Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ANTIPIRETIK

Disusun Oleh :
Nama Kelompok 04 :
Hyla Kaziba
Mariska Novianti
Mona Maskropitu
Bunga Sari Editya
Zhalsya Bhilla Nuralia
Anisa Amelya Fransiska
Ereke Alen Dela
Menisia Aguinata

Dosen Pengampu :
Dita Selvianti, S.ST.,M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SAPTA BAKTI KOTA BENGKULU
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu Oktober 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Antipiretik.............................................................................................2
B. Golongan Obat Antipiretik...................................................................6

BAB III KESIMPULAN................................................................................9


DAFTAR PUSTAKA......................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Obat Analgetik Antipiretik merupakan obat yang sudah di kenal luas
seperti obat asetaminofen. Bayak dijual sebagai kemasan tunggal maupun
kemasan kombinasi dengan bahan obat lain. Obat ini tergolong sebagai obat
bebas sehingga mudah ditemukan di apotik toko obat maupun warung pinggr
jalan. Karena mudah didapatkan resiko untuk terjadi penyalahgunaan obat ini
semakin besar. 
Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set
point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus
(Sweetman, 2008). Obat ini menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan
demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan secara
rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan setelah
penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi,
gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air
(Hammond and Boyle, 2011). Di Amerika Serikat di laporkan lebih dari
100.000 kasus per tahun yang menghubungi pusat informasi keracunan,
56.000 kasus datang ke unit gawat darurat, 26.000 kasus memerlukan
perawatan intensif di rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
A. Apa Itu Antipiretik ?
B. Apa Saja Golongan Obat Antipiretik ?

C. Tujuan Penulisan
A. Mengetahui Tentang Antipiretik
B. Mengetahui Golongan Obat Antipiretik

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Antipiretik
1. Definisi Antipiretik
Antipiretik adalah obat penurun panas. Obat-obat antipiretik juga
menekan gejala-gejala yang biasanya menyertai demam seperti mialgia,
kedinginan, nyeri kepala, dan lain-lain. Namun, pada kenaikan suhu yang
rendah atau sedang, tidak terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa
demam merupakan keadaan yang berbahaya atau bahwa terapi antipiretik
bermanfaat.  Perintah pemberian antipiretik yang rutin, dapat
mengaburkan informasi klinis penting yang perlu dicari dengan mengikuti
perjalanan suhu tubuh apakah naik ataukah turun. 
Demam adalah tingkat suhu yg lebih tinggi; gejala penyerta infeksi;
reaksi tangkis bagi tubuh terhadap infeksi. Suhu > 37°C limfosit & makrofag
lebih aktif; suhu > 40 - 41°C menjadi kritis & fatal (tidak terkendalikan oleh
tubuh). Reseptor suhu & pusat termoregulasi terletak di hipotalamus.
Antipiretik menyebabkan hipotalamus untuk mengesampingkan
peningkatan  interleukin yang kerjanya menginduksi suhu tubuh. Tubuh
kemudian akan bekerja untuk menurunkan suhu tubuh dan hasilnya adalah
pengurangan demam. Obat-obat antipiretik tidak menghambat pembentukan
panas. Hilangnya panas terjadi dengan meningkatnya aliran darah
ke perifer dan pembentukan keringat. Efeknya ini bersifat sentral, tetapi tidak
langsung pada neuron hipotalamus. Cara menurunkan demam tinggi diduga
dengan menghambat pembentukan prostaglandin E1. O
bat-obat yang memiliki efek antipiretik adalah:
1. AINS (obat anti-inflamasi nonsteroid) seperti ibuprofen, naproksen,
dan ketoprofen.
2. Aspirin dan golongan salisilat lainnya.
3. Parasetamol (Asetaminofen).
4. Metamizole.

2
5. Nabumetone.
6. Nimesulide.
7. Phenazone.
8. Quinine.

2. Patofisilogi Demam
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi
dua yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien.
Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin
atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah
endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis
lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang
berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-
1, IL-6, TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan
fase kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah
dan peningkatan aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas
sehingga tubuh akan merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase
demam merupakan fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan
panas di titik patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase
kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas
sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006)

3. Mekanisme Demam
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih
(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,

3
mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan
mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang
endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello &
Gelfand, 2005).
Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan
termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu
mekanisme- mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil,
vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut.
Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan
pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke
patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001).

4. Klasifikasi
Tipe-tipe demam bergantung pada suhu tubuh penderita yang berubah-
ubah setiap hari. Penyakit-penyakit tertentu yang diawali dari demam, dapat
dikarakteristikkan dengan kurva temperatur yang spesifik. Berdasarkan hal di
atas demam dibagi atas delapan tipe (Sulustia. 1995):
a. Continued fever (febris continua): suhu tubuh terus-menerus di atas
normal. Gejala ini ditemukan pada lobar pnemonia, typhus dan lain-lain.
b. Remittent fever (febris remittens): suhu tubuh tiap hari turun naik tanpa
kembali ke normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit purulent, kadang-
kadang pada TBC paru-paru.
c. Intermittent fever (febris intermittens): suhu tubuh tiap hari kembali ke
(bawah) normal, kemudian naik lagi. Gejala ini ditemukan pada penyakit
malaria.
d. Hectic fever (febris hectica), memiliki fluktuasi temperatur yang jauh lebih
besar daripada remittent fever, mencapai 2oC – 4oC. Hal ini ditandai
dengan menurunnya temperatur dengan cepat ke normal atau di bawah

4
normal, biasanya disertai dengan pengeluaran keringat yang berlebihan.
Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru dan sepsis.
e. Recurrent fever (febris recurrens) merupakan demam yang mengambuh.
f. Undulant fever (febris undulans), ditandai dengan kenaikan suhu tubuh
secara berangsur yang diikuti dengan penurunan suhu tubuh secara
berangsur pula sampai normal. Gejala ini ditemukan pada penyakit
bruselosis.
g. Irreguler fever (febris irregularis), ditandai dengan variasi diurnal yang
tidak teratur dalam selang waktu yang berbeda. Gejala ini ditemukan pada
demam rematik, disentri, influenza, sepsis, rheumocarditis dan lain-lain.
h. Inverted fever (febris inversa), dalam hal ini suhu tubuh pagi hari lebih
tinggi daripada malam hari. Gejala ini ditemukan pada TBC paru-paru,
sepsis dan bruselosis.

5. Penatalaksanaan Terapi
a) Terapi Farmakologi
Analgetik adalah adalah obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa
nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang
menurunkan suhu tubuh yang tinggi.Jadi analgetik-antipiretik adalah
obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh
yang tinggi.Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan
menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang dapat
menimbulkan rasa nyeri & demam
Contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia
(Inarno. 2013) :

1) Paracetamol
Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik dan anti-
inflamasi non- steroid (AINS) yang memiliki efek analgetik
(menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan demam), dan
anti-inflamasi (mengurangi proses peradangan).

5
Paracetamol paling aman jika diberikan selama kehamilan.
Parasetamol dalam dosis tinggi dan jangka waktu pemberian yang
lama bisa menyebabkan toksisitas atau keracunan pada ginjal.
Sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan
analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan. Parasetamol
merupakan contoh obat dalam golongan ini. Beberapa macam merk
dagang, contohnya Parasetamol (obat penurun panas atau penghilang
nyeri) bisa diperdagangkan dengan merk Bodrex, Panadol, Paramex.
(Inarno. 2013).
Parasetamol tersedia sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500
mg atau sirup yang mengandung 120 mg/5 ml. Selain itu parasetamol
terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk tablet maupun
cairan. Dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg - 1 g per kali, dengan
maksimum 4 g/hari.

2) Ibuprofen
Ibuprofen adalah salah satu jenis anti-inflamasi non-steroid
(AINS) yang diindikasikan untuk meredakan nyeri ringan sampai
sedang, nyeri setelah operasi, nyeri pada penyakit sendi (seperti
pengapuran sendi atau rematik), nyeri otot, nyeri haid, serta
menurunkan demam. Ibuprofen juga memiliki efek anti-radang dan
anti-pembekuan darah yang lemah. (Yolanda. 2013). Dosis untuk
demam yakni 200-400 mg tiap 4 sampai 6 jam dengan dosis
maksimum 1200 mg sehari. martindalle, hal;65.

3) Aspirin
Aspirin adalah obat menghambat produksi prostaglandin
(sebuah zat spesifik yang menyebabkan rasa sakit dan demam) untuk
mengurangi respons tubuh terhadap serangkaian proses kimia yang
akhirnya menuju terbentuknya rasa sakit. Obat ini di indikasikan untuk
meringankan rasa sakit, nyeri otot dan sendi, demam, nyeri karena

6
haid, migren, sakit kepala dan sakit gigi tingkat ringan hingga agak
berat. (Bayer. 2005). Dosis 300-900 mg diberikan tiap 4 sampai 6 jam,
dengan dosis maksimum 4000 mg sehari.

b) Terapi Non-Farmakologi
Adapun yang termasuk dalam terapi non-farmakologi dari
penatalaksanaan demam:
1) Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi
dan beristirahat yang cukup.
2) Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada
saat menggigil. Kita lepaskan pakaian dan selimut yang terlalu
berlebihan. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut
sudah dapat memberikan rasa nyaman kepada penderita.
3) Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan berikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti (Kaneshiro & Zieve. 2010).

B. Golongan Obat Antipiretik


Macam-macam obat Antipiretik, yaitu :
a. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin.
Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk
pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding
dengan parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena
obat ini derivat dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk
anak yang mengidap Sindrom Reye.

b. Fentanyl
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk
menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh

7
aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat
menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya
sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan
dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping
tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode
tertentu sebelum pengobatan dihentikan.

c. Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan
novalgin. Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang
rasa nyeri. Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni
agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan
analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.

d. Parasetamol (acetaminofen)
Menggunakan golongan obat analgetik-antipiretik ini untuk
meredakan nyeri ringan dengan pireksia atau demam. Adapun dosis yang
dianjurkan adalah 0,5-1 gram setiap 4-6 jam dengan penggunaan
maksimum sebanyak 4 gram perhari.
Hal ini karena penggunaan parasetamol mungkin dapat
menimbulkan efek samping berupa reaksi hipersensitivitas, kelainan darah,
kerusakan hati, hingga kerusakan ginjal.

e. Asetosal
Jenis analgetik-antipiretik yang bernama asetosal dapat digunakan
sebagai obat pereda nyeri ringan hingga sedang sekaligus demam. Dosis
yang disarankan, yaitu 300-900 mg tiap 4-6 jam bila diperlukan, dengan
penggunaan maksimal sebanyak 4 gram perhari.
Efek samping penggunaan asetosal biasanya ringan dan tidak
sering, tetapi kejadiannya tinggi untuk terjadinya iritasi saluran cerna

8
dengan pendarahan ringan yang asimptomasis, memanjangnya waktu
pendarahan, bronkospasme, dan reaksi kulit pada pesien hipersensitif.
f. Antalgin (Methampyron)
Antalgin bisa digunakan sebagai obat analgetik-antipiretik untuk
mengatasi nyeri ringan hingga sedang dan demam. Dosis yang sebaiknya
diperhatikan dalam mengonsumsi obat ini adalah 3-4 kali sebanyak 250-
500 mg perhari.
Efek samping yang mungkin saja muncul akibat dari penggunaan
antalgin, yaitu iritasi lambung dan hyperhidrosis.

g. Tramadol
Golongan obat analgetik-antipiretik ini biasanya dikonsumsi
sebagai pereda nyeri kronik yang berat dan pada rasa nyeri pasca operasi.
Dosis yang biasanya digunakan dalam penggunaan tramadol adalah
sebanyak 50 mg sebagai dosis tunggal dan dapat diulangi 30-60 menit
dengan dosis total yang tidak melebihi 400 mg sehari.
Sementara untuk efek samping yang ditimbulkan dari tramadol,
meliputi mual, muntah, lesu, letih, ngantuk, pusing, ruam kulit, takikardia
(meningkatnya detak jantung), peningkatan tekanan darah, dan muka
merah.

9
BAB III
KESIMPULAN

Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Jadi
analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak
menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Pada obat Antipiretik penggolongan
obatnya, yaitu  Benorylate, Fentanyl, dan Piralozon.
Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: Analgesik
narkotika dan Obat Analgetik Non-narkotik. Umumnya cara kerja analgetik-
antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter tertentu yang
dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa
neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal"
nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

10
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Antipiretik
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba
Medika.
Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D.1995. Farmakologi dan Terapi, bagian
farmakologi
FK-UI. Jakarta : Universitas Indonesia
https://www.orami.co.id/magazine/analgetik-adalah/
https://docplayer.info/72889435-Makalah-analgetik-dan-antipiretik.html
Tjay, Tan howan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI.
Jakarta : Elex Media Kompetindo

11

Anda mungkin juga menyukai