Anda di halaman 1dari 21

FARMAKOTERAPI TERAPAN

ULKUS PEPTIKUM (TUKAK LAMBUNG)

OLEH :

KELOMPOK 03

ELEN PRONAWATI LENANG O1B118006

HASFIA HISA RAHIM O1B118008

MUH. GERAL LAMAMBO O1B118018

SANDRYANY O1B118032

WINDY AFTA WIDANTHY O1B118039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan. Melalui makalah ini, kita dapat

mengetahui tentang macam-macam terapi penatalaksanaan obat untuk penyakit tukak

lambung atau peptic ucler. Data – data

penulis diperoleh dari beberapa sumber beberapa sumber dan pemikiran yang penulisgabu

ngkan sehingga menjadi sebuah makalah yang semog dapat bermanfaat bagi parapembaca.

Penulis menyadari akan kelemahan dan kekurangan dari makalah ini.

Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, agar maka

lah ini akan semakin baik sajiannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semu

a pembaca.

Kendari, 20 Maret 2019

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Halaman Sampul ................................................................................................... I


Kata Pengantar ...................................................................................................... II
Daftar Isi ............................................................................................................... III

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penulisan ............................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi Penyakit Tukak Lambung................................................... 5
B. Patofisiologi ...................................................................................... 13
C. Manifestasi Klinik ………………………..……………………….. 14
D. Diagnosa …………………………………………………………… 44

BAB III STUDI KASUS


A. Studi Kasus peptic ucler .................................................................. 15

BAB IV KESIMPULAN
A. Kesimpulan ………………………………………………………….26
B. Saran ………………………………………………………………...26

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...26


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tukak peptik merupakan penyakit akibat gangguan pada saluran gastrointestinal
atas yang disebabkan sekresi asam dan pepsin yang berlebihan oleh mukosa
lambung (Avunduk, 2008). Helicobacter pylori diketahui sebagai penyebab utama
tukak lambung, selain NSAID dan penyebab yang jarang adalah Syndrome Zollinger
Ellison dan penyakit Chron disease (Sanusi, 2011). Bakteri tersebut terdapat di mukosa
lambung dan juga banyak ditemukan pada permukaan epitel di antrum lambung (Hadi,
2013). Studi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan antara tingkat sanitasi
lingkungan terhadap prevalensi infeksi H. pylory dan diperkirakan 36-46,1 % populasi
telah terinfeksi H. pylory (Rani & Fauzi, 2006).
Pengobatan tukak peptik ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien, menghilangkan keluhan, menyembuhkan tukak, mencegah kekambuhan dan
komplikasi (Sanusi, 2011). Pilihan pengobatan yang paling tepat untuk penyakit
tukak peptik tergantung pada penyebabnya. Terapi kombinasi obat diperlukan untuk
penyakit tukak peptik. Kombinasi dua jenis antibiotik dengan PPI (Proton Pump
Inhibitor) atau bismuth digunakan untuk terapi eradikasi H. pylory, sedangkan
kombinasi H2 reseptor antagonis, PPI atau sukralfat dapat digunakan untuk terapi yang
disebabkan NSAID. Penggunaan obat yang tidak rasional masih sering dijumpai di
pusat-pusat kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas. Ketidaktepatan indikasi,
obat, pasien, dan dosis dapat menyebabkan kegagalan terapi. Gaya hidup yang
kurang sehat seperti merokok, konsumsi makanan dan minuman cepat saji serta
minuman beralkohol dapat meningkatkan terjadinya angka kekambuhan dan
komplikasi perdarahan pada saluran cerna, kanker bahkan kematian (Sanusi, 2011).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan tukak lambung ?
2. Bagaimana patofisiologi dari tukak lambung ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dari tukak lambung?
4. Bagaimana diagnosa tukak lambung ?
5. Bagaimana penatalaksanaan terhadap pasien tukak lambung?

C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tukak lambung.
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari tukak lambung.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari tukak lambung.
4. Untuk mengetahui diagnosa tukak lambung.
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien tukak lambung.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI TUKAK LAMBUNG


Penyakit ulkus peptikus (tukak) merupakan pembentukan ulkus pada saluran
pencernaan bagian atas yang diakibatkan oleh pembentukan asam dan pepsin. Tukak
berbeda dari erosi mukosa supefisial dalam yang membuat luka lebih dalam pada mukosa
muskularis. Tiga bentuk umum dari tukak adalah ulcer yang disebabkan oleh
Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid (NSAID) dan kerusakan mukosa yang
berhubungan dengan stress (ulcer stress) (Sukandar E.Y, Dkk, 2009).

B. PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari tukak Duodenal (TD) dan tukak lambung (TL) merupakan
faktor refleksi dari kombinasi ketidak normalan patofisiologi dan lingkungan serta faktor
genetik.
 Kebanyakan tukak terjadi disebabkan oleh asam dan pepsin dari H.pylori, NSAID
atau kemungkinan factor lain yang menggang petahanan mukosa normal dan
mekanisme penyembuhan. Tingkat minimal dari sekresi asam lambung adalah penting
untuk pembentukan tukak. Basal dan sekresi asam pada malam hari biasanya dapat
memperparah pasien dengan penyakit TD.
 Kebanyakan pasien dengan penyakit TD dan TL tidak mengkonsumsi NSAID untuk
pengobatan infeksi H. pylori dan gastritis antral. H.pylori dapat menyebabkan
penyakit ulcer dengan merusak pertahanan mukosa melalui kolaborasi racun dan
enzim, dengan mengubah imunitas dan dengan meningkatkan pengeluaran antral
gastrin yang dapat meningkatkan sekresi asam.
 NSAID kronis (termasuk Aspirin) digunakan untuk penyakit yang berhubungan
dengan erosi hemoragic gastrik, TD, dan TL.NSAID dapat menyebabkan luka pada
gastroduodenal melalui dua cara yaitu :
1) Secara langsung atau iritasi topical dari jaringan epitel dan
2) Dengan menghambat system dari sintesis endogenous mukosa saluran cerna
prostaglandin.
 Hubungan antara kortikosteroid dan tukak sendiri memiliki kontroversi.
Bagaimanapun yang menerima terapi Glukokortikoid dan NSAID secara bersama-
sama dapat meningkatkan resiko pada TL.
 Merokok dapat mengakibatkan resiko tukak dan besar resikonya adalah sebanyak
rokok yang dihisap setiap harinya. Merokok dapat mengganggu proses penyembuhan
penyakit ulcer dan kemungkinan penyakit tersebut dapat kambuh kembali.
 Walaupun observasi klinik menyarankan agar pasien penyakit tukak menghindari
stress namun saran tersebut gagal dijalankan (G.Wells, Barbara;et all, 2009).

C. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik pada penyakit tukak lambung, yaitu :
 Kebanyakan pasien dengan penyakit TD mengalami kesakitan pada malam hari
sehingga membangunkan mereka dari tidur, itu terjadi antara jam 12 malam dan jam 3
pagi.
 Kesakitan berlangsung selama 1 hingga 3 jam setelah makan dan biasanya rasa sakit
akan berkurang dengan makan. Antasida dapat cepat meringankan rasa sakit pada
kebanyakan pasien tukak.
 Pasien dengan ulkus sering mendapatkan sindrom dispeptik seperti rasa panas dalam
perut dan perut kembung, mual, muntah, anoreksia, dan turun berat badan.
 Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah dari pasien ke pasien dan beberapa dari
penyakit pasien tersebut adalah penyakit musiman biasanya terjadi pada musim semi
dan hujan.
 Komplikasi dari penyakit ulcer disebabkan oleh H. pylori dan NSAID termasuk
pendarahan saluran cerna atas, peforasi ke dalam peritoneal, penetrasi ke dalam
bagian tubuh seperti pankreas dan hati (G.Wells, Barbara;et all, 2009).
D. DIAGNOSA TUKAK LAMBUNG
Diagnosa untuk penyakit tukak lambung, yaitu : Pemeriksaan fisik menunjukan rasa
sakit epigastik meliputi daerah dari bawah tulang dada hingga daerah sekitar pusar, jarang
melebar ke bagian belakang tubuh. Tes laboratorium yang rutin tidak menolong
menegakan diagnosis ulkus tanpa komplikasi. Hematocrit, hemoglobin dan hemoccult test
(tes untuk mendeteksi darah di tinja) digunakan untuk mendeteksi perdarahan. Diagnosis
dari H. pylori dapat dengan digunakan tes invasive dan non invasive. Terapi invasive
dengan melakukan endoskopi dan biopsy mukosa atas lambung untuk histologi, kultur
bakteri dan mendeteksi aktivitas urease. Tes non invasive meliputi uji pernafasan urea
dan tes deteksi antibody. Uji pernafasan urea, berdasarkan produksi urease oleh H. pylori.
Deteksi antibody berguna untuk mendeteksi IgG yang mengatasinya H. pylori, tetapi tes
tidak biasa dilakukan untuk mengetahui teratasinya H. pylori, karena titer antibody
memerlukan waktu 0,5-1 tahun untuk kembali ke kisaran tidak terinfeksi. Tes diteksi
antiobodi adalah awal dari tes skrinning karena prosesnya cepat, tidak mahal, dan kurang
invasive dibandingkan tes biopsy endoskopi. Diagnosis ulkus tergantung dari visualisasi
dari lubang tukak melalui radiografi saluran cerna atas. Radiografi lebih dipilih sebagai
prosedur diagnosis awal pada pasien yang dicurigai menderita tukak tanpa komplikasi.
Jika penyakit tukak ditemukan pada radiografi, maka keganasan harus dipastikan dengan
visualisai endoskopi langsung dan histologi (Sukandar E.Y, Dkk, 2009).

E. PENATALAKSANAAN PASIEN TUKAK LAMBUNG


Terapi pengobatan penyakit tukak peptik bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien, menghilangkan keluhan, menyembuhkan tukak, mencegah
kekambuhan dan komplikasi (Berardi & Welage, 2008). Pilihan pengobatan yang
paling tepat untuk penyakit tukak peptik tergantung pada penyebabnya. Terapi
yang paling efektif umumnya untuk mengobati atau menghilangkan penyebab
yang mendasari terjadinya tukak. Secara umum, penatalaksanaan terapi pada
tukak peptik adalah sebagai berikut:
 Terapi Non Farmakologi
1) Menghentikan konsumsi minuman beralkohol, rokok dan penggunaan
NSAID.
2) Beristirahat yang cukup, dan menghindari stress.
3) Menghindari makanan dan minuman yang memicu sekresi asam lambung
yang berlebih, seperti cabai, teh, kopi, dan alkohol.
 Terapi Farmakologi
1) Antasida
Antasida meningkatkan pH lumen lambung, sehingga dapat menetralkan
asam lambung serta meningkatkan kecepatan pengosongan lambung.
Antasida yang mengandung magnesium, tidak larut dalam air dan bekerja
cukup cepat. Magnesium mempunyai efek laksatif dan bisa menyebabkan diare,
sedangkan preparat antasida yang mengandung aluminium, bekerja relatif lambat
dan menyebabkan konstipasi. Kombinasi antara magnesium dan aluminium dapat
digunakan untuk meminimalkan efek pada motilitas (Neal, 2007).
2) PPI (Pump Proton Inhibitor)
Inhibitor pompa proton (PPI) adalah penekan sekresi lambung yang paling
potensial. Contohnya seperti omeprazole, esomeprazole, lansoprazole,
rabeprazole dan pantoprazole (Truter, 2009). Obat-obat golongan PPI dapat
menghambat sekresi asam lambung dengan cara memblok H + / K + ATPase
(Adenosine Triphosphatase) yang terdapat di sel parietal lambung. Obat-obat
tersebut dapat digunakan untuk terapi eradikasi H. pylori yang
dikombinasikan denga antibiotik. Selain itu juga dapat digunakan untuk
terapi tukak peptik yang disebabkan NSAID (BNF 58, 2009).
Penggunaan pantoprazole intravena setelah terapi endoskopi pada
perdarahan tukak peptik dapat menurunkan angka kejadian perdarahan ulang,
tindakan operasi, dan mengurangi lama waktu rawat inap di rumah sakit (Wang
et al., 2009).
3) Antagonis reseptor H2 histamin
Obat-obat golongan ini memblok kerja histamin pada sel parietal dan
mengurangi sekresi asam, sekaligus mengurangi nyeri akibat ulkus peptikum dan
meningkatkan kecepatan penyembuhan tukak. Contoh obat-obatnya
seperti simetidin dan ranitidin (Neal, 2007).
4) Sukralfat
Sukralfat merupakan agen pelindung mukosa yang melindungi ulkus epitel
dari zat ulcerogenic, seperti asam lambung, pepsin dan empedu. Hal ini
juga secara langsung mengadsorbsi empedu dan pepsin (Truter, 2009). Sulkrafat
mengalami polimerisasi pada pH < 4 untuk menghasilkan gel yang sangat
lengket dan melekat kuat pada dasar ulkus (Neal, 2007).
5) Analog Prostaglandin
Misoprostol merupakan golongan analog prostaglandin yang memiliki
mekanisme kerja menjaga mukosa lambung dengan cara menghambat
sekresi asam lambung (Avunduk, 2008). Penggunaan misoprostol tidak
direkomendasikan untuk anak-anak dan dikontraindikasikan terhadap
wanita hamil, karena dapat menimbulkan kontraksi otot uterus yang dapat
menyebabkan keguguran (Lacy et al., 2010).

6) Bismuth subsitrat
Bismuth subsitrat dapat melindungi ulkus dari asam lambung, pepsin dan
empedu dengan membentuk lapisan di dasar ulkus. Obat ini lebih efektif
dibandingkan dengan antagonis reseptor H2 histamin dan agen
penyembuhan tukak lainnya (Truter, 2009).

 Terapi yang disebabkan H. pylory


Eradikasi H. pylory menurunkan sekresi HCl secara signifikan dan
menyembuhkan tukak dalam durasi jangka panjang (Neal, 2007). Kombinasi obat
yang direkomendasikan yaitu klaritromisin, misalnya lansoprazole 30 mg,
amoksisilin 1 g, dan klaritomisin 500 mg diminum bersamaan 2x sehari selama 10
atau 14 hari (Lacy et al., 2010). Jika klaritomisin tidak dapat digunakan, maka
dapat menggunakan amoksisilin, metronidazol, dan omeprazol (Neal, 2007).
Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan first-line therapy [PPI
(rabeprazole 20 mg, lansoprazole 60 mg, atau omeprazole 40 mg) + amoksisilin
1500 mg + klaritromisin 400 atau 800 mg perhari] pada eradikasi H. pylory dapat
menyembuhkan tukak. Meskipun klaritromisin 800 mg lebih efektif dibandingkan
dengan klaritromisin 400 mg, namun tidak ada perbedaan yang signifikan diantara
kedua dosis pada obat tersebut (Kawai et al., 2014).
Terapi kombinasi menggunakan dua jenis antibiotik dengan PPI atau
bismuth diperlukan untuk mencapai hasil eradikasi yang adekuat dan untuk
menurunkan angka kegagalan terapi akibat resistensi antibiotik. Dianjurkan untuk
menggunakan amoksisilin sebagai terapi pilihan pertama, dan menggunakan
metronidazol pada pasien yang alergi terhadap penisilin. Jika terapi tripel tersebut
gagal, maka disarankan memberikan terapi kuadrupel, yaitu: PPI 2x sehari, bismut
subsalisilat 4x2 tablet, metronidazol 4x250 mg, tetrasiklin 4x500 mg. Untuk
daerah yang resistensi tinggi terhadap metronidazol, maka dapat diganti dengan
regimen PPI + bismuth + tetrasiklin + amoksisilin. Bila bismuth tidak tersedia
diganti dengan triple drugs (Sanusi, 2011).
Tabel. Antibiotik untuk bakteri H.pylori
Golongan Obat Dosis Efek Samping Kontraindikasi
Penisilin Amoksisilin 1 gram 2 kali Mual, muntah, -
sehari diare
Makrolida Makrolida 500 mg 2 kali Gangguan wanita hamil
sehari ginjal dan menyusui

Tetrasiklin Tetrasiklin 400 mg 4 kali Diare, mual Wanita hamil


sehari muntah dan menyusui

Nitroimidazol Metronidazol 400 mg 4 kali Gangguan Wanita hamil


sehari ginjal dan menyusui

 Terapi yang disebabkan NSAID


Terapi H2 reseptor antagonis maupun PPI dapat memberikan respon yang cepat
jika penggunaan NSAID pada pasien tukak peptik dihentikan. Penggunaan
obat-obat NSAID dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan luka
pada mukosa lambung, dispepsia, dan perdarahan pada lambung. Jika
penggunaan NSAID dihentikan, maka diberikan terapi standar regimen H2
reseptor antagonis atau PPI atau sukralfat. Tetapi jika penggunaan NSAID
dilanjutkan, maka NSAID dapat diganti dengan inhibitor COX-2 selektif dan
dikombinasikan dengan misoprostol atau PPI. Misoprostol dapat menekan sekresi
asam lambung, menambah sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah
mukosa serta pertahanan dan perbaikan mukosa. Tetapi efek penekanan sekresi
asam lambung pada misoprostol kurang kuat dibandingkan dengan H2 reseptor
antagonist . PPI adalah pilihan yang tepat pada pemakaian NSAID dibandingkan
dengan H2 reseptor antagonis dan sukralfat, karena selain dapat menekan sekresi
asam, PPI juga dapat mencegah kekambuhan dari tukak peptik (Berardi & Welage,
2008).

 Tindakan operasi
Ada dua tujuan terapi pembedahan pada tukak peptik, yakni:
1) Untuk menekan faktor agresif (asam dan pepsin) terhadap patogenesis
tukak peptik.
2) Untuk mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum, dan
mengoreksi stasis di lambung.
Terapi pembedahan diperlukan jika terjadi indikasi seperti hal-hal berikut:
1) Tukak yang mengalami perforasi atau penetrasi.
2) Sering mengalami perdarahan
3) Sulit disembuhkan dengan terapi farmakologi (kegagalan terapi)
4) Pasien yang berumur lebih dari 60 tahun
5) Perdarahan aktif yang tidak dapat dikontrol dengan terapi endoskopi.
Terapi pembedahan sering diperlukan pada tukak peptik akut yang
mengalami perdarahan awal selama 48 jam.
BAB III
STUDI KASUS

Pasien BD 45 tahun laki-laki bekerja sebagai pengatur arus lalu lintas di bandar udara.
Dia mengeluh sudah 2 minggu merasa bagian perut nyeri terbakar, kembung dan susah
makan, nyeri terjadi beberapa kali sehari terutama diantara waktu makan dan membuatnya
terbangun dimalam hari dan frekuensinya meningkat sejak 1 minggu lalu. Awalnya nyeri
hilang dengan mengkonsumsi makanan dan antasida. Minngu lalu si bapak mengkonsumsi
obat OTC golongan antagonis reseptor H2 tetapi gejala tidak berkurang. Si bapak pernah
mengalami nyeri yang sama di umur 12 tahun dan mengkonsumsi omeprazole untuk dugaan
peptic ulser. Selama 20 tahun terakhir merokok 1 pak/hari, minum kopi 4 – 6 gelas setiap
hari. Si bapak juga menggunakan asetaminofen untuk sakit kepalanya dan multivitamin. Si
bapak mengaku tidak pusing, mual dan muntah, anoreksia dan BB tidak turun. Dia juga tidak
alergi obat dan makanan.
 Penampilan fisik normal kecuali nyeri epigastrik.
Suhu : 37,1
TD : 132/80
HR : 78/menit
Hgb : 14.0 g/Dl
Hct 44%.

Pertanyaan :
1. Berdasarkan tanda dan gejala apa pasien kategori peptic ulser?
2. Pasien positif H pylori, faktor risiko rekurensi?
3. Apa tujuan terapi pasien?
4. Bagaimana tatalaksana terapi, untuk eradikasi H pylori? (First line?)
5. Jika pasien diberi 3 obat mengandung PPI, informasi apa yang sebaiknya diberikan pada
pasien?
6. JIka pasien alergi penisilin apa alternative terapi?
7. Jika menggunakan 4 kombinasi berbasis PPI dan bismuth, apa terapi yang
direkomendasikan?
8. Bagaimana monitoring terapi pada pasien, apa parameter monitoring respon terapi
pasien?
Penyelesaian Kasus menggunakan metode SOAP

Problem klinik Subyektif Obyektif Assesment Care Plan


Peptic ulcer + - Pasien BD 45 + H. pylori Ada indikasi tidak  Rekomendasi triple terapi H.pylori
h.pylori tahun laki-laki. Suhu 37,1 ada obat (pasien +  Monitoring
- perut nyeri TD 132/80, H. pylori belum - Penekanan pengobatan ditujukan pada peran luas infeksi H.
terbakar HR 78/menit, diterapi) pylori sebagai penyebab ulcer peptic.
(terutama malam Hgb, 14.0 - Pengobatan terhadap infeksi H. pylori dapat dilakukan dengan
hari) g/dL, pemberian antibiotik yang sesuai.
- kembung Hct,44. - Penderita ulcer harus menghentikan pengobatan dengan
- susah makan NSAID atau apabila hal ini tidak dapat dilakukan, pemberian
agonis prostaglandin yang bekerja lama, misalnya misoprostol
- Terapi yang dapat digunakan menggunakan kombinasi
antibiotik yang dikombinasi dengan proton pump inhibitor
(PPi) dan histamine-2 receptor antagonist (H2RA).
- Antibiotik berguna untuk eradikasi H. pylori karena penyebab
utama tukak peptik adalah H. pylori.
- Penggunaan PPi dan H2RA untuk mengurangi sekresi asam
lambung yang berlebihan pada tukak peptic
 Edukasi
- berhenti merokok,
- kopi kalo bisa dikurangi jg
- makan teratur dan hiegenis
- hindari makanan yg bisa memicu naiknya
asam lambung(cth mkann pedas)
 Pasien kategori peptik ulser berdasarkan :
1. Rasa nyeri terbakar pada bagian perut,kembung dan susah makan
2. Rasa nyeri terjadi beberapa kali dalam sehari dan pasien sering terbangun pada
malam hari karena nyeri.
3. Nyeri hilang setelah makan atau dengan antasida.

 Pasien positif H.pylori,Faktor resiko rekurensi :


1. Merokok (tembakau, sigaret) dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
H.pylori. dengan menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu yang
sesuai untuk H.pylori.
2. Kafein dapat menstimulasi sel-sel parietal untuk menghasilkan asam. asetaminofen
bersifat asam, yang dapat langsung mengiritasi atau mengerosi lapisan lambung.
bakteri H.pylori menyebabkan terjadinya penurunan produksi mukus, H.pylori
membuat koloni pada sel-sel penghasil mukus di lambung dan duodenum, sehingga
menurunkan kemampuan sel memproduksi mukus.

 Tujuan Terapi
1. Eradikasi H. pylori
2. Menghilangkan rasa nyeri
3. Meningkatkan kualitas hidup pasien
4. Menyembuhkan Peptic ulcer . (American International Health Alliance, 2005).

 Tatalaksana Terapi untuk eradikasi H pylori? (First line)


Terapi Non Farmakologi
Penghindaran pasien terhadap stress, merokok dan penggunaan NSAID
(Medlineplus, 2011). Apabila NSAID tidak dapat dihentikan penggunaanya, maka
harus dipertimbangkan pemberian dosis yang lebih rendah beralih ke acetaminophen,
salisilat nonacetylated, sebagian selektif COX-2 inhibitor yang relative selektif
(Sukandar dkk, 2009). Menghindari makanan atau minuman yang memacu asam
lambung seperti pedas, kafein dan alcohol (Sukandar dkk,2009).
Terapi Farmakologi
 Uji H.pylori direkomendasikan hanya bila direncanakan terapi eradikasi. Eradikasi
direkomendasikan untuk semua pasien yang terinfeksi H.pylori dengan tukak aktif,
tukak yang sudah ada sebelumnya, atau dengan komplikasi tukak. Regimen individual
harus diseleksi berdasarkan efikasi, toleransi, interaksi obat yang potensial, resistensi
antibiotik, biaya dan kepatuhan pasien.
 Pengobatan harus diawali dengan regimen 3 obat-PPI (Pompa Proton Inhibitor). Maka
untuk terapinya diperlukan dosis regimen selama 7 hari atau 10 – 14 hari namun
belum ada data yang pasti untuk menyatakan dosis regimen 10 – 14 hari lebih
bermanfaat dibandingkan 7 hari. Berikut ini adalah beberapa pilihan pengobatan yang
dapat digunakan, yaitu :
Dosis regimen selama 7 hari
Obat Aturan pakai Keterangan
Omeprazole 20 mg Pagi dan malam sebelum makan,
(2 kali dalam satu selambat-lambatnya digunakan pukul
hari) 08.00 malam dengan interval 12 jam,
kapsul harus ditelan, tidak dikunyah
Klaryhtromycin 250 mg bid

Amoksisilin 1 g/ bid Pagi dan malam setelah makan.


(DiPiro, et al., 2009).

 Informasi yang diberikan pada pasien tentang pengunaan 3 obat-PPI :


PPI harus dikonsumsi 15-30 menit sebelum makan.

 JIka pasien alergi penisilin alternative terapi yang di berikan :


Obat Aturan pakai Keterangan
Omeprazole 20 mg bid Pagi dan malam sebelum makan,
(2 kali dalam satu selambat-lambatnya digunakan
hari) pukul 08.00 malam dengan interval
12 jam, kapsul harus ditelan, tidak
dikunyah
Klaryhtromycin 250 mg bid Pagi dan malam setelah makan

Metronidazole 500 mg bid Metronidazole direkomendasikan


dalam kasus hipersensitivitas
penisilin
(American International Health Alliance, 2005).

 Jika menggunakan 4 kombinasi berbasis PPI dan bismuth terapi yang


direkomendasikan
Obat Aturan pakai Keterangan
Omeprazole 40 mg Pagi dan malam sebelum makan,
(2 kali dalam satu selambat-lambatnya digunakan
hari) pukul 08.00 malam dengan interval
12 jam, kapsul harus ditelan, tidak
dikunyah
Bismuth subsalisilat 525 mg 4 kali sehari

Metronidazole 250-500 mg 4 kali


sehari Pagi dan malam setelah makanan

Tetrasiklin/ 500 mg4 kali


Amoksisilin/ sehari/500 mg 4 kalu
Klarythomycin sehari/250-500 mg 4
kali sehari

 monitoring terapi pada pasien


 Penekanan pengobatan ditujukan pada peran luas infeksi H. pylori sebagai
penyebab ulcer peptic. Pengobatan terhadap infeksi H. pylori dapat dilakukan
dengan pemberian antibiotik yang sesuai. Penderita ulcer harus menghentikan
pengobatan dengan NSAID atau apabila hal ini tidak dapat dilakukan, pemberian
agonis prostaglandin yang bekerja lama, misalnya misoprostol (Dipiro, 2008).
 Terapi yang dapat digunakan menggunakan kombinasi antibiotik yang
dikombinasi dengan proton pump inhibitor (PPi) dan histamine-2 receptor
antagonist (H2RA). Antibiotik berguna untuk eradikasi H. pylori karena
penyebab utama tukak peptik adalah H. pylori. Penggunaan PPi dan H2RA untuk
mengurangi sekresi asam lambung yang berlebihan pada tukak peptik (Dipiro,
2008).
BAB IV
KESIMPULAN

A. KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease, didefinisikan sebagai:
1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yang didefinisikan dengan kelainan dari struktur dan
fungi ginjal, dengan atau tanpa penurunan GFR.
2. Penyebab terjadinya CKD menurut Price, 2002 disebabkan oleh penyakit Infeksi
saluran kemih, Penyakit Peradangan, Nifrosklerosis, Hipertensif, Gangguan
Kongenital dan Herediter, Gangguan Metabolik, Nefropati Toksik.
3. Patofisiologi gagal ginjal kronis dimulai pada fase awal gangguan, keseimbangan
cairan penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan
bergantung pada bagianginjal yang sakit hingga fungsi ginjal turun kurang dari 25 %.
4. Manifestasi klinik menurut Smeltzer (2001) antara lain hipertensi, gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner serta perikarditis.
5. Pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis ulkus peptik antara lain
pemeriksaan USG,
6. Penatalaksanaan terapi untuk penyakit ulkus peptik dapat dilakukan dengan terapi non
farmakologi dan terapi farmakologi.
DAFTAR PUSTAKA

American International Health Alliance, 2005, Protocol for Diagnosis and Treatment of
Peptic Ulcer in Adults, www.aiha.com, diakses tanggal 23 Maret 2012.

Dipiro, Joseph T., Barbara G.Wells., Terry L.Schwinghammer., Cynthia W.Hamilton. 2006.
Pharmacotherapy Handbook 6th edition. The Mc Graw.USA : Hill Companies Inc.

Dipiro, J.T., Robert, L. T., Gary, C. Y., Gary, R. M., Barbara, G. W., & Michael, P. 2008.
Pharmacotherapy, A Pathophysiologic

Green B.D, MD; et all. 2004. The Washington Manual of Medical Therapeutics 31st Ed.
Washington University School of Medicine. Lippincott Williams & Wilkins
Publishing , diakses pada tanggal 2 oktober 2012.

G.Wells, Barbara;et all. 2009. Pharmacotherapy Handbook 7st Ed. The Mc-Graw Hill
Companies,Inc. Page 314-320.

Sukandar E.Y, Prof. Dr, Apt; Dkk,. 2009. ISO Farmakoterapi. Jakarta : PT ISFI Penerbitan.
Hal.428-445.

Anda mungkin juga menyukai