Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA STRES DAN KEBISAAN


MAKAN DENGAN TERJADINYA KEKAMBUHAN
PENYAKIT GASTRITIS + TAROKAN TEMPAT
PENELITIANMU DI SINI NAH OKE

OLEH :

NURHIDAYAH

13.18.027

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN PUTRA PERTIWI
WATANSOPPENG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan proposal penelitian ini.

Penulisan proposal penelitian ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas pada

mata kuliah riset keperawatan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada

1. Anindyati selaku Dosen pembimbing Mata Kuliah Riset Keperawatan yang

telah mengajarkan kami cara membuat proposal penelitian dengan benar.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal penelitian ini masih

jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang

bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan.

Watansoppeng, 24 Desember 2020

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................................................iii

BAB I LATAR BELAKANG..............................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................4

C. Tujuan Penelitian.............................................................................................5

D. Manfaat Penelitian............................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................7

A. Tinjauan Teori..................................................................................................7

B. Kerangka Teori...............................................................................................36

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL............................................................................37

A. Kerangka Konsep...........................................................................................37

B. Hipotesis.........................................................................................................38

BAB IV METODE PENELITIAN....................................................................................39

A. Jenis dan Rancangan penelitian.....................................................................39

B. Populasi dan Sampel Penelitian......................................................................39

C. Tempat dan Waktu Penelitian.........................................................................41

D. Variable Penelitian Definisi Operasional dan Skala Pengukuran...................42

E. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data..................................................44

F. Teknik Pengolaan dan Analisis Data.............................................................44

G. Etika Penelitian..............................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................47

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan saluran pencernaan merupakan salah satu gangguan yang

sering dikeluhkan dan telah menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di

antara sekian banyak gangguan saluran pencernaan yang di derita di

masyarakat, keluhan yang paling banyak ditemukan di bagian

gastroenterologi adalah keluhan dispepsia, nyeri pada lambung, kembung dan

mual-mual, dimana keluhan tersebut merupakan salah satu gejala khas dari

penyakit gastritis mulai dari akut sampai dengan kronis (Salamiharja, 1997).

Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada

mukosa lambung sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan

faktor defensif dalam tubuh sehingga menimbulkan gejala klinis berupa rasa

tidak enak pada perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan

(Kapita selekta kedokteran, 1998), diperkirakan hampir semua penderita

gastritis mengalami kekambuhan, tapi selama ini belum ada penelitian yang

meneliti kekambuhan pada penyakit gastritis.

Sampai saat ini prevalensi penyakit gastritis belum bisa dipastikan

tetapi menurut penelitian yang dilakukan di negara Inggris menunjukkan 15-

25% dari penduduk pernah mendapatkan tukak pada satu saat dalam

hidupnya, dan didapatkan prevalensi tukak sebesar 3-5% (Daldiyono,1989),

Sedangkan hasil penelitian di luar negeri didapatkan 1 dari 10 orang

menderita dispepsia.

1
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh dr.Ari F Syam dari FKUI pada

tahun 2001, dari 93 pasien yang diteliti ditemukan mendekati angka 50%

mengalami gejala dispepsia (www.gizi.net).

Di bagian penyakit dalam FKUI/RSCM, sub bagian Gastroenterologi dari

60 kasus gastritis ringan dan sedang didapatkan gastritis superfisial 11,87%

dan gastritis atrofik 83,33%, pada Endoskopi Saluran Pencernaan Bagian

Atas (SCBA) di rumah sakit di Indonesia didapatkan Gastritis Kronik

sebanyak 20,9- 58,7% (Rani, 1989). Beberapa Ahli berpendapat bahwa

gastritis atrofik merupakan faktor pedisposisi terjadinya karsinoma lambung,

walaupun diperlukan 10-20 tahun (Whitehead, 1985). Gastritis merupakan

penyakit yang sering ditemukan (50%) pada konsultasi klinik Dr Soetomo

pada tahun 1993 (Oesman, 1998).

Berdasarkan laporan SKRT tahun 1986 menunjukkan bahwa angka

kematian penyakit sistem pencernaan sebesar 34,9 per 100.000 penduduk

sedangkan laporan SKRT tahun 2001 menunjukkan bahwa angka kematian

penyakit sistem pencernaan sebesar 55,5 per 100.000 penduduk, hal ini bisa

terlihat bahwa dalam kurun waktu 15 tahun angka kematian akibat penyakit

sistem pencernaan semakin meningkat (Djaja.S, 2003).

Pendarahan Saluran Makanan Bagian Atas (SMBA) merupakan

pendarahan yang disebabkan penyakit tukak lambung (gastritis) dan masih

merupakan masalah klinik di setiap rumah sakit. Djajapranata (Rs Dr

Soetomo Surabaya) melaporkan 471 kasus dalam periode 1969-1971. Helmi

dan kawan- kawan (Jakarta) melaporkan 184 kasus pendarahan suluran

2
makanan bagian atas periode 1978-1980. Di rumah sakit Hasan Sadikin

bandung dalam periode 1970-1974 dilaporkan kasus pendarahan saluran

makanan bagian atas sebanyak 224 kasus (Abdurrachman dan Hadi).

Dibagian penyakit dalam FKUI_RSCM dalam kurun waktu 1986-1988

tercatat 113 kasus pendarahan saluran makanan bagian atas, walaupun sudah

banyak kemajuan dalam bidang diagnostik dan terapi tetapi angka kematian

akibat pendarahan saluran makanan bagian atas masih tinggi yaitu berkisar

antara 5-10% ( Suprajitno,1995 ).

B. Rumusan Masalah

Setelah kita mengetahui bahwa kejadian kekambuhan penyakit

gastritis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat kompleks,

namun penelitian ini hanya mambatasi pada hubungan antara stres dan

kebiasaan makan penderita dengan terjadinya kekambuhan penyakit gastritis

pada penderita gastritis yang ada di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah.

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti

merumuskan permasalahan sebagai berikut “ Apakah stres dan kebiasaan

makan penderita berhubungan dengan kejadian kekambuhan penyakit

gastritis pada penderita gastritis di Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin

Mawaddah ?”.

3
C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menganalisa hubungan stres dan kebiasaan makan dengan terjadinya

kekambuhan penyakit gastritis pada panderita gastritis di Balai

Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah.

2. Tujuan khusus

a. Menganalisa hubungan antara karakteristik penderita gastritis (umur,

jenis kelamin, sosial ekonomi) dengan kekambuhan penyakit

gastritis.

b. Menganalisa hubungan antara pengetahuan penderita dengan

terjadinya kekambuhan gastritis.

c. Menganalisa hubungan antara stres dengan terjadinya kekambuhan

penyakit gastritis.

d. Menganalisa hubungan antara kebiasaan makan dengan terjadinya

kekambuhan penyakit gastritis.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang gastritis

sehingga dapat dilakukan pencegahan dan meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan perorangan.

4
2. Bagi Penderita Gastritis

Menambah informasi dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian kekambuhan penyakit gastritis dan

bahayanya supaya kekambuhan dapat dilakukan pencegahan.

3. Bagi Balai Pengobatan

Sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pelayanan kesehatan

pada penderita gastritis.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan dalam bidang

epidemiologi khususnya hubungan antara stress dan kebiasaan makan

terhadap terjadinya kekambuhan gastritis.

5. Bagi peneliti lain

Sebagai studi awal untuk pengembangan penelitian selanjutnya

tentang kekambuhan penyakit gastritis.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Definisi Gastritis

Gastritis atau tukak lambung yang sering kita kenal dengan penyakit

maag merupakan sekumpulan keluhan atau gejala klinis yang terdiri dari

rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang menetap atau

mengalami kekambuhan karena adanya inflamasi dari mukosa lambung

(Kapita selekta kedokteran, 1999).

Gastritis ditandai dengan adanya radang pada mukosa yang ditandai

dengan infiltrasi sel netrofil atau infiltrasi sel limfosit, sel palasma dan

eosinofil dengan atau tanpa simtom (Tambunan,1994).

Sedangkan menurut Harrison 2000, gastritis adalah inflamasi mukosa

lambung dan bukan merupakan penyakit yang tunggal, atau lebih

tepatnya suatu kelompok penyakit yang mempunyai perubahan

peradangan pada mukosa lambung yang sama tetapi ciri klinis,

karakteristik histologi dan patogenitas yang berlainan.

2. Patofiologi Gastritis

Lambung mempunyai faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan

faktor defensif (produksi lendir, bikarbonat mukosa dan prostaglandin

mikrosirkulasi), gangguan penyaki gastritis dapat terjadi sebagai akibat

dari ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif dalam

tubuh kita.

6
Akibat adanya ketidakseimbangan faktor agresif dan faktor defensif

menyebabkan HCL dalam lambung meningkat. Kadar HCL normal

dalam lambung ± 0,4 %,kelebihan kadar HCL dalam cairan lambung

dapat merusak jaringan selaput lendir lambung dan jaringan halus usus

12 jari, jaringan yang rusak akan menjadi luka bernanah yang ada di

dalan lambung dan menyebabkan keradangan (Laylawati, 2000).

3. Autoimmun Gastritis

Sistem pertahanan tubuh kita dapat membuat antibodi dan protein untuk

menyerang infeksi (masuknya kuman ke dalam tubuh) yang berguna

untuk mempertahankan tubuh dalam keadaan prima, kadang terjadi

gangguan di mana tubuh salah mengidentifikasi targetnya dan mengenai

tubuh kita sendiri yang di anggap benda asing atau infeksi, sehingga

membuat kerusakan bahkan kehancuran organ tubuh kita sendiri. Hal ini

juga bisa terjadi pada lambung yang dapat menyebabkan kerusakan sel-

sel lambung dan mengakibatkan anemia perniciosa, anemia ini terjadi

karena tubuh tidak dapat menyerap vitamin B-12 yang berhubungan

dengan kerusakan sel di lambung tersebut (Albert, 2005).

7
4. Klasifikasi Gastritis

Berdasarkan Harrison 2000 pada umumnya klasifikasi gastritis

diklasifikasikan menjadi akut dan kronik berdasarkan pada manifestasi

klinis, ciri- ciri histologik yang mencirikan gastritis, distribusi anatomik

gastritis atau beberapa kasus dan patogenesis.

a. Gastritis Akut

Gastritis akut sering ditemukan karena merupakan kelainan

terbanyak di lambung, biasanya sifatnya jinak dan merupakan

penyakit yang dapat sembuh sendiri yang menggambarkan respon

mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal (Dharma, 1984).

Pada umumnya penyakit ini tidak berat dan sifatnya temporer, maka

pada umumnya para dokter tidak merasa perlu melakukan

pemeriksaan histopatologi. Beratnya gastritis akut tergantung pada

jenis dan jumlah iritan serta lama kontak dengan mukosa lambung

(Tambunan, 1994).

1) Klasifikasi Gastritis Akut

Klasifiakasi gatritis akut dapat dibedakan atas gastritis erosif

akut atau gastritis hemoragik akut dan gatritis superfisial akut.

a) Gastritis Erosit Akut

Bentuk gastritis akut yang paling dramatik dan sering

dijumpai di klinik adalah gastritis erosif akut atau gatritis

hemoragik akut (Hirlan, Soeharjono T, 1990).

Gastritis erasif akut adalah suatu peradangan mukosa

8
lambung yang akut yang disertai kehilangan integritas atau

kerusakan-kerusakan erosi. Berdasarkan pemeriksaan

makroskopik pada gastritis erosif akut menunjukkan edema,

kerapuhan mukosa, erosi dan tempat pendarahan dengan

ekstravasasi darah ke dalam mukosa dan lumen lambung.

Erosi lambung dan tempat pendarahan dapat tersebar secara

difus pada seluruh mukosa lambung atau setempat pada

korpus atau antrum lambung, dikatakan erosi karena terbatas

pada mukosa dan sering terletak linier pada puncak lipatan

mukosa. Gastritis erosif akut biasanya berhubungan dengan

penyakit yang serius atau berhubungan dengan berbagai obat

dan diperkirakan terdapat 80-90% pasien dalam unit-unit

perawatan (Harrison, 2000).

b) Gastritis Superfisial Akut

Gastritis superfisial akut merupakan gastritis yang ditandai

oleh mukosa yang berwarna kemerahan, edema dan ditutupi

oleh mukosa adheren, sering terjadi sedikit erosi dan

pendarahan, derajat peradangan sangat variabel.

Pada kebanyakan kasus, diagnosis didasarkan pada riwayat

penderita akan adanya gangguan yang dapat sembuh sendiri

disertai oleh sakit epigastrik, muntah, anoreksia dan

bertahak . Gastritis superfisial akut biasanya menghilang jika

agen penyebabnya di buang atau dihentikan (Dharma, 1984).

9
2) Etiologi Gastritis Akut

Gastritis akut dapat timbul tanpa diketahui penyebabnya,

penyebab yang paling sering dijumpai adalah alkohol, Obat Anti-

Inflamasi Non-Steroid, bahan kimia dan toksin ataupun agen

alergen yang meningkatkan asam lambung. penyebab lain

sekalipun jarang adalah jenis obat-obat digitalis, iodin, auromisin

dan kafein. Makanan yang pedas (spicy food), makanan yang

asam, makanan yang terlalu panas, merokok juga dapat

menimbulkan iritasi pada mukosa lambung (Hirlan, Soeharjono,

1990).

Pada sebagian besar penderita rhematoid artritis yang

mempergunakan Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid aspirin secara

teratur ternyata ditemukan pendarahan tersembunyi (occult

bleeding) diperkirakan penderita akan kehilangan darah 10 ml

setiap hari dan lambat laun menimbulkan anemia (Tambunan,

1994).

3) Patologi Gastritis Akut

Beratnya perubahan mukosa lambung tergantung pada jumlah

dan jenis bahan iritan serta lamanya bahan tersebut berada dalam

lambung. Pada kondisi ringan, perubahan pada mukosa tdak

begitu nyata. Akan tetapi pada gastritis akut berat dengan

pengamatan gastroskopik, mukosa hiperemi, edema, erosif dan

sering dengan pendarahan. Pada histopatologi menunjukkan

10
adanya infiltrasi sel radang neutrofil, pembuluh kongesti, stroma

edema dan permukaan mukosa sebagian erosif atau deskuamasi

dan degenerasi. Bila bahan iritan dikeluarkan atau hilang akan

segera terjadi regenerasi dan penyembuhan sempurna

(Tambunan, 1994).

4) Gejala Klinis Gastritis Akut

Manifestasi klinis gastritis akut sangat berfariasi mulai dari yang

sangat ringan asimtomatik sampai sangat berat yang dapat

membawa kematian, hal ini tergantung pada beratnya lesi di

mukosa. Pada kasus yang sangat berat seperti gastritis akut

berdarah difus (diffuse hemorrhagic erosive gastritis), gejala

yang sangat mencolok adalah hematemesis dan melena yang

dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan karena

kehilangan darah. Pada sebagian kasus, gejalanya amat ringan

bahkan asimtomatis.

Penderita gastritis akut mungkin mengalami nyeri

tekan abdomen bagian atas atau kehilangan darah seperti pucat,

titakardia dan hipotensi. Jika gejala itu ada, kelainan sel darah

putih seperti leukositosis atau lekopenia lebih sering

menunjukkan penyakit yang serius dibanding gastritis (Harrison,

2000).

11
5) Diagnosis Gastritis Akut

Adanya penyakit gastritis akut biasanya dicurigai pertama kali

melalui deteksi darah dalam feses atau dalam bahan hasil aspirasi

lambung setelah itu ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi,

dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi biopsi mukosa

lambung tetapi bisa juga di deteksi dengan pemeriksaan

radiologis (Harrison, 2000).

Pada pemeriksaan endoskopi akan tampak erosi multipel yang

sebagian biasanya tampak berdarah dan letaknya tersebar.

Kadang ditemui erosi yang mengelompok pada satu daerah.

Mukosa umumnya nampak merah tetapi kadang mukosanya juga

nampak normal, atau bisa juga di jumpai lesi yang terdiri dari

semua tingkatan perjalanan penyakitnya akibat terdapat erosi

yang masih baru dan erosi yang mengalami penyembuhan. Pada

pemeriksaan histopatologi kerusakan mukosa karena erosi tidak

pernah melewati mukosa muskularis, sedangkan pada

pemeriksaan radiologis biasa tidak mempunyai arti dan baru

dapat membantu apabila digunakan kontras ganda (Hirlan, Theo

Soeharjono, 1990).

Pada umumnya penyakit gastritis akut tidak berat dan sifatnya

temporer, oleh karena itu para dokter tidak merasa perlu

pemeriksaan gastroskopi dan biopsi lambung untuk histopatologi

(Tambunan, 1994).

12
6) Komplikasi Gastritis Akut

Komplikasi gastritis akut berupa nyeri yang hebat dan muntah-

muntah dapat mengakibatkan kekurangan cairan dalam tubuh

penderita, sedangkan pada luka yang besar menyebabkan

pendarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa

hematematis dan melena yang dapat berakhir dengan syok

hemoragik dan jika pendarahanya cukup banyak bisa

menyebabkan kematian (Kapita selekta kedokteran, 1999).

Komplikasi juga bisa berupa timbulnya ulkus kalau prosesnya

hebat dan jarang terjadi perforasi, dan bisa menyebabkan

komplikasi pada daerah tenggorokan yang berupa ISPA terutama

kembalinya isi dan asam lambung ke tenggorokan (refluk), hal

ini juga bisa merangsang penyakit baru berupa Asma dan migren

7) Penatalaksanaan Gastritis Akut

Faktor utama adalah menghilangkan etiologinya. Diet lambung,

dengan porsi makan kecil tetapi sering. Obat-obatan ditujukan

untuk mengatur sekresi asam lambung, berupa antagonis reseptor

H2 , inhibitor pompa proton, antikolinergik, dan antasid. Juga

ditujukan sebagai autoprotektor, berupa sukralfat dan

prostaglandin (Kapita selekta kedokteran, 1999).

13
b. Gastritis Kronik

Gastritis kronik merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan di

klinik maupun praktek sehari-hari. Secara umum gastritis merupakan

kelainan klinik yang disebabkan inflamasi mukosa lambung yang

terdapat pada daerah antrum dan korpus, sifatnya lokal atau difus

dan regresi terjadi dalam waktu singkat atau progresif lambat, dapat

akut atau kronik (Rani, 1990)

Ciri khasnya adalah infiltrasi radang yang terdiri dari

limfosit dan sel plasma ke dalam lamina propria, kelenjar mukosa

berkurang atau hilang, dan metaplasia intestinal. Pengaruh proses

iritasi mukosa lambung yang lama antara lain karena refluks asam

empedu, minum alkohol dan adanya antibodi sel parietal akan

menimbulkan gastritis kronik (Tambunan, 1994).

1) Klasifikasi Gastritis Kronik

Secara histopatologik, klasifikasi gastritis kronik didasarkan

pada perubahan berbagai komponen mukosa lambung, derajat

dan aktifasi gastritis serta jenis metaplasia.

Berdasarkan distribusinya dalam mukosa lambung dan

patogenesisnya gastritis kronik diklasifikasikan menjadi gastritis

tipe A, Tipe B, Tipe AB.

14
a) Gastritis Tipe A

Gastritis Tipe A adalah bentuk gastritis yang kurang umum,

secara relatif menyerang sedikit antrum. Keadaan ini adalah

bentuk gastritits yang mungkin menyebabkan anemia

pernisiosa dan kadar serum gastrin tinggi. Sering adanya

antibodi terhadap sel parietal dan terhadap faktor intrinsik

dalam serum pasien dengan gastrin tipe A dan anemia

pernisiosa mendukung patogenitas imun atau autoimun

untuk bentuk gastritis ini. Antibodi sel parietal telah

ditunjukkan bersifat sitotoksik untuk sel mukosa lambung.

Mekanisme imun yang diperantarai sel juga telah

dikemukakan berpartisipasi dalam cedera sel mukosa

lambung.

Pada pasien dengan anemia perniciosa, kelenjar

mengandung sel paretal lambung selalu rusak, yang

bertanggung jawab atas ketidakmampuannya untuk

mengsekresi asam hidroklorik. Pada manusia sel parietal

juga mengsekresi faktor intrinsik, terdapat kegagalan dalam

mengabsorbsi vitamin B12 secara aktif, dengan menyebabkan

akibat-akibat hematologik dan atau neurolagik yang

karakteristik bagi anemia pernisiosa (Harrison, 2000).

15
b) Gastritis Tipe B

Keadaan ini terlihat sehubungan dengan ulsera peptik,

biasanya ulsera deudeni, hal ini terlokalisir di daerah antrum,

jika berhubungan dengan ulsera gaster dapat meliputi

mukosa korpus di sekitar ulsera dan dapat meluas ke

proksimal sepanjang kurvutura minor (Daldiyono, 1989)

c) Gastritis Tipe AB

Dikutip dari Whitehead 1985 gastritis tipe AB dibagi

menjadi dua tipe yaitu :

Tipe pertama mununjukkan gastritis antral, hipeklorhidria,

deudenitis atau ulkus peptikum baik duodenum atau maupun

diprepelorik.

Tipe kedua menunjukkan gastritis bagian distal, dengan

penyebaran tidak merata meliputi antrum dan korpus.

Penyebaran tersebut cenderung meningkat bersama usia

disertai hiperklorhidria. Mungkin pula terdapat ulkus

peptikum di ingualis atau proksimal, walaupun ulkus

tersebut menyembuh proses inflamasi terus berlangsng dan

sering terlihat displasia mukosa lambung.

Atas dasar beberapa kelainan hisolgik, gastritis kronik

diklasifikasikan dalam dua gradasi, yaitu:gastritis kronik

superfisial dan gastritis kronik atrofi.

16
2) Etiologi Gastritis Kronik

Penyebab gastritis kronik sampai saat ini belum jelas diketahui.

Insiden semakin meningkat pada umur yang semakin lanjut.

Peminum alkohol, perokok berat, stres dan meminum teh panas

merupakan faktor predisposisi. Dalam darah 95% pasien

gastritis disertai dengan anemia pernisiosa, dijumpai antibodi sel

parietal. Berdasarkan kenyataan ini timbul teori bahwa

terjadinya perubahan mukosa pada gastritis kronik disebabkan

oleh proses autoimun (Tambunan, 1994).

Sejumlah besar penyelidikan dari berbagai belahan benua

telah menetapkan bahwa helikobakter pylori adalah agen yang

bertanggung jawab untuk gastritis kronik. Gastritis kronik

dengan infeksi dan atau bertahannya H. pylori berhubungan

dengan sekresi asam lambung yang berkurang. Pembasmian H.

pylori menyebabkan perbaikan pada temuan histologok; jika

pengobatan dihentikan perubahan inflamasi timbul kembali, dan

organisme muncul kembali. Pengamatan ini telah mendukung

kesimpulan bahwa gastritis kronik disebabkan oleh infeksi

bekterial kronik oleh H. pylori (Harrison, 2000).

17
3) Patologi Gastritis Kronik

Secara umum mukosa lambung menipis, licin berkilat dan

lipatan mukosa hampir tidak kelihatan lagi. Kadang-kadang

bayangan pembuluh darah di bawah mukosa lambung menonjol.

Mikroskopik, epitel permukaan mukosa abnormal, susunan tidak

teratur dan sebagian atau seluruhnya mengalami metaplasia

intestinal.

Pada gastritis atrofik infiltrasi radang bertambah bukan hanya

pada propria tetapi juga meluas pada lapisam muskularis

mukosa. Pada lapisan propria, mukosa muskularis dan sub

mukosa sering dijumpai jaringan limfoid. Kelenjar mukosa

atrofi, kuantitas berkurang dan tubulus sering distorsi. Sel

parietal dan

4) Gejala Klinis Gastritis Kronik

Keluhan dan gejala gastritis kronik tidak khas, merupakan

sindrom dispepsia, yang terdiri dari kumpulan gejala rasa nyeri

epigastrum, kembung, rasa penuh, anoreksia, nausea, serta mual

(Rani, 1990).

Tapi berdasarkan Hirlan 1990, sebagian besar penderita gastritis

kronik tidak mempunyai keluhan, pada pemeriksaan fisis sering

tidak dijumpai kelainan, tetapi kadang-kadang dapat dijumpai

nyeri tekan midepigastrum yang ringan saja, tetapi kadang-

kadang pula dapat dijumpai anemia pernisiosa dan dapat

18
alkhorhidria, kadar gastrin meninggi dan dijumpai pula antibodi

terhadap sel parietal (Hirlan, 1990).

5) Diagnosa Gastritis Kronik

Diagnosis gastritis kronik ditegakkan berdasarkan penmeriksaan

endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi

biopsi mukosa lambung, (Hirlan, 1990). Biopsi mukosa

lambung memberikan arti yang paling penting dan dapat

dihandalkan dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi

gastritis, kehati-hatian harus dilakukan dalam interprestasi

biopsi mukosa lambung tunggal (Harrison, 2000).

Pemeriksaan yang juga sangat penting untuk mendiagnosa

gastritis kronik adalah pemeriksaan bakteriologis dengan kultur

untuk membuktikan adanya infeksi kuman helikobakter pylori,

apalagi jika ditemukan ulkus baik pada lambung maupun

duodenom, mengingat angka kejadian yang cukup tinggi yaitu

hampir mencapai 100%, dilakukan pula rapid ureum test (CLO).

Kreteria minimal untuk menegakkan diagnosis H. Pylori jika

hasil CLO pasiif. Dilakukan pula diagnosis serologis untuk H.

Pylori sebagai diagnosis awal (Kapita Selekta Kedokteran,

1999).

Para dokter mungkin melakukan tes darah untuk mengecek

persediaan sel darah merah dan memastikan apakah terdapat

anemia yang mana anemia terjadi karena kurangnya sel darah

19
merah. Pada gastritis, anemia juga bisa disebabkan oleh

pendarahan dari perut atau gangguan absorbsi vitamin B12

6) Komplikasi Gastritis Kronik

Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi, anemia,

karena adanya gangguan absorbsi vitamin B12 (Kapita Selekta

Kedokteran, 1999)

Gastritis atrofik kronik merupakan predisposisi timbulnya tukak

lambung dan karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya

tinggi pada penderita anemia pernisiosa (10-15%) (Harrison,

2000).

7) Penatalaksanaan Gastritis Kronik

Pada pusat-pusat pelayanan dimana endoskopi tidak mungkin

dilakukan. Penatalaksanan yang diberikan seperti pada pasien

sindrom dispepsia, apalagi jika serologi negatif. Pertama-tama

yang dilakukan adalah mengatasi dan menghindari penyebab

pada gastritis akut, kemudian pengobatan emperis berupa

antasid, antagonis H2, inhibitor pompa proton dan obat-obat

prokinetik. Untuk anemia pernisiosa terapi yang sesuai adalah

pemberian vitamin B12 (Kapita selekta kedokteran, 1999).

20
5. Definisi Kekambuhan

Menurut kamus bahasa Indonesia 1976, kekambuhan merupakan suatu

keadaan jatuh sakit lagi atau munculnya kembali gejala penyakit yang

lebih sakit dari sakit yang terdahulu.

6. Faktor – faktor yan berhubungan dengan penyakit gastritis

a. Umur

Walaupun tukak dapat diderita sejak usia anak-anak tapi puncak

kekerapan tukak lambung pada dekade ke-5 (40-50 tahun). Prevalensi

keganasan yang besar pada penyakit gastritis diatas 45 tahun

(Taringan, 1990), hal ini mungkin dikarenakan karena pertambahan

usia akan menimbulkan beberapa perubahan baik secara fisik maupun

mental yang lebih lanjut mengakibatkan kemunduran biologis

terhadap penurunan fungsi organ tubuh yang berperan sebagai dalam

mempertahankan dan menciptakan kesehatan yang prima adalah

fungsi organ yang berkaitan dengan makanan dan pencernaan

(Febrianti, 2004).

b. Jenis Kelamin

Hampir semua kepustakaan menyebutkan bahwa tukak pada laki-laki

lebih banyak dari pada perempuan, data pada subbagian gastroentelogi

bagian ilmu penyakit dalam FKUI/RSCM 1986 menunjukkan pada

laki-laki 3 kali lebih banyak dari pada wanita tetapi laporan akhir-

akhir ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa insidensi tukak

makin banyak pada wanita sehingga perbandingan tersebut menjadi

21
kecil, hal ini mungkin disebabkan karena wanita lebih sering

mengalami tekanan atau kecemasan dalam hidupnya (Simadibrata,

1990).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siti isfandari

(1999) pada pendududuk dewasa gangguan mental emosional

menunjukkan tingginya gejala gangguan mental dan emosional pada

wanita dari pada laki-laki.

c. Status Sosial Ekonomi

Dinegara Inggris penderita tukak lambung biasanya lebih sering

diderita pada kelompok sosial ekonomi rendah dan adanya kenaikan

kekerapan penyakit tukak ada daerah urbanisasi di antara para

penduduk yang berpenghasilan rendah (Taringan, 1990). Hal ini

mungkin karena banyaknya masalah ekonomi keluarga yang mereka

alami dan kesulitan dalam memecahkan masalah tersebut sehingga

menimbulkan stres.

d. Pengetahuan

Menurut WHO 1998 perilaku seseorang dipengaruhi oleh 4 faktor

yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai. Pengetahuan yang

berhubungan dengan penyakit gastritis adalah prilaku merokok,

minum alkohol, obat-obatan penghilang rasa nyeri, konsumsi

makanan dan minuman yang bisa menyebabkan timbulnya penyakit

gastritis.

22
e. Kebiasaan Makan dan Minum

Kebiasaan makan adalah cara seseorang atau kelompok orang

dalam memilih hidangan dan mengkonsumsinya sebagai tanggapan

terhadap pengaruh psikologi, fisiologi, budaya dan sosial. Istilah

kebiasaan makan juga menunjukkan tindakan manusia (what people

do and practice) terhadap makan dan makanan yang dipengaruhi oleh

pengetahuan (what people think), dan perasaan (what people feel)

serta persepsi (what people perceive) tentang suatu hal itu

(Adiningsih,S, 2005).

Menurut Yuwono Agus salah satu penyebab yang bisa

menyebabkan penyakit gastritis adalah karena ketidakmampuan

lambung (indigesti), produksi asam lambung yang berlebihan dan

makan yang tidak teratur.

Penyakit lambung ini biasanya terjadi akibat serangan

asam lambung yang tinggi, atau terlalu banyak makanan dan minuman

yang bersifat merangsang naiknya asam lambung seperti makanan

pedas yang mengandung cabe dan merica, makanan yang asam, kopi,

alkohol, dan minum-minuman yang bersoda.

Makanan yang sifatnya “tajam” tersebut bisa menggasak

dinding lambung, sehingga menimbulkan nyeri pada lambung yang

lecet karena gesekan tersebut. Karena lemahnya daya tahan dinding

lambung terhadap serangan tersebut maka kehadiran zat-zat

merangsang tersebut menimbulkan gejala penyakit gastritis.

23
Sedangkan memakan makanan dalam keadaan panas dapat

menyebabkan iritasi mukosa lambung dan menyebabkan rangsangan

thermis (Tambunan, 1994).

f. Merokok

Merokok bisa merusak lapisan mukosa lambung karena asap rokok

dipercaya menghalangi produksi zat prostaglandin tubuh, zay ini

merupakan pelindung lambung dari serangan asam lambung dan

pepsin sehingga merut peka terhadap radang lambung seperti ulkus

dan jika berlanjut bisa menyebabkan karsinoma.

g. Alkohol

Alkohol dapat mengakibatkan peradangan dan perlakuan pada

lambung, mengkonsumsi alkohol yang sekali-kali tidak akan

menimbulkan kerusakan lambung tapi dapat meningkatkan sekresi

asam lambung (Albert, 2005).

Penggunaan aspirin bersamaan dengan alkohol bisa mempunyai sifat

saling memperkuat efek satu sama lainyang menimbulkan iritasi berat

pada mukosa lambung (Tambunan, 1994).

h. Obat Anti-inflamasi Non-sterid (OAINS)

Obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), banyak dipakai dalam

praktek maupun kehidupan sehari-hari, untuk pengobatan artritis.

Gangguan pada lambung merupakan efek samping yang cukup sering

dijumpai pada penderita yang menggunakan OAINS dalam jangka

panjang. Gangguan pada lambung sangat bervariasi, mulai dari hanya

24
keluhan dispepsia, sampai pada kelainan serius yang dapat

mengancam jiwa penderita , sering ulserasi, pendarahan saluran cerna

bagian atas (SMBA), maupun perforasi lambung. Pada hewan coba,

aspirin dan endomethacin memberi gambaran kerusakan mukosa

berbeda dilambung dan usus. Aspirin menimbulkan kerusakan yang

luas terutama pada lambung sementara endomethacin juga dapat

menimbulkan kerusakan pada usus

Kerusakan mukosa lambung tersebut akibat efek

hambatannya pada sintesis prostaglandin dalam mukosa lambung,

yang dibutuhkan dalam sitoproteksi lambung. Prostaglandin

dibutuhkan tubuh untuk memproduksi kekebalan dan viskositas

lapisan mukosa, serta bikarbonat, juga untuk menghambat produksi

asam lambung, dan meningkatkan aliran darah dalam lambung. Semua

efek ini diperlukan lambung untuk mempertahankan integritas

pertahanan mukosa lambung. (Kusumobroto, 2004).

i. Penyakit Infeksi

Dewasa ini telah di yakini oleh para ahli bahwa kuman helicobakter

pylori dapat menyebabkan terjadinya gastritis kronis dengan angka

prevalensi sebesar 70-80% (Lumaksono, W, 1998). Kuman ini

mempunyai panjang 2-3 mikron dan lebarnya 0,5 mikron, bentuknya

seperti spiral berekor diselubungi lapisan flagella. Bakteri ini sering

dikaitkan dengan gangguan yang tak kunjung sembuh. Dalam

keadaan tidak aktif, bakteri ini berubah menjadi cocoid yang

25
berlindung dalam kapsulnya.begitu keadaan memungkinkan baginya

untuk aktif, dengan gesitnya bakteri ini bergerak. Bakteri ini bergerak

dalam lapisan mukus perut, dalam suasana asam tinggi, disitulah

bakteri ini mengeluarkan enzim urease yang dapat menguraikan urea

menjadi amoniak dan karbondioksida ( Salamiharja, 1997).

j. Stres

Stres merupakan kelelahan badan yang diakibatkan oleh

kecemasan, tekanan-tekanan yang dialami dalam menjalani

kehidupan (Scala, 2003).

Para ahli kedokteran sependapat menyatakan bahwa

produksi asam HCL berlebihan dalam lambung, disebabkan terutama

oleh adanya ketegangan atau stres mental/kejiwaan.

Untuk memahami hubungan stres dengan produksi asam

lambung, dapat ditinjau dari percobaan yang telah dilakukan pada

sekitar abad ke-19 oleh Ivan Pavlov, seorang fisiologi rusia. Dalam

penelitian tersebut Pavlov menggunakan seekor anjing sebagai

binatang percobaan. Pada anjing tersebut dibuat lubang pada

kerongkongan dan lambungnya, sehingga getah lambung yang

diproduksi dapat dkumpulkan. Dengan adanya lubang

dikerongkongan,. Maka secara otomatis tidak ada sedikitpun makanan

yang yang dapat mencapai lambung. Dari hasil percobaan tersebut,

dapat diketahi bahwa pengeluaran tetap dapat terjadi dalam jumlah

yang cukup banyak walaupun tidak ada makanan yang sampai

26
kelambung. Akhirnya Pavlov dapat membuktikan bahwa dengan

adanya rangsangan melihat makanan dan mencium bau makanan,

sudah cukup untuk membuat getah lambung di produksi. Kesimpulan

yang didapatkan pavlov adalah pengeluaran getah lambung bermula

dari adanya serangkaian refluks saraf (nervus vagus).

Apabila stres dan emosi dibiarkan maka tubuh akan

berusaha menyesuaikan diri dan bertahan hidup dengan tekanan

tersebut. Kondisi yang demikian dapat menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan patologis dalam jaringan atau organ tubuh

manusia, melalui saraf otonom. Sebagai akibatnya, akan tibul penyakit

adaptasi yang berupa hipertensi, penyakit jantung (infark), tukak

lambung atau gastritis dan lain sebagainya (Laylawati, 2001).

27
B. Kerangka Teori

28
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

A. Kerangka Konsep

Karakteristik Individu
a. Jenis Kelamin
b. Sosial Ekonomi STRES

c. Umur

d. Pendidikan

PENGETAHUAN GASTRITIS KAMBUH

Prilaku :
b. Merokok
c. Alkohol
d. Minum-minuman iritatif
lambung
e. Minum Obat Anti-Inflamasi
Non-Steroid (OAINS)

a. Kebiasaan makan:
- Keteraturan makan
- Konsumsi makanan pedas PENYAKIT
- Konsumsi makanan asam INFEKSI
- Konsumsi makanan panas

29
B. Hipotesis

1. Adanya hubungan antara karakteristik responden (umur, jenis kelamin,

Status sosial ekonomi) dengan kekambuhan penyakit gastritis.

2. Adanya hubungan antara stres dengan kekambuhan penyakit gastritis.

3. Adanya hubungan antara kebiasaan makan dengan kekambuhan penyakit

gastritis.

4. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kekambuhan penyakit

gastritits.

30
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian

observasional karena dalam pengumpulan data atau informasi tanpa

melakukan intervensi atau perlakuan pada responden, sedangkan berdasarkan

tipe penelitian adalah penelitian analitik karena bermaksud menganalisa

hubungan antara variabel- variabel penelitian, pengumpulan data yang

digunakan yaitu secara cross sectional di mana dalam penelitian ini seluruh

variabel diamati pada saat yang bersamaan dan pada waktu berlangsungnya

kegiatan penelitian (Notoatmodjo.S, 2002)

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita gastritis di

Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin Mawaddah mulai bulan Januari

sampai Desember 2005.

2. Sample Penelitian

Sampel penelitian ini adalah diambil dari sebagian populasi yaitu

penderita gastritis yang datang ke Balai Pengobatan dan Rumah bersalin

Mawaddah.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

31
D. Variabel Penelitian Definisi Operasional dan Skala pengukuran

Variabel yang diteliti

a. Variabel terikat (dependent variable) adalah status kekambuhan penyakit

gastritis.

b. Variabel bebas (independent variable) adalah:

o Variabel jenis kelamin

o Variabel sosial ekonomi

o Variabel umur

o Variabel pengetahuan

o Variabel kebiasaan makan

o Variabel stress

32
Definisi Operasional dan Cara Pengukuran

Variabel Definisi Operasional Cara Pengukuran Skala

Status Munculnya kembali Wawancara dengan Nominal


kekambuhan gejala-gejala gastritis kuesioner,
penyakit pada penderita dikategorikan:
gastritis gastritis yang 1. Ya (gejala
dinyatakan oleh dokter gastritis muncul
di Balai Pengobatan setelah gejala
dan Rumah Bersalin gastritis hilang)
Mawaddah. 2. Tidak (gejala
gastritis tidak
muncul lagi
setelah gejala
gastritis hilang)

Jenis Kelamin Jenis yang digunakan Wawancara dengan Nominal


untuk membedakan kuesioner,
laki-laki atau dikategorikan:
perempuan 1. Laki-laki
2. Perempuan

Umur Usia responden saat Wawncara dengan Ordinal


wawancara terhitung kuesioner,
dari kelahiran Dikategorikan:
1. ≥ 40 tahun
2. < 40 tahun
Pengetahuan Pemahaman Wawancara dengan Ordinal
responden tentang kuesioner,
gejala penyakit dikategorikan:
gastritis, faktor yang 1. Kurang ( bila
mempengaruhi skor < 20)
gastritis dan 2. Cukup ( bila
kekambuhannya skor ≥ 20)

Sosial Ekonomi Keadaan status sosial Wawancara dengan Ordinal


ekonomi berdasarkan kuesioner,
UMR daerah dikategorikan:
Mojokerto yaitu 1. Tinggi
sebesar Rp 650.000 (> Rp 650.000)
2. Sedang
( Rp 650.000)
3. Rendah
(< Rp 650.000)

33
Kebiasaan Kebiasaan responden Wawancara dengan Nominal
makan dalam mengkonsumsi kuesioner,
makanan berdasarkan Dikategorikan:
keteraturan makan dan 1. Kurang baik
konsumsi makanan (4-6)
pedas, asam, panas, 2. Baik (7-8)
dingin.

- Keteraturan Kebiasaan makan Wawancara dengan Nominal


makan sehari-hari responden kuesioner,
berdasarkan jam dikategorikan:
waktu makan 1. Tidak teratur
2. Teratur

- Konsumsi Kebiasaan responden Wawancara dengan Nominal


makanan pedas kuesioner,
dalam mengkonsumsi
Dikategorikan:
1. Ya (jika
makanan yang rasanya responden
pedas menjawab suka
atau sering
mengkonsumsi
makanan pedas)
2.Tidak (jika
responden
menjawab tidak
suka
mengkonsumsi
makanan pedas)

Wawancara dengan Nominal


kuesioner,
Kebiasaan responden dikategorikan:
dalam mengkonsumsi 1. Ya (jika
makanan yang responden
rasanya asam menjawab suka
atau sering
mengkonsumsi
makanan asam)
2. Tidak (jika
- Konsumsi responden
makanan menjawab tidak
asam suka
mengkonsumsi
makanan asam)

34
Wawancara dengan Nominal
kuesioner,
Kebiasaan responden Dikategorikan:
mengkonsumsi 1. Ya (jika
makanan/minuman responden
dalam keadaan panas menjawab sering
mengkonsumsi
makanan/minum
an dalam
- keadaan panas)
Konsumsi 2. Tidak (jika
makanan/ responden
minuman menjawab jarang
panas mengkonsumsi
makanan/minum
an dalam
keadaan panas)

35
Stress Suatu kondisi yang Wawancara dengan Nominal
dialami responden kuesioner,
seperti perasaan Jacqueline M
gelisah, cemas, Atkinson Ph.D
khawatir, sedih dan Dikategorikan:
marah 1. Ya (bila skor ≤
34)
2. Tidak (bila skor
> 34)

36
E. Alat Penelitian dan Cara pengumpulan Data

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik simple random sampling, yang mana pengambilan sampel secara

random bisa diartikan bahwa sampel bisa diambil secara acak dan setiap unit

dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai

sampel (Notoatmodjo. S, 1993).

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Data yang terkumpul akan diolah secara deskriptif dan disajikan dalam

bentuk tabel, karena tujuan penelitian ini untuk melihat hubungan antara

variabel penyebab dan variabel akibat maka uji statistik yang digunakan

adalah uji chi square (X2) dengan tingkat kemaknaan =0,05.

G. Etika Penelitian

37

Anda mungkin juga menyukai