Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sofiana Nabila.

Kelas : Farmasi - F

NIM : 201810410311250

Mekanisme Faktor-faktor yang Mempengaruhi Metabolisme Obat

1. Faktor umur

Enzim mikrosomial hepatik dan mekanisme ginjal berkurang pada saat lahir,
khsusunya pada bayi kurang bulan. Kedua sitem tersebut berkembang cepat selama empat
minggu pertama kehidupan. Pada usia tua, metabolisme obat oleh hati mungkin menurun,
tapi biasanya yang lebih penting adalah menurunnya fungsi ginjal. Pada usia 65 tahun, laju
filtrasi Glomerulus (LFG) menurun sampai 30% dan tiap 1 tahun berikutnya menurun lagi 1-
2% (sebagai akibat darihilangnya sel dan penurunan aliran darah ginjal). Oleh karena itu,
orang lanjut usia membutuhkan beberapa obat dengan dosis lebih kecil daripada orang muda,
khsusnya obat yang bekerja sental (Neal, 2002)

2. Induksi enzim metabolisme

Beberapa obat dan polutan meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang memetabolisme


obat. Mekanisme yang terlibat tiak jelas, tetapi zat-zat kimia yang mempengaruhi sekuens
DNA spesifik membangkitkan produksi dari enzim yang sesuai, biasanya adalah suatu
subtipe sitokrom P-450. Akan tetapi, tidak semua enzim yang berperan pada induksi adalah
enzim mikrosomial. Sebagai contoh, dehidrogenase alkohol hepatik terjadi dalam sitoplasma.
(Neal, 2002)

3. Inhibisi enzim metabolisme


Inhibisi enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang tidak diharapkan. Interaksi ini
cenderung terjadi lebih cepat daripada melibatkan induksi enzim karena interaksi ini terjadi
segera setelah obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk
berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi. Obat bisa menghambat berbagai bentik
sitokrom-P450 sehingga hanya mempengaruhi metabolisme obat yang dimetabolisme
isoenzim tertentu. Simetedin menghambat metabolisme obat yang berpotensi menjadi toksik
termasuk fenotonin, warfarin, dan teofilin. Eritromisin juga menghambat sistem sitokrom P-
450 dan meningkatkan aktifitas teofilin, warfarin, karbamazepin, dan digoksin. (Neal, 2002)

4. Genetik

Respon terhadap obat bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya karena
variasi ini biasanya mempunyai distribusi Gaussian. Dalam distribusi tersebut diansumsikan
bahwa faktor penentu respons adalah multifaktorial. Akan tetapi, respons beberapa obat
menunjukkan variasi diskontinu dan pada kasus-kasus ini populasi dapat dibagi menjadi dua
kelompok atau lebih. Hal ini menunjukkan adanya suatu polimorfisme gen tunggal.
Misalnya, sekitar 8% populasi memiliki ekspresi yang salah terhadap CYP2D6, suatu
isoform dari P-450 yang bertanggung jawab untuk hidrokdilasi debrisoqunique. Hidroksilator
buruk ini menunjukkan respons yang memanjang dan berlebihan terhadap obat-obatan seperti
propanolol dan metoprolol yang mengalami metabolisme luas di hati. (Neal, 2002)

5. Jenis kelamin dan hormonal

Variasi ketergantungan obat dalam metabolisme obat telah terjadi didokumentasikan


dengan baik pada tikus tetapi tidak pada tikus lainnya. Tikus muda dewasa jantan lebih cepat
memetabolisme obat daripada tikus betina dewasa dan tikus jantan muda (prapubertas).
Perbedaan metabolisme obat ini telah jelas diasosiasikan dengan hormon androgen. Laporan
klinis menyatakan bahwa persamaan keterkaitan antara perbedaan jenis kelamin tikus pada
metabolisme obat juga terjadi pada manusia untuk etanol, propanolol, beberapa
benzodiazepine, dan salisilat. (Katzung, 2017)

6. Diet

Diet (pola makan) berkontribusi pada variasi individu untuk memetabolisme obat.
Makanan dan sayuran yang dipanggang dengan menggunakan arang diketahui dapat
menginduksi enzim CYP1A, sedangkan jus anggur diketahui dapat menhibisi (menghambat)
metabolisme CYP3A dari obat yang diberikan bersama. (Katzung, 2017)
7. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan juga dapat berkontribusi terhadap variasi individual dalam


memetabolisme obat. Seperti seorang perokok aktif akan memetabolisme beberapa obat lebih
cepat daripada seseorang bukan perokok karena induksi enzim.
Pekerja industri yang terpapar beberapa pestisida akan memetabolisme obat-obatan
tertentu lebih cepat daripada individu yang tidak terpapar pestisida. Perbedaan seperti itu
membuat sulit untuk menentukan dosis efektif dan dosis yang aman dari obat yang memiliki
indeks terapeutik yang terbatas. (Katzung, 2017)

8. Penyakit

Penyakit akut atau kronis yang mempengaruhi struktur atau fungsi hati sangat
berpengaruh pada metabolisme obat di hati. Beberapa kondisi seperti hepatitis alkoholik,
sirosis akoholik aktif atau pasif, hemochromatosis, hepatitis kronis aktif, sirosis billary dan
hepatitif akut atau yang diinduksi obat. Tergantung pada tingkat keparahan penyakit,
beberapa kondisi tersebut dapat merusak secara signifikan terhadap enzim metabolisme obat
di hati, terutama oksidasi mikrosomial dan dengan demikian akan mempengarihi eliminasi
obat.

Beberapa obat dimetabolisme dengan mudah sehingga penurunan fungsi hati yang
nyata tidak secara signifikan memperpanjang aksinya. Namun, penyakit jantung, dengan
membatasi aliran darah ke hati, dapat mengganggu disposisi obat-obatan yang
metabolismenya terbatas. Penyakit paru juga dapat memengaruhi metabolisme obat, seperti
yang ditunjukkan oleh gangguan hidrolisis prokainamid dan prokain pada pasien dengan
insufisiensi pernapasan kronis dan peningkatan waktu paruh antipirin (pemeriksaan fungsi
P450) pada pasien kanker paru-paru.

Disfungsi tiroid telah dikaitkan dengan perubahan metabolisme beberapa obat dan
beberapa senyawa endogen. Hipotiroidisme meningkatkan paruh antipyrine, digoxin,
methimazole, dan beberapa penghambat β, sedangkan hipertiroidisme memiliki efek
sebaliknya. Beberapa studi klinis pada pasien diabetes menunjukkan tidak ada kerusakan
metabolisme obat yang jelas, meskipun gangguan telah dicatat pada tikus diabetes.
Kerusakan pituitari, korteks adrenal, dan gonad secara nyata mengurangi metabolisme obat
hati pada tikus. Atas dasar temuan ini, dapat diduga bahwa gangguan tersebut dapat secara
signifikan mempengaruhi metabolisme obat pada manusia. Namun, sampai bukti yang cukup
diperoleh dari studi klinis pada pasien, ekstrapolasi tersebut harus dianggap tentatif.

Akhirnya, pelepasan mediator inflamasi, sitokin, dan nitrat oksida yang terkait
dengan infeksi bakteri atau virus, kanker, atau inflamasi diketahui mengganggu metabolisme
obat dengan menonaktifkan P450s dan meningkatkan degradasi mereka.

Anda mungkin juga menyukai