembung atau tegang dan nyeri pada perabaan,
mulut bau, konstipasi atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan
muntah, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat serta nafsu makan
berkurang (terutama selama masa inkubasi).
c. Riwayat penyakit sekarang
Ingesti makanan yang tidak dimasak misalnya daging, telur, atau terkontaminasi
dengan minuman.
d. Riwayat penyakit dahulu
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Tifoid kongenital didapatkan dari seorang ibu hamil yang menderita demam tifoid
dan menularkan kepada  janin melalui darah. Umumnya bersifat fatal.
f. Riwayat kesehatan lingkungan
Demam tifoid saat ini terutama ditemukan di negara sedang berkembang dengan
kepadatan penduduk tinggi serta kesehatan lingkungan yang tidak memenuhi syarat
kesehatan. Pengaruh cuaca terutama pada musim hujan sedangkan dari kepustakaan
barat dilaporkan terutama pada musim panas.
g. Imunisasi

24
Pada tifoid kongenital dapat lahir hidup sampai beberapa hari dengan gejala tidak
khas serta menyerupai sepsis neonatorium.
h. Pemeriksaan Fisik
o Sistem kardiovaskuler
Takikardi, hipotensi dan shock jika perdarahan, infeksi sekunder atau septikemia.
o Sistem pernapasan
Batuk nonproduktif, sesak napas.
o Sistem pencernaan
Umumnya konstipasi daripada diare, perut tegang, pembesaran limpa dan hati, nyeri
perut pada perabaan, bising usus melemah atau hilang, muntah, lidah tifoid dengan
ujung dan tepi kemerahan dan tremor, mulut bau, bibir kering dan pecah-pecah.
o Sistem genitourinarius
Distensi kandung kemih, retensi urine.
o Sistem saraf
Demam, nyeri kepala, kesadaran menurun : delirium hingga stupor, gangguan
kepribadian, katatonia, aphasia, kejang.
o Sistem lokomotor/muskuloskeletal
Nyeri sendi
o Sistem endokrin
Tidak ada kelainan.
o Sistem integumen
Rose spot dimana hilang dengan tekanan, ditemukan pada dada dan perut, turgor kulit
menurun, membran mukosa kering.
o Sistem pendengaran
Tuli ringan atau otitis media.
i. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium,
yang terdiri dari :
 Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada
kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada
batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada

25
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak
berguna untuk diagnosa demam typhoid.
 Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.
 Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah
negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil
biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
1) Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat
positif kembali.
3) Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
 Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan
pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di
laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum klien yang disangka menderita typhoid.

Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
26
1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan
agglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160.
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan
positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal
dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
Faktor – faktor yang mempengaruhi uji widal :
- Faktor yang berhubungan dengan klien :
1. Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan antibodi.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah
setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam
typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia
dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
5. Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut dapat
menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi sistem
retikuloendotelial.
6. Vaksinasi (penanaman bibit penyakit yg sudah dilemahkan ke dl tubuh
manusia) dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi dengan kotipa atau
tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat. Aglutinin O biasanya menghilang
setelah 6 bulan sampai 1 tahun, sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan
selama 1 atau 2 tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah
divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat
mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap
salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada
seseorang yang pernah tertular salmonella di masa lalu.
- Faktor-faktor Teknis
27
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H
yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi
aglutinasi pada spesies yang lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang
berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik
dari suspensi dari strain lain.

2. Diagnosa Keperawatan
o Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi (D.0130)
o Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal (D.0020)
o Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi (D.0077)
o Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan (D.0019)

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi


1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan intervensi Observasi
dengan proses keperawatan - Identifikasi penyebab hipertermia
infeksi selama di RS - Monitor suhu tubuh
maka - Monitor kadar elektrolit
(D.0130) termoregulasi - Monitor haluaran urine
membaik dengan - Monitor komplikasi akibat hipertermia
kriteria hasil : Terapeutik
- Suhu tubuh - Sediakan lingkungan yang dingin
membaik - Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Tekanan - Basahi dan kipasi permukaan tubuh
darah - Berikan cairan oral
membaik - Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hiperhidrosis
L.14134 - Lakukan pendinginan eksternal
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi

28
- Anjutkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu

I.15506
2. Diare Setelah dilakukan Manajemen Diare
berhubungan intervensi Observasi
dengan keperawatan - Identifikasi penyebab diare
inflamasi selama 1 x 24 jam - Identifikasi riwayat pemberian makanan
gastrointestinal maka eliminasi - Identifikasi gejala invaginasi
(D.0020) fekal membaik, - Monitor warna, volume, frekuensi, dan
dengan kriteria konsistensi tinja
hasil : - Monitor tanda dan gejala hipovolemia
- Nyeri - Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah
abdomen perianal
menurun - Monitor jumlah pengeluaran diare
- kram - Monitor keamanan penyiapan makanan
abdomen Terapeutik
menurun - Berikan asupan cairan oral
- konsistensi - Pasang jalur intravena
feses - Berikan cairan intravena
membaik - Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah
- peristaltik lengkap dan elektrolit
usus - Ambil sampel feses, unutk kultur, jika perlu
membaik Edukasi
- Anjurkan makanan porsi kecil dn seringt
(L.04033) setara berharap
- Anjurkan menghindari makanan pembentuk
gas, pedas, dan mengandung latosa
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
- Kolaborasi pemberian obat
- Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
(I.03101)

29
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan perencanaan atau intervensi keperawatan yang sesuai standart operasional
yang ada. Yang mana tindakan ini berkaitan dengan tanggung jawab dan tanggung gugat.
5. Evaluasi
Penilaian akhir dari asuhan keperawatan terutama pada intervensi dan implementasi
keperawatan. Hal yang dievaluasi sesuai dengan format SOAP (Subjektif, Objektif,
Assassment, dan Planning).

30
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Anatomi saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.
Diare adalah buang air besar (BAB) yang tidak normal, berbentuk tinja cair disertai
lendir atau darah atau lendir saja, frekuensi lebih tiga kali sehari.
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna,
dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan, gangguan kesadaran
(Sodikin, 2011). Demam tifoid ialah suatu sindrom sistemik terutama di sebabkan oleh
Salmonella Thyphi.
B. Saran
Sebaiknya, para perawat maupun keluarga memahami bagaimana asuhan keperawatan
pada kasus diare dan typhoid fever. Serta dapat menguasai dan menerapkan dalam tindakan
nyata di Rumah Sakit. Diharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai acuan tambahan
pembelajaran bagi ilmu keperawatan.

31
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/127/jtptunimus-gdl-irmadyahay-6313-2-babii.pdf

Diakses pada : Maret 2020

https://www.academia.edu/11323701/ASKEP_diare_anak

Diakses pada : Maret 2020

http://eprints.ums.ac.id/34514/1/NASKAH%20PUBLIKASI.pdf

Diakses pada : Maret 2020

http://ekkyraharia.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-dengan-thypoid-fever.html

Diakses pada : Maret 2020

http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/07/asuhan-keperawatan-anak-dengan-thypoid.html

Diakses pada : Maret 2020

32

Anda mungkin juga menyukai