Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KEPERAWATAN GERONTIK

SISTEM GASTROINTESTINAL

DISUSUN OLEH :

Suci Ramadhanti (1935050)


Theresia Aura Y. (1935051)
Tri Mustiasasri (1935052)
Widiya Bunga A. (1935053)
Windy Prianto (193054)
Zainul Alfarizi (1935055)
Zupri Asmadi L. (1935056)

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RSPAD GATOT SOEBROTO
PRODI D3 KEPERAWATAN
JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Didalam pengerjaan makalah ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu
dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini kami sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya
kepada :

1. Orang tua yang telah banyak memberikan doa dan dukungan kepada kami secara
moril maupun materil hingga makalah ini dapat selesai.
2. Seluruh teman-teman STIKES RSPAD Gatot Soebroto khususnya prodi D3
Keperawatan

Kami berharap makalah ini bisa menjadi tambahan ilmu yang bermanfaat bagi kami
sendiri dan bagi siapapun yang membacanya. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah yang kami buat ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca.

Jakarta, 24 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................1
C. Manfaat Penulisan...................................................................................................................2
D. Sistematika Penulisan..............................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

TINJAUAN TEORI.................................................................................................................3

A. Konsep Menua.........................................................................................................................3
B. Definisi dan Anatomi Sistem Gastrointestinal.......................................................................3
C. Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal Pada Lansia.................................................5
D. Patologi Sistem Gastrointestinal Pada Lansia.......................................................................6
E. Pemeriksaan Penunjang Sistem Gastrointestinal..................................................................9

BAB III....................................................................................................................................10

PEMBAHASAN.....................................................................................................................10

A. Asuhan Keperawatan............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gastroenteritis akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung
dalam waktu kurang dari 2 minggu (Suharyono, 2003). Gastroenteritis akut didefinisikan
sebagai diare yang berlangsung kurang dari 15 hari (Rani AA. dkk 2015).

Gastroentritis paling sering ditemukan pada orang dewasa. Diperkirakan pada orang
dewasa setiap tahunnya mengalami gastroenteritis akut sebanyak 99.000.000 kasus. World
Health Organization (WHO) melaporkan sekitar 3,5 juta kematian pertahun disebabkan oleh
Gastroenteritis atau diare akut, dimana 80% dari kematian ini mengenai anak – anak dibawah
umur 5 tahun. Di Amerika Serikat, diperkirakan 200 – 300 juta episode gastroenteritis akut
timbul tiap tahunnya, mengakibatkan 73 juga dokter memeriksa pasien yang bersangkutan,
1,8 juta perawatan di rumah sakit dan 3.100 kematian.

Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005
lalu di 12 provinsi. Jumlah ini meningkat derastis dibandingkan dengan jumlah pasien diare
pada tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 1.436 orang. Di awal tahun 2006, tercatat 2.159
orang di Jakarta yang dirawat di rumah sakit akibat menderita diare (NurQolis,2016).

Angka kejadian diare di Indonesia masih tinggi, angka kejadian diare yang di tandai
perubahan konsistensi tinja dan peningkatan frekuensi berak di sebagian besar wilayah
Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Kepala Subdit dan kecacingan Departemen Kesehatan
Di Jakarta mengatakan angka kejadian di Indonesia menurut survey morbiditas yang 3
dilakukan Departemen Kesehatan tahun 2003 berkisar antara 200-374 per 1000 penduduk.

1
Mengetahui tentang proses
penuaan pada sistem
gastrointestinal.
2. Mengetahui ganguan-
gangguan sistem
gastrointestinal pada lansia.
3. Mengetahui perubahan yang
terjadi pada gastrointestinal
pada lansia?
Mengetahui tentang proses
penuaan pada sistem
gastrointestinal.
2. Mengetahui ganguan-
gangguan sistem
gastrointestinal pada lansia.
2
3. Mengetahui perubahan yang
terjadi pada gastrointestinal
pada lansia?
Mengetahui tentang proses
penuaan pada sistem
gastrointestinal.
2. Mengetahui ganguan-
gangguan sistem
gastrointestinal pada lansia.
3. Mengetahui perubahan yang
terjadi pada gastrointestinal
pada lansia?
Mengetahui tentang proses
penuaan pada sistem
gastrointestinal.
3
2. Mengetahui ganguan-
gangguan sistem
gastrointestinal pada lansia.
3. Mengetahui perubahan yang
terjadi pada gastrointestinal
pada lansia?
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan dan mengembangkan pola fikir secara ilmiah kedalam
proses asuhan keperawatan nyata serta mendapatkan pengalaman dalam memecahkan
masalah pada pasien lansia dengan gastroenteritis.

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep menua
b. Mahasiswa mampu memahami definisi dan anatomi sistem gastointestinal
c. Mahasiswa mampu menjabarkan perubahan fisiologis sistem gastrointestinal pada
lansia
d. Mahasiswa mampu memahami patologi sistem gastointestinal pada lansia
e. Mahasisiswa mampu memahami pemeriksaan penunjang sistem gastrointestinal
pada lansia
f. Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gastroenteritis

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi penulis

4
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan pada gangguan
system pencernaan.
2. Manfaat bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit gastroenteritis yang diderita
dan mengetahui cara perawatan gastroenteritis dengan benar.
3. Manfaat bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam pengembangan
dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang datang

D. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini meliputi :

Bab satu : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
dan sistematika penulisan.

Bab dua : Konsep menua, definisi dan anatomi sistem gastointestinal, perubahan fisiologis,
patologi sistem gastrointestinal, dan pemeriksaan penunjang pada pasien gastrointestinal.

Bab tiga : Asuhan keperawatan klien dengan gastroenteritis yang terdiri pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, evaluasi, dan pencegahan tersier.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Menua

Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang
mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi sedikit sehingga tidak dapat
melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan). Menua merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, yaitu proses menurunnya daya tahan
tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional dalam menghadapi
rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif

5
pada kulit, tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya.
Atrofi sel adalah istilah yang menggambarkan hilang atau berkurangnya jaringan sel dan
ukuran salah satu bagian dari tubuh. Contohnya ialah kerutan yang muncul di wajah kita saat
kita menua adalah atrofi, seperti rambut kita yang menipis dan hilangnya gigi. Atrofi dapat
disebabkan oleh usia atau genetika, Dengan kemampuan regeneratif yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan dengan orang
dewasa lain. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga
tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006). Menurut WHO (1999)
menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut usia lanjut (elderly) antara usia 60-74
tahun, usia tua (old) :75-90 tahun, usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.

B. Definisi dan Anatomi Sistem Gastrointestinal

Sistem gastrointestinal/pencernaan terdiri dari beberapa organ yaitu mulut, kerongkongan


(esophagus), lambung, pankreas, hati, usus halus, usus besar, rectum dan anus.

a. Mulut

Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan dan suatu rongga terbuka untuk
tempat masuknya makanan dan air.

b. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah saluran yang panjangnya sekitar 25 cm dan berfungsi untuk


menyalurkan makanan dan minuman dari mulut ke dalam lambung. Di saluran ini, terdapat
otot-otot khusus menyerupai katup yang disebut lower esophagael sphincter. Katup ini
berfungsi untuk memastikan makanan atau minuman yang sudah mencapai lambung tidak
kembali naik ke kerongkongan atau mulut.

c. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu kardia,
fundus dan antrium. Lambung berfungsi untuk menyimpan makanan dan cairan yang tertelan,
mencampur makanan dan cairan pencernaan yang diproduksinya, serta perlahan-lahan
mengosongkan isinya ke dalam usus kecil.

d. Pankreas

6
Pankreas adalah organ kelenjar yang memanjang pada dinding posterior abdomen,
tepat di belakang lambung. Pankreas berfungsi untuk menghasilkan enzim pencernaan,
seperti lipase, protease, dan amilase. Enzim lipase berfungsi untuk mencerna lemak menjadi
asam lemak, protease untuk mencerna protein menjadi asam amino, sedangkan amilase untuk
memecah karbohidrat menjadi glukosa.

e. Hati

Hati (hepar/liver) adalah organ vital dengan berat yang tak lebih dari 1,5 kg ini
berbentuk seperti segitiga. Letak hati berada di bagian kanan atas rongga perut dan di bawah
diafragma. Hati berfungsi sebagai proses metabolisme, penyimpanan nutrisi tubuh, serta
kekebalan tubuh.

f. Usus Halus

Usus halus adalah saluran kecil selebar 2,5 cm dengan panjang sekitar 10 meter. Usus
halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum (usus dua belas jari), jejunum (usus kosong),
dan ileum (usus penyerapan). Fungsi usus halus adalah memaksimalkan pencernaan makanan
dan penyerapan zat gizi.

g. Usus Besar

Usus besar membentuk huruf ‘U’ terbalik di sekitar usus halus yang berlipat-lipat.
Panjang usus besar sekitar 5 – 6 meter dan terdiri dari tiga bagian, yaitu sekum, kolon, dan
rektum. Fungsi utama dari usus besar yaitu menyerap air dan mineral elektrolit dari ampas
makanan yang tidak tercerna, lalu membentuk limbah padat yang dapat dikeluarkan.

h. Rektum dan Anus

Rektum adalah bagian akhir dari usus besar yang berfungsi sebagai tempat
penampungan feses sementara sebelum dikeluarkan dari tubuh. Saat rektum sudah mulai
penuh, otot-otot di sekelilingnya akan terangsang untuk mengeluarkan feses. Anus
merupakan bagian paling akhir dari saluran Fungsi anus adalah sebagai tempat keluarnya
feses.

C. Perubahan Fisiologis Sistem Gastrointestinal Pada Lansia

Berikut perubahan fisiologis sistem gastrointestinal yang terjadi pada lansia:

7
a. Rongga Mulut

Bagian rongga mulut yang lazim terpengaruh adalah gigi, gusi, dan lidah. Kehilangan
gigi penyebab utama adanya Periodontal disease yang biasa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. indera pengecap
menurun disebabkan adanya iritasi kronis dari selaput lendir, atropi indera pengecap (± 80
%), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap di lidah tentang rasa asin, asam, dan pahit
terutama rasa manis dan asin (Nugroho, 2008).

b. Esofagus

Esophagus mengalami penurunan motilitas, sedikit dilatasi atau pelebaran seiring


penuaan. Sfingter esophagus bagian bawah (kardiak) kehilangan tonus. Refleks muntah pada
lansia akan melemah, kombinasi dari faktor-faktor ini meningkatkan resiko terjadinya
aspirasi pada lansia (Luecknotte, 2000).

c. Lambung

Terjadi atrofi mukosa. Atrofi dari sel kelenjar, sel parietal dan sel chief akan
menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung
pada lansia menjadi lebih kecil, sehingga daya tampung makanan menjadi berkurang. Proses
perubahan protein menjadi peptone terganggu. Karena sekresi asam lambung berkurang
rangsang lapar juga berkurang (Darmojo & Martono, 2006). Kesulitan dalam mencerna
makanan adalah akibat dari atrofi mukosa lambung dan penurunan motalitas lambung. Atrofi
mukosa lambung merupakan akibat dari penurunan sekresi asam hidrogen-klorik
(hipoklorhidria), dengan pengurangan absorpsi zat besi, kalsium, dan vitamin B 12. Motilitas
gaster biasanya menurun, dan melambatnya gerakan dari sebagian makanan yang dicerna
keluar dari lambung terus melalui usus halus dan usus besar (Stanley, 2007).

d. Pankreas

Produksi enzim amilase, tripsin dan lipase akan menurun sehingga kapasitas
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak juga akan menurun. Pada lansia sering terjadi
pankreatitis yang dihubungkan dengan batu empedu. Batu empedu yang menyumbat ampula
Vateri akan menyebabkan oto-digesti parenkim pancreas oleh enzim elastase dan fosfolipase-
A yang diaktifkan oleh tripsin dan/ atau asam empedu (Darmojo & Martono, 2006).

8
e. Hati

Dengan meningkatnya usia, secara histologik dan anatomik akan terjadi perubahan
akibat atrofi sebagiab besar sel, berubah bentuk menjadi jaringan fibrous. Hal ini akan
menyebabkan penurunan fungsi hati (Darmojo & Martono, 2006). Proses penuaan telah
mengubah proporsi lemak empedu tanpa perubahan metabolisme asam empedu yang
signifikan. Faktor ini memengaruhi peningkatan sekresi kolesterol. Banyak perubahan-
perubahan terkait usia terjadi dalam sistem empedu yang juga terjadi.

f. Usus Halus

Mukosa usus halus juga mengalami atrofi, sehingga luas permukaan berkurang,
sehingga jumlah vili berkurang dan sel epithelial berkurang. Di daerah duodenum enzim yang
dihasilkan oleh pankreas dan empedu juga menurun, sehingga metabolisme karbohidrat,
protein, vitamin B12 dan lemak menjadi tidak sebaik sewaktu muda (Leueckenotte, 2000).

g. Usus Besar dan Rektum

Pada lansia terjadi perubahan dalam usus besar termasuk penurunan sekresi mukus,
elastisitas dinding rektum, peristaltic kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum yang
dapat menyebabkan konstipasi (Leueckenotte, 2000). Pada usus besar kelokan-kelokan
pembuluh darah meningkat sehingga motilitas kolon menjadi berkurang. Keadaan ini akan
menyebabkan absorpsi air dan elektrolik meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorpsi
makanan), feses menjadi lebih keras, sehingga keluhan sulit buang air besar merupakan
keluhan yang sering didapat pada lansia. Proses defekasi yang seharusnya dibantu oleh
kontraksi dinding abdomen juga seringkali tidak efektif karena dinding abdomen sudah
melemah (Darmojo & Martono, 2006).

D. Patologi Sistem Gastrointestinal Pada Lansia

Berbagai macam masalah kesehatan sistem gastrointestinal pada lansia ialah:

a. Mulut Kering (xerostamia)

Sensasi mulut kering pada xerostamia diakibatkan oleh proses penuaan dimana
produksi kelenjar air liur menurun dan adanya perubahan komposisi pada air liur. Keluhan
tersebut dapat dikurangi dengan banyak mengonsumsi air putih untuk menjaga hidrasi tubuh.

b. Gangguan Pengecapan (dysgeusia/ageusia)


9
Adanya gangguan pengecapan dapat diakibatkan oleh efek samping obat, defisiensi
mineral seperti zinc, malnutrisi, maupun gangguan saraf.

c. Sulit Menelan (disfagia)

Disfagia pada lansia dapat terjadi karena perubahan kompleks neuromuskular yang
merupakan koordinasi saraf dan otot yang bisa diakibatkan oleh proses penuaan ataupun
penyakit seperti stroke, parkinson, maupun miastenia gravis.

d. Odinofagia

Odinofagia merupakan sensasi nyeri saat menelan, biasanya disebabkan oleh adanya
peradangan pada kerongkongan.

e. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

GERD merupakan penyakit yang disebabkan oleh karena arus balik makanan dari
lambung yang naik lagi ke esofagus, disebabkan karena melemahnya otot-otot yang berfungsi
sebagai katup antara esofagus dan lambung. Keluhan pada GERD biasanya adalah nyeri pada
ulu hati dan rasa terbakar pada perut atas atau dada.

f. Luka Pada Lambung

Pada lansia, lapisan lendir yang berfungsi sebagai pelindung lambung cenderung
menurun karena berkurangnya jumlah kelenjar yang memproduksi sekret yang bersifat
protektif terhadap lapisan lambung. Hal ini menyebabkan asam lambung lebih mudah
mengiritasi lapisan lambung sehingga rentan terjadinya luka jika terus-menerus terjadi.

g. Sembelit (Konstipasi)

Gangguan sembelit merupakan salah satu gangguan pencernaan yang paling sering
terjadi pada lansia. Konstipasi berdampak pada intensitas buang air besar. Gejala-gejalanya
termasuk gerakan usus yang lebih lambat dan tinja yang lebih keras. Lansia yang rutin
mengonsumsi obat, juga rentan mengalami konstipasi. Obat-obatan untuk menstabilkan
tekanan darah dan penghilang rasa sakit, misalnya, diketahui bisa menyebabkan gangguan
pencernaan tersebut.

h. Gastroenteritis

10
Gastroenteritis akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan
konsistensi tinja lebih lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya, dan berlangsung
dalam waktu kurang dari 2 minggu (Suharyono, 2003). Gastroenteritis akut didefinisikan
sebagai diare yang berlangsung kurang dari 15 hari (Rani AA. dkk 2011).

i. Penyakit Divertikular

Hampir setengah dari lansia usia 60 tahun atau lebih tua mengalami divertikulosis.
Hal ini terjadi saat kantong kecil pada lapisan usus besar menonjol di sepanjangan dinding
usus. Gejala-gejala yang dapat terjadi meliputi kembung, kram, dan sembelit. Walau biasanya
tidak menyebabkan masalah yang berarti dan membutuhkan penanganan khusus, gangguan
kesehatan ini bisa menyebabkan jaringan parut.

j. Tukak Lambung

Tukak lambung adalah luka pada lapisan lambung dan usus halus bagian atas.
Pengikisan dan luka tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri Helicobacter pylori
atau penggunaan obat pereda nyeri dalam jangka panjang. Umumnya tukak lambung
menimbulkan nyeri ulu hati. Gejala lain yang bisa muncul pada tukak lambung adalah rasa
begah dan kembung, mual dan muntah, feses berwarna gelap, perubahan nafsu makan.

k. Wasir

Wasir terjadi ketika pembuluh darah vena yang terletak di luar atau di dalam saluran
anus (rektum) mengalami pembengkakan. Penyakit ini bisa terjadi pada siapa saja, namun
sekitar 50% penderitanya berusia di atas 50 tahun. Wasir dapat menimbulkan nyeri dan gatal
pada anus, benjolan di anus, serta keluarnya darah ketika BAB. Kadang wasir juga bisa
membuat penderitanya sulit untuk duduk.

l. Kolesterol

Kadar kolesterol pada lansia cenderung meningkat dikarenakan faktor usia yang
semakin lama badan akan semakin malas digerakkan, sehingga kolesterol didalam tubuh akan
menumpuk dihati, sehingga dibutuhkan gerak yang seimbang antara pola makanan dan
olahraga agar para lansia terhindar dari kolesterol berlebih.

m. Batu empedu

11
Batu empedu adalah penggumpalan cairan sisa-sisa pencernaan yang mengeras yang
terbentuk di dalam kantong empedu. Semakin tua usia kita, kadar kolesterol tubuh secara
alami akan semakin meningkat. Semakin kita bertambah tua pula, aktivitas kolesterol 7α
hidroksilase yang berfungsi memproses asam dalam empedu akan melambat. Kedua hal
tersebut membuat kelebihan kolesterol bisa tidak diproses dengan baik oleh empedu. Alhasil,
banyak kolesterol yang menumpuk dan mengendap menjadi batu di dalam kantong empedu.

E. Pemeriksaan Penunjang Sistem Gastrointestinal


a Endoskopi

Endoskopi adalah pemeriksaan struktur dalam dengan menggunakan selang/tabung


serat optik yang disebut endoskop.

b Laparoskopi

Laparoskopi adalah pemeriksaan rongga perut dengan menggunakan endoskop.


Laparoskopi biasanya dilakukan dalam keadaan penderita terbius total. Setelah kulit
dibersihkan dengan antiseptik, dibuat sayatan kecil, biasanya di dekat pusar. Kemudian
endoskop dimasukkan melalui sayatan tersebut ke dalam rongga perut.

c Rontgen

Foto polos perut merupakan foto rontgen standar untuk perut, yang tidak memerlukan
persiapan khusus dari penderita. Sinar X biasanya digunakan untuk menunjukkan suatu
penyumbatan, kelumpuhan saluran pencernaan, pola udara abnormal di dalam rongga perut,
pembesaran organ (misalnya hati, ginjal, limpa).

d Parasentesis

Parasentesis adalah memasukkan jarum ke dalam rongga perut dan mengambil cairannya.

e USG Perut

USG menggunakan gelombang udara untuk menghasilkan gambaran dari organ-organ


dalam. USG bisa menunjukkan ukuran dan bentuk berbagai organ (misalnya hati dan
pankreas) dan juga bisa menunjukkan daerah abnormal di dalamnya.

BAB III

12
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, psikal
assesment. Kaji data menurut Ambarwati Fitri Respati dan Nasution Nita (2012)
adalah:

1. Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, pekerjaan dan No telpon

2. Keluhan utama
Buang air besar (Bab) lebih dari 3 kali sehari, Bab < 4 kali dan cair (GE tanpa
dehidrasi), Bab 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), atau Bab > 10 kali
(dehidrasi berat). Apabila GE berlangsung < 14 hari maka GE tersebut adalah GE
akut, sementara apabila langsung selama 14 hari atau lebih adalah GE persisten.

3. Riwayat penyakit sekarang menurut suharyono (1999:59)


a) Keadaan umum klien. suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan menuru atau
tidak ada, dan kemungkinan timbul GE.
b) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
c) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya makin
lama makin asam.
d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah GE.
e) Apabila telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi
f) Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.
4. Riwayat kesehatan
a) Riwayat imunisasi terutama campak, karena GE lebih sering terjadi atau berakibat
berat pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penurunan kekebalan pada pasien.
b) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena factor ini
merupakan salah satu kemungkinan penyebab GE

13
c) Riwayat penyakit yang terjadi sebelum, selama, atau setelah GE. Informasi
diperlukan untuk melihat tanda dan gejala infeksi lain yang menyebabkan GE.
5. Riwayat nutrisi
Riwayat pola makanan sebelum sakit GE meliputi:
a) Konsumsi makanan penyebab GE, pantangan makanan atau makanan yang tidak
biasa dimakannya.
b) Perasaan haus. Pada pasien yang GE tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa). Pada dehidrasi ringan/sedang pasen merasa haus dan ingin minum banyak.
Sedangkan pada dehidrasi berat, sudah malas minum atau tidak mau minum.
6. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
1) Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
2) Gelisah, (dehidrasi ringan atau sedang)
3) Lesu, lemah lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat)
b) Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor, yaitu
dengan cara mencubit daerah perut atau tangan menggunakan kedua ujung jari (buka
kedua kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat (Kurang dari 2 detik), berarti GE
tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali dengan lambat (cubit kembali dalam
waktu 2 detik), ini berarti GE dengan dehidrasi ringa/sedang. Apabila turgor kembali
sangat lambat (cubitan kembali lebih dari 2 detik), ini termasuk GE dengan dehidrasi
berat.
c) Kepala
Pada klien dewasa tidak di temukan tanda – tanda tapi pada anak berusia di
bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, biasanya ubun – ubun cekung kedalam.

d) Mata.

Kelopak mata tampak cekung bila dehidrasi berat saja

e) Mulut dan lidah

1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)


2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang)
3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)

14
f) Abdomen

Kemungkinan mengalami distensi kram dan bising usus yaitu :

1) Inspeksi: Melihat permukaan abdomen simetris atau tidak dan tanda lain
2) Auskultasi: Terdengar bising usus meningkat > 30 x/ menit
3) Perkusi: biasanya Terdengar bunyi tympani / kembung
4) Palasi: Ada tidak nyeri tekan epigastrium kadang juga terjadi distensi
perut

g) Anus, apakah terdapat iritasi pada kulitnya

h) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam meningkatkan diagnosis yang tepat,


sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula. Pemeriksaan yang perlu
dilakukan pada klien yang mengalami GE, yaitu:

1) Pemeriksaan tinja, baik secara mikroskopis maupun mikroskopi dengan


kultur
2) Test malabsorbsi yang meliputi karbohidrat (ph, Clini Test) dan lemak
2) Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasa terjadi pada pasen dengan GE dalah yaitu :

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh berhubungan dengan output


berlebihan dengan intake yang kurang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan bab cair dengan peningkatan frekwensi
defekasi dari biasanya.
4. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder

3) Intervensi Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put berlebihan
dengan intake yang kurang
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil : Turgor kulit bagus , mukosa bibir basah
Intervensi :

15
a) Monitor TTV
b) Kaji in / out cairan
c) Kaji status dehidrasi
d) Kolaborasi dengan medis
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : BB klien kembali normal dan nafsu makan meningkat
Intervensi :
a) Monitor in take nutrisi
b) Monitor muntahan klien
c) Monitor BB klien
d) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti mual dan muntah
3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan Bab cair dengan peningkatan frekwensi
defekasi dari biasanya.
Tujuan : konsistensi feces lunak
Rasional : Frekwensi Bab klien 1x perhari padat tidak encer dan tidak keras.
Intervensi :
a) Monitor feces dan frekwensi defekasi klien
b) Anjurkan klien banyak konsumsi buah dan serat
c) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti diare
4. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder
Tujuan : Hipertermi teratasi
Rasional : Suhu tubuh kembali normal (S : 36 – 37  C)
Intervensi :
a) Observasi suhu tubuh klien
b) Anjurkan klien bayak minum
c) Kompres hangat
d) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti piretik

4) Implementasi Keperawatan
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put berlebihan
dengan in take yang kurang
a) mengkaji status dehidrasi : Mata, turgor kulit, mukosa bibir

16
b) Mengkaji out put dan intake cairan klien
c) Memonitor TTV
d) Berkolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti diare
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
a) Memonitor intake dan out put
b) Menimbang BB tiap hari
c) Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk program diet
d) Berkolaborasi dengan medis untuk terapi anti mual dan muntah
3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan Bab cair dan peningkatan frekwensi
defekasi dari biasanya
a) Memonitor feces dan frekwensi defekasi
b) Mengedukasi klien agar banyak konsumsi buah dan serat
c) Berkolaborasi dengan medis untuk pemberian obat anti diare
4. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder
a) Mengobservasi vital sign
b) Mengompres air hangat
c) Menganjurkan klien banyak minum
d) Berkolaborasi dengan medis untuk terapi antipiretik

5) Evaluasi Keperawatan

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan out put berlebihan
dengan in put yang kurang. Kriteria hasil yang telah di tetapakan dalam tinjauan
pustaka sebagai berikut klien tidak menunjukan tanda – tanda dehidrasi ditandai
denga mata tidak cekung, turgor baik, mukosa bibir basah.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungann dengan mual dan
muntah. Kriteria hasil yang telah ditetapkan dalam tinjauan pustaka yaitu klien
mendapatkan kebutuhan nutrient sesuai dengan yang diperlukan tubuh ditandai
dengan berat badan stabil, porsi RS habis.

3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan Bab encer / cair dengan peningkatan


frekwensi defekasi dari biasanya. Kriteria yang telah ditentukan tinjauan pustaka yaitu
frekwensi defekasi kembali normal ditandai dengan feces padat tapi lunak.

17
4. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi sekunder. Kriteria
hasil yang telah di tentukan tinjauan pustaka yaitu proses peningkatan suhu tubuh dan
proses infeksi tidak terjadi ditandai dengan suhu tubuh 36 – 37 c.
6) Pencegahan Tersier

Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita gastroenteritis jangan


sampai mengalami kecatatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita
gastroenteritis diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada
tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyakit gastroenteritis. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi
makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap
mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan
secara mental kepada anak. Anak yang menderita gastroenteritis selain diperhatikan
kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam
berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Respati Fitri. (2014). Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Duo Satria
Offset

Darmojo & Martono, (2004). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). FKUI:
Jakarta, 9, 22,

https://pdfcoffee.com/pencegahan-primer-sekunder-dan-tersier-pada-gastroenteritis-pdf-
free.html. Diakses pada tanggal 24 September 2021.

Lueckenotte, Annette G. Gerontologic Nursing Second Edition. Mosby, Inc.2000

Nugroho (2008). Keperawatan Gerontik. Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Nugroho W. H. (2006) Komunikasi Dalam Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC

Rani AA dan Fauzi A (2014). Infeksi helicobacter pylori dan penyakit gastroduodenal.
Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Simadibrata M, Setyohadi B dan Syam AF
(eds). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing, pp: 1772-1780.

Stanley dan Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta, EGC.

Suharyono. (2003). Strategi Pembelajaran Diare. Jakarta: Depdikbud.

19

Anda mungkin juga menyukai