Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FILSAFAT

“Epistomology Cara Mendapatkan Pengetahuan Dengan Mitos


Commousense Empiris, Rasio dan Bermetode Ilmiah”

Nama Kelompok :
Alifviah Nur Afisha (01180006)
Dewi Fatimatus (0118010)
Elsa Aviana (0118011)
Fanny Okte Novita Sari (0118015)
Ivo Pramaysella (0118020)
Kiki Aprilia Mardiani (0118021)
Lailatul Mudrika (0118022)
M. Halim Awalidiyono (0118023)
Moh Kholilurrohman (0118026)
Nurul Wilkys (0118030)
Rizcha Arfaresy (0118034)
Serly Prasetya Oktaviani (0118037)
Sonia Sholeha (0118040)
Vida Khumaidah (0118042)
Lampiran

Dengan ini kami menyatakan bahwa :


Kami mempunyai kopi dari makalah ini yang bisa kami reproduksi jika makalah yang
dikumpulkan hilang atau rusak. Makalah ini adalah hasil dari kami sendiri dan bukan karya
orang lain kecuali yang telah dituliskan dalam referensi, serta tidak ada seorangpun yang
membuatkan makalah ini untuk kami. Jadi dikemudian hari terbukti adanya ketidakjujuran
akademik, kami bersedia mendapatkan sangsi sesuai peraturan yang berlaku.
Nama NIM Tanda Tangan Mahasiswa
Alifviah Nur Afisha 0118006

Dewi Fatimatus 0118010

Elsa Aviana 0118011

Fanny Okte Novita Sari 0118015

Ivo Pramaysella 0118020

Kiki Aprilia Mardiani 0118021

Lailatul Mudrika 0118022

M. Halim Awalidiyono 0118023

Moh Kholilurrohman 0118026

Nurul Wilkys 0118030

Rizcha Arfaresy 0118034

Serly Prasetya Oktaviani 0118037

Sonia Sholeha 0118040

Vida Khumaidah 0118042


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunianya
kami masih diberi kesempatan untuk bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini. Dimana
makalah ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah filsafat dengan makalah yang
berjudul “Epistomology Cara Mendapatkan Pengetahuan Dengan Mitos Commousense
Empiris, Rasio dan Bermetode Ilmiah”

Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan teman – teman yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.kami menyadari bahwa
penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran pembaca yang membangun. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman- teman.

Mojokerto, 21 September 2018

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan tetapi
manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di lingkungan sekitar
mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia seringkali melakukan
komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan. Salah satu informasi yang didapat
dari komunikasi adalah pengetahuan. Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan
manusia karena dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan.
Dalam mencari pengetahuan, tak jarang manusia harus mempelajari Epistemologi.
Epistemologi disebut juga sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur
ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang,
merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat sistematik
yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-permasalahan yang
membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh disingkirkan darinya.
Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak dan jarang dijadikan
permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan biasanya diandaikan
begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan
yang dapat digunakan manusia untuk mengembangkan diri dalam mengikuti
perkembangan informasi yang pesat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan?
2. Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar?
3. Bagimana stuktur pengetahuan secara ilmiah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui proses dalam memperoleh pengetahuan?
2. Untuk mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
yang benar?
3. Untuk mengetahui stuktur pengetahuan secara ilmiah?
A. Definisi Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti
pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam
bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan,
atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya
intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Epistomology juga
disebut teori pengetahuan (theory of knowledge) atau filsafat pengetahuan (philosophy of
knowledge) (Susanto,2011 : 136)
Menurut Surajiyo (2010 : 26), epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas,
sifat, metode dan kesahihan pengetahuan. Menurut Pidarta (2009:77) epistomologi ialah
filsafat yag membahas tentang pengetahuan dan kebenaran. Bagi suatu ilmu pertanyaan
yang mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan
kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi
lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep,
sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi
adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-
pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai
pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin,
beliau mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan
hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara
umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki
pengetahuan.
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of
philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge.
Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama
kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).
B. Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam,
tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa
epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya,
apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya.
Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu
dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi mencakup aspek yang begitu luas,
sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya
dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha
untuk menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang
mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah
pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek
lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas
pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis.
Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang
membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman
seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang
epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman
epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode
pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu
komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
C. Aliran-Aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
 Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Manusia tahu es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena
manusia mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin.
Maksudnya ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari
pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas
ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu
sederhana, lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.berarti,
bagaimanapun kompleks (sulit)-nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat
dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu yang tidak dapat diamati
dengan indera bukan pengetahuan yang benar.
Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah
metode eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena
keterbatasan indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil,
sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat
dari dekat benda itu besar.

 Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Manusia, menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes
seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya
bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode
berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode
keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan
itu jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas
ia sedang erang menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran Hanya rasio sajalah yang dapat membawa
orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang
benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang
benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian tuhan
seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan).
Sebagai pemberian tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang
dianggap sebagai sumber kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran
rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam bidang agama dan dalam bidang
filsafat. Dalam bidang agama , aliran rasionalisme adalah lawan dari otoritas
dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajran agama. Adapun dalam bidang
filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam
menyusun teori pengetahuan .

 Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam
memperoleh pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat
eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya
untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran,
untuk mengukur berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan
. Dan dari itulah kemajuan sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh
dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah
bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah
suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan
empirisme dan rasionalisme.

 Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya
indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian
bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau
akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila ia
mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak
mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap
pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda.
Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson
mengembangkan satu kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu
intuisi.
 Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli
pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme
dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-18004)
mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti
rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui
peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime). Jadi, metode
berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari nilai
yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-
persoalan yang melampaui akal,
 Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme
diambil dari kata ideayaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki
oleh plato dan pada filsafat modern. Idealisme mempunyai argumen
epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan
bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena mereka tidak
menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme
secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab
epistemologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktifdapat
diperoleh dari manusia denganakalnya.
d. Definisi Pengetahuan
Para ahli hingga kini masih memperdebatkan definisi pengetahuan, terutama karena
rumusan pengetahuan oleh Plato yang menyatakan Pengetahuan sebagai “kepercayaan
sejati yang dibenarkan (valid)” (“justified true belief”). Menurut Notoatmodjo (2003),
pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003)
Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran.
Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor
luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Secara garis
besar menurut Notoatmodjo (2005) domain tingkat pengetahuan (kognitif) mempunyai
enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan,
menyimpulkan dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan
tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar, ataupun informasi
yang diterima dari orang lain. Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat kita
definisikan bahwa; Pengetahuan merupakan Hasil dari proses mencari tahu, dari yang
tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari
tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan
maupun melalui pengalaman.
e. Dasar-dasar Pengetahuan
Pengetahuan, merupakan segenap apa yang kita ketahui pada suatu obyek Ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan disamping pengetahuantertentu. Khazanah
kekayaan mental yang secaralain misalnya seni, agama dan lain-lain. Langsung atau
tidak Ilmu mencobalangsung turut memperkaya kehidupan. Menaksirkan gejala
alam dengan mencoba mencari penjelasan tentang Ilmu. Ilmu mempunyai 2 buah
peran; metafisika dan akalberbagai kejadian sehat yang terdidik (educated common
sense). Dasar-dasar pengetahuan meliputi:
 Pengalaman, segala sesuatu yang terjadi kepada manusia sebagai hasil interaksinya
dengan alam nyata dan alam gaib(tak terlihat) atau dalam istilah agama disebut juga
pengalaman spiritual.
 Memori, merupakan kelanjutan dari pengetahuan, sebab ingatan merupakan hasil
dari pengalaman.
 Kesaksian, berfungsi untuk menguatkan atau meneguhkan suatu informasi dari para
ahli yang memiliki otaritas dibidangnya untuk menentukan salah atau benar
informasi yang dimaksud.
 Rasa Ingin Tahu, pengalaman yang menjadi pengetahuan seringkali berawal dari
rasa ingi tahu seseorang terhadap sesuatu sehingga ia akan menyelidiki
pengalamannya baik dengan bertanya atau cara lain untuk memberi jawaban atas rasa
ingin tahunya
 Logika, pertimbangan akal pikiran agar dapat berpikir secara lurus, tepat, dan
sistematis, kemudian disampaikan dalam bahasa lisan atau tertulis.
 Bahasa, penalaran tanpa kemampuan berbahasa adalah penalaran yang antiklimaks,
karena bahasa merupakan alat untuk menerjemahkan penalaran.
 Kebutuhan Hidup, semakin manusia membutuhkan sesuatu semakin kreatif manusia
tersebut untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
f. Proses Memperoleh Pengetahuan
Proses terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi
karena jawaban terhadap terjadinya pengetahuan akan membuat seseorang paham
filsafatnya. Terjadinya pengetahuan dapat bersifat:
 a priori yang berarti pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman,
baik pengalaman indera maupun pengalaman batin.
 a posteriori pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman.
Dengan demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya
pengetahuan menurut John Hospes, yaitu:
a) Pengalaman Indera (Sense Experience)
Dalam filsafat, paham yang menekankan pada kenyataan disebut realisme,
yaitu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah hanya
kenyataan. Jadi ilmu berawal mula dari kenyataan yang dalam diserap oleh
indera. Aristoteles adalah tokoh yang pertama mengemukakan pandangan ini,
yang berpendapat bahwa ilmu terjadi bila subjek diubah dibawah pengaruh
objek. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indera (sensasi).
b) Nalar (Reason)
Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran
atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru.
c) Otoritas (Authority)
Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui
oleh kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber ilmu karena
kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang memiliki
kewibawaan dalam pengetahuannya. Jadi ilmu pengetahuan yang terjadi karena
adanya otoritas adalah ilmu yang terjadi melalui wibawa seseorang hingga
orang lain mempunyai pengetahuan.
d) Intuisi (Intuition)
Intuisi adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses
kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus yang mampu membuat
pernyataan yang berupa ilmu. Karena ilmu yang diperoleh melalui intuisi
muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu, maka tidak dapat dibuktikan
seketika atau melalui kenyataan.
e) Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk
kepentingan umatnya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu
secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan
sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena manusia mengenal sesuatu
melalui kepercayaannya.
f) Keyakinan (Faith)
Keyakinan adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh
melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara wahyu dan keyakinan hampir
tidak dapat dibedakan karena keduanya menggunakan kepercayaan,
perbedaannya adalah bahwa keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatic
diikutinya adalah peraturan berupa agama, sedang keyakinan adalah
kemampuan jiwa manusia yang merupakan pematangan (maturation) dari
kepercayaan.
g. Jenis-jenis Pengetahuan
 Menurut Burhanuddin Salam (1983), pengetahuan dibagi menjadi 4 yaitu:
 Pengetahuan biasa (common sense), yaitu pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sehari-hari melalui inderawi.
 Pengetahuan ilmu atau ilmu, merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang
dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan
berbagai metode.
 Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara kontemplatif dan
spekulatif yang menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang
sesuatu.
 Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat rasul-
Nya dan diyakini kebenarannya.

 Menurut Soemargono (1983), pengetahuan dibagi menjadi:


 Pengetahuan non ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara
yang tidak termasuk ilmiah. Biasanya berupa pengetahuan yang diperoleh dari
alat panca indra, atau pengembangan dari pemikiran, atau dari intuisi.
 Pengetahuan ilmiah, biasanya disebut ilmu yang merupakan hasil pemahaman
manusia dengan menggunakan metode ilmiah.
h. Karakteristik Pengetahuan
Seperti pada pembahasan sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan berasal dari rasa ingin tahu
yang kemudian dibuktikan dan diuji oleh orang lain. Namun, tidak semua pengetahuan
dinamakan ilmu. Pengetahuan yang diangkat sebagai ilmu mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut.
 Rasional
Ilmu pengetahuan didasarkan atas kegiatan berpikir secara logis dengan
menggunakan rasa (nalar) dan hasilnya dapat diterima oleh nalar manusia.
 Objektif
Kebenaran yang dihasilkan suatu ilmu merupakan kebenaran pengetahuan yang
jujur, apa adanya sesuai dengan kenyataan objeknya, serta tidak tergantung pada
suasana hati, prasangka, atau pertimbangan nilai pribadi. Objek dan metode ilmu
tersebut dapat dipelajari dan diikuti secara umum. Kebenaran itu dapat diselidiki
dan dibenarkan oleh ahli lain dalam bidang ilmu tersebut melalui pengujian secara
terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran fenomena.
 Akumulatif
Ilmu dibentuk dengan dasar teori lama yang disempurnakan, ditambah, dan
diperbaiki sehingga semakin sempurna. Ilmu yang dikenal sekarang merupakan
kelanjutan dari ilmu yang dikembangkan sebelumnya. Oleh karenanya, ilmu
pengetahuan bersifat relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan bersifat dinamis dan terbuka.
 Empiris
Kesimpulan yang diambil harus dapat dibuktikan melalui pemeriksaan dan
pembuktian pancaindra, serta dapat diuji kebenarannya dengan fakta. Hal ini yang
membedakan antara ilmu pengetahuan dengan agama.

 Andal dan Dirancang


Ilmu pengetahuan dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan denga
hasil yang dapat diandalkan. Selain itu, ilmu pengetahuan dikembangkan menurut
suatu rancangan yang menerapkan metode ilmiah.
I. METODE ILMIAH
1. Definisi Metode Ilmiah
Kata metode berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju,
melalui, mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Kata methodos berarti:
penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem aturan
tertentu. Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk
memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan
pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena
alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan
eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi
suatu teori ilmiah. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan
yang disebut ilmu, dimana ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode
ilmiah. Metode ilmiah merupakan ekspresi tentang cara bekerja pikiran yang diharapkan
mempunyai karakteristik tertentu berupa sifat rasional dan teruji sehingga ilmu yang
dihasilkan bisa diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggabungkan cara
berpikir deduktif dan induktif dalam membangun pengetahuan.
Teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasionil yang berkesuaian dengan objek yang
dijelaskannya, dengan didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Secara
sederhana maka, hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama
yaitu :
 Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan
tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
 Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab teori yang bagaimana pun
konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.
2. Langkah-langkah Metode Ilmiah
Pendekatan rasional yang digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah menuju
dan dapat menghasilkan pengetahuan inilah yang disebut metode ilmiah. Alur berpikir yang
tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang
mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang
berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-
langkah berikut:
a. Perumusan masalah
Merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasannya dan faktor
yang terkait dapat diidentifikasi.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis.
Merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat
antara berbagai faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi
permasalahan, yang disusun secara rasionil berdasarkan premis ilmiah yang telah
teruji kebenarannya.
c. Perumusan hipotesis
Merupakan jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang
materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d. Pengujian hipotesis
Merupakan pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan
untuk memperlihatkan adanya fakta pendukung hipotesis.
e. Penarikan kesimpulan
Merupakan penilaian diterima atau tidaknya sebuah hipotesis.
Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan
ilmiah karena telah memenuhi persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai kerangka
kejelasan yang konsisten dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya dan telah teruji
kebenarannya. Keseluruhan langkah tersebut harus ditempuh agar suatu
penelaahan dapat disebut ilmiah. Hubungan antara langkah yang satu dengan
lainnya tidak terikat secara statis melainkan bersifat dinamis dengan proses
pengkajian ilmiah yang tidak semata mengandalkan penalaran melainkan juga
imajinasi dan kreativitas. Pentingnya metode ilmiah bukan saja dalam proses
penemuah ilmu pengetahuan, namun terlebih lagi dalam mengkomunikasikan
penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat ilmuwan.
Saran: Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak
yang tertunda dapat di tanggung jawabkan.

Anda mungkin juga menyukai