Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FIQIH KONTEMPORER

“Isu-Isu Gender Dalam Perspektif Barat, Islam Dan Hukum Positif”

Dosen Pembimbing :
Hendri Kusmedi, M.H.I

Disusun Oleh :
Kelompok 8
1. Mediana (1711120048)
2. Renaldi Ramadhan ( )

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Isu-Isu Gender Dalam
Perspektif Barat, Islam Dan Hukum Positif” Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan
serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran
dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Isu Gender dalam Perspektif Barat.............................................................2
B. Isu Gender dalam Pesfektif Islam...............................................................3
C. Isu Gender dalam Perspektif Hukum Positif..............................................4

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................6
B. Saran...........................................................................................................6

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi menjadi
peran produktif, peran reproduksi  serta peran sosial kemasyarakatan. Kata
gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta
perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan
jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara
perempuan dan laki-laki namun kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis
ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dalam berperilaku,
dan pada gilirannya hak-hak, sumber daya, dan kuasa.

B. Rumusan Masalah
1. Seperti Apakah Isu Gender Dalam Perspektif Barat?
2. Seperti Apakah Isu Gender Dalam Pesfektif Islam?
3. Seperti Apakah Isu Gender Dalam Perspektif Hukum Positif?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Isu Gender Dalam Perspektif Barat
2. Mengetahui Isu Gender Dalam Pesfektif Islam
3. Mengetahui Isu Gender Dalam Perspektif Hukum Positif
BAB II
PEMBAHASAN

A. Isu Gender dalam Perspektif barat


Pertukaran menekankan kesulitan untuk mendiskusikan isu terkait
perempuan secara objektif pada atmosfer saat ini sangat dituntut, yang
diproduksi sebagian besar oleh mesin media yang sangat kuat. Dan
sebagaimana yang telah diduga, dapat dikatakan tak ada isu “standar emas”
bagi seorang perempuan di tengah-tengah masyarakat dikembangkan oleh
Barat. Setiap orang pada saat ini tidak dapat menyanggahnya. Sejarah
perjuangan wanita dan pencapaian kejayaan Barat telah menjadi cahaya
pemandu bagi seluruh manusia.
Kenyataannya memang terdapat begitu banyak fragmen dalam sejarah
Barat yang diprotes keras oleh perempuan. Sampai akhir tahun 1860-an,
seorang wanita Inggris yang telah menikah tidak diakui sebagai seorang
individu di hadapan hukum. Dalam pernikahan, dia memasuki kondisi yang
disebut sebagai “converture,” dengan kata lain ia menjadi hak milik suaminya.
Nama belakangnya diubah sebagai tanda kepemilikan yang baru, bahkan
praktik ini masih berlangsung hingga kini. Dia tidak berhak memiliki properti,
membuat kontrak/kesepakatan/ wasiat, atau hak asuh atas anak-anaknya.
Undang-undang Inggris tahun 1632 mendeklarasikan bahwa: Segala yang
dimiliki seorang suami adalah kepunyaannya, sementara apa yang dimiliki
istrinya adalah kepunyaan suaminya.” Lebih parah lagi, seorang istri bahkan
tidak berhak untuk memutuskan ikatan pernikahan yang tidak
membahagiakannya. Sampai tahun 1857, perceraian hanya bisa dilakukan
melalui dokumen persetujuan dari parlemen. Status wanita sebagai manusia
kelas dua diyakini secara luas: “[Pria] merupakan gambaran dan kejayaan
Tuhan, tapi wanita merupakan kejayaan bagi pria”. (I Cor. 11:7). Bahkan tidak
seorang pemimpin pun yang dihormati di dunia Barat mulai dari abad ke-15
hingga abad ke-18 yang menentang ide ini. Inilah perkataan seorang reformis
Martin Luther: “Jika mereka kelelahan atau bahkan mati, hal itu tidak menjadi
masalah. Biarkan mereka mati kala melahirkan, untuk itulah mengapa mereka
ada.“Karya Mary Wollstonecroft (1792) dan John Stuart Mill (1869)
ditunjukkan sebagai suara-suara protes yang pertama. Tapi sebenarnya, orang-
orang kontroversial ini ditolak dan diabaikan pada masanya. (Pemikiran)
keduanya baru diketemukan kembali pada paruh kedua abad ke-20 sebagai
justifikasi atas sejumlah perkembangan saat itu.
Situasi baru mulai berubah pada abad ke-19, bukan berlandaskan
argumentasi moral, akan tetapi akibat pengaruh revolusi industri. Gilasan
revolusi industri menghancurkan perekonomian berbasis keterampilan dan
kerajinan tangan, kemudian memaksa para pekerja untuk beralih untuk bekerja
secara massal sebagai buruh kasar pada pabrik-pabrik di kota besar. Mereka
meminta jaminan keluarga sehingga seorang pendapatan laki-laki cukup untuk
membiayai keluarganya. Tapi sia-sia saja. Para kapitalis lebih suka seluruh
keluarga ikut bekerja jika mereka ingin makan. Tidak ada pilihan lain kecuali
mengirim wanita (dan juga anak-anak) ke pabrik untuk memenuhi kebutuhan
tersebut.
Kemudian, pembukaan pekerjaan perkantoran membutuhkan jutaan wanita
lainnya untuk keluar dari rumah dan mengisi posisi sebagai gadis penjual
(salesgirl), pengetik, sekretaris, atau pelayan. Proses tersebut mendapatkan
tujuan moralnya melalui ungkapan “gerakan feminis”. Perkembangannya
ditandai dengan seberapa banyak wanita yang berhasil ditarik keluar dari
rumah mereka. Beban sosial yang disebabkan revolusi industri kemudian
dilabeli sebagai emansipasi wanita. Menurut logikanya yang tidak masuk akal,
jika seorang wanita menyajikan makanan untuk suami dan anak-anaknya,
maka hal itu disebut perbudakan; akan tetapi, jika ia melakukan hal yang
persis sama pada seseorng yang asing di restoran atau di dalam pesawat,
misalnya, maka hal tersebut dianggap sebagai emansipasi!

B. Isu Gender Dalam Pesfektif Islam


Allah menciptakan bentuk fisik dan tabiat wanita berbeda dengan pria.
Kaum pria di berikan kelebihan oleh Allah subhanahu wata’ala baik fisik
maupun mental atas kaum wanita sehingga pantas kaum pria sebagai
pemimpin atas kaum wanita terdapat di dalam Al-Quran pada surat An Nisa‟:
35. Sehingga secara asal nafkah bagi keluarga itu tanggug jawab kaum laki.
Asy syaikh Ibnu Baaz berkata: “Islam menetapkan masing-masing dari suami
istri memiliki kewajiban yang khusus agar keduanya menjalankan perannya,
hingga sempurnalah bangunan masyarakat di dalam dan di luar rumah.
Suami berkewajiban mencari nafkah dan penghasilan sedangkan istri
berkewajiban mendidik anak-anaknya, memberikan kasih sayang, menyusui
dan mengasuh mereka serta tugas-tugas lain yang sesuai baginya, mengajar
anak-anak perempuan, mengurusi sekolah mereka, dan mengobati mereka
serta pekerjaan lain yang khusus bagi kaum wanita.
Bila wanita sampai meninggalkan kewajiban dalam rumahnya berarti ia
menyianyiakan rumah berikut penghuninya. Hal tersebut berdampak
terpecahnya keluarga baik hakiki maupun maknawi.8 Dalam perspektif Islam,
semua yang diciptakan Allah swt berdasarkan kudratnya masing-masing. Para
pemikir Islam mengartikan qadar di dalam AlQuran dengan ukuran-ukuran,
sifat-sifat yang ditetapkan Allah swt bagi segala sesuatu, dan itu dinamakan
kudrat.
Dengan demikian, laki-laki dan perempuan sebagai individu dan jenis
kelamin memiliki kudratnya masing-masing. Syeikh Mahmud Syaltut
mengatakan bahwa tabiat kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan
berbeda, namun dapat dipastikan bahwa Allah swt lebih menganugerahkan
potensi dan kemampuan kepada perempuan sebagaimana telah
menganugerahkannya kepada laki-laki.

C. Isu Gender dalam Perspektif Hukum Positif


Walaupun UUD 1945 telah mengatur bahwa setiap warga negara (dalam
arti laki-laki maupun perempuan) mempunyai kedudukan yang sama dalam
bidang hukum, dan konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskrininasi
terhadap perempuan juga sudah diratifikasi Tahun 1984 deangan UU No
7/1984) namun dalam kenyataannya isu diskriminasi, ketidak adilan, maupun
kekerasan, atau isu gender yang lainnya masih tampak dalam berbagai
ketentuan perundang-undangan antara lain :
1. Hukum Pidana Berbagai kekerasan terhadap perempuan dapat ditemukan
dalam beberapa ketentuan KUHP maupun di luar KUHP, antara lain berbagai
kekerasan pisik (pembunuhan maupun penganiayaan khususnya terhadap
perempuan, delik-delik yang korbanya khusus perempuan seperi perkosaan,
aborsi, trafficking (perdagangan wanita), dan isu-isu yang berkaitan dengan
hak reproduksi. Secara lebih rinci dapat dibaca ketentuan dalam pasal-pasal
sbb :
 Pasal 285 KUHP : Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengannya dipidana
dengan pidana penjara selama 12 tahun karena memperkosa.
 Pasal 286 KUHP : Barang siapa bersetubuh dengan perempuan bukan istrinya
sedangkan diketahui bahwa perempuan itu dalam keadaan pingsan atau tidak
berdaya dipidana dengan pidana penjara 9 tahun.
 Pasal 287 KUHP : Barang siapa bersetubuh dengan perempuan yang bukan
istrinya pada hal diketahui atau patut dapat disangka bahwa umur wanita itu
belum 15 tahun atau kalau tidak terang berapa umurnya bahwa wanita tersebut
belum pantas untuk dikawini, dipidana dengan pidana penjara 9 tahun.
 Pasal 347 KUHP : Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau
mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, dipidana dengan
pidana penjara selama 12 tahun. Isu-isu tersebut dapat dikaitkan dengan pasal-
pasal dalam Konvensi Wanita yang telah diratifikasi dengan UU No.7/1984)
dan juga Deklarasi tentang Penghapusan Kekerasan terhadap perempuan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis
kelamin biologis merupakan pemberian Allah Subhanu wata’ala, ketika umat
manusia dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Tetapi,
jalan yang menjadikan seseorang maskulin atau feminine adalah gabungan
blok-blok bangunan biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur
manusia. Setiap masyarakat memiliki berbagai naskah untuk diikuti oleh
anggotanya seperti mereka belajar memainkan peran feminine atau maskulim,
sebagaimana halnya setiap masyarakat memiliki bahasanya sendiri.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

http://pusbangasn.bkn.go.id/konsep-gender-dalam-perspektif-peran-widyaiswara/

https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/1e6c52a238efb6cf61e33
e5213d16025.pdf

https://thisisgender.com/hak-perempuan-dalam-barat-vs-islam/

Anda mungkin juga menyukai