Anda di halaman 1dari 14

PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II

VISKOSITAS NEWTONIAN

Disusun Oleh Kelompok 5


Kelas : Farmasi – F

1. Andre Riswanda Putra (201810410311150)


2. Attala Faras Alifta (201810410311230)
3. Sofiana Nabila Wardhani (201810410311250)
4. Wulantika Indas Prasasti (201810410311261)
5. Vita Maulidya Aristawaty (201810410311266)
6. Rifka Khairiyah (201810410311274)
7. Fatbela Zulfa Mazida (201810410311292)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVESITAS MUHAMMADIYAH MALANG
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................3
I. TUJUAN PERCOBAAN....................................................................................................4
II. TEORI UMUM...................................................................................................................5
III. ALAT DAN BAHAN.....................................................................................................11
IV. PROSEDUR KERJA......................................................................................................11
V. SKEMA KERJA..............................................................................................................12
VI. DATA DAN PERHITUNGAN......................................................................................13
VII. TUGAS...........................................................................................................................14
VIII. PEMBAHASAN............................................................................................................16
IX. KESIMPULAN..............................................................................................................17
X. LAMPIRAN....................................................................................................................18
XI. DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................23
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena penulis
dapat  menyelesaikan makalah dalam bentuk bundel ini dengan judul “VISKOSITAS
NEWTONIAN” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sesuai materi perkuliahan yang terdapat di praktikum Farmasi
Fisika II yang telah dilaksanakan untuk memenuhi hasil praktikum Farmasi Fisika II. Materi-
materi penulis juga mengambil dari berbagai sumber pustaka dan beberapa website dari
internet. Dengan demikian, para pelajar farmasi dapat memperluas wawasannya, memahami,
dan mengaplikasikan isi makalah ini dalam kefarmasian.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam penyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat membantu mahasiswa farmasi maupun pembaca lain
dalam memahami praktikum Farmasi Fisika II. Kritik dan saran yang membangun selalu
Penulis harapkan demi membentuk sebuah bacaan/makalah yang lebih baik lagi.

Malang, 10 Desember 2018

Penyusun

I. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
- Menentukan kelarutan suau zat secara kuantitatif.
- Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat.
- Menjelaskan usaha-usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kelarutan zat aktif dalam pembuatan sediaan cair.
- Menentukan kelarutan serbuk (kristal) parasetamol dengan pelarut air,
propilenglikol dan polyethylglikol
II. TEORI UMUM

Kuantitatif
Kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut di dalam larutan
jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.

Kualitatif
Interaksi spontan dari dua atau lebih senyawa membentuk disperse molecular yang
homogen.
Kelarutan senyawa dalam pelarut polar air,sebagian besar disebabkan oleh polaritas
pelarut, yaitu momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan senyawa-senyawa ionik dan
senyawa polar lainnya. Di samping momen dipol ikatan hidrogen antara senyawa dengan
pelarut ternyata berpengaruh dminan pada proses pelarutan senyawa polar dalam air.
Kelarutan senyawa polar juga ditentutan oleh struktur senyawa tersebut, yaitu
perbandingan antara gugus polar dan gugus non polar dalam senyawa. Apabila ada gugus
polar tambahan dari dalam molekul senyawa, seperti pada propilenglikol dan gliserin, maka
kelarutannya dalam pelarut polar semakin meningkat.
Pelarut semi-polar seperti propilenglikol dan etanol, dapat meninduksi molekul secara
non polar dengan derajat polarisasi tertentu, sehingga dapat larut dalam pelarut tersebut.
Dengan demikian, untuk memperkirakan kelarutan suatu senyawa perlu diperhatikan
bebagai sifat yang menyebabkan terjadinnya interaksi timbal balik antara senyawa dengan
pembawa seperti : polaritas, tetapan dielektrik, asosiasi, solvasi dan sebagainya. Timbulnya
sifat-sifat tersebut tergantung pada struktur molekul senyawa.
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat pelarut
[solute], untuk larut dalam suatu pelarut [solvent]. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil
disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni atau
campuran. Zat yang terlarut dapat berupa gas, cairan, atau padat. Kelarutan bervariasi dari
selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air.
Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut.
Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan
suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada
waktu pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau
uji kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang
berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya
antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh
sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat
diabsorbsi setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk
mempertinggi efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
 PH
 Pengadukan
 Temperatur
 Jenis pelarut
 Luas permukaan
 Vikositas
 Bentuk dan ukuran partilel zat
 Polimerfisme
 Konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non
polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut
larut dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk
kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat. Menurut metode kelarutan, sejumlah besar
obat ditempatkan dalam wadah yang tertutup baik, bersama-sama dengan larutan zat
pengomplek dalam berbagai konsentrasi dan botol dikocok dalam bak pada temperature
konstan sampai tercapai kesetimbangan. Cairan supernatant dalam porsi yang cukup diambil
dan dianalisis.
Larutan adalah sebagai bagian dari sediaan-sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam air, yang karena bahan-bahannya,
cara peracikan atau penggunaannya, tidak dimasukkan kedaam olongan produk lainnya .
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan dengan
Larutan jenuh adalah suatu larutan yang zat terlarutnya berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut) .
Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
trlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk penjenuhan sempurna pada temperature
tertentu.
Larutan lewat jenuh adalah suatu laruta yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada seharusnya pada temperature tertentu dan terdapat juga zat
terlarut yang tidak larut.

III. ALAT DAN BAHAN

A. ALAT
1. Spektrofotometer Uv-Vis,
2. waterbath shaker,
3. erlenmeyer,
4. labu ukur (25 ml dan 50 ml),
5. pipet volume 1,0 ml,
6. mikropipet,
7. gelas beker,
8. batang pengaduk,
9. filter holder,
10. membrane filter 0,45 µm.

B. BAHAN
1. parasetamol (p.g),
2. Gliserin (p.g),
3. propilenglikol (p.g),
4. aquades (air suling)

IV. PROSEDUR KERJA


A. PENENTUAN KELARUTAN
1. Ke dalam Erlenmeyer 100 ml diisi pelarut sebanyak 50,0 ml.
2. Gelas Erlenmeyer ditempatkan pada waterbath shaker yang telah dilengkapi dengan
penangas air pada suhu konstan (35 ± 0,5oC).
3. Timbang parasetamol ± 1,5 gram, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer yang telah
berisi pelarut (2).
4. Dikocok pada kecepatan dan suhu konstan sampai diperoleh larutan parasetamol
jenuh (sebelumnya dilakukan orientasi waktu tercapainya kelarutan jenuh
parasetamol dengan menggunakan pelarut air).
5. Setelah tercapai kesetimbangan larutan jenuh, pengocokan dihentikan dan
didiamkan selama 10 menit.
6. Diambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak ± 3 ml lalu filter holder
yang telah dilengkapi membran filter 0,45 µm dipasang, semprit injeksi ditekan dan
larutan ditampung ke dalam tabung injeksi.
7. Larutan tersebut dipipet sebanyak 10 µl, dimasukkan ke dalam labu ukur 25,0 ml
dan diencerkan secara kuantitatif.
8. Ditentukan kadarnya dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang gelombang 244
nm.
9. Ditentukan kadar parasetamol dengan menggunakan kurva baku yang tersedia.

B. PEMBUATAN LARUTAN BAKU PARASETAMOL


1. Buat larutan parasetamol dengan kadar 2,0 sampai 10,0 ppm.
2. Amati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum (244 nm).
3. Buat kurva baku (kadar vs absorban) dan gaya regresi y = bx+a

Kurva Baku Parasetamol (λ max = 243,04 nm)


Kadar Absorbansi
2,096 0,1356
5,240 0,3441
8,384 0,5395
10,480 0,6722
20,960 1,4065

Persamaan garis : Y = 0,06740 x – 0,01610 (r = 0,99928)

V. SKEMA KERJA

Kalibrasi 50,0 ml pada erlenmeyer 100,0 ml, lalu masukkan pelarut 50,0 ml

Letakkan di waterbath shaker ( dilengkapi penangas air) pada suhu konstan


(35±0,50C)

Timbang 1,5 paracetamol lalu masukkan erlenmeyer yang telah terisi pelarut

Kocok konstan ad larutan jenuh, kocok selama 10 menit


dengan 100 rpm

Ambil larutan bagian atas dengan semprit injeksi sebanyak 3 ml

Disaring larutan dengan membran filter 0,45 nm ditampung di tabung injeksi

Dipipet larutan 1,0 ml dengan mikropipet

Masukkan ke labu ukur 100,0 ml, encerkan secara kuantitatif

Tentukan Kadar Spektro dengan panjang gelombang maksimum = 244 nm

Tentukan Kadar Paracetamol dengan kurva bakunya


Pembuatan Kelarutan Baku Paracetamol

Buat larutan paracetamol ( 2,0-10,0 ppm)

Amati Spektrofotometer panjang gelombang maksimum = 244 nm

Buat kurva baku (kadar vs absorban) dan gaya regresi y=bx+a

Masukkan Propilenglikol ke dalam buret

VI. DATA DAN PERHITUNGAN

A. Pengukuran Pengaruh Pelarut Campur Terhadap Kelarutan Paracetamol


Tabel kelarutan paracetamol pada berbagai kadar pelarut campur
 Dikocok dengan magnetic stirrer

KADAR KADAR X
NO PELARUT ABSORBANSI KELARUTAN
(PPM) PENGENCERAN
Aquadest
1 1 1,112 16,7374 16737,4 ppm 1 : 59,75
0%
2 1,098 16,5297 16529,7 ppm 1 : 60,50

 Dikocok dengan waterbath shaker

KADAR KADAR X
NO PELARUT ABSORBANSI KELARUTAN
(PPM) PENGENCERAN
Aquadest
1 1 1,204 18,1024 18102,4 ppm 1 : 55,24
0%

2 1,639 24,5564 24556,4 ppm 1 : 40,72

2 PEG 10% 1 0,588 8,9629 22407,25 ppm 1 : 44,63

2 0,523 7,9985 19996,25 ppm 1 : 50,01

3 PEG 20% 1 0,557 8,5030 42515 ppm 1 : 23,52

2 0,467 7,1677 35838,5 ppm 1 : 27,90

4 PG 10% 1 0,834 12,6128 31532 ppm 1 : 31,71


2 0,637 9,6899 24224,75 ppm 1 : 41,28

5 PG 20% 1 0,627 9,5415 23786,3 ppm 1 : 42,04

2 0,636 9,6751 24187,8 ppm 1 : 41,34

B. Perhitungan Kadar Paracetamol


 Replikasi 1

1. Aquadest (magnetic stirrer)

y = 0,06740(x) – 0,01610
1,112 = 0,06740 x – 0,01610
x = 16,7374 ppm
2. Aquadest (waterbath shaker)

y = 0,06740(x) – 0,01610
1,204 = 0,06740(x) – 0,01610
x = 18,1024 ppm
3. PEG 10%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,588 = 0,06740 x – 0,01610


x = 8,9629 ppm
4. PEG 20%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,557 = 0,06740 x – 0,01610


x = 8,5030 ppm
5. PG 10%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,834 = 0,06740 x – 0,01610


x = 12,6128 ppm
6. PG 10%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,627 = 0,06740 x – 0,01610


x = 9,5415 ppm
 Replikasi 2
1. Aquadest (magnetic stirrer )
y = 0,06740(x) – 0,01610

1,098 = 0,06740 x – 0,01610


x = 16,5297 ppm
2. Aquadest (waterbath shaker)
y = 0,06740(x) – 0,01610

1,639 = 0,06740 x – 0,01610


x = 24,5564
3. PEG 10%

y = 0,06740(x) – 0,01610
0,523 = 0,06740 x – 0,01610
x = 7,9985 ppm
4. PEG 20%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,467 = 0,06740 x – 0,01610


x = 7,1677 ppm
5. PG 10%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,637 = 0,06740 x – 0,01610


x = 9,6899 ppm
6. PG 20%

y = 0,06740(x) – 0,01610

0,636 = 0,06740 x – 0,01610


x = 9,6751 ppm

Kadar x pengenceran
 Replikasi 1
1. Aquadest (magnetic stirrer) = 16,7374 ppm × 1000 = 16737,4 ppm
2. Aquadest (waterbath shaker) = 18,1024 ppm × 1000 = 18102,4 ppm
3. PEG 10% = 8,9629 ppm × 2500 = 22407,5 ppm
4. PEG 20% = 8,5030 ppm × 5000 = 42515 ppm
5. PG 10% = 12,6128 ppm × 2500 = 31532 ppm
6. PG 20 % = 9,5415 ppm × 2500 = 23786,3 ppm
 Replikasi 2
1. Aquadest (magnetic stirrer) = 16,5297 ppm × 1000 = 16529,7 ppm
2. Aquadest (waterbath shaker) = 24,5564 ppm × 1000 = 24556,4 ppm
3. PEG 10% = 7,9985 ppm × 2500 = 19996,25 ppm
4. PEG 20% = 7,1677 ppm × 5000 = 35838,5 ppm
5. PG 10 % = 9,6899 ppm × 2500 = 24224,75 ppm
6. PG 20% = 9,6751 ppm × 2500 = 24187,8 ppm

Kelarutan
 Replikasi 1
1. Aquadest (magnetic stirrer)
16737,4 ppm = 16737,4 mg/1000 ml
16,7374 g 1 g
=
1000 ml x
x = 59,75 ml

2. Aquadest (waterbath shaker)


18102,4 ppm = 18102,4 mg/1000 ml
18,1024 g 1 g
=
1000 ml x
x = 55,24 ml

3. PEG 10%
22407,25 ppm = 22407,25 mg/1000 ml
22,40725 g 1 g
=
1000 ml x
x = 44,63 ml

4. PEG 20%
42515 ppm = 42515 mg/1000 ml
42,515 g 1 g
=
1000 ml x
X = 23,52 ml

5. PG 10%
31532 ppm = 31532 mg/1000 ml
31,532 g 1 g
=
1000 ml x
x = 31,71 ml
6. PG 20%
23786,3 ppm = 23786,3 mg/1000 ml
23,7863 g 1 g
=
1000 ml x
x = 42,04 ml

 Replikasi 2
1. Aquadest (magnetic stirrer)
16529,7 ppm = 16529,7 mg/1000 ml
16,5297 g 1 g
=
1000 ml x
x = 60,50 ml

2. Aquadest (waterbath shaker)


24556,4 ppm = 24556,4 mg/1000 ml
24,5564 g 1 g
=
1000 ml x
x = 40,72 ml

3. PEG 10%
19996,25 ppm = 19996,25 mg/1000 ml
19,99625 g 1 g
=
1000 ml x
x = 50,01 ml

4. PEG 20%
35838,5 ppm = 35838,5 mg/1000 ml
35,8385 g 1 g
=
1000 ml x
x = 27,90 ml

5. PG 10%
24224,75 ppm = 24224,75 mg/1000 ml
24,22475 g 1 g
=
1000 ml x
x = 41,28 ml

6. PG 20%
24187,8 ppm = 24187,8 mg/1000 ml
24,1878 g 1 g
=
1000 ml x
x = 41,34 ml
VII. PEMBAHASAN

Larutan adalah campuran homogen antara zat pelarut dan zat terlarut. Kelarutan
adalah kemampuan suatu zat melarut dalam pelarut tertentu. Larutan pada umumnya
dibagi menjadi tiga yaitu larutan jenuh adalah larutan yang zat terlarutnya dapat melarut
dalam zat pelarutnya dalam konsentrasi yang maksimal. Larutan lewat jenuh terjadi pada
saat zat terlarut sudah melewati batas maksimal zat pelarut untuk melarutkannya yang
biasanya ditandai dengan terbentuknya endapan. Lautan tak jenuh terjadi saat zat terlarut
belum mencapai batas maksimal zat pelarut untuk melarutkannya.
Kelarutan secara kuantitatif merupakan konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperatur tertentu, sedangkan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan
dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekul homogen.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah pH, temperatur (suhu), jenis
pelarut, bentuk dan ukuran partikel, kostanta dielektrik pelarut, dan surfaktan, serta efek
garam. Semakin tinggi temperatur maka akan mempercepat kelarutan zat, semakin kecil
ukuran partikel zat maka akan mempercepat kelarutan zat dan dengan adanya garam akan
mengurangi kelarutan zat. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam campuran pelarut dari
pada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan melarut bersama (cosolvency),
dan pelarut yang dalam kombinasi menaikan kelarutan zat disebut cosolvent.
Pada praktikum ini diakukan percobaan tentang kelarutan. Praktikum ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh pelarut suatu zat. Zat yang diuji sebagai sampel dan standart
adalah parasetamol. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelarut campur
terhadap kelarutan paracetamol serta untuk kurva hubungan pengaruh kadar terhadap
kelarutan peracetamol.
Pada praktikum kelarutan ini menggunakan pelarut air, Propilen glikol 10%, Propilen
glikol 20%, PEG 10% dan PEG 20% untuk melarutkan paracetamol. Kelarutan suatu zat
sangat dipengaruhi oleh jenis pelarut atau polaritas pelarut. Pelarut polar akan melarutkan
lebih baik zat-zat polar dan ionik, dan sebaliknya. Kelarutan juga tergantung pada struktur
zat seperti perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul.
Menurut FI IV halaman 649, parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam natrium
hidroksida 1 N dan mudah larut dalam etanol. Sementara itu menurut FI III halaman 37,
parasetamol larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian
aseton P, dalam 40 bagian gliserol P, dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam
alkali hidroksida.
Dengan penambahan bahan Propilen Glikol dan PEG diharapkan kelarutan
parasetamol akan semakin meningkat jika dibadingkan dengan kelarutan parasetamol
dalam air saja tanpa ada penambahan bahan. Dalam praktikum ini kami melakukan
replikasi sebanyak 2 kali. Hasil replikasi 1 yang didapat dalam praktikum kami adalah
sebagai berikut. Larutan parasetamol dengan air yang berada dalam magnetic stirrer
memiliki kelarutan 1:59,75 yang artinya 1 gram parasetamol larut dalam 59,75 ml air.
Larutan parasetamol dengan air pada waterbath shaker kelarutannya 1:55,24. Larutan
parasetamol dengan penambahan propilen glikol 10% kelarutannya sebesar 1:31,71.
Larutan parasetamol dengan penambahan propilen glikol 20% kelarutannya sebesar
1:41,92. Larutan parasetamol dengan penambahan PEG 10% kelarutannya sebesar
1:44,63. Larutan parasetamol dengan penambahan PEG 20% kelarutannya sebesar
1:23,52.
Hasil replikasi 2 kelompok kami didapatkan data sebagai berikut. Larutan parasetamol
dengan air yang berada dalam magnetic stirrer memiliki kelarutan 1:60,10 yang artinya 1
gram parasetamol larut dalam 60,10 ml air. Larutan parasetamol dengan air pada
waterbath shaker kelarutannya 1:40,72. Larutan parasetamol dengan penambahan
propilen glikol 10% kelarutannya sebesar 1:41,28. Larutan parasetamol dengan
penambahan propilen glikol 20% kelarutannya sebesar 1:41,34. Larutan parasetamol
dengan penambahan PEG 10% kelarutannya sebesar 1:50,01. Larutan parasetamol
dengan penambahan PEG 20% kelarutannya sebesar 1:27,90.
Dari data yang diperoleh tersebut dapat dilihat terdapat data yang sesuai dengan perkiraan
ataupun dengan literatur tetapi, ada pula data yang masih belum sesuai dengan perkiraan
ataupun literatur. Faktor kesalahan yang dapat mempengaruhi hasil data praktikum
kelompok kami diantaranya adalah kesalahan saat melakukan pengenceran, serbuk
parasetamol yang terdapat bahan tambahan di dalamnya dan pengambilan bahan yang
tidak tepat.

VIII. KESIMPULAN

IX. DAFTAR PUSTAKA

1. Martin, A., 1993, physical Pharmacy, 4th ed., Lea & Febiger, Philadelphia, London,
p.324-361
2. Florence A.T., and Attwood D., 1998, Physicochemical Principles of Pharmacy, 3rd
Ed. The Macmillan Press Ltd.
3. Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
4. Sinko dan Patrick. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin Edisi 5.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai