2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya untuk membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pemasaran farmasi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya
penyusunan makalah seperti ini, rangkuman yang kami laksanakan dapat tercatat
dengan rapi dan dapat kita pelajari kembali pada kesempatan yang lain untuk
kepentingan proses belajar kita terutama dalam pemahaman obat gastritis.
Dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi bagi
masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Lambung....................................................................3
2.1.1 Anatomi Lambung...................................................................................3
2.1.2 Histologi Lambung..................................................................................4
2.1.3 Fisiologi Sekresi Getah Lambung...........................................................5
2.2 Pengertian Gastritis........................................................................................7
2.3 Epidemiologi..................................................................................................8
2.4 Etiologi...........................................................................................................9
2.5 Patofisiologi.................................................................................................11
2.6 Gejala Gastritis.............................................................................................12
2.7 Komplikasi...................................................................................................13
2.8 Terapi Farmakologi......................................................................................13
2.8.1 Antagonis reseptor H2 histamin...........................................................13
2.8.2 Antasida.................................................................................................16
2.8.3 Penguat Mukosa Lambung....................................................................17
2.8.4 Inhibitor Pompa Proton.........................................................................19
2.9 Terapi Non-Farmakologi..............................................................................22
BAB III PENUTUP...............................................................................................24
3.1 Kesimpulan..............................................................................................24
3.2 Saran........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Pembagian daerah anatomi lambung (Tortora & Derrickson, 2009)
2.1.2 Histologi Lambung
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya
dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu
lapisan mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz & Martin,
2008).
4
3. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner
oblique, (2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia
terdapat pleksus myenterik (auerbach) (Schmitz & Martin, 2008). Lapisan
oblik terbatas pada bagian badan (body) dari lambung (Tortora &
Derrickson, 2009).
4. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos
(mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009).
Lapisan serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari
viseral peritoneum (Schmitz & Martin, 2008).
5
ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin (Sherwood,
2010).
Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan
kelenjar oksintik mukosa lambung, yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus
yang encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel
parietal. Sel utama menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik
artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk
menghasilkan keadaan yang sangat asam.
Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel
baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan
bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau
berdiferens6iasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui
aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010).
6
Kelenjar oksintik di lambung (Fauci, 2008)
2.2 Pengertian Gastritis
Gastritis atau lebih dikenal sebagai maag berasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang
sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori. Tetapi faktor-faktor lain seperti trauma fisik dan pemakaian
secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan
gastritis.
7
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer)
dan dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak
orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan
pengobatan.
Bila mukosa lambung sering kali atau dalam waktu cukup lama
bersentuhan dengan aliran balik getah duodenum yang bersifat alkalis, peradangan
sangat mungkin terjadi dan akhirnya malah berubah menjadi tukak lambung. Hal
ini disebabkan karena mekanisme penutupan pylorus tidak bekerja dengan
sempurna, sehingga terjadi refluks tersebut. Mukosa lambung dikikis oleh garam-
garam empedu dan lysolesitin (dengan kerja detergens). Akibatnya timbul luka-
luka mikro, sehingga getah lambung dapat meresap ke jaringan-jaringan dalam
dan menyebabkan keluhan-keluhan (Obat-obat Penting hlm 262).
1. Gastritis akut
Disebabkan oleh mencerna asam atau alkali kuat yang dapat menyebabkan
mukosa menjadi gangren atau perforasi. Gastritis akut dibagi menjadi dua garis
besar yaitu :
8
Gastritis Eksogen akut ( biasanya disebabkan oleh faktor-faktor dari luar,
seperti bahan kimia misal : lisol, alkohol, merokok, kafein lada, steroid ,
mekanis iritasi bakterial, obat analgetik, anti inflamasi terutama aspirin
(aspirin yang dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa
lambung) ).
Gastritis Endogen akut (adalah gastritis yang disebabkan oleh kelainan
badan).
2. Gastritis Kronik
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus benigna atau
maligna dari lambung, atau oleh bakteri Helicobacter pylory (H. Pylory). Gastritis
kronik dikelompokkan lagi dalam 2 tipe yaitu tipe A dan tipe B. Dikatakan
gastritis kronik tipe A jika mampu menghasilkan imun sendiri. Tipe ini dikaitkan
dengan atropi dari kelenjar lambung dan penurunan mukosa. Penurunan pada
sekresi gastrik mempengaruhi produksi antibodi. Anemia pernisiosa berkembang
pada proses ini. Gastritis kronik tipe B lebih lazim. Tipe ini dikaitkan dengan
infeksi Helicobacter pylori yang menimbulkan ulkus pada dinding lambung.
2.3 Epidemiologi
9
yaitu di kota Medan, lalu di beberapa kota lainnya seperti Surabaya 31,2%,
Denpasar 46%, Jakarta 50%, Bandung 32,5%, Palembang 35,3%, Aceh 31,7%
dan Pontianak 31,2%. Hal tersebut disebabkan oleh pola makan yang kurang sehat
(Karwati, 2013). Berdasarkan laporan SP2TP tahun 2012 dengan kelengkapan
laporan sebesar 50% atau tujuh kabupaten kota yang melaporkan gastritis berada
pada urutan kedua dengan jumlah kasus 134.989 jiwa (20,92% kasus) (Piero,
2014) .
Prevalensi gastritis pada wanita lebih tinggi dibandingkan pria, hal ini
berkaitan dengan tingkat stres. Secara teori psikologis juga disebutkan bahwa
perempuan lebih banyak menggunakan perasaan dan emosi sehingga mudah atau
rentan untuk mengalami stres psikologis (Gupta, 2008).
2.4 Etiologi
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu
adanya kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat
eksternal yang menyebabkan iritasi dan infeksi. Gastritis biasanya terjadi ketika
mekanisme perlindungan dalam lambung mulai berkurang sehingga menimbulkan
peradangan (inflamasi). Kerusakan ini bisa disebabkan oleh gangguan kerja fungsi
lambung, gangguan struktur anatomi yang bisa berupa luka atau tumor, jadwal
makan yang tidak teratur, konsumsi alkohol atau kopi yang berlebih, gangguan
stres, merokok, pemakaian obat penghilang nyeri dalam jangka panjang dan
secara terus menerus, stres fisik, infeksi bakteri Helicobacter pylori (Suryono,
2016).
10
Ketidakseimbangan antara faktor-faktor agresif (asam dan pepsin) dan
faktor-faktor defensif (resistensi mukosa) pada mukosa lambung dan duodenum
menyebabkan terjadinya gastritis, duodenitis, ulkus lambung dan ulkus
duodenum. Asam lambung yang bersifat korosif dan pepsin yang bersifat
proteolitik merupakan dua faktor terpenting dalam menimbulkan kerusakan
mukosa lambung-duodenum. Faktor-faktor agresif lainnya adalah garam empedu,
obat-obat ulserogenik (aspirin dan antiinflamasi nonsteroid lainnya, kortikosteroid
dosis tinggi), merokok, etanol, bakteri, leukotrien B4 dan lain-lain (Katzung,
2004).
11
yang sesuai dengan lingkungannya sehingga Helicobacter pylori akan mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Komplikasi
yang dapat timbul dari gastritis, yaitu gangguan penyerapan vitamin B12,
menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan
daerah antrum pylorus. Gastritis kronis jika dibiarkan tidak terawat, akan
menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Serta dapat
meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.
Adapun kasus dengan penyakit gastritis merupakan salah satu jenis kasus yang
umumnya diderita oleh kalangan masyarakat sehingga harus berupaya untuk
mencegah agar tidak terjadi kekambuhan (Suryono, 2016).
2.5 Patofisiologi
12
mukus, bikarbonat, transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat
ikatan antar sel (Kumar, 2005).
Gejala gastritis atau maag diantarnya yaitu tidak nyaman sampai nyeri
pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, lambung terasa
penuh, kembung, bersendawa, merasa cepat kenyang, perut keroncongan dan
sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung. Gejala ini bisa menjadi
akut, berulang dan kronis. Disebut kronis bila gejala itu berlangsung lebih dari
satu bulan terus-menerus dan gastritis ini dapat ditangani sejak awal yaitu:
mengkonsumsi makanan lunak dalam porsi kecil, berhenti mengkonsumsi
makanan pedas dan asam, berhenti merokok serta minuman beralkohol dan jika
memang diperlukan dapat minum antasida sekitar setengah jam sebelum makan
atau sewaktu makan (Misnadiarly, 2009).
13
Tanda dan Gejala Penyebab
Dalam tinja terdapat Perdarahan lambung akibat erosi oleh agen iritasi lambung
darah yang mengenai pembuluh darah di lambung
2.7 Komplikasi
Komplikasi gastritis dibagi menjadi dua yaitu gastritis akut dan gastritis
kronik. Gastristis akut komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas
berupa hematemesis dan melena. Komplikasi ini dapat berakhir syok hemoragik.
Gastritis kronik komplikasinya adalah perdarahan saluran cerna bagian atas,
ulkus, perforasi dan anemia (Mansjoer, 2001).
14
2.8 Terapi Farmakologi
2.8.1 Antagonis reseptor H2 histamin
Obat golongan ini akan cepat diabsorbsi secara oral dan akan memblok
kerja dari histamin pada sel parietal dan mengurangi sekresi asam. Obat ini akan
mengurangi nyeri akibat gastritis dan meningkatkan kecepatan penyembuhan
gastritis (Neal,2005 )
Contoh obat:
a. Simetidin
Indikasi : ulserasi gaster dan duodenum jinak, tukak stomal, refluks oesofagitis,
kondisi lain dimana pengurangan asam lambung bermanfaat (BNF, ed.68, hlm 52)
15
Efek samping : jarang terjadi dan berupa diare (sementara), nyeri otot, pusing-
pusing dan reaksi kulit. Pada penggunaan lama dengan dosis tinggi dapat terjadi
impotensi dan gynecomatia ringan, yaitu buah dada yang membesar (Tjay, 2015)
b. Ranitidin
Indikasi : pengobatan jangka pendek tukak duodenum aktif, tukak lambung aktif,
mengurangi gejala refluks esofagitis.
16
obat lain. Namun, seperti halnya antagonis H2 lainnya, efeknya pada pH lambung
bisa mengubah penyerapan dari beberapa obat lain (Martindale Ed.36, 2009 )
c. Famotidin
Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung, anoreksia,
kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia (BNF, ed.68 hlm 53).
17
terpengaruh secara signifikan dengan adanya makanan. Waktu paruh eliminasi
dari plasma dilaporkan terjadi sekitar 3 jam dan berkepanjangan pada gangguan
ginjal. Famotidine lemah terikat, sekitar 15 sampai 20%, ke plasma protein.
Sebagian kecil famotidin adalah dimetabolisme di hati menjadi famotidin S-
oksida. Tentang 25 sampai 30% dosis oral, dan 65 sampai 70% dari intravena
Dosis, diekskresikan tidak berubah dalam air kencing dalam 24 jam, terutama
dengan sekresi tubular aktif (Martindale Ed.36, )
d. Nizatidin
Efek samping : sembelit; mulut kering, mual, muntah, perut kembung, anoreksia,
kelelahan, sesak, pneumonia interstisial, kejang, parestesia (BNF, ed.68 hlm 53).
Dosis dan indikasi : Ulserasi gaster, duodenum atau terkait NSAID,
Pengobatannya, 300 mg di malam hari atau 150 mg dua kali sehari selama 4-8
minggu; pemeliharaan, 150mg dimalam hari. Penyakit refluks gastroesofagus,
150-300 mg dua kali setiap hari sampai 12 minggu
2.8.2 Antasida
18
yang diabsorbsi melalui usus halus sehingga urin akan bersifat alkalis dan
menyebabkan alkalosis metabolik dan antasida nonsistemik yang tidak diabsorbsi
melalui usus halus sehingga tidak akan menyebabkan alkalosis metabolik
(Ganiswara, 2015 )
Senyawa antasida :
Contoh obat:
Antasida DOEN
19
Indikasi : mengurangi gejala kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung,
tukak usus 12 jari
Dosis : dewasa sehari 3-4x 1-2 tab atau 1-2 sdt suspensi. Anak 6-12 tahun sehari
3-4x ½ - 1 tab atau ½ (ISO Vol.46, 2011-2012).
a. Sukralfat
20
Farmakokinetik : Sukralfat hanya sedikit diserap di gastrointestinal traktus
setelah pemberian oral. Namun, bisa ada beberapa pelepasan ion aluminium dan
sukrosa sulfat; sejumlah kecil sukrosa sulfat mungkin akan diserap dan
diekskresikan, terutama dalam urin (Martindale 36th ed. Hal 1772).
Dosis : Dewasa, untuk tukak duodenum dan tukak peptik 1g, 4 kali sehari dalam
keadaan lambung kosong (1 jam sebelum makan), selama 4-8 minggu. Pemberian
antasid untuk mengurangi nyeri dapat diberikan dengan interval 1 jam setelah
sukralfat. Untuk pencegahan stress ulcer diberikan 1g, 6 kali sehari sebagai
suspensi oral (FKUI).
b. Misoprostol
21
Suatu analog metilester prostaglandin E1. Obat ini berefek menghambat
sekresi HCl dan bersifat sitoprotektif untuk mencegah tukak saluran cerna yang
diinduksi obat-obat AINS. Misoprostol adalah prostaglandin sintetik pertama
yang efektif secara oral. Obat ini menyembuhkan tukak lambung dan duodenum,
efeknya berbeda bermakna dibanding plasebo dan sebanding dengan simetidin.
Misoprostol menyembuhkan tukak duodenum yang telah refrakter terhadap AH2.
Pada penelitian klinis, misoprostol sama efektif dengan simetidin untuk
pengobatan jangka pendek tukak duodenum dan jelas efektif untuk
menyembuhkan tukak lambung. Tetapi AH2 atau tukak sukralfat lebih sering
dipilih untuk pengobatan tukak bukan karena obat AINS, karena efek sampingnya
ringan (FKUI)
Dosis : Oral, dewasa 200mg 4 kali/ hari atau 400 mg 2 kali/ hari.
obat ini diindikasikan untuk profilaksis tukak lambung pada pasien berisiko tinggi
(usia lanjut dan pasien yang pernah menderita tukak lambung atau perdarahan
saluran cerna yang memerlukan AINS) (FKUI).
22
Efek Samping : Diare (kadang kala bisa parah dan membutuhkan penarikan,
dikurangi dengan memberi dosis tunggal tidak melebihi 200 mikrogram dan
dengan menghindari antasida yang mengandung magnesium), dan juga sakit
perut, dispepsia, perut kembung, mual dan muntah-muntah, pendarahan vagina
abnormal (termasuk perdarahan intermenstruasi, menorrhagia dan pasca
menopause perdarahan), ruam dan pusing (BNF 68 Hal. 55). Misoprostol
sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil. Dalam suatu penelitian dilaporkan
timbulnya pendarahan 50% wanita hamil trisemester I, dan 7% mengalami
keguguran (FKUI).
a. Esomeprazol
23
first-pass metabolism dan pembersihan sistemik, mungkin disebabkan oleh
penghambatan dari isoenzim CYP2C19. Namun, tidak ada akumulasi sekali pakai
sehari-hari. Penghapusan plasma waktu paruh sekitar 1,3 jam. Hampir 80% dari
Dosis oral dieliminasi sebagai metabolit dalam urin (Martindale 36th ed. Hal
1729).
Dosis : Dosis oral 20 mg setiap hari, selama 4-8 minggu, digunakan dipengobatan
ulserasi terkait NSAID; dosis 20 mg/ hari juga dapat digunakan untuk profilaksis
pada pasien berisiko lesi semacam itu yang membutuhkan terus pengobatan
NSAID. Untuk pengobatan sindroma Zollinger-Ellison, dianjurkan dosis oral
esomeprazol awal 40 mg/ 2x sehari, yang kemudian disesuaikan sesuai kebutuhan.
Mayoritas pasien dapat dikontrol pada dosis antara 80 dan 160 mg setiap hari,
meski dosis 240 mg telah diberikan. Dosis di atas 80 mg setiap hari seharusnya
diberikan dalam 2 dosis terbagi. Dosis Parenteral, dosis serupa di atas bisa
diberikan secara intravena untuk penyakit refluks gastroesofagus dan NSAID.
Esomeprazol diberikan sebagai garam natrium dengan injeksi intravena lambat
setidaknya 3 menit atau infus intravena selama 10 sampai 30 menit. Dosis
esomeprazol mungkin perlu dikurangi pada pasien dengan gangguan hati
(Martindale 36th ed. Hal 1729).
b. Lansoprazol
Indikasi : Pengobatan jangka pendek tukak usus, tukak lambung dan refluks
esofagus (ISO Vol. 45, 2010-2011).
24
Farmakokinetik : Lansoprazol cepat diserap setelah dosis oral, dengan
konsentrasi plasma puncak dicapai setelah sekitar 1,5-2 jam. Bioavailabilitas
dilaporkan 80% atau lebih bahkan dengan dosis pertama, meski obatnya harus
diberikan dalam bentuk lapisan enterik karena lansoprazol tidak stabil pada pH
asam. Makanan dapat memperlambat penyerapan lansoprazole dan mengurangi
bioavailabilitas sekitar 50%. Ini banyak dimetabolisme di hati, terutama dengan
sitokrom P450 isoenzim CYP2C19 untuk membentuk 5-hydroxyl-lansoprazole
dan oleh CYP3A4 untuk membentuk lansoprazole sulfon. Metabolit diekskresikan
terutama di kotoran melalui empedu; hanya sekitar 15 sampai 30% dari dosis
diekskresikan dalam urin. Waktu paruh eliminasi plasma adalah sekitar 1-2 jam
tapi durasi tindakannya banyak lebih lama Lansoprazol sekitar 97% terikat pada
plasma protein.
Dosis : Ulkus gastrik jinak, 30mg setiap hari di pagi hari selama 8 minggu. Ulkus
duodenum, 30mg setiap hari di pagi hari selama 4 minggu; perawatan 15mg/ hari.
Ulkus duodenum atau gastrik terkait NSAID, 30mg/ hari selama 4 minggu,
dilanjutkan 4 minggu lagi jika tidak sepenuhnya sembuh; profilaksis, 15-30mg/
hari.
Dispepsia terkait asam, 15-30mg/ hari di pagi hari selama 2-4 minggu (BNF Ed.
68 hlm. 56).
25
Efek Samping : glossitis, pankreatitis, anoreksia, gelisah, tremor, impotensi,
petechiae, dan purpura; Sangat jarang kolitis, diangkat kolesterol serum atau
trigliserida (BNF Ed. 68 hlm. 56).
c. Omeprazole
Indikasi : Tukak duodenal, tukak gastrik, tukak peptik, refluks esofagitis erosif/
ulseratif, sindrom Zollinger-Ellison (ISO Vol. 45, 2010-2011).
Dosis : Dewasa sehari 1 x 20-40mg. Lama terapi : tukak usus 2-4 minggu. Tukak
lambung dan refluks esofagitis yang erosif 4-8 minggu. Sindrom Zollinger-
26
Ellison: sehari 1x 60mg. Maksimal 120mg/ hari. Dosis 80mg harus diminum
dalam dua dosis terbagi (ISO Vol. 45, 2010-2011).
Berikut ini adalah gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan
mencegah timbulnya gangguan pada lambung, antara lain:
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara anatomik, lambung memiliki lima bagian utama, yaitu kardiak,
fundus, badan (body), antrum, dan pilori. Gastritis atau Dyspepsia maag adalah
kumpulan gejala yang dirasakan sebagai nyeri ulu hati.
Penyebab gastritis dibedakan atas zat internal yaitu adanya kondisi yang
memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan, dan zat eksternal yang
menyebabkan iritasi dan infeksi. Gejala gastritis diantaranya tidak nyaman sampai
nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas, mual, muntah, lambung
merasa penuh, kembung, bersendawa, merasa cepat kenyang, perut keroncongan
dan sering kentut serta timbulnya luka pada dinding lambung.
Terapi yang diberikan pada penyakit gastritis berupa terapi farmakologi
dan non-farmakologi. Terapi farmakologi yang biasa digunakan diantarnya :
28
c. Hindari makanan berlemak tinggi dan makanan yang menimbulkan gas
di lambung
d. Hindari mengkonsumsi makanan yang terlalu pedas dan minuman
dengan kadar caffein, alkohol, dan kurangi rokok
e. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung
f. Kelola stres psikologi seefisien mungkin
3.2 Saran
1. Salah satu cara yang baik untuk terhindar atau mencegah terjadinya
penyakit gastrtitis baik yang kronis maupun akut yakni dimulai dari cara
hidup sehat dan selalu memperhatikan konsumsi makanan dan minum
kita sehari-hari dan yang tidak kalah pentingnya selalu memperhatikan
kondisi psikologi agar tidak terlalu banyak fikiran (stres).
2. Apabila telah memiliki riwayat penyakit gastritis baik akut maupun kronis
dan telah terbiasa mengonsumsi obat, hendaknya konsumsi obat juga
diperhatikan agar tidak terjadi peningkatan penyakit dan kembali lagi
selalu memperhatikan asupan makan serta minuman sehari-hari.
3. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan
penulisan makalah di kemudian hari.
3.2.1.1.1.1.1.1
29
DAFTAR PUSTAKA
Arif et al. 2000. Kapita Selekta Kedoktern Edisi III Jilid 1. Media Aesculapiusn
FK UI, Jakarta.
Crowin EJ, Schmitz G, Hans L. 2010. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Fauci AS, Kasper D, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
Harrison’s Principles of Internal Medicine, USA, Harrison’s Principles of
Internal Medicine, USA, The Mc Graw- Hill Companies Inc. 2008.
Finkel R., Clark M.A., Cubeddu L.X., Harrey R.A., Champe P.C., 2009,
Lippincott’s Illustrated Review Pharmacology 4thEd, Pliladelphia:
Williams & Wilkins (329-335, 502-509).
Gupta, MK. 2008. Kiat mengendalikan pikiran dan bebas stres. Jakarta : PT
Intisari Mediatama.
Hirlan. 2009. Gastritis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:
InternaPublishing.
30
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
Kumar, V., Cotran, RS., Robbins, SL. 2002. The Oral cavity and the
Gastrointestinal Tract In: Robbins Basic Pathology 7th Ed. Philladephia.
WB Saunders Company. 543–90.
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed. II Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hlm 492.
Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Vol.2.
Jakarta: EGC.
31
Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Ed. Canada:
Yolanda Cossio.
Subekti, Tri dan Muhana Sofiati Utami. 2011. Metode Relaksasi Untuk
Menurunkan Stres dan Keluhan Tukak Lambung pada Penderita Tukak
Lambung Kronis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada. Jurnal Psikologi Volume 38, No. 2, Desember 2011: 147 – 163.
Suryono dan Ratna Dwi Meilani. 2016. Pengetahuan Pasien Dengan Gastritis
Tentang Pencegahan Kekambuhan Gastritis. Kediri: Akademi
Keperawatan Pamenang Pare. Jurnal AKP vol. 7 no. 2.
32